HATI GELISAH SAAT BERADA DI MAJLIS ILMU
ADA APA GERANGAN ? Oleh  Abu Fahmi

Ayyuhal Ikhwan,…Bangkitkanlah Motivasi Anda
Untuk Tamak Mendatangi Majlis Ilmu

Dalam sebuah hadits shahih, diriwayatkan oleh Imam Muslim, dalam Kitab al Qadar, Nabi shallallhu `alaihi wasallam bersabda:

“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih Allah cintai daripada mukmin yang lemah,
(namun) pada masing-masing ada kebaikan. Gigihlah dan tamaklah pada hal-hal yang mendatangkan manfaat bagimu, mintalah kepada Allah dan jangan lemah (mudah menyerah)….. “
المؤمن القوي خير وأحب إلى الله من المؤمن الضعيف ، وفي كلّ خير . إحرص على ما ينفعك واستعن بالله ولا تعجز .... إلى آحر الحديث.
Ayyuhal ikhwan…… simaklah wejangan penuh hikmah dan ibrah dari junjungan Nabi kita, Rasulullah Muhammad Shallallahu `alaihi wasallam, dalam sebuah hadits berikut ini: 
قال -صلى الله عليه وسلم: «مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الجَنَّةِ، وَإِنَّ المَلَائِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا لِطَالِبِ الْعِلْمِ رِضًى بِمَا يَصْنَعُ، وَإِنَّ الْعَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ، حَتَّى الْحِيتَانُ فِي جَوْفِ المَاءِ، وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ، وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ، وَإِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا، وَإِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ، فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ».
Di dalam kitabnya “Daar Miftah as sa`adah”, syaikhuna Ibnul Qayyim rahimahullah, mensyarah hadits ini secara apik, dengan mengatakan:
Hadits ini menunjukkan kepada kita tentang keutamaan ilmu, pada lima aspek:
(1)    Bahwa Nabi Saw telah menjadikan “menuntut ilmu” sebagai salah satu pintu dari pintu-pintu Surga. Jika anda menginginkan Surga, maka melangkahlah ke jalan menuju majlis ilmu. Jika anda menyaksikan kumpulan orang yang sedang berada dalam halaqah dzikir, sedang berkumpul di majlis ilmu, maka ketahuilah olehmu bahwa mereka itu sedang “MENGETUK” satu pintu dari pintu-pintu Surga. Hendaklah anda memohon kepada Allah, agar anda dan kita termasuk dari golongan mereka. Surga itu memiliki beberapa pintu, dan memiliki beberapa jalan, salah satunya adalah melangkah untuk menuntut ilmu syar`iy.
(2)    Dalam hadits tersebut, Nabi menyatakan bahawa para malaikat meletakkan / membentangkan sayap-sayapnya menaungi orang yang sedang menuntut ilmu ( di majlis ilmu) sebab keridloaan malaikat terhadap apa yang diperbuat hamba. Bahkan Imam al Mawardi dalam kitabnya “Adabud Diin wad Dunya” mengatakan, “sesungguhnya malaikat saat itu menunjukkan tawadlu` mereka (orang `alim) yang sedang mengajarkan kebaikan pada orang lain”. Dan katanya, Malaikat terbang keliling di angkasa, dan pada saat sampai pada halaqah dzikir (majlis ilmu) duduklah, untuk mendengarkan  Firman Allah dan sabda Nabi shallalhu `alaihi wasallam (yang sedang diajarkan oleh orang `alim).
(3)    Dalam hadits tersebut, Nabi memperumpamakan orang `alim (memiliki ilmu) dan ahli ibadah (namun jahil), seperti bandingan antara bulan purnama dengan bintang-bintang di langit. (Padahal kita tahu, bahwa matahari dan bintang-bintang lain jauh lebih besar dan lebih hebat dari pada bulan. Tetapi mengapa orang berilmu diumpamakan dengan bulan ? bukan dengan matahari ?. Imam Nawai rahimahullah mengatakan, bahwa seorang ahli ibadah itu hanya dapat memberikan manfaat untuk dirinya sendiri, sementara orang berilmu itu memberikan manfaat pada diri dan orang lain. Kita juga tahu, bahwa matahari memiliki sumber panas sendiri (sebut saja sinar atau dhiya`un), sedang bulan itu ber cahaya (memilik Nuur) yang berasal dari sinar matahari, ia tidak mengeluarkan cahaya sendiri. Lalu cahaya itu memberikan manfaat bagi sekelilingnya, termasuk yang kita saksikan dan kita rasakan. Kemudian, jika matahari kondisi nya setiap bulan berganti bulan berikutnya begitu-begitu saja, terbit dan tenggelam, begitu dalam satu kondisi. Tidak seperti halnya bulan, kita bisa saksikan bedanya antara bulan sabit, bulan purnama, dan kondisi antara sabit dan purnama. Nah, begitu pula, kondisi orang `alim, bagi yang sempurna ilmu dan kedudukannya maka pengaruh dan dampaknya luas juga,  ada yang sedang-sedang saja ilmu dan kedudukannya maka manfaat nya tidak seperti yang pertama,… juga bagi `alim dengan sedikit ilmu, memberikan manfaat terbatas pula.
(4)    Dalam hadits tersebut, Nabi menyebutkan, “bahwa para malaikat (penduduk langit) dan penduduk bumi termasuk binatang-bintang laut, memintakan ampunan kepada Allah untuk orang `alim (yang komit mengamalkan ilmunya dan mengajarkannya serta mengajak orang lain utk menuntut dank omit terhadapnya).
(5)    Dalam hadits tersebut, Nabi Saw menyebutkan “para `ulama itu pewaris para Nabi, dan para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, namun mewriskan ilmu”. Siapa yang menginginkan warisan dari Nabi, maka datangilah majlis-majlis ilmu ….

Terdapat satu atsar tentang bagaimana cara kita mendapatkan warisan Nabi ini, bahwa suatu ketika Abu Hurairah RA masuk ke sebuah kerumunan manusia di sebuah pasar Madinah, disana ia menyaksikan kerumunan orang yang sedang melakukan transaksi jual beli …. Lalu dia berdiri berkhotbah di tengah-tengah mereka seraya berkata, “Hai manusia, mengapa kalian hanya disini saja (berjual-beli di pasar), padahal Nabi Muhammad Saw sedang membagi-bagi warisan ? Mereka pun menyahut : “Warisan apakah gerangan dan dimana adanya ?. Abu Hurairah berkata : “di Masjid Rasulillah Saw”. Lalu beramai-ramailah manusia pergi menuju masjid dan masuklah ke majlis Nabi saw, yang mereka lihat hanyalah orang berkerumunan (jama`ah kajian) sedang menimba ilmu, ada pula yang sedang membaca al Qur`an dan sedang shalat, dan ada pula yang sedang berdzikir pada Allah … mereka pun berkata: “Mana warisannya ?”. Abu Hurairah Ra menjawab, “Inilah warisan Nabi shallallahu `alaihi wasallam”..
ورد في بعض الآثار أنَّ أبا هريرة -رضي الله عنه وأرضاه- دخل على الناس في سوق المدينة، فرآهم يبيعون ويشترون، فقام فيهم خطيبًا، فقال: "أيُّها الناس، أنتم هاهنا، وميراثُ محمَّدٍ -صلى الله عليه وسلم- يُقَسَّم؟!"
قالوا: أيُّ ميراثٍ؟ قال: "في مسجد رسول الله".
فذهب الناس ودخلوا مسجد النبي -صلى الله عليه وسلم- فرأوا مَن فيه ما بين مُتَحَلِّقٍ في حلقة علمٍ، وما بين قارئٍ للقرآن، وما بين مُصَلٍّ، وما بين ذاكرٍ لله -جل وعلا- فقالوا: أين ميراثه؟
قال: "هذا ميراث النبي -صلى الله عليه وسلم". فالعلماء هم ورثة الأنبياء.

(sumber kutipan: DR. Rasyid az Zahrani, syarah Ushul Tsalatsah, bagian ke-1, Akademiyah al Islamiyah al Maftuhah, Riyadl Saudi Arabia)

Simak Pula Tulisan berikut ini (Terjemah bebas dari Fiqhul Quluub, Syaikh Mohamamd bin Ibrahim at Tuwaijiri, penerj. Abu Fahmi, Forum kajian Pembinaan Guru-Guru SDIT SMPIT Imam Bukhari Jatinangor Jawa Barat)
----------------------------------

Ketika Hati Terhijab oleh Syahwat
Perintah – perintah syari`at turun dari sisi Allah, sementara ama-amal perbuatan muncul dari diri hamba (manusia). Bertemuanya “perintah Allah” dengan “amal hamba”, akan mewujudkan “As-sa`adah” (Kebahagiaan) bagi hamba, baik di dunia maupun di akhirat. Sebaliknya apabila antara “perintah Allah” dan “amalan hamba” berdiri sendiri-sendiri, tak terwujud dalam kesatuan diri hamba, maka hamba akan mendapati pada dirinya “Asy Syaqawah” (Kesengsaraan, Kegundahan, kegelisahan, kesedihan, dan kesempitan hidup),  baik di dunia maupun di akhirat.
والأعمال التي تصدر من الإنسان نوعان: أعمال القلوب.. وأعمال الجوارح.
Ada 2 Jenis Amal yang lahir dari manusia, yaitu :  amalan hati dan amalan anggota badan.
Dan amalan hati merupakan fondasi iman dan pilar dari agama
(min  uhsulil iman wa qawa`idil dien).

Yang termasuk amalan hati : iman dan tauhid, mahabbatullah dan rasulNya, tawakkal pada Allah, ikhlas dalam beragama kpd Allah, yakin terhadap Dzat Allah, Asma’ dan sifat Nya, khauf dari Nya, raja’ pada Nya, khasyyah dari Nya, khusyu` kepada Nya, merendahkan diri dan tunduk di hadapan Nya, bersabar atas hokum-Nya dan Isti`anah kepada Nya …..
Semua amalan hati tersebut merupakan kewajiban bagi setiap hamba.

Tiga Tingkatan Amal Manusia:
Dalam hal ini, manusia terbagi menjadi tiga (3) Tingkatan sebagaimana halnya amalan badan (juga terdiri dari tiga tingkatan), yaitu :
Zhalim linafsihi, Muqtashidun, dan saabiqun bil khairat biidznillah
فهذه الأعمال جميعها واجبة على جميع الخلق، والناس فيها على ثلاث درجات كما هم في أعمال الأبدان على ثلاث درجات[1]: ظالم لنفسه.. ومقتصد.. وسابق بالخيرات.
فالظالم لنفسه: هو العاصي بترك مأمور، أو فعل محظور.  والمقتصد: المؤدي للواجبات، التارك للمحرمات.
والسابق بالخيرات: المتقرب إلى ربه بما يقدر عليه من فعل واجب ومستحب، التارك للمحرم والمكروه، الذاكر لربه في كل حين. وأعمال القلوب، وأعمال الجوارح، كلاهما مطلوب، لكن الأول أساسي للثاني، والثاني مظهره وعلامته، لكنه لا يقبل بدونه.
Zhalim Linafsihi, yaitu seorang muslim mukmin yang melakukan maksiat dengan meninggalkan yang diperintah atau mengerjakan yang dilarang, sebagian kecil atau sebagian besar darinya.

Al-Muqthashid, yaitu mereka yang mengerjakan kewajiban dan meninggalkan yang diharamkan, namun belum bisa memelihara sunnah dan meninggalkan yang makruh.

As Sabiqun bil Khairat, yaitu mereka yang disamping mengerjakan yang wajib, meinggalkan yang haram, juga menjaga yang mustahab, meninggalkan yang makruh.

Baik amal hati maupun amal anggota badan adalah wajib bagi setiap hamba, hanya saja kewajiban amal hati merupakan asas dari amal anggota badan, sementara amal anggota badan sebagai tanda dan bukti adanya amalan hati.

Pengkhususan Amal Hati Lebih Allah Utamakan:
Mengapa demikian ? Hati sebagai komandan untuk seluruh amal anggota badan, sedangkan amalan anggota badan itu  hanyalah mengikuti amalan hati.
Andaikan tidak ada iradah (kehendak& hasrat) amalan hati, maka seorang tak mampu mewujudkan amalan anggota badan, perhatikan firman Allah dalam QS al `Adiyat 9-11, dan al Anfal: 2.
ولهذا قال سبحانه: (  أَفَلَا يَعْلَمُ إِذَا بُعْثِرَ مَا فِي الْقُبُورِ (9) وَحُصِّلَ مَا فِي الصُّدُورِ (10) إِنَّ رَبَّهُمْ بِهِمْ يَوْمَئِذٍ لَخَبِيرٌ (11) ) [العاديات: 9-11].
وجعل الله القلوب الأصل في المدح كما قال سبحانه: (إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آَيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ (2)) [الأنفال: 2].
وجعلها الأصل في الذم كما قال سبحانه: (وَإِنْ كُنْتُمْ عَلَى سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُوا كَاتِبًا فَرِهَانٌ مَقْبُوضَةٌ فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلَا تَكْتُمُوا الشَّهَادَةَ وَمَنْ يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُ آَثِمٌ قَلْبُهُ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ (283))   [البقرة: 283].
Pujian dan Celaan Allah terhadap hamba itu terkait dengan amalan hatinya, bukan pada zhahir amalan fisiknya semata. QS Al Anfal: 2; al-Baqarah: 283….
وقد خلق الله عزَّ وجلَّ القلوب، وجعلها محلاً لمعرفته ومحبته وإرادته، فهي عرش المثل الأعلى الذي هو معرفة الله ومحبته وإرادته
Allah menjadikan hati agar manusia mengenali Nya, mencintai Nya dan menginginkan Nya. Ia merupakan `arsyul matsalil a`la, QS an Nahl : 60.
كما قال سبحانه: (لِلَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالْآَخِرَةِ مَثَلُ السَّوْءِ وَلِلَّهِ الْمَثَلُ الْأَعْلَى وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (60))   [النحل: 60].
Hati apabila tidak menampilkan sesuatu dan membersihkannya serta membuatnya baik, tak akan ia baik bagi matsalul a`la, karena tak mampu mengenali Nya , memcintai Nya dan menginginkan Nya.

Dua Jenis Hati Hamba :
Ada kalanya hati itu sebagai `arsy ar-Rahman dan sebagai `arsy asy-syaithan.
Sebagai `arsy Rahman, maka di dalamnya terdapat cahaya dan kehidupan, kegembiraan dan kesenangan, dan segala kebaikan hamba bermarkas di situ.
Sedangkan sebagai arsy syaithan, maka hati menjadi sempit dan penuh kegelapan, mati dan sedih, serta gundah kelana.

Cahaya iman dan tauhid yang masuk ke dalam hati manusia merupakan dampak dari matsalul a`ala, maka ia menjadi toleran dan lapang dada (untuk menerima Islam), sebaliknya jika tak terdapat padanya ma`rifatullah dan mahabbatullah, maka jadilah ia gelap dan sempit.
Tauhid dan Iman serta Ikhlash merupakan pohon di dalam hati, yang cabang-cabangnya terwujud  dalam bentuk amal-amal shalih, sementara buahnya berupa kebaikan hidup di dalam kehidupan dunia ini, serta kenikmatan yang abadi di akhirat kelak.

Sedangkan syirik, dusta dan riya’ merupakan pohon di dalam hati yang cabang-cabangnya mewujud dalam bentuk amal-amal jelek, sementara buahnya di dunia berupaka ketakutan, kegelisahan dan kegundahan, dan di akhirat dalam bentuk adzab yang pedih tak berkesudahan lagi abadi.

 Kokohnya Pohon Iman Pada Hati Hamba:
Pohon Iman akarnya menghunjam di dalam hati seorang mukmin, secara ilmu dan keyakinan, sedangkan cabang-cabangnya berupa ucapan-ucapan baik dan amal-amal shalih, serta akhlak yang terpuji lagi diridloi, adab-adab yang baik, yang mana perkataan dan amal-amal shalihnya (pahalanya) senantiasa naik menuju langit ke hadapan Allah , yang tumbuh dari pohon keimanan, yang tentu sangat memberi manfaat bagi setiap mukmin dan manfaat pula bagi selainnya.
كما قال سبحانه: (أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ (24) تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ (25))   [إبراهيم: 24، 25].
24. Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik[786] seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, 25. Pohon itu memberikan buahnya pada Setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. QS Ibrahim: 24-25.

[786] Termasuk dalam kalimat yang baik ialah kalimat tauhid, segala Ucapan yang menyeru kepada kebajikan dan mencegah dari kemungkaran serta perbuatan yang baik. kalimat tauhid seperti laa ilaa ha illallaah.
وأما شجرة الكفر فهي شجرة خبيثة المأكل والمطعم كشجرة الحنظل ونحوها، لا عروق تمسكها، ولا ثمرة صالحة تنتجها. كذلك كلمة الكفر والمعاصي ليس لها ثبوت نافع في القلب، ولا تثمر إلا كل قول خبيث، وعمل خبيث، يضر صاحبه ولا ينفعه، ولا يصعد إلى الله منه عمل صالح
Adapun pohon kekufuran, ia merupakan pohon yang buruk/kotor (syajarah khabitsah) dimakan dan dirasakan, seperti pohon “hanzhalah” (tak ada bau sedap dan pahit di makan). Tak punya akan kuat yang menopang dan tak ada buah yang manfaat darinya. Begitu pula kalimat kufur dan kemaksiatan, tidak memberikan kemanfaatan bagi hati, tidak berbuah kecuali perkataan-perkataan yang buruk, dan amalan yang buruk pula, mendatangkan madarat dan tak member manfaat sama sekali, dan tidak naik (pahalanya) menuju Allah amal baik mereka.

قال سبحانه: (وَمَثَلُ كَلِمَةٍ خَبِيثَةٍ كَشَجَرَةٍ خَبِيثَةٍ اجْتُثَّتْ مِنْ فَوْقِ الْأَرْضِ مَا لَهَا مِنْ قَرَارٍ  . [إبراهيم: 26].
26. Dan perumpamaan kalimat yang buruk[787] seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun. QS Ibrahim : 26.
[787] Termasuk dalam kalimat yang buruk ialah kalimat kufur, syirik, segala Perkataan yang tidak benar dan perbuatan yang tidak baik.
--------------------------------------

Ayyuhal Ikhwan…. Simaklah sebuah artikel penuh nasihat dan faedah dari al akh fillah :
dr. Raehanul Bahraen…. Artikel Muslim.or.id , berikut ini :
--------------------------------------------------------------------
Tidak diragukan lagi bahwa halaqah ilmu seharusnya memberikan rasa sejuk dan  ketentraman hati, ketenangan jiwa dan tempat me-recharge keimanan kita. Akan tetapi kenapa majelis ilmu tidak ramai orang-orang berlomba-lomba menghadirinya? Tidak menunjukkan besarnya motivasi orang-orang untuk menimba dan mereguknya …. Rakus dan tamak gigih melangkah menuju “pintu” dari sekian pintu-pintu Surga ?  Dan kalaupun mereka menghadirinya, namun mengapa sebagian dari mereka tidak merasakan ketentraman hati di majelis ilmu? Berikut mungkin tiga penyebab yang kami rasa paling sering menjadi penyebabnya:

Pertama: Tidak ikhlas dalam menuntut ilmu dan ada tujuan dunia dibaliknya
Yang seperti ini pasti tidak merasa ketenangan hati karena ilmu agama tidak akan masuk ke dalam hati yang rusak. Imam Al-Ghazali rahimahullah berkata,
طلبنا العلم لغير الله فأبى أن يكون إلا لله
Kami dahulu menuntut ilmu bukan karena Allah ta’ala , akan tetapi ilmu enggan kecuali hanya karena Allah ta’ala.”[1]
Apalagi terkadang kita menuntut ilmu untuk memperoleh kedudukan yang tinggi, mencapai gelar “ustadz”, menjadi rujukan dalam berbagai pertanyaan. Bahkan ingin menyaingi ilmu ustadz atau seniornya. Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
من طلب العلم ليجاري به العلماء أو ليماري به السفهاء أو يصرف به وجوه الناس إليه أدخله الله النار
Barangsiapa yang menuntut ilmu untuk menyombongkan diri di hadapan para ulama atau untuk berdebat dengan orang-orang bodoh atau untuk menarik perhatian manusia maka Allah akan memasukkannya ke dalam neraka”[2]
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
قَالَ بعض اهل الْعلم خير خِصَال الرجل السُّؤَال عَن الْعلم وَقيل إِذا جَلَست الى عَالم فسل تفقها لاتعنتا
Berkata sebagian ahli ilmu merupakan kebaikan sifat seseorang adalah bertanya tentang ilmu. Telah dikatakan, Jika anda duduk bersama seorang ‘alim (ahli ilmu) maka bertanyalah untuk menuntut ilmu bukan untuk melawan/ngeyel”[3]
Memang masalah niat adalah masalah yang cukup berat untuk diikhlaskan. Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah berkata,
ما عالجت شيئا أشد علي من نيتي ؛ لأنها تتقلب علي
Tidaklah aku berusaha untuk mengobati sesuatu yang lebih berat  daripada meluruskan niatku, karena niat itu senantiasa berbolak balik[4]

Kedua: Pemateri tidak kompeten dalam ilmu agama
Tentu jika pemateri yang memberikan materi tidak cakap atau tidak ahli maka isi dan penyampaiannya akan tidak menarik dan membosankan. Kita ambil contoh ketika khutbah Jumat dimana terkadang yang menjadi khatib adalah ustadz karbitan, ustadz jadi-jadian, modal gelar profesor atau doktor saja sudah berani berbicara banyak tentang agama padahal tidak kompeten. Maka jelas makmum jumatan akan mengantuk dan justru tidak merasakan ketenangan. Inilah yang dimaksud oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya,
إنكم اليوم في زمان كثير علماؤه قليل خطباؤه من ترك عشر ما يعرف فقد هوى، ويأتي من بعد زمان كثير خطباؤه قليل علماؤه من استمسك بعشر ما يعرف فقد نجا
Sesungguhnya kamu pada hari ini berada pada zaman dimana banyak sekali ulamanya dan sedikit sekali khutobaa’nya, barang siapa yang meninggalkan sepersepuluh dari apa yang telah ia ketahui (dari urusan agamanya) maka sesungguhnya ia telah mengikuti hawa nafsu. Dan akan datang nanti suatu zaman dimana banyak sekali khutobaa’nya [khutobaa’: khatib tanpa ilmu –pent] dan sedikit sekali ulamanya, barang siapa yang berpegang dengan sepersepuluh dari apa yang telah ia ketahui (dari urusan agamanya), maka sesungguhnya ia telah selamat.”[5]

Berbeda jika yang memberikan ceramah kompeten dan berilmu yang luas, maka kita akan mendapatkan banyak faidah dan bisa menggetarkan dan menenangkan hati. Lihatlah apa yang disampaikan oleh Imam Adz Dzahabi rahimahullah menyampaikan kisah Ahmad bin Sinan, ketika beliau berkata,
كان عبد الرحمن لا يتحدث في مجلسه ولا يبرى قلم ولا يقوم أحد كأنما على رءوسهم الطير أو كأنهم في صلاة
Tidak ada seorangpun yang bercakap-cakap di majelis Abdurrahman bin Mahdi. Pena tak bersuara. Tidak ada yang bangkit. Seakan-akan di kepala mereka ada burung atau seakan-akan mereka berada dalam shalat.[6]

Ketiga: Tidak belajar agama secara ta’shiliy [belajar dari dasar]
Menjadi fenomena juga bahwa ada yang belajar agama terkesan “semau gue”, mau datang kajian bisa, tidak datang juga tidak masalah, belajar agama juga tidak sistematis atau belajar secara ta’shiliy [belajar dari dasar]. Sehingga belajar agama terkesan berat dan membosankan dan tentu bukan ketenangan yang didapat. Sebagaimana jika kita belajar ilmu dunia, misalnya kedokteran maka digunakan kurikulum dari dasar supaya lebih mudah, maka demikian juga ilmu agama.
Syaikh Muhammad Shalih bin Al-‘Utsaimin rahimahullahu berkata mengenai hal ini, “Janganlah mempelajari buku sedikit-sedikit, atau setiap cabang ilmu sepotong-sepotong kemudian meninggalkannya, karena ini membahayakan bagi penuntut ilmu dan menghabiskan waktunya tanpa faidah, misalnya sebagian penuntut ilmu memperlajari ilmu nahwu, ia belajar kitab Al-Jurumiyah sebentar kemudian berpindah ke Matan Qathrun Nada kemudian berpindah ke Matan Al-Alfiyah..demikian juga ketika mempelajari fikih, belajar Zadul Mustaqni sebentar, kemudian Umdatul Fiqh sebentar kemudian Al-Mughni kemudian Syarh Al-Muhazzab, dan seterusnya. Cara seperti Ini umumnya tidak mendapatkan ilmu, seandainya ia memperoleh ilmu, maka ia tidak memperoleh kaidah-kaidah dan dasar-dasar.”[7]

Dan masih ada penyebab yang lainnya seperti:
·      Suasana yang gaduh karena ibu-ibu membawa anak-anak mereka, ada yang menangis dan ribut.
·      banyaknya yang berjualan di sekitar majelis ilmu sehingga terkadang menggangu
·      tempatnya kurang nyaman dan terkadang berdesak-desakan

Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi ajma’in. Walamdulillahi robbil ‘alamin.
**
Catatan kaki
[1] Thabaqat Asy-Syafi’iyah 6/194, Darun Nasry, cet.II, 1413 H, Syamilah
[2] HR. At-Tirmidzy 5/32 no.2654, dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani
[3] Miftah Daris Sa’adah 1/168, Darul Kutub Al-Ilmiyah, Beirut, Syamilah
[4] Jami’ Al-‘ulum wal hikam hal. 18, Darul Aqidah, Koiro, cet.I, 1422 H
[5] HR. Ahmad dalam Musnadnya (5/155). Silsilah ash-Shahiihah karya Syaikh al-Albani (no 2510).
[6] Tadzkiratul Hufadz 1/242, Darul Kutub Al-‘Ilmiyah, Beirut, cet.I, 1419 H, syamilah
[7] Kitabul ‘ilmi syaikh ‘Utsaimin hal. 39, Darul Itqaan, Iskandariyah





[1] - مجموع الفتاوى - (ج 7 / ص 368) ومجموع الفتاوى - (ج 10 / ص 6) وإحياء علوم الدين - (ج 3 / ص 152) وموسوعة خطب المنبر - (ج 1 / ص 2432) وموسوعة خطب المنبر - (ج 1 / ص 2906)

[Baca...]