Yang Mati Hari Jum'at
Selamat dari Siksa
Kubur?
(Soal-Jawab: Majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun XV)
Pertanyaan:
Dalam Rubrik Tazkiyatun Nufus edisi
Shafar 1433 H pada halaman 60 disebutkan bahwa diantara orang-orang yang
terpelihara dari ujian dan siksa kubur (yang ke tiga) adalah seorang Muslim
yang meninggal pada hari jumat. Pertanyaannya adalah apakah hadits ini berlaku
secara mutlak?
Keterangan ini berlawanan dengan
keterangan sebelumnya yang mengatakan bahwa diantara sebab siksa kubur adalah
ahli riba. Bagaimana kalau yang mati pada hari jumat itu ahli riba atau pezina?
Mohon dijelaskan supaya lebih jelas dan gamblang. Terima kasih.
Abu Syifa Sahiri Brebes.
Jawaban:
Hadits yang dimaksudkan oleh penanya
adalah sabda Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam:
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَمُوْتُ يَوْمَ الْجُمْعَةِ،
أَوْ لَيْلَةَ الْجُمْعَةِ إِلاَّ وَقَاهُ اللهُ فِتْنَةَ الْقَبْرِ
Setiap Muslim yang meninggal pada
hari Jum’at akan dijaga oleh Allâh dari fitnah kubur.
(HR. Ahmad dan Tirmidzi;
Dinyatakan kuat oleh syaikh
al-Albâni dalam Ahkâmul Janâiz, hlm. 35)
Hadits tersebut menunjukkan
keutamaan orang yang meninggal pada malam atau siang hari Jum’at dan termasuk
salah satu tanda khusnul khatimah, sebagaimana dijelaskan dalam kitab Ahkâmul
Janâiz, hlm. 49.
Al-Mubarakfûri dalam Tuhfatul
Ahwâdzi Syarh Jâmi Tirmidzi, ketika menjelaskan hadits ini membawakan perkataan
al-Hakim at-Tirmidzi, “Jika Allâh Ta'âla mewafatkan seseorang dan hari wafatnya
itu bertepatan dengan hari Jum’at, maka itu merupakan tanda kebahagiaannya dan
tanda tempat kembalinya yang bagus. Karena tidaklah dicabut nyawa seseorang
pada hari Jum’at kecuali orang yang telah ditulis kebahagiaannya disisi-Nya.
Oleh karena itu Allâh menjaganya dari fitnah kubur.[1]
Lalu bagaimana kalau yang meninggal
pada hari itu adalah pelaku maksiat bahkan pelaku dosa besar misalnya? Menurut
aqidah ahlussunnah jika seorang Muslim meninggal dunia sedangkan ia dalam
berada dalam kemaksiatan, misalnya melakukan dosa-dosa besar, seperti zina,
menuduh wanita Muslimah berzina, atau mencuri maka urusan mereka dibawah
kehendak Allâh Ta'âla. Jika Allâh Ta'âla berkehendak maka Dia akan mengampuni
dosa hamba tersebut dan jika tidak, maka Dia akan menyiksanya terlebih dahulu,
lalu si hamba tadi akan dimasukan ke dalam surga, sebagaimana firman Allâh
Ta'âla yang artinya: "Sesungguhnya Allâh tidak akan mengampuni dosa syirik
dan Allâh mengampuni dosa yang selain dosa syirik itu, bagi siapa yang
dikehendaki-Nya."(QS. An-Nisâ/4:48) Dan banyak sekali hadits yang shahîh
dan mutawatir yang menjelaskan tentang dikeluarkannya kaum Muslimin pelaku
kemasiatan dari neraka. (Lihat Fatâwâ Lajnah Dâimah, 1/728)
Maka demikian pula halnya siksa
kubur bagi pelaku dosa besar. Jika Allâh Ta'âla menghendaki, maka Allâh Ta'âla
akan menyiksanya dan jika Allâh Ta'âla menghendaki untuk mengampuninya, maka
Dia mengampuninya. Dan hanya Allâh Ta'âla yang berhak memberikan siksa dan
meringankan beban siksa seseorang dalam kubur atau bahkan meniadakan siksa
kubur sama sekali terhadap hamba-hamba-Nya yang dikehendaki.
Wallâhu A’lam.
|
Tuhfatul Ahwâdzi Syarh Jâmi
Tirmidzi, 4/136, cet Dar Fikr
|
0 komentar:
Mari berdiskusi...
--------------------------------------------------------------------
Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...
--------------------------------------------------------------------