Disampaikan oleh : Ust. Drs. Iyan Sopyan, M.Ag
Di Lapangan SDIT-SMPIT Imam Bukhari Jatinangor, 8 Agustus 2013
KHUTBAH PERTAMA
اللهُ أَكْبَرُ 9x
اللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا
وَالْحَمْدُ لِلّهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلًا
لَا إِلَهَ إِلّا اللهُ وَلَا نَعْبُدُ
إِلّا إِيّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْن وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْن، وَلَوْ
كَرِهَ الْمُشْرِكُوْن، وَلَوْ كَرِهَ الْمُنَافِقُوْن. لَا إِلَهَ إِلّا اللهُ
وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ
الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ،
لَا إِلَهَ إِلّا اللهُ وَاللهُ
أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَلِلّهِ الْحَمْد.
إِنّ الْحَمْدَ لِلّهِ نَحْمَدُهُ
وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا
وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ
يُضْلِلْهُ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ وَلِيًّا مُرْشِدًا، أَشُهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ
إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ، اللّهُمّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا
وَحَبِيْبِنَا وَشَفِيْعِنَا مُحَمَّدٍ أَشْرَفِ الْأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ
وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ
الدِّيْن،
أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ
بِالتَّقْوَى فَقَدْ فَازَ مَنِ اتَّقَى
قَالَ اللهُ سبحانه وتَعَالَى فِيْ
كِتَابِهِ الْعَزِيْز، أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ.
بِسْمِ الله الرَّحْمنِ الرَّحِيْم: ((يَا آيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا ادْخُلُوْا
فِيْ السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ
لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِيْنٌ)) (سورة البقرة:208)
وقال تعالى أيضا: ((قَدْ أَفْلَحَ
مَنْ زَكَّاهَا وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا)) (سورة الشمس:9-10)
Ma`asyiral Muslimin wal Muslimat Rahimakumullah
Puji dan syukur marilah senantiasa kita ucapkan kehadirat Allah
SWT yang selalu melimpahkan ni`mat dan karuniaNya bagi kita dalam setiap saat,
tidak ada satu detikpun hidup yang kita jalani kecuali pada saat itu ada ni`mat
Allah yang menyertai kita, udara yang sedang kita hirup, darah yang masih
mengalir di tubuh kita, denyut jantung yang tak pernah berhenti, serta
ni`mat-ni`mat yang lainnya yang takkan pernah bisa kita hitung jumlahnya. Itu
artinya bahwa Allah SWT tidak pernah melupakan hambaNya meskipun sesaat, akan
tetapi hambaNyalah yang selalu melupakan Dia, bahkan sebagian dari hamba Allah
itu justru menggunakan ni`mat yang diberikan untuk berbuat maksiat kepadaNya,
untuk itu mari kita sadari dan kita renungkan, semoga kita tidak termasuk
kedalam golongan tersebut, akan tetapi kita harus menjadi hambaNya bersyukur
agar ni`mat itu selalu bertambah bagi kita. Allah SWT berfirman:
(( لَئِنْ
شَكَرْتُمْ لَأَزِيْدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ ))
(سورة إبراهيم: 7)
“Jika kalian bersyukur terhadap nikmatku niscaya akan aku tambah
ni`mat tersebut, tetapi jika kalian kufur sungguh azabKu sangatlah pedih”
(Q.S. Ibrahim: 7 )
Shalawat dan salam juga haruslah selalu kita perbanyak untuk
Rasulullah SAW yang telah berjuang dan mengorbankan segala-galanya untuk
kemaslahatan dan kebahagiaan ummatnya, baik di dunia maupun di akhirat. Semoga
saja kecintaan kita kepada Beliau selalu bertambah dan tak pernah pudar, dan
kita berharap semoga ungkapan shalawat yang selalu membasahi lidah kita itu
membuat kita menjadi orang yang berhak mendapatkan syafa`atnya di Yaumil
Mahsyar nanti. Amin
الله اَكْبَر اللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ وَلِلهِ الحَمْدُ
Ma`asyiral Hadirin wal Hadirat Rahimakumullah
Pada hari yang mulia ini umat Islam di barbagai belahan dunia
beramai-ramai melantunkan kata-kata Takbir, Tahmid dan Tahlil sebagai wujud
rasa bahagia dalam menyambut hari kemenangan. Mereka semua berbahagia karena
sebulan penuh telah berhasil melawan hawa nafsu serta mengisi detik-detik
waktunya dengan berbagai macam bentuk kebaikan yang akan mendekatkan diri
mereka kepada Allah SWT. Berpuasa di siang hari, shalat di malam hari, memperbanyak
tilawah Al-Quran, berdo`a dan beristighfar, berinfaq dan bersedekah, menjalin
hubungan silaturrahim, dan lain sebagainya, seraya berharap semua kebaikan
tersebut diterima hendaknya oleh Allah SWT dan dapat memperpanjang catatan
amalan kebaikan kita yang akan diperlihatkan di akhirat kelak.
Meskipun demikian ada satu hal yang harus diketahui bahwa
kebahagiaan yang terpancar di raut wajah hari ini memiliki dua kemungkinan,
sebahagian dari mereka ada yang berbahagia karena sedang menyambut kemenangan dirinya
sendiri, sementara sebahagian yang lain ada pula yang berbahagia tapi sekedar
merayakan kemenangan orang lain. Dalam hal ini kita tidak dianjurkan untuk
menilai orang lain, kita hanya dituntut untuk merenungkan diri kita
masing-masing apakah kita sekarang benar-benar sedang merayakan kemenangan diri
kita sendiri, ataukah sedang berpura-pura bahagia dalam menyambut kemenangan
orang lain. Kita semua berharap semoga Allah SWT memberikan kebahagiaan yang
sesungguhnya kepada kita bersama, amin.
Orang yang berbahagia sesungguhnya adalah mereka yang telah
mendapatkan ampunan dan maghfirah Allah SWT karena telah memanfaatkan
detik-detik Ramadhan secara maksimal untuk berbagai bentuk kebaikan yang
dilaksanakan atas dasar iman dan penuh harapan. Sesuai dengan sabda Nabi SAW:
(مَنْ صَامَ
رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ) (رواه البخاري ومسلم)
"Siapa yang melaksanakan puasa Ramadhan dengan penuh iman
dan mengharapkan pahala dan ampunan maka diampuni dosa-dosanya yang telah berlalu”
(H.R. Al-Bukhari dan Muslim)
( مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا
تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ ) (رواه البخاري ومسلم)
“ siapa yang menghidupkan malam ramadhan dengan dasar iman dan
mengharapkan pahala dan ampunan maka diampuni dosa-dosanya yang telah
berlalu” (H.R. Al-Bukhari dan Muslim)
الله ُاَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ
Ma`asyiral muslimin Rahimakumullah
Perbuatan dan amal baik yang sudah menjadi kebiasaan umat
Islam untuk dilakukan selama Ramadhan diharapkan mampu membentuk karakter
dan tabi`at mereka untuk berbuat hal yang sama setelah Ramadhan berlalu,
janganlah pernah menjadikan Ramadhan sebagai topeng dalam kehidupan kita, tapi
jadikanlah sebagai wajah asli kita dalam menjalani sebelas bulan kehidupan
berikutnya.
Apabila selama Ramadhan kita selalu menyempatkan diri untuk
membaca Al-Quran, mendatangi masjid untuk shalat berjama`ah, bangun di
sepertiga malam untuk sahur dan tahajjud, berempati terhadap fakir miskin,
meneteskan air mata saat bermunajat dan bersimpuh di hadapan Allah SWT, serta
berbagai kebaikan lainnya, maka janganlah sampai kebaikan-kebaikan tersebut
menjadi wajah indah kita yang bersifat sesaat, akan tetapi jadikanlah ia
sebagai perhiasan jiwa yang tetap bertahan dan terlaksana setelah Ramadhan
meninggalkan kita. Ketahuilah bahwa Tuhannya Ramadhan adalah Tuhannya Syawwal
juga, dan Tuhan sebelas bulan berikutnya.
Oleh karena itu hari raya idul fitri yang dijadikan sebagai
agenda terakhir dari seluruh rangkaian ibadah Ramdhan pada hakikatnya bukanlah
saat-saat berakhirnya peluang untuk mendulang kebaikan, tapi justru sebaliknya
bahwa idul fitri adalah saat awal memulai kehidupan baru dengan hati yang baru
dan semangat yang baru pula.
قال عمر بن عبد العزيز:
لَيْسَ الْعَيْدُ لِمَنْ لَبِسَ
الْجَدِيْدَ إِنَّمَا
الْعَيْدُ لِمَنْ خَافَ يَوْمَ الْوَعِيْدِ
Umar Bin Abdul Aziz berkata:
Hari raya itu bukanlah milik orang yang memakai pakaian baru
Akan tetapi hari raya adalah milik orang yang takut
dengan hari pembalasan
وقال آخر:
لَيْسَ الْعَيْدُ لِمَنْ تَجَمَّلَ
بِالرُّكُوْبِ إِنَّمَا الْعَيْدُ
لِمَنْ غُفِرَتْ لَهُ الذُّنُوْبُ
Tidaklah hari raya itu buat yang memiliki kendaraan mewah
Akan tetapi hari raya itu buat orang yang dosanya terampuni
وقال الحسن البصري: " كُلُّ يَوْمٍ لَا يُعْصَى اللهُ فِيْهِ
فَهُوَ عَيْدٌ، وَكُلُّ يَوْمٍ يَقْطَعُهُ الْمُؤْمِنُ فِيْ طَاعَةِ مَوْلَاهُ
وَذِكْرِهِ وَشُكْرِهِ فَهُوَ لَهُ عَيْدٌ "
Imam Hasan Al-Bashri berkata: “setiap
hari yang di dalamnya tidak ada kedurhakaan kepada Allah SWT maka hari itu
adalah hari raya, dan setiap hari di mana seorang mukmin tetap berada dalam
ketaatan Rabnya serta berzikir dan bersyukur kepadaNya maka bagi dia hari itu
adalah hari raya”.
Inilah hakikat Idul Fitri yang sesungguhnya, kembali kepada
kesucian, meraih kemenangan dengan prestasi taqwa serta mempertahankan kesucian
dan kemenangan tersebut di masa yang akan datang.
الله ُاَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ
Kaum Muslimin yang dirahmati Allah SWT.
Hari ini kita merayakan hari kemenangan itu, rahim Ramadhan
telah melahirkan sosok-sosok dan pribadi muslim yang menang dan sukses, namun
kemenangan seperti apakah yang akan diraih oleh umat Islam melalui ibadah
Ramadhan?.
Ada tiga bentuk kemenangan bagi umat Islam:
Pertama, Kemenangan Spritual.
Kemenangan spiritual adalah kemenangan jiwa, jiwa yang menang
adalah jiwa yang selalu bersih dan suci dari berbagai noda dan penyakit seperti
syirik, sombong, hasad dan dengki, dan berbagai penyakit hati lainnya yang
diharapkan melalui Ramadhan dapat terkikis habis. Allah SWT berfirman:
(( قَدْ
أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا )) ( سورة الشمس: 9-10)
“Sungguh telah menang dan beruntung orang yang mensucikan
jiwanya, dan sungguh merugi orang yang mengotorinya” (Q.S.
Asy-Syams: 9-10)
Jiwa yang menang adalah jiwa yang selalu berupaya untuk
membentengi diri dari berbagai bentuk penyimpangan dan penodaan terhadap aturan
yang telah ditetapkan oleh Allah SWT, dan itu adalah hakikat taqwa sesungguhnya
yang ingin dicapai melalui ibadah puasa. Sesuai dengan firman Allah SWT:
(( يَا
آيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى
الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْن )) (سورة البقرة: 183)
“Hai orang-orang yang beriman diwajibkan bagi kalian untuk
berpuasa sebagaimana yang telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kalian,
semoga kalian menjadi orang yang bertaqwa” (Q.S.
Al-Baqarah: 183).
Taqwa adalah suatu kondisi iman dan semangat spiritual yang
harus selalu terpatri dalam jiwa seseorang, agar secara berkesinambungan ia
selalu merasakan kehadiran dan pengawasan Allah dalam setiap gerak langkah
aktifitas yang dilakukannya, sehingga dengannya ia termotivasi untuk tetap taat
dan memperbanyak ibadah kepada Allah SWT. Sebagaimana ia juga akan selalu
berusaha untuk menghindari duri-duri di jalan kehidupan. Betapa indahnya
perumpamaan yang diberikan oleh Ubay bin ka’ab ketika beliau ditanya oleh Umar
bin Khattab tentang hakekat taqwa. Ketika itu Ubay balik bertanya: “wahai
Amirul mukminin, apa yang anda lakukan di saat anda melewati jalanan yang penuh
duri? Umar manjawab: saya akan meneguhkan pandangan agar langkah kakiku tidak
menginjak duri, lalu Ubay berkata: wahai amirulmukminin itulah taqwa.”
Apabila sifat taqwa itu sudah tumbuh subur dalam jiwa seseorang
maka ia akan selalu rela dan senang hati untuk menerima dan melaksanakan aturan
Allah, apapun konsekwensi yang akan dihadapinya, meskipun akan mengorbankan
sesuatu yang paling dia cintai, atas nama cinta kepada Allah dan Rosulnya. Jika
itu berhasil ia lakukan maka saat itu ia sedang merayakan puncak kemenangan
spritualnya.
Semangat ketaqwaan seperti itulah yang diciptakan oleh ibadah
puasa, karena dengan berpuasa seseorang dituntut untuk selalu dalam suasana
jiwa yang dekat kepada Allah SWT, sebagaimana ia dituntut untuk menghargai
waktu agar bisa meraih sekecil apapun peluang ibadah, serta menghindari sekecil
apapun peluang dosa yang akan bisa mengurangi atau merusak nilai-nilai puasa.
Bahkan dari yang mubah sekalipun jika tidak mendatangkan manfaat apa apa. Oleh
Karena itulah Rosulullah membahasakan bahwa “puasa adalah sebagai perisai.”
الله ُاَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ
اللهُ اَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ
Kaum Muslimin yang dirahmati Allah SWT.
Ada satu karakter jiwa yang ingin dibina oleh Ramadhan
yaitu, jujur atau amanah. Ibadah puasa adalah ujian bagi
kejujuran kita, tidak ada yang mengetahui kepastian orang yang berpuasa selain
daripada Allah SWT, berbeda dengan ibadah yang lain seperti shalat, haji, zakat
dan lain sebagainya.
Kejujuran adalah satu kekuatan yang terdapat dalam jiwa yang
membuat pemiliknya mampu melakukan tugas-tugas besar yang diembankan kepadanya.
Dengan kejujuran berbagai persoalan dalam hidup dapat diselesaikan, sebaliknya
tanpa kejujuran berbagai problematika kehidupan akan selalu bermunculan. Oleh
karena itu menghiasi diri dengan sifat jujur adalah satu tuntutan yang
dibebankan kepada seluruh elemen masyarakat; pemimpin, pejabat, hakim,
politikus, pengusaha, wartawan, kaum akademisi, rakyat dan lain sebagainya.
Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara jangan
sampai terjadi krisis kejujuran karena hanya akan melahirkan kehancuran demi
kehancuran. Itulah fakta dan kenyataan; korupsi merajalela, keserakahan pejabat
terjadi di mana-mana, pengangguran susah diatasi, kesenjangan social dan
penindasan rakyat kecil sudah menjadi pajangan kasat mata, ketidakharmonisan
dalam kehidupan rumah tangga, dan lain sebagainya, itu semua berawal dari
ketidakjujuran dan ketidakadilan. Maka apabila pemimpin sudah mampu untuk jujur
terhadap rakyatnya, para pejabat jujur dalam mengemban amanah jabatannya, para
hakim jujur dalam menyelesaikan perkara persidangannya, para suami jujur dalam
memimpin keluarganya, serta semua kita mampu untuk jujur terhadap diri kita
sendiri, jujur kepada Allah dan jujur kepada masyarakat maka yakinlah kedamaian
hidup pasti akan dirasakan, persoalan demi persoalan akan semakin dapat
disingkirkan dari jalan peradaban, dengan demikian kita dapat menghiasi
dinding-dinding harapan dengan penuh optimis dalam menatap masa depan diri dan
bangsa.
الله ُاَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ
Kaum Muslimin yang dirahmati Allah
Kedua: Kemenangan Emosional
Ibadah Ramadhan akan membimbing umat Islam menuju kemenangan
emosional. Emosi adalah sifat perilaku dan kondisi perasaan yang terdapat dalam
diri seseorang.Ia bisa berupa rasa ingin marah, rasa takut, rasa cinta atau
keinginan yang kuat untuk mencintai dan membenci, rasa cemas, rasa minder dan
lain sebagainya. Emosi yang menang adalah apabila ia terkendali, yang dalam
istilah agama disebut dengan sabar. Jika kita perhatikan teori tentang
kecerdasan emosi yang dijelaskan oleh para ahli fsikologi, ternyata konsep
kecerdasan emosi ini berbanding sama dengan konsep kesabaran dalam Islam. Sabar
dalam Islam bukanlah satu kelemahan, tetapi sabar justru merupakan satu
kekuatan.Di dalam Al-Quran dijelaskan bahwa satu orang yang sabar mampu
mengalahkan sepuluh lawan dalam pertempuran, atau setidaknya mereka mampu
menghadapi lawan sebanyak dua kali jumlah mereka (QS 8: 65-66). Ketika seorang
bersabar dan dapat menahan amarahnya dalam menghadapi satu perkara yang ia
hadapi maka dia bukanlah orang yeng lemah, akan tetapi justru dia adalah orang
yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi. Dalam sebuah ungkapannya
Rasulullah SAW bersabda: “ orang yang kuat bukanlah orang yang selalu
menang dalam berkelahi, akan tetapi orang kuat adalah orang yang dapat menahan
diri saat dia marah” (H.R Imam Al-Bukhari).
Kesabaran merupakan karakter yang sangat mulia dan ia bisa
diraih dengan cara melatih dan membiasakan diri dengannya. Maka bulan Ramadhan
merupakan kesempatan yang besar bagi seorang Muslim untuk melatih kesabaran
itu.Ia dilatih untuk mengontrol jiwanya dari pengaruh hawa nafsunya. Dengan
begitu ia bisa keluar dari bulan Ramadhan sebagai pribadi yang kuat dan pandai
mengendalikan diri dan emosinya.
Keterkaitan antara puasa dengan membangun kecerdasan emosional
begitu terlihat dalam penjelasan Rasulullah SAW yang mengatakan:
“apabila seseorang sedang berpuasa lalu ada yang menghina dia atau mengajaknya
untuk berkelahi maka hendaklah ia mengatakan: saya sedang berpuasa, saya sedang
berpuasa” (H.R. Al-Bukhari dan Muslim). Dengan arti kata kondisi
seseorang yang sedang berpuasa akan dapat menahan emosinya agar tidak membalas
cacian dan dendam dengan perbuatan yang sama.
Ibadah puasa akan selalu membimbing umat Islam untuk dapat
mengendalikan jiwa dan nafsunya dengan cara zikir dan syukur kepada Allah SWT.
Jika seseorang sudah mampu untuk selalu berzikir dan bersyukur, apalagi jika
hal itu sudah menjadi bagian yang tak terpisah dari diri dan kehidupannya, maka
itu adalah indikasi dari emosional yang terkendali, sehingga dengannya ia akan
selalu menghadapi berbagai persoalan hidup dengan tenang dan percaya diri, dan
itu adalah puncak kemenangan emosional. Bandingkan dengan seseorang yang
selalu lupa kepada Allah serta tidak mau bersyukur terhadap karunia yang
didapatkannya dari Allah, maka ia akan selalu dihimpit oleh berbagai problem
kehidupan, khususnya problem kejiwaan yang tak jarang mereka selesaikan dengan
cara mereka sendiri. Ada yang dengan cara bunuh diri, ada lagi dengan cara
menelan obat2 atau pil yang mereka anggap akan mampu menenangkan jiwa mereka,
dan lain sebagainya. Maka ibadah puasa akan selalu berusaha untuk menutup rapat
rapat pintu yang akan membawa seseorang menuju kekacauan emosional dengan cara
zikir dan syukur tersebut.
Satu lagi pelajaran penting yang dapat ditarik bahwa ibadah
puasa akan menghapus sekat-sekat pemisah antara yang kaya dengan yang miskin,
semua mereka sama di hadapan Allah SWT, apa yang dirasakan oleh orang-orang
miskin selama ini itu jugalah yang dapat dirasakan oleh yang kaya saat ia
berpuasa, maka puasa akan membangun jembatan untuk menyatukan perasaan antar
sesama umat Islam tanpa memandang status social untuk saling mencintai,
saling membantu, dan saling berbagi. Mungkin Ini jugalah salah satu dari
rahasianya kenapa zakat fitrah itu diwajibkan kepada semua orang, yang miskin
sekalipun.Supaya semua kita, dan juga mereka yang biasa meminta-minta, pernah
merasakan nikmatnya memberi, minimal sekali dalam setahun.Inilah salah satu
bentuk didikan emosional yang kita dapatkan dari ibadah puasa.
الله ُاَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ
اللهُ اَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ
Kaum Muslimin yang dirahmati Allah SWT
Ketiga: Kemenangan Intelektual
Ibadah Ramadhan juga akan melahirkan sosok-sosok pribadi muslim
yang menang secara intelektual. Kemenangan intelektual ditandai dengan
kecerdasannya dalam memahami realita yang selalu dapat memberikan keseimbangan
pada diri dan pemikiran.
Namun ada satu hal yang harus kita pahami bahwa terminologi
kecerdasan intelektual dalam Islam tidak berbanding sama dengan teori
kecerdasan yang dipahami oleh banyak orang. Selama ini banyak orang yang
mengukur kecerdasan lewat pencapaian- pencapaian angka dalam batas
tertentu.Sehingga sorang anak dikatakan cerdas apabila nilai rata-ratanya di
sekolah Sembilan atau sepuluh. Seorang mahasiswa dianggap cerdas ketika ia
sudah mampu menghapal banyak diktat perkuliahannya lalu menghasil nilai IPK
tertinggi, begitu seterusnya. Sementara di dalam Islam kesuksesan dan
kecerdasan diukur secara proporsional antara kwalitas dan kwantitas.Kecerdasan
ada pada mereka yang menempatkan ilmu di hati bukan sekedar di lidah dan
retorika saat berdiskusi tapi tidak disertai dengan aksi. Rasulullah SAW
bersabda:
( اَلْكَيِّسُ
مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ) (رواه الترمذي)
Orang yang berakal (cerdas secara intelektual) adalah orang
memperbudak dirinya sendiri dan selalu berbuat untuk kepentingan akhirat)(H.R.
At-Tirmizi)
Dengan demikian seoarang anak dianggap cerdas bukan semata-mata
karena ia telah meraih angka 9 atau 10, akan tetapi diukur sejauhmana pelajaran
–pelajaran itu berpengaruh positif dalam kehidupannya. Seorang dianggap cerdas
bukan sekedar sudah mengetahui bahwa 1 kg itu sama dengan 10 ons, akan tetapi
dianggap cerdas ketika pengetahuan itu diterapkannya di saat ia menjadi seorang
pedagang. Sistem pendidikan seperti inilah yang diterapkan oleh Rosulullah SAW
dalam mendidik para sahabatnya, sehingga beliau memutuskan untuk mengirim
Mush’ab bin ‘Umair menjadi duta dakwah ke Madinah, padahal Mush’ab ketika itu
bukanlah orang yang paling banyak hapalan alqurannya.
Kecerdasan intelektual dalam perspektif Islam ditandai dengan
apabila :
·
Selalu bisa membedakan
mana yang halal dan mana yang haram
·
Selalu
mempertimbangkan antara manfaat dan mudhorat
·
Selalu mengerti akan
hak dan kewaiban.
Kecerdasan seperti inilah yang selalu ingin dibina oleh ibadah
puasa pada setiap peribadi muslim. Karenanya puasa selalu menuntut kita untuk
selalu hati-hati dalam bertindak, bersikap dan berucap, agar tidak menodai
nilai-nilai puasa yang sedang dikerjakan. Kalau tidak bisa maka seseorang tidak
akan mendapatkan apa- apa dari puasanya selain menahan lapar dan haus saja.
Inilah tiga kemenangan besar yang diharapkan dapat diraih secara
nyata dalam setiap pribadi muslim melalui pelaksanaan ibadah puasa. Sebagai
seorang muslim yang setiap tahun melaksanakan ibadah ramadhan harus selalu
menginstropeksi dirinya di setiap penghujung hari ramadhan, agar ia tahu apakah
ia hari ini benar-benar berbahagia untuk dirinya, atau untuk orang lain.
Intropeksi itu menjadi penting untuk dilakukan agar Ramadhan tidak sebatas
rutinitas tahunan.
Demikianlah khutbah ini disampaikan, semoga bermanfaat.
باَرَكَ الله لِيْ وَلَكُمْ في القرآن العظيم وَنَفَعَنِيْ
وَاِياَّكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ
مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
KHUTBAH KEDUA
اللهُ أَكْبَرُ 7x
لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ
اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ. الحَمْدُللهِ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَه
وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَاَعَزَّ جُنْدَهُ وَحَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَه. أَشْهَدُ
أَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نبَيَّ بَعْدَه. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ
وَباَرِكْ وأَنْعِمْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَاَصْحَابِهِ اَجْمَعِيْنَ.
اَمَّا بَعْدُ فَيَا عِباَدَ اللهِ اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ
فَازَ المُتَّقُوْنَ.
قال الله عز من قائل: (( وَلَا
تَكُوْنُوْا كَالّتِيْ نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ أَنْكَاثًا)) (سورة
النحل: 92)
Ma`asyiral Muslimin Rahimakumullah
Di akhir khutbah ini khatib ingin mengajak kita bersama untuk
mempertahankan kemenangan yang sudah dicapai selama Ramadhan, ibarat sebuah
bangunan ia bagaikan sebuah istana megah yang mengagumkan maka janganlah
diruntuhkan kembali, ibarat sebuah tenunan ia sudah menjadi pakaian yang sangat
indah dipandang mata maka janganlah diurai kembali benang yang sudah ditenun
itu ketika Ramadhan berlalu meninggalkan kita. Inilah makna dari ayat yang
terdapat dalam surat An-Nahl ayat 92 di atas: “ janganlah kalian
seperti seorang perempuan yang menenun pakaian di pagi hari lalu sorenya diurai
kembali” betapa sia sianya, betapa ruginya bahkan betapa celakanya
kalau itu yang dilakukan.
Akhirnya marilah kita sambut hari kemenangan ini sebagai
sandaran untuk memulai kehidupan baru dengan hati dan semangat yang baru,
maafkanlah segala kesalahan lupakan segala kekhilafan agar semua kita
mendapatkan ridha dan maghfirah dari Allah SWT, semoga kita semua diizinkan
kembali untuk menikmati indahnya Ramdhan pada masa yang akan datang. Amin ya
rabbal `alamin.
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ
النَّبِي يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا
تَسْلِيْمًا. اَللّهُمَّ صَلِّ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا
صَلَّيْتَ عَلىَ اِبْرَاهِيْم وَعَلىَ آلِ اِبْرَاهِيْم وَباَرِكْ عَلىَ مُحَمَّدٍ
وَعَلىَ آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا باَرَكْتَ عَلىَ اِبْرَاهِيْم فِى اْلعاَلَمِيْنَ
اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْد.
اللَّهُمَّ اغْفِرْلَنَا
ذُنُوْبَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَارْحَمْهُما كَمَارَبَّيانَا صَغِيرًا
وَلِجَمِيْعِ اْلمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَات وَاْلمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِناَتِ
اْلأَحْياَءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْواَتِ بِرَحْمَتِكَ ياَ أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللّهُمَّ آرِناَ الْحَقَّ حَقاًّ
وَارْزُقْناَ اتِّباَعَهُ وَآرِناَ اْلباَطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْناَ اجْتِناَبَهُ.
اللَّهُمَّ افْتَحْ عَلَيْنَا اَبْوَابَ
الخَيْرِ وَاَبْوَابَ البَرَاكَةِ وَاَبْوَابَ النِّعْمَةِ وَاَبْوَابَ
السَّلاَمَةِ وَاَبْوَابَ الصِّحَّةِ وَاَبْوَابَ الجَنَّةِ. رَبَّنَا
ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ
مِنَ الخَاسِرِيْنَ. رَبَّناَ آتِناَ فِي الدُّنْياَ حَسَنَةِ
وَفِىاْلآخِرَةِ حَسَنَةِ وَقِناَ عَذاَبَ الناَّر. وَصَلَّى اللهُ عَلىَ
سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ
وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ وَالحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ.
Sumber :
Friday,
24 August 2012 11:53 H. Helmi Basri, Lc.,MA
*Mahasiswa Program Doktoral
Universitas Moulay Ismail, Meknes - Maroko