Hukum Transaksi Dengan Bank Syariah Yang Induknya Konvensional Ribawi

Hukum muamalah dengan cabang-cabang Bank Islamiah/Syariah, sementara kantor pusatnya adalah Bank Riba.
فتاوى اللجنة الدائمة - 1 (13 / 374) : السؤال السادس من الفتوى رقم (16013
س6: هناك بعض البنوك لها فروع إسلامية, ولكن البنك الرئيسي يتعامل بالربا. فما الحكم في التعامل مع هذا الفرع
ج6: لا بأس بالتعامل مع البنك أو فرعه إذا كان التعامل ليس فيه ربا; لأن الله سبحانه أحل البيع و حرم الربا, و لأن الأصل في المعاملات الحل, مع البنك أو غيره; ما لم
تشتمل المعاملة على حرام.
و بالله التوفيق و صلى الله على نبينا محمد و آله و صحبه و سلم.
اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء
الرئيس: عبد العزيز بن عبد الله بن باز
نائب الرئيس: عبد الرزاق عفيفي
عضو: صالح الفوزان
عضو: عبد العزيز آل الشيخ
عضو: بكر أبو زيد
Al-Lajnah Ad-Da`imah menjawab (13/374-375): “Tidak mengapa bila bermuamalah dengan bank atau cabangnya, bila muamalahnya tidak ada unsur riba. Sebab Allah Subhanahu wa Ta’ala menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Juga karena hukum asal muamalah adalah halal, dengan bank ataupun yang lainnya, selama tidak mengandung perkara yang haram”
فتاوى اللجنة الدائمة - 1 (13 / 310) الفتوى رقم (8265
س: سمعنا كثيرا بقول: أن الشخ عبد العزيز بن باز يقول: إن البنوك و المصارف الإسلامية جائزة, و ما لها حلال لا غبار عليها, فهل هذا صحيح, و الله أعلم...
ج: أولا: المصارف والبنك التى لا تتعامل بالربا يجوز التعامل معها, و إذا كانت تتعامل بالربا فلا يجوز التعامل معها, و لبست بنوكا إسلامية.
و بالله التوفيق و صلى الله على نبينا محمد و آله و صحبه و سلم.
اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء
الرئيس: عبد العزيز بن عبد الله بن باز
نائب الرئيس: عبد الرزاق عفيفي
عضو: صالح الفوزان
عضو: عبد العزيز آل الشيخ
عضو: بكر أبو زيد
Fatwa Lajnah Daimah- 1 (13 / 310) الفتوى رقم (8265

Tanya: 
Kami banyak mendengar berita bahwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz mengatakan:
Bermuamalah dengan Bank-Bank Syariah dan Lembaga-Lembaga Keuangan Syariah (Islamiyah) dibolehkan, dan  seluruh transaksinya halal tanpa kekeliruan sedikitpun, apakah berita ini benar? wallahu 'a'lam...

Jawab:
Dibolehkan bermuamalah dengan Lembaga-Lembaga Keuangan Syariah dan
Bank-Bank Syariah yang tidak bertransaksi dengan cara riba, dan tidak boleh bermuamalah dengan mereka ketika transaksinya mengandung riba,
Yang berarti (transaksi mengandung riba )  bukanlah termasuk transaksi perbankan Syariah. 

و بالله التوفيق و صلى الله على نبينا محمد و آله و صحبه و سلم.

Ketua                              :  Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
Wakil Ketua           : Syaikh Abdurrazaq Afifi
Anggota                : Syaikh Shalih Fauzan
Anggota                : Syaikh Abdul Aziz Alu Syaikh
Anggota                : Syaikh Bakr Abu Zaid



[Baca...]





Takbir Muthlaq dan Takbir Muqayyad Bulan Dzul Hijjah
Fatwa Lajnah Daimah Lil Buhusts al `Ilmiyah wal Ifta`

Di antara ibadah yang disyari’atkan dan dianjurkan untuk diperbanyak memasuki 10 hari pertama bulan Dzulhijjah adalah Takbir. Ibadah ini masih terus berlanjut hingga selesainya hari-hari Tasyriq. Ada dua jenis takbir yang disyariatkan pada hari-hari tersebut, yang disebut dengan Takbir Muthlaq dan Takbir Muqayyad. Bagaimana itu? Untuk mendapatkan keterangan yang jelas berdasarkan bimbingan ilmu yang benar, kami turunkan secara berseri keterangan para ‘ulama besar dalam masalah ini.

Keterangan Al-Lajnah Ad-Da`imah lil Buhuts Al-‘Ilmiyyah wa Al-Ifta` (Komisi Tetap untuk Riset Ilmiah dan Fatwa) [1]

Pertanyaan : Bagaimana pendapat anda tentang Takbir Muthlaq pada ‘Idul Adh-ha saja? Apakah terus berlanjut hingga akhir hari ke-13 Dzulhijjah ataukah tidak? Apakah ada perbedaan antara orang yang sedang berhaji dengan yang tidak sedang berhaji?

Jawab : Takbir Mutlaq terus berlanjut hingga penghujung hari terakhir hari-hari tasyriq (yakni akhir tanggal 13 Dzulhijjah). Tidak ada perbedaan dalam hal ini antara orang yang sedang menunaikan ibadah haji dengan yang tidak. Berdasarkan firman Allah :
وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ
dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan (Al-Hajj : 28)
dan firman Allah Ta’ala :
وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِي أَيَّامٍ مَعْدُودَاتٍ
Dan sebutlah nama Allah pada hari-hari yang tertentu. (Al-Baqarah : 203)

Hari-hari yang telah ditentukan adalah 10 hari pertama Dzulhijjah. Sedangkan hari-hari yang tertentu adalah  hari-hari Tasyriq. Hal ini dikatakan oleh shahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, sebagaimana disebutkan oleh Al-Bukhari dari beliau.

Al-Bukhari  juga berkata, “Dulu shahabat Ibnu ‘Umar dan shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhum keluar ke pasar pada 10 hari pertama Dzulhijjah seraya bertakbir, dan umat manusia pun bertakbir karena takbir beliau berdua.”

Dan dalam Shahih Al-Bukhari secara mu’allaq, “Bahwa dulu Ibnu ‘Umar bertakbir  di Mina pada hari-hari tersebut, (juga) setiap selesai shalat wajib, ketika berada di atas pembaringannya, ketika berada di tendanya, ketika duduk, maupun ketika berjalan, pada seluruh hari-hari tersebut.”
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
Fatwa no. 1185
Al-Lajnah Ad-Da`imah lil Buhuts Al-‘Ilmiyyah wa Al-Ifta`
Ketua              : ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz
Wakil Ketua     : ‘Abdurrazzaq ‘Afifi
Anggota          : ‘Abdullah bin Ghudayyan
Anggota          : ‘Abdullah bin Mani’
* * *
Pertanyaan : Saya mendengar sebagian orang bertakbir pada hari-hari Tasyriq, mereka bertakbir setiap selesai shalat hingga waktu ‘Ashr Tasyriq hari ke-3 (yakni tanggal 13 Dzulhijjah). Apakah itu benar atau tidak?

Jawab : Disyari’atkan pada hari Raya ‘Idul Adh-ha Takbir Muthlaq dan Takbir Muqayyad. Adapun Takbir Muthlaq dilakukan pada semua waktu (setiap saat) sejak masuknya bulan Dzulhijjah sampai akhir  hari Tasyriq. Adapun Takbir Muqayyad, dilakukan setiap selesai shalat fardhu, dimulai sejak shalat shubuh hari ‘Arafah (9 Dzulhijjah) hingga shalat ‘Ashr hari Tasyriq yang terakhir.
Disyari’atkannya takbir tersebut telah ditunjukkan oleh ijma’ dan perbuatan para shahabat radhiyallahu ‘anhum.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
Fatwa no. 10.777
Al-Lajnah Ad-Da`imah lil Buhuts Al-‘Ilmiyyah wa Al-Ifta`
Ketua              : ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz
Wakil Ketua     : ‘Abdurrazzaq ‘Afifi
Anggota          : ‘Abdullah bin Ghudayyan

[1] Adalah sebuah lembaga di Kerajaan Saudi ‘Arabia yang mengemban amanah melakukan riset ilmiah dan fatwa-fatwa berdasarkan Al-Qur`an dan As-Sunnah berdasarkan manhaj para salafush shalih. Duduk di majelis yang mulia ini adalah  para ‘ulama besar Ahlus Sunnah, yang memiliki kapasitas keilmuan, ketaqwaan, dan keshalihan yang diterima dan dipercaya oleh umat. Antara lain, Asy-Syaikh Al-‘Allamah ‘Abdul ‘Aziz bin Bazrahimahullah (beliau ketika itu sebagai ketua), Asy-Syaikh ‘Abdurrazzaq ‘Afifi, Asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz Alu Asy-Syaikh (beliau sebagai ketua sekarang), Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan, Asy-Syaikh ‘Abdullah bin Ghudayyan, dan masih sangat banyak lagi.
Komisi Tetap ini telah banyak fatwa-fatwanya dalam menjawab berbagai problem kentemporer dari berbagai belahan dunia. Fatwa-fatwa mereka sangat dicari dan dibutuhkan oleh umat, karena bobot dan kualitas ilmiah yang sangat tinggi, di samping bobot dan kualitas para ‘ulama yang duduk padanya. Ciri khas yang sangat menonjol adalah komitmen yang tinggi terhadap dalil-dalil Al-Qur`an dan As-Sunnah dengan manhaj para salafush shalih dari kalangan para shahabat, tabi’in, tabi’it tabi’in, serta para ‘ulama Ahlus sunnah setelahnya. Tidak ada keterikatan – apalagi fanatik – terhadap  madzhab tertentu. Hal-hal tersebut di antara yang membuat majelis ini tidak lagi hanya milik Kerajaan Saudi ‘Arabia saja, tapi seakan menjadi milik dunia Islam international.
Untuk mengetahui lebih jauh tentang komisi fatwa ini silakan kunjungi http://www.alifta.com.
Sumber  : mahad-assalafy.com

----------------------------------

Apakah ada tuntunan untuk takbir mulai dari Shubuh hari Arafah?

Dalam matan Al Ghoyah wat Taqrib disebutkan, “Berkaitan dengan Idul Adha, setiap selesai shalat lima waktu mulai dari waktu Shubuh hari Arafah hingga waktu Ashar di hari tasyriq (13 Dzulhijjah) diperintahkan untuk bertakbir.” (At Tadzhib fii Adillati Matan Al Ghoyah wat Taqrib, hal. 82).

Dalam Fathul Qorib (1: 181) disebutkan, “Takbir ini dilakukan setelah selesai shalat yang dikerjakan di waktunya, shalat yang terluput, shalat lima waktu, shalat sunnah secara umum, shalat jenazah dan selainnya.”

Imam Nawawi rahimahullah menerangkan, “Untuk selain orang yang berhaji, mereka bertakbir sebagaimana jamaah haji (yaitu setelah Zhuhur di hari Nahr atau Idul Adha hingga shubuh akhir di hari tasyriq). Ini pendapat pertama dan inilah pendapat yang terkuat di kalangan Syafi’iyah.

Ada pendapat kedua yang menyatakan, takbir dimuliai setelah Maghrib di hari nahr atau hari Idul Adha hingga waktu shubuh di hari tasyriq yang ketiga.

Pendapat ketiga, takbir dimulai pada waktu Shubuh di hari Arafah dan berakhir setelah Ashar di hari tasyriq yang terakhir. Ash Shoydalaniy dan ulama lainnya berkata bahwa pendapat terakhir inilah yang diamalkan di berbagai negeri.” (Roudhotuth Tholibin, 1: 328).

Ada riwayat dari perbuatan ‘Umar, ‘Ali, Ibnu Mas’ud, Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhum tentang pendapat ketiga di atas. Demikian disebutkan dalam Mughnil Muhtaj, 1: 469.

Dalam Shahih Bukhari disebutkan,
باب التَّكْبِيرِ أَيَّامَ مِنًى وَإِذَا غَدَا إِلَى عَرَفَةَ . وَكَانَ عُمَرُ – رضى الله عنه – يُكَبِّرُ فِى قُبَّتِهِ بِمِنًى فَيَسْمَعُهُ أَهْلُ الْمَسْجِدِ ، فَيُكَبِّرُونَ وَيُكَبِّرُ أَهْلُ الأَسْوَاقِ ، حَتَّى تَرْتَجَّ مِنًى تَكْبِيرًا . وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يُكَبِّرُ بِمِنًى تِلْكَ الأَيَّامَ وَخَلْفَ الصَّلَوَاتِ ، وَعَلَى فِرَاشِهِ وَفِى فُسْطَاطِهِ ، وَمَجْلِسِهِ وَمَمْشَاهُ تِلْكَ الأَيَّامَ جَمِيعًا . وَكَانَتْ مَيْمُونَةُ تُكَبِّرُ يَوْمَ النَّحْرِ . وَكُنَّ النِّسَاءُ يُكَبِّرْنَ خَلْفَ أَبَانَ بْنِ عُثْمَانَ وَعُمَرَ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيزَ لَيَالِىَ التَّشْرِيقِ مَعَ الرِّجَالِ فِى الْمَسْجِدِ
“Bab ‘Takbir di hari-hari Mina (hari tasyriq) dan ketika pergi berpagi-pagi ke Arafah’. ‘Umar mengumandangkan takbir di Mina di tendanya lantas orang-orang yang berada di masjid mendengarnya. Mereka yang di masjid bertakbir hingga orang-orang yang berada di pasar ikut-ikutan bertakbir. Sampai bergemalah suara takbir di Mina. Ibnu ‘Umar bertakbir pula di Mina pada hari-hari tasyriq dan dilakukan selepas shalat. Beliau bertakbir di tempat tidur, di majelis dan di jalan-jalan, mereka bertakbir di seluruh hari yang ada. Maimunah juga bertakbir di hari Idul Adha (hari nahr). Dahulu para wanita pun ikut bertakbir di belakang Aban bin ‘Utsman dan ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz di malam-malam tasyriq bersama para pria di masjid.”

Dari Muhammad bin Abi Bakr Ats Tsaqofi, ia berkata, “Aku pernah bertanya mengenai talbiyah pada Anas dan kami sedang berpagi-pagi menuju Arafah, “Bagaimana kalian melakukannya bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?” Anas menjawab, “Ada yang bertalbiyah ketika itu dan tidak ada yang mengingkari. Lalu ada pula yang bertakbir dan tidak ada yang mengingkarinya.” (HR. Bukhari no. 970).

Yang dimaksud berpagi-pagi menuju Arafah adalah dari waktu Shubuh. (Fathul Bari, 2: 462)
Ibnu Hajar dalam Al Fath juga menjelaskan bahwa mengenai letak takbir setelah selesai shalat, para ulama berbeda pendapat. Ada pula yang cuma mengkhususkan pada shalat wajib saja, tidak pada shalat sunnah. Begitu pula mengenai awal dan akhir waktu bertakbir, para ulama berbeda pendapat.

Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dari beberapa murid Ibnu Mas’ud, namun tidak ada hadits shahih yang menjelaskan hal ini langsung dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Yang paling valid adalah perkataan dari sahabat Nabi yaitu dari ‘Ali dan Ibnu Mas’ud bahwa takbir Idul Adha dimulai dari waktu Shubuh di hari Arafah hingga hari terakhir dari hari tasyriq (hari mabit di Mina). Ini dikeluarkan oleh Ibnul Mundzir dan selainnya. (Fathul Bari, 2: 462).
Jangan lupakan banyak bertakbir: Allahu akbar, Allahu akbar, laa ilaha illallah wallahu akbar. Allahu akbar, walillahil hamd.

Penulis Kifayatul Akhyar berkata, “Disunnahkan mengeraskan suara saat takbir bagi laki-laki, tidak bagi perempuan. Takbir yang dikumandangkan pada waktunya lebih utama dari dzikir lainnya karena takbir adalah syiar pada hari Idul Adha.” (Kifayatul Akhyar, hal. 201)
* Takbir yang dimaksudkan di sini tidak perlu dikomandoi dan diperintahkan dikeraskan kecuali bagi perempuan. Juga tidak mesti takbirnya langsung setelah salam, boleh setelah dzikir sesudah shalat dibaca.
Hanya Allah yang memberi taufik.

Referensi:
·         At Tadzhib fii Adillat Matan Al Ghoyah wat Taqrib, Prof. Dr. Musthofa Al Bugho, terbitan Darul Musthofa, cetakan ke-11, tahun 1428 H.
·         Hasyiyah Al Qoulul Mukhtar fii Syarh Ghoyatil Ikhtishor (Fathul Qorib), Dr. Sa’aduddin bin Muhammad Al Kubiy, terbitan Maktabah Al Ma’arif, cetakan pertama, tahun 1432 H.
·         Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Asqolani, terbitan Dar Thiybah, cetakan keempat, tahun 1432 H.
·         Kifayatul Akhyar fii Halli Ghoyatil Ikhtishor, Abu Bakr bin Muhammad bin ‘Abdul Mu’min Al Hishniy Al Husaini Ad Dimasyqi Asy Syafi’i, terbitan Darul Minhaj, cetakan pertama, tahun 1428 H.
·         Mughnil Muhtaj ila Ma’rifati Ma’ani Alfazhil Minhaj, Muhammad bin Al Khotib Asy Syarbini, terbitan Darul Ma’rifah, cetakan keempat, tahun 1431 H.
·         Roudhotuth Tholibin, Yahya bin Syarf An Nawawi, terbitan Al Maktabah Al ‘Ashriyyah, cetakan pertama, tahun 1433 H.

[Baca...]





Kota Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam-, 01-12-1436 H / 15-09-2015 M
Abu Abdil Muhsin Firanda
------------------------------

Bantahan Telak:
Renungkan poin-poin berikut :

Pertama : Imam Ghozali berkata :
وقال شريح القاضي : وَدِدْتُ أَنَّ لِي لَحْيَةً وَلَوْ بَعَشْرَةِ آلاَفٍ
"Syuraih Al-Qoodhli berkata : "Aku berharap kalau aku memiliki jenggot, meskipun harus membayar 10 ribu dinar/dirham" (Ihyaa 'Uluum ad-Diin 2/257)

Al-Gozali juga berkata :
قال أصحاب الأحنف بن قيس وددنا أن نشتري للأحنف لحية ولو بعشرين ألفًا
"Para sahabat Al-Ahnaf bin Qois berkata, "Kami berangan-angan untuk membelikan jenggot buat Al-Ahnaf meskipun harus membayar 20 ribu dinar/dirham" (Ihyaa 'Uluum ad-Diin 2/257)
Para ulama yang tidak berjenggot dahulu ternyata berangan-angan untuk memiliki jenggot meskipun harus membayar mahal sekali !!!
Apakah mereka begitu bodohnya harus membayar mahal untuk membeli "kegoblokan"??!

Kedua : Sebenarnya kelaziman dari pernyataan pak Kiyai ini sungguh berbahaya karena terlalu banyak orang yang akan dianggap goblok menurut "Kaidah" pak Kiyai tersebut. Dan diantara daftar orang-orang goblok tersebut adalah para Nabi dan para ulama.

Bukankah jenggot Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam tebal?
Jabir bin Samuroh berkata :
وَكَانَ كَثِيْرَ شَعْرِ اللِّحْيَةِ
"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lebat rambut janggutnya" (HR Muslim no 2344)

Padahal kaidah pak Kiyai semakin berat jenggot semakin menimbulkan kebodohan, karena saraf tertarik ke bawah oleh lebatnya jenggot.
Bahkan para sahabat mengetahui bacaan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dalam sholat sirriah dengan gerakan-gerakan jenggot beliau.
عَنْ أَبِي مَعْمَرٍ قَالَ سَأَلْنَا خَبَّابًا أَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ فِي الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ قَالَ نَعَمْ قُلْنَا بِأَيِّ شَيْءٍ كُنْتُمْ تَعْرِفُونَ قَالَ بِاضْطِرَابِ لِحْيَتِهِ
Dari Abu Ma'mar ia berkata : Kami bertanya kepada Khobbab –radhiallahu 'nhu- apakah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam membaca qiroah tatkala sholat dzuhur dan ashar?. Khobbab berkata : "Iya". Kami berkata, "Bagaimana caranya kalian mengetahui bahwa Nabi membaca?", Khobbab berkata, "Dengan gerakan jenggot beliau" (HR Al-Bukhari 760)

Demikian juga Nabi Harun 'alaihis salam, Allah berfirman :
قَالَ يَبۡنَؤُمَّ لَا تَأۡخُذۡ بِلِحۡيَتِي وَلَا بِرَأۡسِيٓۖ إِنِّي خَشِيتُ أَن تَقُولَ فَرَّقۡتَ بَيۡنَ بَنِيٓ إِسۡرَٰٓءِيلَ وَلَمۡ تَرۡقُبۡ قَوۡلِي
Harun berkata (kepada Nabi Musa) "Hai putera ibuku, janganlah kamu pegang jenggotku dan jangan (pula) kepalaku; sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan berkata (kepadaku): "Kamu telah memecah antara Bani Israil dan kamu tidak memelihara amanatku" (QS Toha : 94)

Ini dalil yang tegas bahwa jenggot Nabi Harun 'alaihis salam panjang, sehingga bisa dipegang oleh Nabi Musa 'alaihis salam.
Ayat ini menunjukkan bahwa jenggot bukan ciri khas budaya Arab, bahkan para nabi dari kalangan bani Israil yang sama sekali bukan orang Arab juga berjenggot.

Ketiga : Bahkan kita dapati kaum Nashrani juga tatkala menggambarkan nabi Isa 'alaihis salaam (yang dianggap tuhan oleh mereka) ternyata selalu berjenggot. Apakah ini berarti bahwa kaum Nashrani sepakat bahwa "Tuhan mereka ternyata goblok?", yang hal ini melazimkan bahwa kaum Nashrani pada goblok semua karena telah bersepakat untuk menjadikan orang goblok sebagai Tuhan !!

Keempat : Anehnya ternyata para ulama –terutama Imam Asy-Syafi'i dan para ulama madzhab syafi'i, demikian juga madzhab-madzhab yang lain- telah ijmak (sepakat ) akan larangan mencukur jenggot hingga gundul habis. (silahkan baca http://firanda.com/index.php/artikel/fiqh/437-ajaran-ajaran-madzhab-syafi-i-yang-ditinggalkan-oleh-sebagian-pengikutnya)
Maka berarti para ulama telah bersepakat untuk memelihara kegoblokan dan bersepakat untuk menghalangi kecerdasan. Karena menurut pak Kyai semakin habis jenggot semakin mendukung kecerdasan !!!

Kelima : Tokoh-tokoh Nusantara pun banyak. Ada Muhammad Yasin Al-Fadani, Nawawi Al-Bantani, Agus Salim, Ahmad Dahlan, Buya Hamka, sampai KH. Hasyim Asy’ari – pendiri NU – juga berjenggot. Ya, mereka tetap memelihara jenggot meski jenggot mereka tidak selebat keturunan Arab

Keenam :  Demikian juga banyak tokoh-tokoh non muslim yang berjenggot bahkan yang disembah, contohnya Khong hu cu dan Lao Tse.
Demikian juga tokoh-tokoh ilmuan non muslim seperti James Parkinson (1755 –1824), William Edmond Logan (1798 –1875), Asa Gray (1810 - 1888), John Strong Newberry (1822 – 1892), John Tyndall (1820 – 1893), Alfred Bernhard Nobel (1833 – 1896), John Wesley Powell (1834 – 1902), Ludwig Eduard Boltzmann (1844 – 1906), Dmitri Ivanovich Mendeleev (1834 – 1907), Henry Clifton Sorby (1826 - 1908), Grove Karl Gilbert (1843 –1918), Pyotr Alexeyevich Kropotkin (1842 – 1921), Alexander Graham Bell (1847 – 1922), Wilhelm Conrad Röntgen (1845 – 1923), dan masih banyak lagi; ini semua adalah para ilmuwan non-Islam yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata dan berjenggot (baca http://abul-jauzaa.blogspot.com/2015/09/tragedi-banyolan-pak-kiyai.html)

Ketujuh : Tokoh-tokoh Nusantara yang dianggap sangat cerdas oleh pak kyai karena tidak berjenggot, seperti Fulan, Fulan dan Fulan ternyata diantara mereka saking cerdasnya beraliran Liberal dan Pluralisme. Saking cerdasnya ada yang menyatakan jilbab tidak wajib dan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam tidak dijamin masuk surga. Atau ada yang menyatakan bahwa semua agama masuk surga (termasuk Yahudi dan Nashrani, Buda dan Hindu). Demikian juga ada yang menyatakan bahwa al-Qur'an adalah kitab porno dll??

Inikah ukuran kecerdasan menurut pak Kiyai??
Kedelapan : Sebenarnya pernyataan bahwa semakin panjang jenggot semakin goblok itu berdasarkan praduga ataukah berdasarkan disiplin ilmu tertentu, baik di bidang kedokteran, atau ahli saraf, atau ahli agama, atau ahli-ahli yang lainnya disertai penelitian, sensus, dan penjelasan ilmiah?.

Adapun yang diriwayatkan dari sebagian ulama bahwasanya panjangnya jenggot adalah tanda kebodohan (sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnul Jauzi dalam kitabnya "Akhbaar al-Hamqoo wa al-Mughoffalin)" maka :

(1). Maksudnya yang dicela adalah jenggot yang terlalu panjang yang berlebihan, sehingga melebihi panjang ukuran genggaman tangan.

Ibnu Jauzi rahimahullah berkata :
قال زياد ابن ابيه : مَا زَادَتْ لِحْيَةُ رَجُلٍ عَلَى قَبْضَتِهِ إِلاَّ كَانَ مَا زَادَ فِيْهَا نَقْصًا مِنْ عَقْلِهِ
قال بعض الشعراء : إِذَا عَرِضَتْ لِلْفَتَى لِحْيَةٌ ... وَطَالَتْ فَصَارَتْ إِلَى سُرَّتِهْ
فَنُقْصَانُ عَقْلِ الْفَتَى عِنْدَنَا ...  بِمِقْدَارِ مَا زَادِ فِى لِحْيَتِهْ
"Berkata Ziyad bin Abihi : "Tidaklah panjang jenggot seseorang melebihi ukuran genggaman tangannya kecuali kelebihan panjang tersebut semakin mengurangi akalnya"

Sebagian penyair berkata :
"Jika melebar jenggot seorang pemuda dan panjang hingga ke pusarnya…

Maka di sisi kami kurangnya akal sang pemuda sesuai kadar apa yang lebih pada jenggotnya" (Akhbaar Al-Hamqoo wa al-Mughoffalin 32-33)

(2) Lalu apakah pantas kita menjadikan perkataan segelintir kecil para ahli adab atau para ulama untuk menghukum hadits-hadits Nabi shallallahu 'alaihi wasallam?. Para ulama sendiri telah berselisih tentang memotong jenggot jika telah lebih panjang dari ukuran genggaman tangan. Dan yang dikuatkan oleh Al-Imam An-Nawawi adalah makruh memotong jenggot sedikitpun meskipun telah panjang melebihi ukuran genggaman tangan.

Imam An-Nawawi rahimahullah berkata :
والصحيح كراهة الاخذ منها مطلقا بل يتركها على حالها كيف كانت، للحديث الصحيح واعفوا اللحي. وأما الحديث عمرو بن شعيب عن ابيه عن جده “ان النبي صلي الله عليه وسلم كان يأخذ من لحيته من عرضها وطولها” فرواه الترمذي باسناد ضعيف لا يحتج به
"Yang benar adalah dibencinya perbuatan memangkas jenggot secara mutlak (meskipun jenggot telah panjang dan lebih dari segenggam tangan-pen), tapi harusnya ia membiarkan apa adanya, karena adanya hadits shohih “biarkanlah jenggot panjang“. Adapun haditsnya Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya: “bahwa Nabi -shollallohu alaihi wasallam- dahulu mengambil jenggotnya dari sisi samping dan dari sisi panjangnya”, maka hadits ini telah diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dengan sanad yang lemah dan  tidak bisa dijadikan hujjah. (al-Majmu’ 1/343)

Imam An-Nawawi juga berkata :
والمختار ترك اللحية على حالها وألا يتعرض لها بتقصير شيء أصلا
"Pendapat yang terpilih adalah membiarkan jenggot apa adanya, dan tidak dicukur sama sekali" (Al-Minhaaj Syarah Shohih Muslim, 3/151, hadits no: 260)

(3) Apakah yang disebutkan dalam kitab Akhbaar Al-Hamqoo wal Mugaffaliin lantas dibenarkan dan dijadikan rujukan?

Diantara sifat-sifat orang bodoh yang disebutkan dalam kitab tersebut adalah : 1. Kecilnya kepala, 2. Pendeknya leher, 3. Kecilnya telinga, 4. Jika bentuk tubuhnya tidak seimbang, 5. Mata yang besar, 6. Adanya rambut di pundak dan di leher, 7. Rambut di dada dan perut, 8. Leher yang panjang dan tipis, 9. Hidung besar, 10. Bibir tebal, 11.Wajah yang sangat bulat, 12. Suara yang indah.

Coba kita pikirkan, seandainya kita membenarkan semua yang disebutkan dalam kitab Akhbaar Al-Hamqoo wal Mugoffaliin tentang sifat-sifat orang bodoh maka sungguh terlalu banyak orang bodoh diantara kita. Apalagi suara yang indah ciri orang bodoh? Sungguh terlalu banyak para imam, para muadzzin, para qori' yang bodoh??!

(4) Justru ternyata banyak ulama –terutama ulama madzhab Syafi'iyah- yang mencela orang yang mencukur habis jenggotnya !!.

Ibnu Rif'ah rahimahullah berkata:
إِنَّ الشَّافِعِي قد نص في الأم على تحريم حلق اللحية
Sungguh Imam Syafi’i telah menegaskan dalam kitabnya Al-Umm, tentang haramnya menggundul jenggot. (Hasyiatul Abbadi ala Tuhfatil Muhtaj 9/376)

Al-Halimi (wafat 403 H), beliau berkata dalam kitab beliau Al-Minhaaj :

لا يحل لأحد أن يحلق لحيته ولا حاجبيه, وإن كان له أن يحلق سباله, لأن لحلقه فائدة, وهي أن لا يعلق به من دسم الطعام ورائحته ما يكره, بخلاف حلق اللحية, فإنه هجنة وشهرة وتشبه بالنساء
"Tidak seorang pun dibolehkan memangkas habis jenggotnya, juga alisnya, meski ia boleh memangkas habis kumisnya. Karena memangkas habis kumis ada faedahnya, yakni agar lemak makanan dan bau tidak enaknya tidak tertinggal padanya. Berbeda dengan memangkas habis jenggot, karena itu termasuk (1) tindakan tercela, (2) syuhroh (tampil beda), dan (3) menyerupai wanita" (Sebagaimana dinukil oleh Ibnul Mulaqqin As-Syafi'I dalam kitab al-I’lam fi fawaaid Umdatil Ahkaam, terbitan Daarul 'Aaashimah 1/711)

Abul Hasan Al-Maawardi (wafat 450 H), ia berkata :
نَتْفُ اللِّحْيَةِ مِنَ السَّفَهِ الذي تُرَدُّ به الشهادة
Imam al-Mawardi -rohimahulloh- mengatakan: Mencabuti jenggot merupakan perbuatan safah (bodoh) yang menyebabkan persaksian seseorang ditolak. (al-Hawil Kabir 17/151)

Abu Hamid Al-Gozzali rahimahullah (wafat tahun 505 H0, beliau berkata :
وأما نتفها في أول النبات تشبها بالمرد فمن المنكرات الكبار فإن اللحية زينة الرجال
"Adapun mencabuti jenggot di awal munculnya, agar menyerupai orang yang tidak punya jenggot, maka ini termasuk kemungkaran yang besar, karena jenggot adalah penghias bagi laki-laki" (Ihya’ Ulumiddin 1/280)

Abu Syaamah rahimahullah berkata :
وقد حدث قوم يحلقون لحاهم, وهو أشد مما نقل عن المجوس أنهم كانوا يقصونها
"Telah datang sekelompok kaum yang menggunduli jenggotnya, perbuatan mereka itu lebih parah dari apa yang dinukil dari kaum Majusi, bahwa mereka dulu memendekkannya". (Fathul Bari 10/351)

Kesembilan : Pak Kiyai sendiri disinyalir waktu masa muda pernah gagah berjenggot, apakah waktu itu pak Kiyai sedang "tidak cerdas"?,

Kesepuluh : Jika pak Kiyai lebih memilih tidak berjenggot maka silahkan saja, tapi tentu tidak perlulah mengejek yang berjenggot dengan menyatakan mereka goblok.

Saya tutup renungan ini dengan dua nasehat dari dua firman Allah
H
ai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS Al-Maidah : 8)

Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. (QS Al-Hujuraat : 11)

Jangan kita mengejek orang lain dengan "goblok" karena bisa jadi kita lebih "goblok".



[Baca...]