Zaidiyah dan Al Hautsi Serta Cikal Bakal Pemberontakan di Yaman

Selasa, 14 April 2015 - 05:58 WIB
Para keturunan Badruddin inilah yang sekarang menjadi para pemimpin kelompok Al Hautsi (Al Houthi) dalam melawan pemerintah Yaman dan koalisi pimpinan Saudi
Oleh: Dr Adil Bana’imah

HARI ini, sudah masuk dua pekan operasi  militer bertajuk “Aashifatul Hazm(Badai Penghancur) yang dipimpinan Arab Saudi menyerang pemberontak Syiah Hautsi (Syiah al-Houthi atau Hautsiyyun) sejak dimulainya operasi ini hari Kamis (26/03/2015) oleh Dewan Kerja Sama Negara-Negara Arab Teluk (GCC).
Hanya saja, hingga saat ini masih banyak terjadi kerancuan dalam masyarakat dalam permasalahan terkait pemberontak Al Hautsi (Syiah al-Houthi). Siapakah mereka? Apakah mereka termasuk kelompok Zaidiyah? atau Syiah? Maka saya sampaikan tulisan ringkas ini, semoga bisa memberikan pencerahan tentang hakikat mereka.
Sebagaimana diketahui bahwasanya dahulu Zaidiyah merupakan mazhab mayoritas sebelum revolusi  rakyat Yaman menetapkan untuk menghidupkan kembali ijtihad Imam As-Syaukani yang lebih dekat kepada mazhab Ahlus Sunnah, dan sebelum persatuan Yaman berkontribusi dalam penyebaran Mazhab Syafi’i.
Mazhab Zaidiyah dinisbatkan kepada seseorang dari yang bernama Zaid bin Ali Zainal Abidin bin Al Husain bin Ali rahimahumullah. Zaid ini membelot dari rezim Hisyam bin Abdul Malik penguasa Dinasti Umayyah dengan bujukan dari penduduk Kufah (syiah). Ketika mereka mengetahui bahwasanya Zaid tidak mengkafirkan Abu Bakar dan Umar, serta tidak menghina para sahabat, mereka menghinanya dan menolaknya, kemudian Zaid tewas dalam salah satu pertempuran melawan pasukan Hisyam.
Di dalam kitabnya -Siyar A’laminnubala- Imam Adz Dzahabi meriwayatkan bahwasanya suatu hari Zaid didatangi oleh sekelompok orang dari Kufah, sepulangnya ia dari bertemu dengan penguasa Iraq, Yusuf bin Umar, yang merupakan orangnya Hisyam. Lalu mereka -orang-orang Kufah- berkata: “Wahai Zaid, kembalilah maka kami pasti membaiatmu, Yusuf bukanlah siapa-siapa”. Ia pun menuruti perkataan mereka, dan bersiap perang (melawan Yusuf).
Diriwayatkan pula dari Isa bin Yunus, beliau berkata: sekelompok Syiah Rafidhah mendatangi Zaid kemudian berkata, “Berlepas dirilah engkau dari Abu Bakar dan Umar agar kami menolongmu”. Maka Zaid menjawab, “Tidak akan, bahkan aku berwala’ kepada mereka”. Kemudian kaum Rafidhah tersebut berkata, “Kalau begitu kami menolakmu (رفض)”. Sejak saat itulah mereka disebut Rafidhah. Adapun Zaidiyah mengikuti perkataannya dan berperang bersamanya.
Sekte Zaidiyah ini telah lama mengakar di Yaman semenjak Yahya Hamiduddin sukses memisahkan Yaman dari kekuasaan Turki, dan mendirikan negara Zaidiyah hingga tahun 1962 di saat meletusnya revolusi Yaman, dan di saat itu pula berakhir kekuasaan Zaidiyah di Yaman, walaupun hingga saat ini eksistensi mereka tetap kuat.
Mayoritas Zaidiyah mengakui keabsahan Khilafah Abu Bakar dan Umar serta tidak melaknat mereka, bahkan mereka ber-taraddhi (mendoakan keridhaan Allah) bagi mereka dan mengakui keabsahan Khilafah Utsman terlepas dari beberapa hal yang mereka anggap kesalahan yang melekat dalam diri Utsman.
Secara garis besar Zaidiyah memiliki kesamaan dengan Ahlus Sunnah dalam masalah ibadah dan kewajiban-kewajiban, kecuali beberapa hal kecil dalam masalah furu’.
Mereka tidak meyakini adanya Imam Mahdi yang ditunggu kedatangannya, dan mereka juga tidak meyakini bahwasanya para imam terbebas dari dosa sebagaimana yang diyakini Syiah. Di kalangan Zaidiyah sendiri mucul banyak ulama besar yang kemudian mereka menjadi bagian Ahlus Sunnah seperti: Ibnul Wazir, As Syaukani, dan As Shan’ani.
Tidak ada satupun dari kelompok Zaidiyah ini yang menyimpang kecuali 3 kelompok, dan mereka saat ini hampir hilang eksistensinya; Al Jarudiyyah, As Solihiyyah, dan Al Batriyyah. Ketiga kelompok ini dalam akidahnya lebih condong kepada sekte Syiah 12 Imam (Itsna ‘Asyariyyah), khususnya Al Jarudiyyah yang kelompok ini dinisbatkan kepada Abu Aljarud Al Hamadzani, yang disebutkan tentang dirinya bahwa dia mati karena minum khamr (minuman keras).
Nah, dari Jarudiyah inilah muncul Al Hautsi (atau juga Syiah Al Houthi) yang saat ini melakukan pemberontakan di Yaman. Kemudian mereka menambah-nambahi dalam agama secara berlebihan (ghuluw) dan bidah, sehingga tak ada sedikitpun hubungan antara Al Hautsi dengan Zaidiyah. Oleh karena itu adalah suatu kesalahan apabila memikulkan tanggungjawab kepada madzhab Zaidiyah dan menuduh mereka dalang pemikiran dibalik aksi para Al Hautsi (Al Houthi).
Al Hautsi (Al Houthi) yang ada di zaman sekarang dinisbatkan kepada seseorang yang bernama Badruddin Al Hautsi yang sudah wafat sejak 4 tahun yang lalu  dan pada awalnya dia memunculkan pemikiran-pemikiran Al Jarudiyah yang sesat dan menggabungkan pemikiran-pemikiran tersebut dengan beberapa pemikiran Syiah Imamiyah. Karena hal tersebut terjadilah perselisihan antara Badruddin dengan para ulama Zaidiyah yang menyebabkan dia melarikan diri ke Iran dan hidup di sana beberapa lama, sambil menimba ilmu-ilmu sesat dari Syiah Imamiyah, kemudian dia kembali ke Yaman pada tahun 2002 untuk menyebarkan pemikiran yang ia dapat dari Iran, antara lain; bahwa para sahabat terlaknat dan mereka telah kafir, wajibnya menerapkan khumus (pungutan 1/5 harta untuk ahlul bait/imam), dan hal-hal lainnya yang sesuai dengan ajaran Syiah Imamiyah. Mereka juga mengirim para pemuda Sha’adah (basis mereka) untuk belajar di Kota Qom dan Najaf. [Baca: Siapa Pemberontak Syiah Hautsi Yang Diperangi Koalisi Negara Arab? [1]]
Para keturunan Badruddin inilah yang sekarang menjadi para pemimpin kelompok Al Hautsi (Al Houthi) dalam melawan pemerintah Yaman dan koalisi pimpinan Saudi. Badruddin Al Hautsi adalah penyeru paham Syiah, dan anaknya yang bernama Husain merupakan pendiri sesungguhnya Harakah Syabab Mu’min (cikal bakal dari tanzim angkatan bersenjata Al-Hautsi yang lebih dikenal saat ini sebagai Harakah Ansarullah) dan anaknya yang kedua yang bernama Abdul Malik inilah yang merupakan pemimpin pasukan mereka dalam perang yang terjadi saat ini yang banyak disiarkan di berbagai media massa. Husain telah terbunuh 10 tahun lalu oleh pasukan Yaman, sedangkan sang ayah telah mati 4 tahun yang lalu, dan tersisa hingga saat ini sang anak – Abdul Malik- yang terus menerus menyebarkan kerusakan di muka bumi.*
Penulis adalah dosen Universitas Ummul Qura, Makkah, tulisan ini awalnya dimuat  di situs banaemah.com dan dimuat ulang oleh  Manhajuna.com
Rep: Admin Hidcom
Editor: Cholis Akbar

Syia


0 komentar:

Mari berdiskusi...

--------------------------------------------------------------------

Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...

--------------------------------------------------------------------