Pertanyaan, “Apa hukum menjual kosmetik wanita, yang bermasalah (diharamkan) bahan baku/dasarnya ?”

Jawaban, “Tidak diperbolehkan menjual kosmetik yang salah satu unsur pembuatnya adalah janin manusia, tali pusar bayi dan semisalnya karena menjadikan bagian dari tubuh manusia sebagai salah satu unsur pembuatan kosmetik adalah tindakan melampaui batas terhadap anggota badan manusia yang ini merupakan perbuatan haram berdasarkan berbagai dalil syariat.
Demikian pula, tidaklah diperbolehkan memperdagangkan kosmetik yang salah satu unsur pembuatannya adalah babi atau membagai macam bangkai itu semua adalah najis. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa barang yang tidak boleh diambil manfaatnya itu tidak sah jika diperjualbelikan semisa khamar, babi, bangkai dll.

Landasan hukum untuk kaedah di atas adalah sabda Nabi,
«إِنَّ الله وَرَسُولَهُ حَرَّمَ بَيْعَ الخمْرِ وَالميْتَةِ وَالخنْزِيرِ وَالأَصْنَامِ» ثمَّ قال عند ذلك: «قَاتَلَ اللهُ اليَهُودَ إِنَّ اللهَ لَمَّا حَرَّمَ شُحُومَهَا جَمَلُوهُ(١1) ثُمَّ بَاعُوهُ فَأَكَلُوا ثَمَنَهُ»
“Sesungguhnya Allah dan rasul-Nya mengharamkan jual beli khamar, bangkai, babi dan patung”. Kemudian Nabi mengatakan, “Semoga Allah melaknat orang-orang Yahudi tatkala Allah mengharamkan lemak bangkai mereka menjadikan lemak bangkai sebagai minyak lantas menjualnya dan menikmati hasil penjualannya” [HR Bukhari dan Muslim dari Jabir bin Abdillah].

Para ulama pun telah bersepakat akan haramnya pemanfaatan lemak bangkai, pemanfaatan babi dan minyak-minyak yang bercampur dengan najis pada makanan manusia atau pun sekedar dioleskan atau dilumurkan ke badan. Dua macam pemanfaatan ini haram hukumnya sebagaimana haramnya mengonsumsi bangkai dan mengolesi badan dengan najis.

Dalilnya adalah firman Allah,
[قُل لاَّ أَجِدُ فِي مَا أُوْحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلاَّ أَن يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَّسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ﴾[الأنعام: 145]
Yang artinya, “Katakanlah, tidaklah kujumpai dalam wahyu yang diberikan kepadaku adanya makanan yang haram melainkan bangkai, darah memancar atau daging babi. Itu semua adalah najis” [QS al An'am:145].
Demikian pula, tidaklah diperbolehkan memperjualbelikan kosmetik yang menyebabkan rusaknya wajah semisal menimbulkan noda hitam di wajah atau pun menyebabkan timbulnya berbagai penyakit kulit pada bagian tubuh yang lain dikarenakan kosmetik tersebut mengandung materi kimiawi yang merusak kulit. Segala sesuatu yang membahayakan itu terlarang digunakan dan terlarang untuk diperjualbelikan karena Nabi bersabda,
«لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ»
“Tidak boleh membahayakan diri sendiri atau pun orang lain” [HR Ibnu Majah dari Ibnu Abbas. Dinilai sahih oleh al Albani di al Irwa'].

Jika sebuah kosmetik itu bersih dari unsur yang haram, najis atau membahayakan badan maka pada dasarnya boleh dipergunakan oleh para wanita selama wanita tersebut hanya menampakkan kosmetik tersebut kepada orang-orang tertentu yang Allah izinkan. Termasuk kosmetik dalam hal ini adalah berbagai bentuk parfum.

Akan tetapi seorang muslimah haram memakai parfum dalam tiga keadaan:
Pertama, saat dalam kondisi ihram haji atau umroh. Dalilnya adalah sabda Nabi mengenai orang yang dalam kondisi berihram
«…وَلاَ تَلْبَسُوا شَيْئًا مَسَّهُ زَعْفَرَانُ وَلاَ الوَرْسُ»
“Tidak boleh memakai kain yang dicelup dengan za'faran atau waras [nama parfum dan pewarna kain, pent]” [HR Bukhari dari Ibnu Umar].
Ketentuan yang ada dalam hadits tersebut bersifat umum sehingga berlaku untuk laki-laki maupun perempuan.

Kedua, saat berkabung karena meninggalnya suami. Nabi bersabda,
«لاَ يَحِلُّ لامْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ أَنْ تُحِدَّ عَلَى مَيِّتٍ فَوْقَ ثَلاَثٍ إِلاَّ عَلَى زَوْجٍ فَإِنَّهَا تُحِدُّ عَلَيْهِ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا»
“Tidaklah halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk berkabung [baca: tidak berparfum, pent] atas meninggalkan seseorang lebih dari tiga hari kecuali jika yang meninggal adalah suaminya maka dia wajib berkabung selama empat bulan sepuluh hari” [HR Bukhari dan Muslim dari Ummu Habibah].

Ketiga, ketika keluar rumah meski dengan tujuan mau ke masjid. Jika hendak keluar rumah seorang muslimah harus menghilangkan bau parfum yang melekat pada badannya. Seorang muslimah yang keluar rumah dalam keadaan memakai parfum dan dalam keadaan berhias itu tergolong dosa besar meski diizinkan oleh suami mengingat sabda Nabi,
«أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ بِقَوْمٍ لِيَجِدُوا رِيحهَا فَهِيَ زَانِيَةٌ»
“Jika seorang wanita mengenakan parfum lantas melewati sekumpulan laki-laki dengan maksud agar mereka mencium semerbak wangi dirinya maka dia adalah pelacur” [HR Abu Daud dan Tirmidzi dari Abu Musa al Asy'ari, dinilai sahih oleh al Albani dan dinilai hasan oleh Muqbil al Wadi'i].
Nabi juga bersabda,
«إِذَا شَهِدَتْ إِحْدَاكُنَّ المسْجِدَ، فَلاَ تَمَسَّ طِيبًا»
“Jika salah satu kalian, para muslimah, mau pergi ke masjid maka janganlah dia memaki parfum” [HR Muslim dari Zainab, istri dari Abdullah bin Mas'ud].
Seharusnya seorang muslimah itu berdandan dan memakai parfum hanya untuk suaminya ketika berada di rumah, bukan ketika keluar rumah tempat mana pun yang akan dia tuju.

Hukum jual beli kosmetik dan alat kecantikan bisa kita rinci sebagai berikut:

Pertama, berjual beli kosmetik dan alat kecantikan dengan seorang wanita yang kita ketahui dia akan menggunakan kosmetik yang dia beli untuk dipamerkan di luar rumah, dalam kondisi ini jual beli hukumnya terlarang karena tergolong tolong menolong dalam dosa dan pelanggaran syariat mengingat sabda Nabi,
«مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ»
“Tidaklah kutinggalkan setelah kematian suatu sumber penyimpangan yang lebih berbahaya bagi laki-laki dibandingkan wanita” [HR Bukhari dan Muslim dari Usamah bin Zaid].

Nabi juga bersabda,
«فَاتَّقُوا الدُّنْيَا وَاتَّقُوا النِّسَاءَ فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةَ بَنِي إِسْرَائيلَ كَانَتْ في النِّسَاءِ»
“Waspadalah dengan godaan dunia dan waspadalah dengan godaan wanita karena sesungguhnya kerusakan Bani Israil itu pertama kali disebabkan oleh wanita” [HR Muslim dari Abu Said al Khudri].

Kedua, jual beli alat kecantikan dengan wanita yang kita ketahui dia hanya akan mempergunakan apa yang dia beli untuk berdandan dan berhias yang dibenarkan oleh syariat, hukum jual beli ini tentu saja tidak mengapa.

Ketiga, jika kita tidak tahu secara pasti bentuk penggunaan seperti apa yang akan dilakukan oleh pembeli dengan kosmetik dan alat kecantikan yang dia beli, hukum jual beli dalam kondisi ini perlu dirinci sebagai berikut dengan menimbang kondisi yang dominan di masyarakat terkait penggunaan kosmetik dan alat kecantikan:

jika mayoritas anggota masyarakat menggunakannya untuk berhias dan berdandan yang dibenarkan oleh syariat maka hukum jual beli kosmetik dan alat kecantikan dengan orang yang tidak kita ketahui secara pasti bentuk penggunaan seperti apa yang akan dia pilih itu diperbolehkan.
Namun jika umumnya anggota masyarakat menggunakannya dengan penggunaan yang tergolong melanggar syariat maka tidak boleh berjual beli dengan orang yang tidak kita ketahui secara pasti akan menggunakan apa yang dia beli dalam penggunaan yang tidak melanggar syariat.
Dua rincian ini ditetapkan dengan menimbang kaedah dalam ilmu fikih:
«الحُكْمَ لِلْغاَلبِ،ِ وَالنَّادِرُ لاَ حُكْمَ لَهُ»
“Penilaian itu mengacu kepada unsur yang dominan. Hal yang langka-langka terjadi itu tidak mempengaruhi penilaian”
«مُعْظَمُ الشَّيْءِ يَقُومُ مَقَامَ كُلِّهِ»
“Unsur dari sesuatu yang paling mendominasi itu kita statuskan sebagaimana sesuatu itu sendiri”.

Al Qarafi al Maliki mengatakan, “Pada dasarnya yang menjadi acuan penilaian yang hal yang dominan. Itulah yang lebih didahulukan dari pada hal yang langka terjadi. Inilah kaedah syariat sehingga kita menangkan unsur yang dominan terkait kesucian air dan transaksi yang dilakukan oleh kaum muslimin. Demikian pula persaksian menyudutkan seorang terhadap musuhnya itu tidak dianggap karena mayoritas tindakan orang yang menjadi musuh itu berupaya menzalimi musuhnya. Sangat banyak contoh penerapan kaedah di atas dalam berbagai hukum syariat sampai-sampai tidak bisa kita hitung karena demikian banyaknya contoh tersebut”[al Furuq 4/104].

Jika kondisi masyarakat adalah kondisi yang kedua maka dalam kondisi ini yang terbaik baik pedagang kosmetik dan alat kecantikan -jika tidak mampu menyaring konsumen yang dilayani- adalah beralih profesi kepada profesi yang lebih selamat secara tinjauan agama meski kurang menjanjikan keuntungan.
Namun jika pelanggaran syariat soal berdandan dan berhias di suatu masyarakat itu jarang terjadi dan tidak menyebar luas dan penjual tidak tahu pasti kondisi konsumennya maka dalam kondisi ini penjual boleh menjual barang dagangannya kepada konsumen tersebut dengan pertimbangan bahwa umumnya anggota masyarakat tidak melakukan pelanggaran dalam masalah ini.

Meski demikian jika ada konsumen yang kondisi lahiriahnya sangat diragukan apakah dia tidak akan melanggar syariat dengan kosmetik dan alat kecantikan yang dia beli maka penjual hendaknya tidak melayani konsumen semacam itu dalam rangka mengamalkan hadits Nabi,
«دَعْ مَا يَرِيبُكَ إِلَى مَا لاَ يَرِيبُكَ»
“Tinggalkan hal-hal yang meragukan dan lakukan saja hal-hal yang tidak meragukan” [HR Tirmidzi, Nasai da Ahmad dari al Hasan bin Ali, dinilai sahih oleh Ahmad Muhammad Syakir dalam tahqiq beliau untuk Musnad Ahmad, al Albani di al Irwa dan Muqbil al Wadii dalam as Sahih al Musnad].

Perlu diketahui bahwa transaksi jual beli kosmetik dan alat kecantikan yang mubah tidaklah sah jika dilakukan bersama orang yang kita ketahui akan menggunakannya dalam kemaksiatan atau menggunakannya dalam hal yang Allah haramkan meski ketika itu penjual memberikan nasihat kepada pembeli atau calon pembelinya tersebut agar tidak mempergunakan barang yang dibeli untuk bermaksiat karena pada dasarnya kita nilai orang tersebut berdasarkan kondisinya yang sudah sudah sampai ada fakta bahwa orang tersebut sudah berubah. Sedangkan adanya nasihat dalam kondisi ini bukanlah fakta dan bukti bahwa dia telah berubah karena nasihat itu boleh jadi diterima atau tidak diterima. Sehingga tidak mungkin mengadakan transaksi jual beli yang sah dengan orang tersebut sampai terdapat bukti bahwa kondisi konsumen sudah berubah karena dia mau menerima nasihat dan mengamalkannya”.
Referensi: http://www.ferkous.com/rep/Bi163.php


[Baca...]




Iman itu meliputi QAUL (Ucapan) dan AMAL (Perbuatan) : QAUL LISAN, QAUL HATI, AMAL HATI, DAN AMAL JAWARIH (Anggota badan).

Iman itu dapat bertambah dan berkurang, bertambah dengan  keta`atan dan berkurang dengan kemaksiatan yang dilakukan oleh pemiliknya (pelakunya).

Begitu itu pula Iman dapat keluar dari diri orang mukmin melalui pintu QAUL dan AMAL, atau iman bisa batal, melalui pintu-pintu QAUL HATI, QAUL LISAN, AMAL HATI DAN AMAL JAWARIH. Begitulah pengertian iman secara global menurut pemahaman Ahlus sunnah wal Jama`ah.

Qaul Lisan, dengan mengikrarkan kalimat syahadatain;
Qaul Hati, dengan meyakininya dan membenarkannya:
Amal Hati , dengan penyerahan, ikhlas, tunduk, cinta, takut, harap, inabah, dan kehendak untuk beramal shalih;
Amal Jawarih, mengerjakan yang diperintah dan meninggalkan yang dilarang.

Siapa yang mengeluarkan amal dari iman, maka dia Murji’ah, dan siapa yang me masukkan amal ke dalam Iman tetapi bukan dari-nya maka dia Bid`ah.
Siapa yang tidak menyertakan syahadatain tidak dikokohkan baginya nama Iman dan juga hukumnya,  baik di dunia maupun di akhirat.

Islam dan Iman adalah dua nama yang ditetapkan syari`at, keduanya memiliki makna umum dan khusus, dan ahlul qiblah dinamai sebagai muslimin.

Para pelaku dosa besar yang tidak dikeluarkan dari iman, maka dia di dunia sebagai mukmin yang kurang imannya, dan di akhirat kelak berada pada masyi’ah Allah (kehendak Allah). Jika Allah berkehendak mengampuninya maka surga baginya, dan jika Allah berkehendak mengadzabnya (karena dosa nya) maka itu menjadi kehendak-Nya. Dan semua orang ahli tauhid tempat tinggal akhirnya kelak di surga, sekalipun bisa jadi melalui siksaan dulu karena dosa-dosanya, namun mereka tidak kekal di dalam neraka.
Tidak boleh sama sekali seseorang menetapkan orang tertentu dari ahli kiblah sebagai ahli surga atau ahli neraka kecuali bagi yang telah jelas ditetapkan oleh Nash –baik dari al Qur’an atau pun as Sunnah - tentangnya.

Kufur dalam lafazh syar`iyah ada dua : Kafir Besar yang mengeluarkan pelaku nya dari iman; dan Kufur Kecil yang tidak mengeluarkan pelakunya dari iman, yang terkadang sering disebut sebagai Kufur `Amali. Walau tidak semua Kufur `amali itu tidak mengeluarkan pelakunya dari iman (nanti dibahas).

Hukum mengkafirkan orang adalah hak syari`iyyah, tak seorang pun boleh meng hukumi orang muslim (karena dosa-dosanya) sebagai  kafir baik dengan perkataan ataupun perbuatan selama tidak tegak dalil atasnya tentang kafirnya.

Hukum ithlaq kufur tidak mengharuskan adanya kufur bagi seseorang tertentu dari ahli kiblat, kecuali jika syarat-syarat nya terpenuhi dan hilang penghalang- penghalangnya. Oleh karenanya kita mesti hati-hati dalam menghukumi kafir nya seorang muslim (sekalipun nampak oleh kita ucapan maupun perbuatannya menunjuk kepada kekufuran).
Orang Muslim bisa menjadi kafir kembali melalui ucapan (lisan dan hati), maupun  perbuatan (hati dan jawarih), juga bisa melalui pintu Tauhid Rububiyah, Asma’ dan sifatNya , maupun Uluhiyah-Nya.

Rukun Ibadah adalah tiga: Mahabbah, Roja’ dan Khauf.
Siapa saja yang beribadah (dengan tiga hal tsb) namun memalingkannya kepada selain Allah, maka dia jatuh ke dalam Syirik. Ketiga rukun ini menafikan (menolak) bagi yang ibadah hanya menyandarkan kepada SALAH SATU nya saja. Sehingga jadilah:

1.  Siapa yang beribadah kepada Allah semata mahabbah (cintanya) kepada-Nya, maka dia itu Zindiq (sufistis).
2.  Siapa yang beribadah kepada Allah karena Roja’ saja, maka dia itu Irja’iy (Murji’ah).
3.  Siapa yang beribadah kepada Allah karena Khauf saja, maka dia itu Khawarij.
4.  Baramgsiapa yang memalingkan salah satu dari ketiganya kepada selain Allah, maka dia itu Syirik.



[Baca...]





TAKUT DAN HARAP YANG DILANDASI ILMU (QS AZ ZUMAR: 9)
Oleh : Abu Fahmi Ahmad:
 أمن هو قانت آناء الليل ساجدا وقائما يحذر الآخرة ويرجو رحمة ربه ، قل هل يستوى الذين يعلمون والذين لا يعلمون ، إنمايتذكر أولوا الألباب
(apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.  Az Zumar: 9.
إنما يخشى الله من عباده العلماء، إن الله عزيز غفور
Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama [1]. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. Fathir: 28

[1] Yang dimaksud dengan ulama dalam ayat ini ialah orang-orang yang mengetahui kebesaran dan
 kekuasaan Allah.

Beda antara prilaku Orang Musyrik dan Mukmin,
Dan  antara orang berilmu dan tak berilmu.

Orang Musyrik pada zaman jahiliyah, mereka itu melakukan kesyirikan pada saat “lapang dan senang”, sementara pada saat “kesusahan, kesulitan sangat, dan terjepit”, maka mereka kembali meng-ikhlaskan diri memanjatkan do`a kepada Allah, padahal yang pada saat-saat lapang mereka sekutukan. Berbeda halnya dengan kaum Syirik zaman modern kini, dimana mereka tetap syirik-baik dalam keadaan susah maupun lapang-  . Artianya kesyirikan orang  sekarang (zaman modern ini) jauh lebih parah daripada orang jahiliyah dahulu. QS Al-Ankabut: 65

Mukmin yang berilmu, di dalam dia beribadah selalu menyertainya dengan “mahabbah” (cinta), “Khauf” (rasa takut akan adzab), dan “roja’ “ (rasa harap akan janji) dari Allah SWT.

Berdasarkan penjelasan dan keterangan para mufassir, dari QS Az Zumar: 9, bahwa orang-orang beriman yang berilmu itu ketika mereka beribadah (sujud dan shalat pada malam hari, baik di awalnya, di tengahnya maupun di akhirnya), mereka itu “Yahdzarul Akhirah” (Takut sangat akan hari akhirat, dimana di sana ada Adzab Allah yang sangat pedih, bagi orang-orang yang durhaka dan maksiat, terlebih lagi bagi yang kafir dan musyrik), namun selalu disertai dengan “Yarjuu rahmata rabbihi” (mengharapkan rahmat Rabb-nya).

Semata Amal shalih di dunia-sebesar apapun- ia tak akan mampu menyelamatkan dari adzab neraka atau masuk surga begitu saja. Namun, hanya rahmat dan karunia Allah lah yang akan memasukkan surga bagi para pelaku amal shalih. (HR Muslim tentang sifat Munafiqiun, 8: 140, dan Bukhari tentang ar-Riqoq, 7: 183), sementara dalam surat Al-A`raf: 43, benar bahwa yang diseru Allah untuk masuk surga itu mereka yang ber-amal shalih.

(Amal sebagai sebab diseru untuk masuk surga). Namun nilai amal jika dibandingkan dengan rahmat Allah, tentu tak bisa disbanding kan. Sehingga nilai Rahmat Allah lah yang menyebabkan pelaku amal shalih itu masuk surga.
------------------------------------------
Dalam keadaan sehat sehari-hari, maka orang-orang beriman yang berilmu itu, haruslah lebih banyak sikap Khaufnya, dengan tetap memiliki sikap Roja’. Sehingga mampu menyeimbangkan antara kemauan kerasnya untuk beramal shalih, dan kemauan keras untuk tidak maksiat kepada-Nya.

Imam Ahmad dalam kitab Musnadnya, dari Anas bin Malik RA, kisah ketika Nabi Saw mengunjungi seseorang yang menjelang kematiannya. Orang tersebut tetap dalam keadaan khauf dan roja’.
 Namun Nabi Saw menasihatinya agar dalam keadaan menghadapi kematian, seyogyanya seseorang hendaknya lebih kuat lagi
dalam sikap ROJA’-nya.
Makna “Qoonit” menurut Ibnu Mas`ud RA adalah “selalu taat kepada Allah dan rasul-Nya”, dan dia lah yang khusyu` dan menyertainya dengan khauf dan roja’ ketika ibadah dan menjalani kehidupnya

Dalam  surat Fathir: 28, mereka yang mampu berlaku seperti di atas, tidak lain adalah para `Alim (yang `arif dan paling banyak mengetahui tentang Allah, keagungan Nya dan  kekuasaanNya),
dan mereka yang paling “Khosyyah” (menjauhi maksiat
karena takutnya akan adzab Allah yang pedih).

Ada 3 Kelompok Manusia Yang terkait dengan Khosyyah ini:

Kelompok Pertama

Mereka yang `alim terhadap Allah dan `alim terhadap perintah-Nya. Mereka itulah yang besar khosyyah-nya kepada Allah dan mengetahui batasan ketentuan dan hukum-hukum Allah serta mengenali mana yang harus dikerjakan dan mana yang harus ditinggalkan, mana yang halal dan mana yang haram. Mereka itulah yang seimbang dalam
 “Khauf” & “roja’nya”

Kelompok Kedua

Mereka Yang `Alim terhadap Allah namun tidak `alim terhadap perintah-Nya. Mereka ini ada perasaan takutnya kepada Allah, namun tak mengenali  batas-batas mana yang harus dikerjakan dan mana yang harus ditinggalkan, mana ketaatan dan mana pelanggaran. Mereka itu yang kuat “Takut” nya namun lemah “Roja’nya

Kelompok Ketiga

Mereka Yang `Alim terhadap perintah Allah namun tidak `alim terhadap Allah. Mereka adalah yang lebih kuat roja’-nya daripada “khauf” nya. Mengetahui batasan ketentuan dan kewajiban Allah, namun lemah khauf kepada Allah.
(Simak “Al Mishbahul Munir fi Tahdziib Tafsir Ibni Katsir, hal. 1130 dan 1180-1181)

TAHDZIR SYADID (Peringatan Keras):
Yang paling dikhawatirkan bagi mereka yang LEMAH khauf  dan roja’-nya adalah : Terjerumus kepada sikap “al-amnu min makrillah” (merasa aman dari makar = siksa Allah) sehingga selalu mengerjakan maksiat namun merasa aman dari adzab-Nya. Juga terjerumus ke dalam sikap “putus asa dari rahmat Allah”, yang pada gilirannya terjatuhn ke dalam syirik kepada Allah. Ketiga-tiga nya tergolong ke dalam “Akbarul Kaba’ir” Sebesar-besarnya Dosa Besar. (Perkataan Ibnu Abbas dan Ibnu Mas`ud RA).

Terhadap orang-orang yang merugi (karena merasa aman dari makar Allah), maka Allah peringatkan keras akan Adzab yang datang dengan tiba-tiba, baik datang ketika sedang nyenyak tidur (padahal dalam penuh maksiat), dan atau ketika saat bermain, berwisata di pantai, atau di lapangan-lapangan Golf, dsj (sementara kemaksiatan menyelimuti kehidupan mereka).
Simak kembali QS al A`raf: 97-99. Solusinya adalah pada ayat: 96 nya.
(Baca materi yang telah lalu di Blog ini, dengan judul AMAN DARI MAKAR ALLAH)


Dan ingat: Allah akan bukakan semua keinginan duniawi orang-orang kafir dan yang ingkar serta melalaikan syari`at Allah, pada batas yang telah Dia tetapkan, dan kemudian barulah Allah akan turunkan adzab terhadap mereka, karena enggan untuk kembali ke jalan-Nya. Walaupun semua keinginan dan kesenangan duniawi akan Allah bukakan untuk mereka yang ingkar, namun ada 2 (dua) pintu yang sama sekali Allah tidak akan buka untuk mereka. Dan kedua-nya hanya akan dibuka bagi orang-orang beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Yaitu :
 THAMA`NINAH  dan BAROKAH.
Perhatikan QS ar Ra`du: 32 dan QS Al An`am: 44; kemudian
 QS Ar Ra`du: 28  (Thama`ninah: ketenangan hidup dan qana`ah) dan
QS 7 : 96 (keberkahan).


Nasihat Ibnul Qayyim al Jauziyyah rahimahullah:
(Dalam Madarijus Salikin, 2: 466-469); Tentang :
KEHARUSAN AMAL ITU MEMILIKI ACUAN &  JUKLAK

(Pertama)
Setiap pekerjaan yang dikerjakan hamba yang tidak memiiki tuntunan (acuan dan panutan), maka ini menunjukkan tanda hidupnya nafsu sang hamba. Artinya : perbuatan yang ia lakukan berdasarkan pada nafsu dan digerakkan olehnya belaka. Dan setiap perbuatan hamba yang mengacu kepada tuntunan, maka ia dalam keadaan “menyiksa nafsu” nya, memenjarakan nafsu dan mengendalikannya untuk tidak menjadi penentu amaliyah-nya. (Perkataan Sahal bin Abdullah rahimahullah)

(Kedua)
Siapa yang beramal satu amalan dengan tanpa mengacu kepada as sunnah, maka tidak sah amalnya alias Batil. (Perkataan Ahmad bin Abil Hawariy rahimahullah).

(Ketiga)
Muhamamd bin Fadl al Bamuji rahimahullah berkata, bahwa Islam bisa Musnah dan Hilang dari 4 (empat) sisi: yaitu apabila kaum muslimin itu (a) Tidak mengerjakan apa-apa yangbtelah mereka ketahuinya (tentang benarnya). (b) Mengerjakan banyak hal tetapi tidak berdasar pada ilmu, (c) Tidak mau belajar tentang apa-apa yang seharusnya (akan) mereka kerjakan, dan (d). Mencegah orang lain (manusia) dari memperoleh proses belajar dan mengajar. Termasuk di dalam-nya memberi kemudahan, menfasilitasi, menciptakan sarana-sarana dan alat-alat Bantu yang memudahkan terjadinya proses belajar-mengajar. Inilah sebenarnya (menurut saya) makna hakiki dari pada perkataan Imam Bukhari: “Ilmu itu mendahului perkataan dan perbuatan”.



[Baca...]




2.4    Penyebab Datangnya Pertolongan Allah
          Sebagaimana telah diyakini, bahwa pertolongan Allah dating karena bebeerapa sebab. Penyebab utamanya ada empat belas, yaitu :

2.4.1   Iman dan Amal Shalih
          Alla berjanji, bahwa ia akan jelas-jelas menolong orang-orang mu’min terhadap musuh-musuhnya. Pertolongan ini dapat berupa : Allah memenangkan agama Nya, atau Ia menghancurkan musuh orang-orang mu’min, sekalipun kadang-kadang dalam jangka waktu yang agak lama. Allah memaparkan dalam firman-Nya :
          “Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi ( hari kiamat ), ( yaitu) hari yang tidak berguna bagi orang-orang zhalim permintaan maafnya dan bagi merekalah laknat dan bagi merekalah tempat tinggal yang buruk.” ( Al-Mu’min : 51-52 )
          “Dan Kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman.” ( Ar-Rum: 47 )
          Orang-orang mu’min yang dijadikan mendapat pertolongan Allah adalah orang-orang yang disifati dengan firman Nya:
          “sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Nya, bertamahlah iman mereka ( karenanya ) dan kepada Rabb-lah mereka bertawakal.( Yaitu) orang-orang yang mendirikan sholat dan yang menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Rabbnya dan ampunan serta rezeki ( nikmat )yang mulia.” ( Al-Anfal: 2-4 )
          “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal shalih, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka din yang telah diridhoi Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar ( keadaan ) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Dan barang siapa yang ( tetap ) kafir sesudah ( janji ) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” ( An-Nur : 55 )
          “…dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.” ( An-Nisa : 141 )

2.4.2   Membela Dinullah
          Membela agama Allah termasuk di antara penyebab terbesar yang akan mendatangkan kemenangan, yaitu menegakkan Dinullah dengan mempergunakan perkataan dan perbuatan, lalu mengamalkan dan menda’wahkannya Allah berfirman :
          “Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong ( agama-Nya ). Sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuat lagi Mahaperkasa. ( Yaitu ) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan sholat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah lah kembali segala urusan.” ( Al-Hajj : 40-41 )
          “Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. Dan orang-orang yang kafir maka kecelakaanlah bagi mereka dan Allah menghapus amal-amal mereka.” ( Muhammad :7-8 )
          “Dan sesungguhnya telah tetap janji Kami kepada hamba-hamba Kami yang menjadi rasul, (yaitu) sesungguhnya mereka itulah yang pasti mendapat pertolongan. Dan sesungguhnya tentara Kami itulah yang pasti menang.” ( Ash-Shaffat : 171-173 )
2.4.3   Bertawakkal Kepada Allah
Bertawakkal kepada Allah yang disertai usaha atau persiapan kekuatan, termasuk perantara terbesar yang akan mendatangkan pertolongan Allah SWT, sebagaimana firman-Nya :

“Dan bertaqwalah kepada Allah, dan hanya kepada Allah sajalah orang-orang mu’min itu harus bertawakkal.” ( Al-Maidah : 11 )
“Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu ( tidak memberi pertolongan, maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain ) dari Allah sesudah itu ? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mu’min bertawakkal.” ( Ali-Imran : 160 )
“Kemudian apabila kamu telah membulatkan teqad, maka bertawakkalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” ( Al-Imran : 159 )
“Dan bertawakkallah kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pemelihara.” ( Al-Ahzab : 3 )
“Dan bertawakkallah kepada Allah Yang Hidup ( kekal ), Yang tidak mati, dan bertasbillah dengan memuji-Nya. Dan cukuplah Dia Maha Mengetahui dosa-dosa hamba-hamba Nya.” ( Al-Furqan : 58 )
Sabda Rasulullah saw,

“Jika kamu sekalian bertawakkal kepada Allah dengan tawakkal yang sebenar-benarnya, pasti ia akan memberi rezeki kepadamu seperti Ia memberi rezeki kepada seekor burung yang pergi dengan perut kosong dan kembali dengan perut yang kenyang.” ( H.R. Tirmidzi )
Wajib bertawakkal disertai usaha, sebab tawakkal itu ada melalui dua rukun yang besar, yakni :
Bersandar kepada Allah, percaya akan janji-Nya dan pertolongan-Nya.
Berusaha sebagaimana yang telah disyari’atkan Allah SWT. Tentang hal ini Ia berfirman :
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan ari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang ( yang dengan persiapan itu ) kamu menggentarkan musuh Allah ( dan ) musuhmu.” ( Al-Anfal : 60 )
Juga diriwayatkan dari sahabat Anas r.u bahwa ada seseorang laki-laki yang bertanya kepada Rasulullah saw :
“Ya Rasulullah, binatang peliharaanku aku epas begitu saja dan tawakkal, atau aku ikat lalu tawakkal ? Jawab Rasulullah “ Ikatlah dan tawakkallah.” ( H.R. Tirmidzi )

2.4.4 Bermusyawarah
          Rasulullah saw selalu bermusyawarah dengan para sahabatnya, meskipun akalnya telah sempurna dan pemikirannya benar, sebagaimana pelaksanaan dari perintah Allah SWT dan memperbaiki jiwa para sahabatnya. Allah berfirman dalam Kitab Suci Al-Qur’an :
          “Maka disebabkan rahmat Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berrhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaralah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” ( Ali-Imran :159 )
“Sedang urusan mereka ( diputuskan ) dengan musyawarah antara mereka. “ ( Asy-Syura : 38 )

2.4.5   Tegar Menghadapi Musuh
          Termasuk di antara perantara atau penyebab datangnya pertolongan dan kemenangan dari Allah adalah bersikap tegar dalam menghadapi musuh, tidak gentar, tidak mengelak atau lari. Nabi tetap tegar di semua peperangan yang beliau pimpin, seperti dalam Perang Badar, Uhud dan Hunain. Dalam Perang Hunain banyak bala tentara muslim yang kembali ke belakang dan tidak ikut berperang, sedang Nabi saw tetap tegar dengan penuh keyakinan. Beliau bersabda :

          “Ketahuilah bahwa aku adalah Nabi, tidak bohong, aku anak Abdul-Muthalib. Ya Allahya Rabb-ku, turunkanlah pertolongan-Mu.” ( H.R. Buhkari )
          Setelah Nabi bersabda demikian, para sahabat pun bertambah yakin dan tegar. Sesungguhnya beliau adalah panutan kita dan sebagai teladan yang baik bagi kita, seperti firman-Nya “ :
          “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu ( yaitu )bagi orang yang mengharap ( rahmat ) Allah dan ( kedatangan ) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” ( Al-Ahzab : 21 )
Sabda Rasululla saw :
          “Hai sekalian manusia, janganlah kalian berharap untuk berjumpa dengan musuh dan mohonlah kepada Allah keselamatan. Jika kalian jumpai musuh, maka bersabarlah. Dan perlu kalian ketahui, bahwa surge itu berada di bawah baying-bayang pedang.” ( H.R. Muslim)

2.4.6   Keberanian, Perjuangan, Pengorbanan
          Berjiwa pemberani disertai pengorbanan dan berkeyakinan, bahwa jihad bukanlah penyebab kematian -namun kematian tidak dapat pula ditunda- adalah termasuk sebab yang dapat mendatangkan pertolongan dari Allah SWT. Dia berfirman :
          “Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.” ( An-Nisa : 78 )
          Ada sebuah syair yang mengatakan :
          Siapa yang matinya bukan karena pedang,
          Ia akan mati juga dengan sebab-sebab lainnya.
          Penyebabnya banyak,
          Sedang kematian itu hanya satu.
          Orang-orang yang memiliki iman kuat dan semputna temasuk golongan yang paling berani, sesempurna-sesempurnanya keberanian adalah keberanian Rasulullah saw. Keberanian beliau tampak dalam berbagai peperangan besar yang beliau ikuti, misalnya seperti berikut :
Keberanian beliau yang penuh heroik dalam Perang Badar. Ali bin Abi Thalib r.u bercerita : “Tatkala kami bersama Rasulullah saw pada Perang Badar, kami melihat bahwa beliaulah orang yang terdekat dengan barisan balatentara musuh, dan beliau adalah orang yang paling gagah berani dalam menghadapi musuh pada saat itu.” ( H.R. Ahmad )
Sambung Ali lagi, “Jika peperangan telah berkecamuk dan kedua belah pihak telah berhadapan, kami ikuti jejak Rasulullah saw. Dan tidak ada seorang pun di antara kami yang lebih dekat dengan musuh dari pada beliau.” ( H.R. Hakim, dan disepakati oleh Adz-Dzahabi)
Dalam Perang Uhud beliau berperang dengan semangat juang yang tiada taranya.
Dalam Perang Hunain. Al-Barra’ berkata, “ Bila peperangan telah berkecamuk kami merasa ngeri, namun orang yang berani di antara kami, yakni Rasulullah saw, beliau sungguh-sungguh menghadapinya.”
Begitu juga para sahabat Nabi dan orang-orang yang setelah mereka yang termasuk golongan orang-orang berilmu dan beriman yang selalu tegar dalam menghadapi semua musuh.
Maka semestinyalah setiap mujahid mengikuti jejak Nabi saw. Allah SWT berfirman :
“Sesungguhnya telah ada pada (diri)Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu ( yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat )Allah dan ( kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” ( Al-Ahzab : 21 )

2.4.7   Banyak Do’a dan Dzikir
          Termasuk penyebab datangnya pertolongan Allah adalah dengan selalu berdo’a kepada Allah dan memperbanyak dzikir, karena Dia-lah yang mempunyai kekuasaan untuk menghancurkan musuh-musuh Nya dan memberikan pertolongan terhadap para pembela agama- Nya. Firman Allah :
          “Dan apabila hamba-hamba Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang mendo’a apabila ia berdo’a kepada Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada- Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” ( Al-Baqarah : 186 )
          “Dan Rabbmu berfirman, ‘berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina-dina.” ( Al-Mu’min : 60 )
          “(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Rabbmu ( Allah ), lalu diperkenankan-Nya bagimu.” ( Al-Anfal:9 )
          Allah memerintahkan dzikir dan berdo’a ketika menghadapi musuh. Allah berfirman :
          “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung.” ( Al-Anfal : 45 0
          Firman Nya lagi :
          “Dan kemenangan itu hanyalah dari Allah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” ( Ali’Imran : 126 )
          Nabi Muhammad saw selalu berdo’a kepada Rabb-nya dalam menghadapi semua peperangan, sambil memohon kedatangan pertolongan Nya. Allah menurunkan pertolongan dengan menurunkan balatentara Nya. Hal ini terjadi di saat Rasulullah saw melihat orang-orang musyrik memiliki seribu balatentara dalam Perang Badar, sedang beliau dan para sahabat hanya berjumlah 319 orang. Kemudian Rasulullah saw menghadap kiblat untuk berdo’a kepada Allah. Beliau berdo’a sambil mengangkat tangannya sampai selendangnya jatuh, lalu datanglah sahabat Abu Bakar memungut selendang beliau yang jatuh itu, kemudian diletakkannya selendang itu di kedua pundak beliau. Abu Bakar r.u berdiri di belakang beliau sambil berkata “Ya Nabi Allah, cukuplah permohonanmu, sesungguhnya Allah akan memenuhi janji-Nya.” Kemudian Allah SWT menurunkan ayat yang berbunyi:
“(Ingatlah) ketika kamu memohon pertolongankepada Rabb mu, lalu diperkenankan Nya bagimu : ‘Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu malaikat yang dating berturut-turut.” ( Al-Anfal : 9 )
          Janji Allah benar. Dia telah menurunkan malaikat-Nya. Begitulah sikap Rasul yang selalu berdo’a kepada Allah dalam menghadapi semua peperangan yang di antaranya seperti do’a beliau :

          “Ya Allah ya Rabb-ku yang telah menurunkan kitab, maha cepat dalam menghitung, yang menjalankan awan, yang memporak-porandakan musuh-musuh. Ya Allah ya Rabb-ku, hancurkanlah dan goncangkanlah mereka dan berilah kami pertolongan atas mereka .” ( H.R. Muslim )
          Disaat beliau menghadapi musuh, beliau berdo’a :
          “Ya Allah ya Rabb-ku, Engkaulah Penolong kami, dan Engkau Maha Penolong, demi Engkau aku berjalan, demi Engkau aku meloncat, dan demi Engkaulah aku berperang.” ( H.R. Abu Dawud )
          Jika beliau takut atau khawatir terhadap satu golongan, beliau juga berdo’a dengan do’a seperti ini :
         
          “Ya Allah ya Rabb-ku, sesungguhnya Engkau kami jadikan sebagai Pelindung, dan kami berlindung dari segala tipu daya dan kejahatan musuh.” ( H.R. Abu Dawud )
          Ibnu Abbas r.u berkata, “ Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.” Inilah yang dikatakan Nabi Ibrahim a.s di saat beliau dimasukkan ke dalam api. Ini pula yang diucapkan Nabi Muhammad saw di saat beliau mendengar orang-orang mengatakan, ‘sesungguhnya orang-orang musyrik telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu.’
          Begitulah seharusnya yang dilakukan para mujahidin yang berjihad di jalan Allah SWT, sebab dengan do’alah Allah akan menolak marabahaya dan hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Rasulullah telah bersabda,” tidak ada yang dapat menolak takdir “ kecuali dengan berdo’a, dan tidak ada yang dapat menambah umur kecuali dengan berbakti kepada ibu-bapak.” ( H.R. Tirmidzi )
2.4.8   Menaati Allah dan Rasul-Nya
          Taat kepada Allah dan Rasul-Nya adalah perantara terkuat terhadap datangnya pertolongan. Maka wajiblah bagi semua mujahid dan wajib pula bagi segenap ummat Islam untuk tidak bermaksiat terhadap Allah dan segala perintah- Nya, dan wajib pula meninggalkan apa yang dilarang-Nya. Firmann Allah SWT :
          “Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orany yang sabar.” ( Al-Anfal : 46 )
          “Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertaqwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan.” ( An-Nur : 52 )
          “Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya dia telah sesat, sesat yang nyata.” ( Al-Ahzab : 36 )
          “Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih.” ( An-Nur : 63 )
          Sabda Nabi :

          “Kehinaan dan kerendahan pasti menimpa orang-orang yang menentang perintahku; dan barangsiapa yang menyerupai satu golongan, ia termasuk golongan itu.” ( H.R> Ahmad )

2.4.9 Bersatu
          Para Mujahidin wajib bersatu, tidak berselisih, dan tidak erpecah-belah. Allah berfirman :
          “Dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu.” ( Al-Anfal : 46 )

          “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai.” ( Al-Imran : 103 )
          “Hai orang-orang yang beriman, taatilah allah dan Rasul-Nya, dan ulil-amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah ( Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” ( An-Nisa : 59)

2.4.10 Bersabar
          Wajib bersabar dalam menghadapi semua masalah, apalagi dalam memerangi atau menghadapi musuh-musuh allah dan Rasul-Nya. Sabar itu ada tiga macam : sabar dalam ketaatan kepada Allah, sabar terhadap larangan-larangan Allah, dan sabar terhadap ketentuan allah yang menyakitkan ( musibah ). Allah berfirman :
          “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga ( di perbatasan negerimu ) dan bertaqwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.” ( Al-Imran : 200 )
          “Bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” ( Al-Anfal : 46 )
          Sabda Rasulullah,

          “Dan ketahuilah, bahwa datangnya pertlongan itu dengan adanya kesabaran, keluuasan dengan adanya kesempitan, serta kemudahan dengan adanya kesulitan terlebih dahulu.” ( H.R. ahmad )
          Firman Allah SWT :
          “Dan berapa banyaknya Nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikutnya yang bertaqwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah ( kepada musuh ). Allah menyukai orang-orang yang sabar. Tidak ada do’a mereka selain ucapan, ‘Ya Rabb kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami, dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.’ Karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akhirat. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan.” ( Al-Imran : 146-148 )

2.4.11 Ikhlas karena Allah
          Seseorang tidak bisa dikatakan mujahid di jalan Allah tanpa adanya keikhlasan. Allah berfirman :
          “Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya’ kepada manusia.” ( Al-Anfal :47 )
          “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhoan ) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. “ ( Al-Ankabut : 69 )
Rasulullah saw pernah didatangi oleh seseorang yang kemudian berkata,” Ya Rasulullah, ada seorang laki-laki yang berperang karena ghanimah, ada juga yang berperang karena untuk mencari nama, dan ada juga yang berperang karena kedudukan. Lalu manakah di antara mereka yang dikatakan fisabilillah? “ Rasul menjawab :

“Siapa yang berperang demi meninggikan Kalimatullah, dialah yang termasuk fisabilillah.” ( H.R. Bukhari )
          Rasulullah sawtelah menyatakan tentang tiga macam orang yang pertama kali akan disiksa pada hari kiamat kelak, dan beliau menyebutkan salah satunya, yaitu orang yang berperang demi mencari nama dan popularitas.

2.4.12 Mencintai Apa yang dari Allah
          Yang memungkinkan dan menentukan datangnya kemenangan adalah kecintaan yang besar terhadap karunia Allah, keinginan untuk meraih keberuntungan di dunia dan akhirat. Allah SWT telah menurunkan pertolongan terhadap Nabi-Nya dan para sahabatnya juga orang-orang yang setelah mereka. Sebagai bukti kecintaan mereka terhadap apa yang datangnya dari sisi Allah SWT :
Sikap Umair Ibnul-Humam dalam Perang Badar ketika Rasulullah saw bersabda, “Bangkitkan semangat kalian demi surga yang seluas langit dan bumi”. Umair bertanya,” Ya Rasulullah, surge yang seluas langit dan bumi’?”Ya, “jawab Rasul.”Wah, wah,” ujar Umair ( keheranan ). Melihat keheranan Umair ini Rasulullah saw bertanya kepadanya : “Apa yang membuatmu heran sehingga berkata ‘wah, wah’ ya Umair?” Umair menjawab, “ tidak apa-apa Rasulullah.  Demi Allah aku berharap agar aku dapat tinggal di dalamnya.” “Kamu akan tinggal di dalamnya,” Kata Rasulullah. Kemudian Umair mengeluarkan korma dari kantung perbekalannya dan memakannya, kemudian ia berujar, “Seandainya aku hidup dan masih dapat menikmati kurma ini, hidup ini akan berlangsung lebih lama lagi.” Lalu ia lemparkan kurma yang mmasih tersisa dalam kantung perbekalannya dan beperang, sampai terbunuh.”
Sikap Anas bin Nadlr dalam Perang Uhud. Ia tidak ikut dalam Perang Badar, dan menyesal atas ketidakikutsertaan itu. Ia berkata,” dalam peperangan pertama yang diikuti Rasulullah saw, aku tidak ikut. Kalau setelah itu, Allah memperlihatkan kepadaku suatu peperangan bersama Rasulullah saw, tentu Allah melihat apa yang akan aku lakukan.”

Pada Perang Uhud Anas berperang bersama Rasulullah. Ketika dating Sa’ad bin Mu’adz menanyakan keadaannya, lalu Anas bin nadlr menjawab,” aku mengajar bau surge, yang aku dapati dekat bukit Uhud.” Kemudian ia berperang melawan orang-orang musyrik sampai gugur. Pada sekujur tubuhnya terdapat bekas-bekas tusukan pedang dan panah lebih dari delapan puluh lubang. Sehingga, saudara kandungnya, Rubayyi’ binti Nadlr tidak mengenal jasadnya lagi, kecuali dari jari-jarinya. Dan turunlah ayat yang berbunyi :
“Di antara orang-orang mu’min itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan diantara mereka ada (pula ) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak merubah ( janjinya ).” ( Al-Ahzab “ 23 )
Ummat Islam menyaksikan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Anas bin Nadlr dan para sahabat lainnya.
Begiru juga seorang muslim dan mujahidin, bila ia cinta terhadap apa yang datang dari sisi Allah, sesungguhnya ia telah mendapat keuntungan yang besar.

2.4.13 Serahkan Pimpinan kepada Ahlul-Iman
          Di antara faktor pendukung kemenangan adalah menyerahkan kepemimpinan perang kepada orang yang memiliki keimanan yang sempurna, amal shalih dan keberanian. Kalau tidak salah, serahkan kepada yang menekati kriteria di atas. Allah berfirman :
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu.” ( Al-Hujurat : 13 )
Allah mencintai orang-orang yang bertaqwa, dan Allah menjanjikan pertolongan dan kemenangan kepada mereka. Allah SWT berfirman :
          “(Bukan demikian ), sebenarnya siapa yang menepati janji ( yang dibuat ) Nya dan bertawa, maka sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaqa.” ( Al- Imran :76 )





2.4.14 Miliki Pendukung Keselamatan
          Sesungguhnya, ada sesuatu yang dapat menjaga keselamatan seorang hamba dari berbagai bencana. Di samping itu, juga merupakan obat yang paling ampuh dan penagkal dari segala macam kehancuran atau peperangan dan malapetaka. Sesuatu yang dapat dijadikan sebagai pendukung keselamatan tersebut adalah :
Bertaubat dan beristighfar dari segala maksiat dan dosa-dosa baik kecil maupun besar. Perlu diingat, bahwa taubat tidak diterima kecuali setelah dipenuhinya beberapa syarat berikut :
Meninggalkan semua dosa dan maksiat.
Niat untuk tidak kembali melakukannya.
Menyesali segala perbuatan dosa yang telah diperbuat.
Jika maksiat itu menyangkut sesame manusia, maka ada syarat keempat, yaitu meminta keikhlasan dari orang yang bersangkutan. Taubat tidak akan diterima lagi setelah terbitnya matahari dari sebelah barat. Tidak diragukan lagi, bahwa taubat adalah perantara terbesar bagi datangnya pertolongan.
“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” ( Ar-Rad : 11 )
“Dan Allah sekali-kali tidak akan mengadzab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengadzab mereka, sedang mereka meminta ampun.” ( Al-Anfal : 33)
Bertaqwa kepada Allah, yaitu seorang hamba melindungi dirinya dari hal-hal yang dia takuti, yang datang dari Allah berupa kemurkaan dan adzab-Nya, yaitu dengan mengerjakan perintah-perintah Nya karena mengharap pahala dari-Nya, serta meninggalkan segala bentuk maksiat karena takut akan siksa-Nya.
Melaksanakan semua kewajiban yang diikuti pula dengan amalan-amalan sunnah. Kecintaan Allah terhadap seorang hamba hanya dapat diperoleh dengan cara demikian.
Amar ma’aruf nahi mungkar. Nabi saw bersabda :
“Demi Allah yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya, lakukanlah amar ma’ruf nahi mungkar atau Allah akan menurunkan siksa-Nya kepadamu sekalian, ( yang bila hal itu datang) maka Dia tidak akan menerima do’a kalian lagi.” ( H.R. Tirmidzi )
Allah SWT berfirman :
“Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zhalim siksaan yang keras disebabkan mereka selalu berbuat fasik.” ( Al-A’raf : 165 )
Mengikuti jejak Nabi saw dalam segala hal, baik aqidah, perkataan maupun perbuatan.
Mendekatkan diri dan berdo’a kepada Allah SWT.

CATATAN KAKI :
Haqiqatul-Intishar, Dr Nashir bin Sulaiman Al-‘Umar, halaman 13-28.
Lihat : Al-Hikmah fid-Da’wah ilallah, Sa’id bin Ali bin Wahf Al-Qahthani, MA. Halaman 573-587.
Lihat: Al-Hikmah fid- Da’wah ilallah, halaman 588-600.
Buku "14 Sebab Datangnya Pertolongan Allah", Abu Fahmi dan Ibnu Marjan, telah diterbitkan Wala' Press – Bekasi, thn 1988.


[Baca...]