Perniagaan Yang Dilarang Oleh Nabi
(Materi Kajian KPMI Pusat)
Oleh:
Ustadz Aris Munadar, M.PI.
Syariat
melarang sejumlah perniagaan yang menyebabkan terlantarnya hal yang lebih urgen
semisal perniagaan yang menghalangi seseorang untuk bisa melaksanakan ibadah
yang hukumnya wajib. Demikian pula syariat melarang perniagaan yang merugikan
orang lain.
Diantara
perniagaan yang terlarang adalah:
Pertama,
jual beli setelah adzan Jumat
Tidaklah
sah transaksi jual beli yang dilakukan oleh orang yang berkewajiban untuk
melaksanakan ibadah Jumat setelah adzan berkumandang mengingat firman Allah,
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاَةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا
إِلَى ذِكْرِ اللهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرُُ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ
تَعْلَمُونَ
Yang
artinya, "Wahai orang orang yang beriman jika adzan shalat Jumat sudah
berkumandang hendaknya kalian bersegera mengingat Allah dan tinggalkanlah jual
beli. Itu yang lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahuinya" [QS
al Jumuah:9].
Dalam
ayat di atas Allah melarang mengadakan transaksi jual beli setelah adzan shalat
Jumat dikumandangkan. Adanya larang menunjukkan haramnya hal yang dilarang
sehingga jual beli yang terjadi tidaklah sah.
Kedua,
memperdagangkan barang kepada pihak yang akan memanfaatkannya untuk bermaksiat
kepada Allah atau menggunakannya dalam hal hal yang haram.
Sehingga
tidaklah sah transaksi menjual anggur kepada orang yang akan membuat khamr
dengannya, menjual botol kepada orang akan menggunakannya untuk minum khamr
atau senjata saat terjadi perang saudara diantara kaum muslimin
وَتَعَاوَنُوا
عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَتَعَاوَنُوا عَلَى اْلإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
Yang
artinya, "Dan hendaknya kalian tolong menolong dalam kebaikan dan takwa
dan jangan tolong menolong dalam dosa dan melampaui batas" [QS al
Maidah:2].
Ketiga,
'jualan' atas 'jualan' orang lain
Misalnya
kita temui seorang pembeli yang membeli suatu barang dengan harga sepuluh ribu
rupiah lalu kita sampaikan kepadanya bahwa kita bisa menjual yang sekelas
dengan barang yang dia beli namun dengan harga yang lebih murah atau kita punya
barang dengan kualitas yang lebih bagus dengan harga yang sama yaitu sepuluh
ribu. Hal ini terlarang mengingat hadits berikut ini:
عَنْ عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ عُمَرَ - رضى الله عنهما - أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه
وسلم - قَالَ « لاَ يَبِيعُ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ
Dari
Abdullah bin Umar, sesungguhnya Rasulullah bersabda, "Tidak boleh
sebagian kalian menjual atas jualan orang lain atau membeli atas belian orang
lain" [HR Bukhari dan Muslim].
Termasuk
yang dilarang dalam hadits di atas adalah membeli atas 'belian' orang lain.
Yang dimaksudkan adalah kita datangi penjual setelah ada kesepakatan harga
antara penjual dengan pembeli lalu kita minta dia agar membatalkan transaksi
jual beli yang telah terjadi dan kita bersedia untuk membeli barang tersebut
dengan harga yang lebih mahal.
Keempat,
jual beli 'inah
Gambaran
kasus 'inah adalah kita menjual HP kepada A dengan harga 1,5 juta yang
akan dibayar tiga bulan yang akan datang. Setelah HP ada di tangan A kita
katakan kepadanya 'Kubeli kembali HP tersebut seharga 1 juta secara tunai'. Wal
hasil, A mendapatkan uang tunai sebesar 1 juta namun tiga bulan yang akan
datang dia berkewajiban untuk menyerahkan uang sebesar 1,5 juta kepada saya.
'inah dalam hal ini diambil dari
kata-kata 'ain yang dalam bahasa arab salah satu maknanya adalah uang tunai.
Transaksi semisal di atas disebut 'inah karena pembeli yang semula
memegang barang beralih menjadi pemegang uang tunai.
Transaksi
ini dilarang karena transaksi ini adalah cara licik untuk bisa melakukan
transaksi riba secara terselubung.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ
-صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ :« إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَأَخَذْتُمْ
أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمُ الْجِهَادَ سَلَّطَ
اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلاًّ لاَ يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ ».
Dari
Ibnu Umar, aku mendengar Rasulullah bersabda, "Jika kalian melakukan
transaksi inah, memegangi ekor ekor onta, merasa puas dengan pertanian dan
meninggalkan jihad maka Allah akan menimpakan kehinaan kepada kalian yang tidak
akan Allah cabut sampai kalian kembali kepada agama kalian" [HR Abu
Daud].
Tidak
termasuk jual beli 'inah yang terlarang manaka kita beli kembali barang
tersebut setelah kita menerima uang pelunasan dari pembeli, atau setelah bentuk
barang berubah atau kita beli kembali barang tersebut namun tidak dari pihak
yang membelinya dari kita [Mukhtashar al Fiqh al Islami hal 704].
Kelima,
menjual kembali barang sebelum ada serah terima [qabdh atau muqobadhah]
Misalnya
kita kulakan suatu barang dari A lantas kita menjual barang tersebut sebelum
ada serah terima barang antara A dengan kita.
«
مَنِ ابْتَاعَ طَعَامًا فَلاَ يَبِعْهُ حَتَّى يَقْبِضَهُ »
Nabi
bersabda, "Siapa saja yang membeli makanan atau bahan makanan maka
janganlah dia menjual kembali sampai ada qabdh" [HR Bukhari dan Muslim
dari Ibnu Umar].
فَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم-
نَهَى أَنْ تُبَاعَ السِّلَعُ حَيْثُ تُبْتَاعُ حَتَّى تَحُوزَهَا التُّجَّارُ
إِلَى رِحَالِهِمْ.
Sesungguhnya
Rasulullah melarang transaksi penjualan kembali barang dagangan di tempat
terjadinya kulakan hingga para padagang membawa barang kulakannya ke kendaraan
mereka masing masing [HR Abu Daud].
Menimbang
dua hadits di atas maka tidak boleh bagi orang yang membeli suatu barang
menjual kembali barang yang dia beli sampai terjadi qabdh sempurna [baca: qabdh
dengan tindakan nyata].
Ada
beberapa penjelasan mengenai tolak ukur qobdh:
Pertama,
untuk aktiva tetap semisal rumah tolak ukur qabdh adalah manakala rumah tersebut sudah
dikosongkan oleh pemiliknya [takhliyah] lalu kunci diserahkan kepada
pembeli. Untuk aktiva bergerak yang berat semisal kapal adalah dengan
dipindahnya barang dari tempatnya. Sedangkan untuk aktiva bergerak yang ringan
adalah manakala penjual meletakkan barang yang telah dibeli di hadapan pembeli
yang seandainya pembeli mengulurkan tangannya maka dia bisa mengambil barang
tersebut [Majid Hamawi dalam ta'liq beliau untuk Matan Taqrib hal 156].
Kedua,
untuk aktiva tetap qabdh itu dengan takhliyah [pengosongan] sehingga pembeli memungkinkan untuk
memanfaatkan barang tersebut sebagaimana yang menjadi maksud hatinya ketika
membeli barang tersebut semisal menanami lahan pertanian, menempati rumah,
bernaung dengan pohon atau memetik buahnya dll.
Untuk
aktiva bergerak semisal bahan makanan, pakaian hewan dan semisalnya maka
ketentuannya sebagai berikut:
memastikan kadar takaran atau timbangan barang yang dibeli jika barang tersebut
kadarnya bisa diketahui memindah barang tersebut dari tempatnya semula
jika jual beli dengan cara taksiran mengacu kepada hukum tidak tertulis
yang berlaku di masyarakat untuk selain dua jenis barang di atas.
عَنْ عُثْمَانَ
بْنِ عَفَّانَ قَالَ كُنْتُ أَبِيعُ التَّمْرَ فِي السُّوقِ فَأَقُولُ كِلْتُ فِي
وَسْقِي هَذَا كَذَا فَأَدْفَعُ أَوْسَاقَ التَّمْرِ بِكَيْلِهِ وَآخُذُ شِفِّي
فَدَخَلَنِي مِنْ ذَلِكَ شَيْءٌ فَسَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِذَا سَمَّيْتَ الْكَيْلَ فَكِلْهُ
Dari
Utsman, aku berjualan korma di pasar. Ketika berjualan kukatakan, "Telah
kutakar korma ini dengan takaranku seberat sekian". Korma tersebut lantas
kuserahkan dan aku pun mengambil keuntungannya. Namun muncul keraguan di dalam
hatiku tentang kehalalan transaksi semisal itu sehingga hal ini kutanyakan
kepada Rasulullah. Jawaban beliau, "Jika engkau menyebutkan besaran
takaran maka takarlah" [HR Ibnu Majah, shahih].
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ كُنَّا نَشْتَرِى الطَّعَامَ
مِنَ الرُّكْبَانِ جُزَافاً فَنَهَانَا رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم
أَنَّ نَبِيعَهُ حَتَّى نَنْقُلَهُ مِنْ مَكَانِهِ.
Dari
Ibnu Umar, kami membeli bahan makanan dari pedagang yang datang dari luar
Madinah dengan cara taksiran maka Rasulullah melarang kami untuk menjual yang
telah kami beli hingga kami memindahnya dari tempatnya [HR Muslim dan Ahmad].
Denga
uraian di atas berarti kita telah mengambilkan dalil dan mengacu kepada 'urf
[aturan tidak tertulis di masyarakat] sebagai tolak ukur qabdh barang
barang yang tidak ada dalil khusus mengenai tolak ukur qabdhnya [Sayid Sabiq
dalam Fikih Sunnah jilid 3 hal 138-139].
Keenam,
menjual produk pertanian sebelum layak dikomsumsi
Tidak
boleh menjual produk pertanian sebelum layak untuk dikomsumsi karena khawatir
terjadinya gagal panen atau hasil pertanian tersebut cacat sebelum dipanen.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ - رضى الله عنه - أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - نَهَى عَنْ بَيْعِ الثِّمَارِ حَتَّى
تُزْهِىَ . فَقِيلَ لَهُ وَمَا تُزْهِى قَالَ حَتَّى تَحْمَرَّ . فَقَالَ « أَرَأَيْتَ إِذَا مَنَعَ اللَّهُ الثَّمَرَةَ ، بِمَ يَأْخُذُ أَحَدُكُمْ
مَالَ أَخِيهِ »
Dari
Anas bin Malik, sesungguhnya Rasulullah melarang menjual hasil pertanian hingga
layak dikomsumsi. Ada yang bertanya, " Apa yang dimaksud dengan layak
dikomsumsi". "Sudah mulai memerah", jawab Nabi.
Nabi
bersabda, "Apa pendapatmu jika ternyata Allah tidak menghendaki adanya
panen, dengan alasan apa kalian ambil harta saudaranya?" [HR Bukhari
dan Muslim].
عَنْ عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ عُمَرَ - رضى الله عنهما - أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه
وسلم - نَهَى عَنْ بَيْعِ الثِّمَارِ حَتَّى يَبْدُوَ صَلاَحُهَا ، نَهَى
الْبَائِعَ وَالْمُبْتَاعَ
Dari
Abdullah bin Umar, sesungguhnya Rasulullah melarang menjual hasil pertanian
hingga layak dikomsumsi. Nabi larang penjual sekaligus pembelinya [HR Bukhari
dan Muslim].
Tolak
ukur layak untuk dikomsumsi adalah untuk korma manakala sudah berwarna merah
atau minimal menguning, untuk anggur sudah menghitam dan terasa manis sedangkan
untuk biji bijian maka jika sudah keras dan mongering dan seterusnya.
Ketujuh,
jual beli najasy
Itulah
menawar dengan harga yang lebih tinggi atas barang yang ditawarkan yang
dilakukan oleh orang yang tidak ingin membelinya. Orang tersebut menawar dengan
tujuan untuk memperdaya orang lain dan memotivasi agar orang tersebut
membelinya dengan harga yang lebih tinggi.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ
- رضى الله عنهما - قَالَ نَهَى النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - عَنِ النَّجْشِ
Dari
Ibnu Umar, Nabi melarang jual beli najasy [HR Bukhari dan Muslim].
Di
samping bentuk najasy di atas ada beberapa hal lain yang tergolong najasy
diantaranya:
orang
yang tidak ingin membeli suatu barang pura pura menampakkan kekaguman dan
mengetahui seluk beluk barang yang sedang ditawar serta memuji muji barang
tersebut kepada selain calon pembeli agar harga barang tersebut naik.
pemilik barang atau yang mewakilinya secara dusta mengaku aku bahwa barangnya
telah ditawar dengan harga sekian untuk menipu orang yang sedang menawar.
termasuk
najasy kontemporer adalah memanfaatkan berbagai media massa untuk menyebutkan
gambaran muluk muluk suatu produk yang sama sekali tidak sesuai dengan realita
untuk memperdaya pembeli dan mendorongnya untuk membeli produk tersebut [Taudhih
al Ahkam min Bulugh al Maram juz 4 hal 360].
Kedelapan,
jual beli barang yang haram dikomsumsi dan atau dimanfaatkan semisal jual beli
khamr, babi dan patung.
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ - رضى الله
عنهما - أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - يَقُولُ عَامَ
الْفَتْحِ ، وَهُوَ بِمَكَّةَ « إِنَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ حَرَّمَ بَيْعَ
الْخَمْرِ وَالْمَيْتَةِ وَالْخِنْزِيرِ وَالأَصْنَامِ »
Dari
Jabir bin Abdillah, beliau mendengar sabda Nabi di Mekah saat penaklukan kota
Mekah, "Sesungguhnya Allah dan rasul-Nya mengharamkan jual beli khamr,
bangkai, babi dan patung" [HR Bukhari dan Muslim].
وَإِنَّ اللَّهَ
عَزَّ وَجَلَّ إِذَا حَرَّمَ أَكْلَ شَىْءٍ حَرَّمَ ثَمَنَهُ
"Sesungguhnya
Allah itu jika mengharamkan untuk mengkomsumsi sesuatu maka Dia juga
mengharamkan hasil penjualannya"
[HR Ahmad dari Ibnu Abbas, sanadnya shahih].
Demikian
pula terlarang jual beli habalul habalah [jual beli sesuatu yang belum ada atau
jual beli yang tidak jelas waktu jatuh tempo pelunasan harga barang], jual beli
janin, jual beli air yang sudah berlebih dari kebutuhan seseorang, jual beli
sperma dan jual beli anjing dan kucing.
وَعَنْ أَبِي
الزُّبَيْرِ قَالَ : سَأَلْت جَابِرًا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ ثَمَنِ
السِّنَّوْرِ وَالْكَلْبِ فَقَالَ : زَجَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ عَنْ ذَلِكَ
Dari
Abu Zubair, aku bertanya kepada Jabir mengenai hasil penjualan kucing dan
anjing. Jawaban beliau "Nabi melarang keras hal tersebut" [HR
Muslim].
عن جَابِر بْنَ عَبْدِ اللَّهِ يَقُولُ نَهَى
رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ بَيْعِ ضِرَابِ الْجَمَلِ وَعَنْ
بَيْعِ الْمَاءِ وَالأَرْضِ لِتُحْرَثَ. فَعَنْ ذَلِكَ نَهَى النَّبِىُّ -صلى الله
عليه وسلم-.
Dari
Jabir bin Abdillah, Rasulullah melarang jual beli sperma pejantan, jual beli
air dan menyewakan lahan pertanian dengan bagi hasil yang curang [HR Muslim].
عَنْ عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ عُمَرَ - رضى الله عنهما - أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه
وسلم - نَهَى عَنْ بَيْعِ حَبَلِ الْحَبَلَةِ
Dari
Abdullah bin Umar, sesungguhnya Rasulullah melarang jual beli habalul
habalah [HR Bukhari dan Muslim].
Demikian
pula dengan antara jual beli yang terlarang adalah jual beli yang disebutkan
dalam hadits berikut ini:
عَنْ عَمْرِو بْنِ
شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ سَلَفٍ وَبَيْعٍ وَعَنْ شَرْطَيْنِ فِي بَيْعٍ وَاحِدٍ
وَعَنْ بَيْعِ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ وَعَنْ رِبْحِ مَا لَمْ يُضْمَنْ
Dari
'Amr bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya, Abdullah bin Amr bin al Ash,
Rasulullah melarang utang piutang yang bercampur dengan jual beli, jual beli
'inah, menjual barang yang tidak dimiliki dan keuntungan tanpa ada kemungkinan
untuk rugi [HR Abu Daud dll, hasan shahih].
-------------------------
*
Materi di atas disampaikan dalam acara kajian rutin sebulan sekali KPMI Pusat
yang diadakan pada hari Ahad 30 September 2012 di Masjid Nurul Iman, Blok M
Square Lantai 7 Jl. Melawai V Kebayoran Baru Jakarta Selatan.
Artikel
www.PengusahaMuslim.com
0 komentar:
Mari berdiskusi...
--------------------------------------------------------------------
Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...
--------------------------------------------------------------------