Kurikulum
Pendidikan Dan Karakter Generasi
Oleh:
Dr. Hamid Fahmy Zarkasy (Direktur INSIST)
di
kutip dari Jurnal Islamia - Harian Repubika 16 Mei 2013
Ada
sedikitnya tiga elemen penting dalam pengajaran, Pertama ialah materi, kedua
guru dan ketiga adalah metode. Jika di perluas ketiga hal ini menjadi kurikulum,
tenaga pendidik dan sistem pendidikan.
Untuk
makna yang sempit kurikulum diartikan sekumpulan pelajaran yang dikaji pelajar
di sekolah atau universitas. Dalam arti luas kurikulum adalah seperangkat
pengalaman belajar yang tersusun rapi untu tujan tertentu (G Terry Page dkk, International
Dictionary of Education 1979)
Tapi
kurikulum adalah hasil kreasi manusia yang dapat direka-reka sesuai kebutuhan
pengguna. Pada zaman Orde Baru, kurikulum nasional pernah diorientasi pada
pelajaran sejarah dan ideologi. Pada waktu lain, diarahkan untuk pengembangan
matematika, fisika, dan biologi. Dan yang pasti, orientasinya adalah melulu
kognitif atau keilmuan bahkan praktis. Semua itu karena perkembangan sains dan
teknologi di dunia yang begitu.
Masalahnya
menjadi kompleks karena ternyata degradasi moral anak bangsa juga berjalan
secepat teknologi. Sementara rasa kebangsaan, kegotongroyongan, jiwa musyawarah
mufakat, rasa keadilan sosial, dan kemanusiaan bangsa ini sudah begitu rapuh.
Ternyata, matematika tidak mengajarkan kejujuran, biologi tidak meningkatkan
moral, fisika tidak menanamkan keimanan.
Memang kini telah tersusun berbagai model kurikulum, misalnya kurikulum
berbasis kompetensi, berbasis teknologi, berbasis pemecahan masalah, berbasis
lingkungan, berbasis karakter bangsa, berbasis masyarakat dan sebagainya.
Namun, efektifitas kurikulum nasional belum juga dianggap mampu menyelesaikan
persoalan kebangsaan tersebut.
Belum selesai masalah kualitas kurikulum, kita menghadapi masalah metode.
Sebab, metode ternyata lebih penting dari pada kurikulum. Kurikulum yang
canggih tanpa metode yang tepat tidak akan efektif. Namun, metode pun juga
masih tergantung pada pelaksanaanya, yaitu guru. Sebab, secanggih apapun suatu
metode jika disampaikan oleh guru yang tidak bersemangat dan kreatif juga akan
sia-sia.
Prinsip keterkaitan seperti ini sudah lama dipraktikan di Pondok Modern Gontor.
Disini terdapat prinsip begini;
- Metode lebih
penting dari materi
- Guru lebih
penting dari metode
- Jiwa guru lebih
penting dari guru
Jadi,
selain materi dan guru, jiwa guru sangat berperan dalam keberhasilan
pengajaran. Karena jiwa guru sangat berperan dalam keberhasilan
pengajaran. Karena, dengan jiwa keikhlasan dan pengabdiannya, guru akan dapat
mewarnai murid. Bahkan menurut Sir Pency Nun, pofesor pendidikan University of
London (1870-1994) baik buruknya suatu pendidikan tergantung pada kebaikan,
kebijakan dan kecerdasan pendidik.
Tapi, itu semua adalah kurikulum dalam arti satuan pelajaran. Padahal pendidikan
tidak hanya terbatas pada pelajaran dan pengajaran. Sebab, nama menteri kita
adalah menteri pendidikan nasional bukan menteri pengajaran nasional. Di dalam
kurikulum pendidikan semua aspek dalam sekolah, baik ekstra maupun
intrakurikuler diintegrasikan dengan nilai pelajaran. Disini, Ujian Nasional
tidak menjadi penentu segala galanya. Siswa teladan dan berprestasi diukur dari
nilai kumulatif ekstra dan intrakulikuler di sekolah.
Mengapa
demikian? John Dewy, pakar pendidikan Amerika, menjawab sekolah adalah tempat
dimana proses pewarisan 'kepercayaan dan idealisme', etos kerja, cara berfikir
dan merasa, serta khazanah ilmu pengetahuan dari generasi ke generasi. Dan yang
terpenting dalam proses itu adalah pewarisan kepercayaan dan idealisme. Tapi,
bagi Al-Ghazali pendidikan adalah tempat dimana prose mencari ilmu dan
mempraktikannya serta menggunakannya untuk menyelesaikan masalah hidup. Lebih
fokus lagi, bagi Iqbalm oendidikan adalah tempat membangun jiwa manusia dan
pembangunnya adalah pendidika. Itulah peran penting lembaga pendidikan.
Jika
beban lembaga pendidikan begitu kompleks maka kurikulum pengajaran tidak
mencukupi. Diperlukan kurikulum pendidikan yang berperan menanamkan ilmu
pengetahuan sekaligus membentuk karakter, moral, dan akhlak peserta didik.
Elemen-elemen dalam Tripusat pendidikan, sekolah-rumah tangga-masyarakat dapat
dihadirkan ke sekolah. Sebagai melting pot, lembaga pendidikan dapat
berubah menjadi lembaga kehidupan. Namun, disitu semua didisain untuk tujuan
mendidik. Jika itu terjadi maka sekolah dapat menjadi apa yang diidamkan oleh
al-Ghazali, yaitu tempat mencetak insan kamil atau manusia seutuhnya.
Pendidikan
Karakter Ada di Madrasah dan Pondok Pesantren
DR.
MAWARDI SALEH, LC, MA.
Pekanbaru
(HUMAS). Pembangunan karakter yang didengung-dengungkan
oleh pemerintah pendidikan madrasah dan pondok pesantren, hal ini ditandai
dengan pola pembelajaran dan model pembelajaran yang mengutamakan pendidikan
ketauhidan dan akhlakul karimah, di pondok pesantren diajarkan ketulusan dan
keikhlasan dalam menuntut ilmu bagi para santri dan memberikan ilmu bagi
Ustadz/zahnya, kenapa saya katakan demikian, karena dari dahulu pondok
pesantren mengajarkan pola pendidikan yang cirinya adalah Masjid, artinya dari
awal ditanamkan kepada santri bagaimana mendirikan sholat bukan hanya
mengerjakan shalat, tegakkan sholat karena dengan menegakkan sholat akan
mencegah dari perbuatan keji dan munkar, ujar DR.Mawardi Saleh, LC, MA, Ketua MUI Kampar dan Dosen UIN Suska Riau
serta praktisi pendidikan Riau dihadapan Direktur Pontren Kemenag RI “H.A.
Saipuddin”, Gubernur Riau yang diwakili Kabag Kesra “ Drs, Ansari Kadir”,
Ka.Kanwil Kemenag Riau “Drs. H. Tarmizi, MA”, Bupati Kampar, Ka.Kankemenag
Kampar dan Pejabat Daerah lainnya pada acara Tasyakuran dan Peresmian Pondok
Pesantren As-Salam Naga Beralih Kec.Kampar Utara, Kab.Kampar beberapa waktu
yang lalu.
Lanjutnya,
ada 4
kecerdasan yang dituju dalam pendidikan atau standar keberhasilan pendidikan,
yaitu;
1. Cerdas
secara spiritual, jika tidak cerdas spiritual maka akan gagal,
2. Kecerdasan
intelektual, penguasaan ilmu yang melahirkan menusia yang empati, punya rasa
kasih sayang dan kepedulian terhadap orang lain,
3. Kecerdasan
emosional, jika tidak cerdas emosional maka tidak akan mau mengerti dengan
orang lain atau egois,
4. Cerdas
estetika (hikmah) pandai menempatkan sesuatu pada tempatnya, bukan cerdas seni
sebagaimana yang di gembor-gemborkan seperti menyanyi, melukis dan lain
sebagainya, bahkan ada ucapan yang mengatakan jika pemimpin menguasai estetika
seperti yang digembor-gemborkan tersebut maka dia sudah pantas jadi pemimpin
dan pendidikan kita sudah berhasil, jika pemimpin sudah menguasai 4 kecerdasan
diatas maka pendidikan kita akan berhasil.
Dalam
Al-Qur’an telah diceritakan tentang bagaimana mencetak anak yang sholeh seperti
Nabi Ibrahim, Nabi Adam juga meminta anak yang sholeh dan menjadi hamba yang
bersyukur, cara pendidikan Ibrahim adalah pesantren, dengan menarok puteranya
ke Ka’bah untuk menempa kecerdasan diatas, sehingga Ismail dan Siti Hajar
walaupun ditinggal bertahun-tahun karena sudah cerdas spiritualnya, cerdas
intelektual,cerdas emosional, dan cerdas estetika yang menanyakan kepada
Ibrahim tentang perintah siapa mereka di hantar ke Ka’bah, dan Ibrahim menjawab
atas perintah Allah maka Siti Hajar bisa menerimanya dan dia yakin Allah tidak
akan menyia-nyiakan mereka, maka mereka menjalani tarbiyyah tersebut yang hasilnya
sampai sekarang banyak dikunjungi oleh seluruh umat Islam di seluruh dunia.
Islam
tidak membedakan ilmu pengetahuan, tidak ada beda ilmu umum dengan ilmu agama,
sumber semua ilmu tersebut dari Allah SWT, dan guna
mempelajari semua ilmu tersebut adalah bagaimana membuat orang tunduk kepada
Allah SWT, seperti mempelajari Biologi, Fisika, Kimia
dan lain sebagainya mengisyaratkan bagi si penuntut ilmu agar menyadari proses
pertumbuhan sel-sel makhluk hidup, molekul-molekul dan lain sebagainya untuk
menyandarkannya kepada Allah sebagai pencipta semuanya, dialah Allah yang
menciptakan segala sesuatu, Allahlah yang Maha merajai, maha kuat, maha luas
ilmunya dan maha besar, oleh sebab itu jadikanlah semua ilmu pengetahuan untuk
mendekatkan diri dan mentaati Allah SWT dengan
sebenar-benar dan sesadar-sadarnya,pungkas Mawardi.(AZ)
0 komentar:
Mari berdiskusi...
--------------------------------------------------------------------
Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...
--------------------------------------------------------------------