Hukum Menjual Produk Imitasi
Feb 21, 2015
Apakah boleh menjual barang imitasi /
KW?
Perlu diperhatikan bahwa ada tiga
prinsip penting yang mesti diperhatikan dalam jual beli:
1. Tidak boleh mengambil hak orang lain tanpa seizinnya;
2. Tidak boleh membohongi dan menipu publik;
3. Tidak boleh menyelisihi aturan pemerintah yang wajib
ditaati, selama itu bukan maksiat.
Tidak Boleh Mengambil Hak
Orang Lain Tanpa Izin;
Kita tidak boleh melanggar hak orang
lain tanpa izin termasuk dalam masalah merek. Dalam kaedah fikih disebutkan,
لاَ يَجُوْزُ لِأَحَدٍ أَنْ يَتَصَرَّفَ فِي مِلْكِ الغَيْرِ بِلاَ
إِذْنٍ
“Tidak boleh seseorang
memanfaatkan kepemilikian orang lain tanpa izinnya.” (Lihat Ad Durul
Mukhtaar fii Syarh Tanwirul Abshor pada Kitab Ghoshob, oleh ‘Alaud-din Al
Hashkafiy)
Di antara dalil kaedah tersebut
adalah hadits berikut, di mana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
لاَ يَحِلُّ مَالُ امْرِئٍ إِلاَّ بِطِيبِ نَفْسٍ مِنْهُ
“Tidak halal harta seseorang
kecuali dengan ridha pemiliknya.” (HR. Ahmad 5: 72. Syaikh Syu’aib Al
Arnauth berkata bahwa hadits tersebut shahih lighoirihi)
Larangan Membohongi
Konsumen (Publik):
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا، وَالْمَكْرُ وَالْخِدَاعُ فِي النَّارِ
“Barangsiapa yang menipu, maka ia
tidak termasuk golongan kami. Orang yang berbuat makar dan pengelabuan,
tempatnya di neraka” (HR. Ibnu Hibban 2: 326. Hadits ini shahih
sebagaimana kata Syaikh Al Albani dalam Ash Shahihah no. 1058).
Dari Abu Hurairah, ia berkata,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مَرَّ عَلَى صُبْرَةِ
طَعَامٍ فَأَدْخَلَ يَدَهُ فِيهَا فَنَالَتْ أَصَابِعُهُ بَلَلاً فَقَالَ « مَا
هَذَا يَا صَاحِبَ الطَّعَامِ ». قَالَ أَصَابَتْهُ السَّمَاءُ يَا رَسُولَ
اللَّهِ. قَالَ أَفَلاَ جَعَلْتَهُ فَوْقَ الطَّعَامِ كَىْ يَرَاهُ النَّاسُ مَنْ
غَشَّ فَلَيْسَ مِنِّى
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam pernah melewati setumpuk makanan, lalu beliau memasukkan tangannya ke
dalamnya, kemudian tangan beliau menyentuh sesuatu yang basah, maka pun beliau
bertanya, “Apa ini wahai pemilik makanan?” Sang pemiliknya menjawab, “Makanan
tersebut terkena air hujan wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Mengapa kamu
tidak meletakkannya di bagian makanan agar manusia dapat melihatnya?
Ketahuilah, barangsiapa menipu maka dia bukan dari golongan kami.” (HR.
Muslim no. 102). Jika dikatakan tidak termasuk golongan kami, maka itu
menunjukkan perbuatan tersebut termasuk dosa besar.
Tidak Boleh Menyelisihi
Aturan Pemerintah:
Jika ada aturan pemerintah, atau
undang-undang yang dibuat dan sifatnya mubah, tidak menyelisihi ketentuan
Allah, aturan tersebut harus dijalankan.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ قَالَ عَلَى
الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ إِلاَّ
أَنْ يُؤْمَرَ بِمَعْصِيَةٍ فَإِنْ أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلاَ سَمْعَ وَلاَ
طَاعَةَ
Dari Ibnu ‘Umar, dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Bagi setiap muslim, wajib taat dan
mendengar kepada pemimpin (penguasa) kaum muslimin dalam hal yang disukai
maupun hal yang tidak disukai (dibenci) kecuali jika diperintahkan dalam
maksiat. Jika diperintahkan dalam hal maksiat, maka boleh menerima perintah
tersebut dan tidak boleh taat.” Muttafaqun ‘alaih. (HR. Bukhari no. 7144
dan Muslim no. 1839).
Undang-Undang Mengenai
Merek:
Mengenai perdagangan produk atau
barang palsu atau yang juga dikenal dengan barang “KW”, dalam Pasal 90 – Pasal
94 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek (“UU Merek”) diatur mengenai
tindak pidana terkait merek:
# Pasal 90
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa
hak menggunakan Merek yang sama pada keseluruhannya dengan Merek terdaftar
milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
# Pasal 91
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa
hak menggunakan Merek yang sama pada pokoknya dengan Merek terdaftar milik
pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
# Pasal 92
(1) Barangsiapa dengan sengaja dan
tanpa hak menggunakan tanda yang sama pada keseluruhan dengan
indikasi-geografis milik pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis dengan
barang yang terdaftar, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Barangsiapa dengan sengaja dan
tanpa hak menggunakan tanda yang pada pokoknya dengan indikasi geografis milik
pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
(3) Terhadap pencantuman asal
sebenarnya pada barang yang merupakan hasil pelanggaran ataupun pencantuman
kata yang menunjukkan bahwa barang tersebut merupakan tiruan dari barang yang
terdaftar dan dilindungi berdasarkan indikasi-geografis, diberlakukan ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
# Pasal 93
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa
hak menggunakan tanda yang dilindungi berdasarkan indikasi-asal pada barang
atau jasa sehingga dapat memperdaya atau menyesatkan masyarakat mengenai asal
barang atau asal jasa tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4
(empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus
juta rupiah).
# Pasal 94
(1) Barangsiapa memperdagangkan
barang dan/atau jasa yang diketahui atau patut diketahui bahwa barang dan/atau
jasa tersebut merupakan hasil pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90,
Pasal 91, Pasal 92, dan Pasal 93 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1
(satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran Dan secara tegas pula, dalam Pasal
95, UU Merek menggolongkan seluruh tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang tersebut sebagai delik aduan, bukan delik biasa. Dalam keilmuan
hukum, hal ini berarti bahwa pasal-pasal pidana dalam UU Merek diberlakukan
setelah adanya laporan dari seseorang yang dirugikan atas perbuatan orang lain
sehingga terkait delik aduan pun penyidikan kepolisian dapat dihentikan hanya
dengan adanya penarikan laporan polisi tersebut oleh si pelapor sepanjang belum
diperiksa di pengadilan.
Tindak pidana sebagaimana disebutkan
di atas, hanya dapat ditindak jika ada aduan dari pihak yang dirugikan. Hal ini
dapat dilihat dari perumusan Pasal 95 UU Merek:
“Tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92, Pasal 93, dan Pasal 94 merupakan detik
aduan.”
Ini berarti bahwa penjualan produk
atau barang palsu hanya bisa ditindak oleh pihak yang berwenang jika ada aduan
dari pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh hal tersebut, dalam hal ini si
pemilik merek itu sendiri atau pemegang lisensi (Pasal 76 dan Pasal 77 UU
Merek). (Sumber: HukumOnline.Com)
Penjelasan Ulama
Syaikh Muhammad ‘Ali Farkus berkata,
“Berdasarkan uraian di atas, siapa
saja yang menjual produk imitasi dengan kesan seakan-akan (barang tersebut)
asli maka dia bukanlah orang yang bisa dipercaya dan bukanlah seorang yang
menghendaki kebaikan untuk konsumen. …
Penjual produk imitasi itu berdosa.
Namun, mengingat bahwa keuntungan yang didapat tidaklah haram karena zatnya,
maka penjual boleh memanfaatkannya.
Adapun terkait dengan produk imitasi
yang masih tersisa, maka itu boleh dijual. Dengan syarat, calon pembeli
diberitahu bahwa produk tersebut tidaklah asli. Jika setelah mengetahui
kondisi barang yang sebenarnya, dia tetap mau membelinya, maka tidak masalah. Akan
tetapi, jika produk imitasi sudah habis terjual, penjual hendaknya menolak
untuk membantu produsen imitasi untuk menjualkan produknya.
Setiap muslim wajib bertakwa kepada
Allah dan menempuh jalan rezeki yang halal, karena bertakwa kepada Allah dan
membuat Allah ridha adalah sebab untuk mendapatkan kemudahan dari Allah.” (PengusahaMuslim.Com)
Kesimpulan
1-
Siapa yang
menjual barang KW (imitasi) dengan membuat kesan bahwa seakan-akan barang itu
asli seperti dengan menggunakan merek terdaftar, tidaklah boleh. Penjual yang
melakukan seperti itu berdosa karena melakukan penipuan.
2-
Jika sudah
ada keterusterangan bahwa yang dijual adalah barang KW (imitasi) dan digunakan
merek yang berbeda dengan merek terdaftar, maka tidaklah termasuk pelanggaran,
juga tidak melanggar aturan undang-undang.
3-
Adapun jika
yang dijual adalah dengan merek terdaftar dan penjual terus terang bahwa barang
tersebut KW, maka ia melakukan pelanggaran: (1) melanggar hak orang lain berupa
merek, (2) bagi produsen, menyelisihi peraturan pemerintah.
Semoga bermanfaat. Hanya Allah yang
memberi taufik dan hidayah.
—