PENDIDIKAN KARAKTER
23 January 2013 02:38 Wednesday, 23
January 2013
Oleh: Dr Hamid Fahmy Zarkasyi
Ketika anak-anak sekolah hobi tawuran hingga baku bunuh; di
saat anak-anak remaja kecanduan narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba);
manakala kasus perkosaan biasa menimpa remaja wanita bahkan anak-anak dibawah
umur, orang lalu bertanya salah siapa?
Jika orang mencari kesalahan tuduhan pertama tentu mengarah
pada pendidikan sekolah. Tapi pihak sekolah pasti akan mengkritik pendidikan
orang tua. Orang tua pun merasa tidak berdaya melawan pengaruh kehidupan
masyarakat yang rusak. Seperti sebuah lingkaran, orang tidak segera menemukan
sebab awalnya.
Kini solusi yang ditawarkan adalah
pendidikan karakter (character education) yang dibebankan ke pundak sekolah.
Di Amerika pendidikan ini sebenarnya bukan hal baru. Sebelum terjadi hura hara
kekerasan di sekolah-sekolah Amerika, Horce Mann, tokoh pendidikan Amerika,
sudah mendukung dan mengarahkan adanya program pendidikan karakter di sekolah.
Tapi ia bersama tokoh pendidikan abad 20 ragu pendidikan karakter ini akan
mengarah pendidikan moral. Sebab moral biasanya dikaitkan dengan keluarga dan
gereja.
Meski dikhawatirkan menjadi
pendidikan moral atau agama, tapi pada tahun 1980 dan 1990an pendidikan
karakter di Amerika memperoleh perhatian kembali. Menurut Vessels, G. G
ini untuk pencegahan dekadensi moral (Character and community
development: A school lanning and teacher training handbook, 1998,
hal.5). Tapi menurut Beach, W dan Lickona, T., ini bukan hanya mencegah tapi
sudah harus memperbaiki moral yang sudah merosot. (Lihat Beach, W. Ethical
education in American public schools. Lickona, T. (1991). Educating for
character: How our schools can teach respect and responsibility).
Tapi karena inisiatif solusi ini
tidak datang dari pendidik, penekanannya hanya pada perilaku standar dan
kebiasaan yang positif. Perhatian kembali ini didukung oleh para politisi dan
pemimpin Negara. Clinton, misalnya mengadakan lima konferensi tentang
pendidikan karakter. Dilanjutkan oleh George W Bush yang menjadikan pendidikan
karakter sebagai fokus utama dalam agenda reformasi pendidikan.
Tapi apa itu pendidikan karakter
itu? Lockwood, A. T mengartikan pendidikan karakter sebagai program sekolah,
untuk membentuk anak-anak muda secara sistematis dengan nilai-nilai yang
diyakini dapat mengubah perilaku mereka. (Lockwood, A. T. Character
education: Controversy and consensus 1997, hal. 5-6). Namun secara
luas diartikan pula sebagai penanaman sifat sopan, sehat, kritis, dan sikap-sikap
sosial seperti kewarganegaraan yang dapat diterima masyarakat.
Kekhawatiran Horace Mann terbukti.
Pendidikan karakter dianggap sama dengan pendidikan moral atau sekurangnya
mirip. Maka para penganut Protestan di Amerika segera mencium bau pendidikan moral
dalam pendidikan karakter ini. Mereka pun protes. Ini mereka anggap sebagai
penjelmaan dari program pendidikan agama dan nilai yang dianggap telah gagal di
masa lalu.
Untuk itu arti pendidikan moral
mulai dikaburkan dari nilai-nilai agama dan diartikan sebagai upaya sadar untuk
membantu orang lain mencari pengetahuan, skill, tingkah laku, dan nilai untuk
kepentingan pribadi dan sosial (Kirschenbaum, 100 ways to enhance
values and morality in school and youth settings).
Tapi istilah dan konsep pendidikan karakter pun bukan tanpa
masalah. Apa yang disebut baik dan perilaku baik itu di Barat relatif. Nilai
baik buruk berubah seiring dengan perubahan kehidupan. Akhirnya pendidikan
bukan untuk menanamkan nilai, tapi menggali nilai-nilai yang sesuai dengan
nilai mereka yang boleh jadi bersifat lokal. Di Amerika karakter yang
ditanamkan di sekolah sesuai dengan latar belakang dan perkembangan sosial dan
ekonomi mereka sendiri.
Di Amerika isu sentralnya adalah nilai-nilai feminisme,
liberalisme, pluralisme, demokrasi, humanisme dan sebagainya. Maka arah
pendidikan karakter di sana adalah untuk mencetak sumber daya manusia yang pro
gender, liberal, pluralis, demokratis, humanis agar sejalan dengan tuntutan
sosial, ekonomi, dan politik di Amerika. Tapi herannya mengapa di Indonesia
yang problemnya berbeda mesti harus menanamkan nilai-nilai dari negara asing?
Berhasilkah pendidikan karakter ini
menyelesaikan masalah bangsa Amerika? Ternyata tidak. Pada tahun 2007
Kementerian Pendidikan Amerika Serikat melaporkan bahwa mayoritas pendidikan
karakter telah gagal meningkatkan efektifitasnya. Bulan oktober 2010
sebuah penelitian menemukan bahwa program pendidikan karakter di
sekolah-sekolah tidak dapat memperbaiki perilaku pelajar atau meningkatkan
prestasi akademik.
Ternyata dibalik itu terdapat
beberapa masalah. Pertama tidak ada kesepakatan dari konseptor dan
programmer pendidikan karakter tentang nilai-nilai karakter apa yang bisa
diterima bersama. Karakter kejujuran, kebaikan, kedermawanan, keberanian,
kebebasan, keadilan, persamaan, sikap hormat dan sebagainya secara istilah bisa
diterima bersama. Namun, ketika dijabarkan secara detail akan berbeda-berbeda
dari satu bangsa dengan bangsa lain.
Masalah kedua, ketika harus
menentukan tujuan pendidikan karakter terjadi konflik kepentingan antara
kepentingan agama dan kepentingan ideologi. Ketiga, konsep karakter
masih ambigu karena - merujuk pada wacana para psikolog - masih merupakan
campuran antara kepribadian (personality) dan perilaku (behaviour).
Persoalan keempat dan
terakhir arti karakter dalam perspektif Islam hanyalah bagian kecil dari akhlaq.
Pendidikan karakter hanya menggarami lautan makna pendidikan akhlaq.
Sebab akhlaq berkaitan dengan iman, ilmu dan amal.
Semua perilaku dalam Islam harus
berdasarkan standar syariah dan setiap syariah berdimensi maslahat. Maslahat
dalam syariah pasti sesuai dengan fitrah manusia untuk beragama (hifz
al-din), berkepribadian atau berjiwa (hifz al-nafs), berfikir (hifz
al-‘aql), berkeluarga (hifz al-nasl) dan berharta (hifz al-mal).
Jadi untuk menyelesaikan persoalan bangsa secara komprehensif tidak ada jalan
lain kecuali kita letakkan agama untuk menjaga kemaslahatan manusia dan
kita sujudkan maslahat manusia untuk Tuhannya. Wallahu a’lam.*
0 komentar:
Mari berdiskusi...
--------------------------------------------------------------------
Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...
--------------------------------------------------------------------