Tafsir Tematik QS An Nisa’ : 77
(Bag. Ke-3) Habis

Pesan Kami Untuk Keluarga Muslim:
Berdasarkan QS At Tahrim: 6, Allah mengingatkan sekaligus memerintahkan, agar kita semua dapat menyelamatkan keluarga kita dari “Api Neraka”. Dan hal itu tidaklah mungkin bisa dicapai kecuali dengan “Tarbiyah” (Pendidikan) Islam yang Shahih.
Ayat ini secara tegas menunjukkan bahwa “Pendidikan” itu dimulai dari keluarga, dan di pundak ayah-bunda pendidikan anak itu dipikulkan. Tugas kita sebagai orangtua adalah mengarahkankan (taujih) perkembangan mereka dalam rangka menjaga dari Murka Allah dan adzab-Nya yang pedih, dan dalam rangka mewujudkan “kemanusian” mereka dan kemaslahatan masyarakat mereka.

Sejarah mencatat, bahwa beban orangtrua dalam pendidikan anak itu sempat diringankan oleh peran dan fungsi Masjid, dan ini sangat membantu keluarga dalam melakukan amal-amal tarbiyah, kemudian kini peran pendidikan beralih kepada “Madrasah & Ma`had” (Sekolah-sekolah dan Pesantren).

NAMUN ternyata tidak semua lembaga pendidikan (sekolah dll) itu selalu membantu dan meringankan beban pendidikan dari keluarga. Justru bisa jadi beban pendidikan keluarga akan menjadi semakin  berat dan penuh problem manakala di lembaga-lembaga pendidikan tersebut terdapat berbagai penyimpangan dari pengajaran Islam dan dari tujuan pendidikan Islam.

Sangatlah Tidak Memadahi jika Kita hanya puas dapat memasukkan sekolah anak-anak kita pada lembaga-lembaga pendidikan Islam yang mengajarkan aqidah Islam yang lurus, Ibadah yang benar, dan menanamkan Tsaqafah Islami, yang selalu memperbaiki ilmu dan amal anak-anak, meluruskan kesalahan mereka dan melatih serta membiasakan hidup di atas jalan Islam yang benar – selama 6 tahun di SDIT Imam Bukhari dan atau di SD Islam sejenisnya – kemudian Bapak & Ibu SECARA SADAR memilihkan sekolah lanjutan untuk anak-anak di sekolah lanjutan yang tidak lagi melakukan fungsi “Ishlah” (perbaikan pribadi), “Tashihul Khatha’ (meluruskan kesalahan anak: ilmu dan amal), dan “Ta`wiid” (Melatih serta membiasakan) hidup anak berjalan di atas jalan Islam yang shahih.

Ditambah lagi dengan buruknya lingkungan pergaulan sekolah (baik antar guru, ataupun antar murid dan guru, dan antara sesama murid). Maka sungguh ini sangat disayangkan, karena ini merupakan sebuah pilihan “Gambling” sangat beresiko tinggi, baik bagi perkembangan anak itu sendiri maupun bagi masa depan orang tua.

Ingat, bahwa usia anak-anak SMP adalah usia awal memasuki “Murahaqoh”, pubertas awal, masa yang paling labil dan paling bahaya bagi sebuah kehidupan, disana “Tidak ada jaminnan” bagi anak yang telah 6 tahun di tempa di SDIT sekalipun, belum tentu dapat bertahan melawan derasnya arus pergaulan bebas dan invasi pemikiran dan pemahaman-juga terhadap lingkungan yang merusak dan menyimpang. Ini artinya salah memilih sekolah bagi anak usia SMP ini bisa jadi berbuah “malapetaka” buat anak dan orangtua.  Bisa jadi kebiasaan baik yang tertanam 6 tahun, tiba-tiba begitu cepat berubah ke arah tidak baik, hanya dalam satu semester atau dua semester …. Takutlah kita kepada Allah Ta`ala. 

Mari kita simak nasihat dari mahaguru kaum muslimin, Ibnul Qayyim al Jauziyah rahimahullah :
“Barang siapa (dari Orangtua) yang meremehkan pengajaran anak-nya pada hal-hal yang memberinya manfaat dan membiarkan begitu saja (sehingga tanpa mengenal Islam sebagai jalan hidup), maka sungguh ia telah melakukan suatu kesalahan besar –bahkan puncak dari kesalahan - . Ketahuilah, bahwa sebagian besar lahirnya anak-anak dengan prilaku buruk (fasad) adalah bersumber dari orangtua (Bapak-Bapak) dan karena sikap meremehkan tadi, dan membiarkan mereka tidak mendapatkan pengajaran agama (kewajiban dan sunnah-sunnahnya), maka hilanglah usia dini (usia emas) mereka, sehingga mereka tidak dapat memberi manfaat untuk diri mereka sendiri, dan tidak pula memberi manfaat bagi orangrtua mereka di masa dewasanya. Mungkin saja dengan sikap orangtua yang acuh terhadap pendidikan agama ini, akan melahirkan anak-anak cerdas, namun menjadi penentang Islam, menjalani hidup tanpa arah yang jelas, mereka “yatiihuun” (berjalan tanpa arah yang jelas, sehingga tersesat jalan).
Bahkan ada sebagian anak yang durhaka ketika dewasanya menyalahkan orangtuanya, sambil berkata dengan keras:

“Wahai Ayahku, engkau telah mendurhakaiku ketika kecil-ku, maka kini akupun mendurhakaimu saat aku dewasa, dan engkau campakkan aku ketika kecil-ku, sehingga kini aku mencapakkanmu pada masa tuamu”.
(Manhaj at Tarbiyah an nabawiyah Lith Thifli, Cet. Ke-3, Maktabah al Mannar-Kuwait, hal. 27, Syaikh Dr. Muhammad Nur Suwaid).

Wassalam, Jatinangor 25 September 2007. Updated, 21 Januari 2016
Al Faqir ilallah, Abu Fahmi Ahmad.
------------


0 komentar:

Mari berdiskusi...

--------------------------------------------------------------------

Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...

--------------------------------------------------------------------