PETAKA UMMAT KARENA BERTAHKIM KEPADA AKAL
(MENUHANKAN AKAL MENGESAMPINGKAN AL QUR`AN DAN AS
SUNNAH), Bagian ke-2, (penerj: Abu Fahmi Ahmad)
Kemudian
muncul pula firqoh-firqoh lainya dalam rangka membantah firqoh-firqoh
sebelumnya yang menyimpang dari jalan yang lurus. Akan tetapi mereka sendiri
jatuh kedalam kekeliruan yang besar dalam bentuk lain. Dan perkara-perkara
besar yang diakibatkannya adalah sebagai hasil dari penggunaan manhaj
pengagungan akal dalam menyampaikan bantahan didalam perdebatan, serrta
menapikan sandaran manhaj yang lurus dan asya’iroh adala fikroh pertama yang
mewakili firqoh-firqoh itu.
Seandainya
mereka menjadikan kitab dan Sunnah sebagai pegangan teguh sepenuhnya dan
menjadikan keduanya sebagai sandaran satu-satunya dalam mnerima ilmu,serta
berpaling dari apa-apa yang menyalahi keduanya, mngikutu manhaj ummat terdahulu
(Salafussholeh) dalam memahami hukum-hukum agama baik yang ushul maupun yang
furu’, tentu semua kekeliruan dan penyimpangan tersebut tidak akan terjadi,
tapi justru yang terjadi pada mereka adalah natijah yang pasti dalam bertahkim
kepada akal dalam hal-hal yang menyangkut persoalan yang beradda diluar akal
mereka.
إن الله جعل للعقول في إدراكها حدّا تنتهي إليه لا
تتعداه، ولم يجعل لها سبيلا إلى الإدراك في كل مطلوب
Imam
Syatibi berkata, “Sesungguhnya Alloh
menjadikan batasan untuk akal manusia dalam jangkauannya dan tidak bisa
melampaui batas tersebut da Ia (Alloh) tidak menjadikan baginya suatu jalan
untuk mengetahui setiap yang dituntut.” (Al I’tishom, II : 318)
Oleh karena itu,
natijah yang ditetapkan oleh akal, juga bagi setiap yang mendahulukan akalnya
atau akal orang lain dari syari’at Alloh, adalah kebingungan, kerancuan dan
keraguan ….Na’udzubillahi min Dzalik.
Berdasarkan
pengamatan terhadap kitab-kitab yang ditulis oleh firqoh-firqoh,
golongan-golongan dan aliran yang menyimpang, tanpa terkecuali termasuk kitab Maqoolaat Islamiyyin oleh Abul Hasan Al
Asy’ari, adalah berisi penuh dengan hasil pemikiran (natijah) seperti yang
tersebut dalam uraian terdahulu, sehingga banyaknya ikhtilaf yang terjadi
diantara firqoh-firqoh tersebut dalam hal aqidah membuat seseorang trauma
(membicarakannya).
Sebagaimana
ulama ilmu kalam pada akhir hayatnya telah kembali merujuk (kepemahaman salaf
dalam memahami Dien) dan mereka bertaubat kepada Alloh, menyesali apa yang
telah mereka lakukan, dan berusaha menghapus (meralat) dan menghilangkan
pendapat-pendapat mereka yang telah tersebar luas. Mereka telah menyadari akan
kesalahan jalan yang ditempuhnya dan mengakui bahwa manhaj Al Qur’an dan sunnah
yang ditempuh oleh salafus sholeh adalah sebagai jalan yang paling utama
(benar). Diantara mereka yang insyaf dan taubat adalah, Al Juwaini, Al Ghozali,
Ar Rozi, dan As Syahrutsani.
Diantara mereka
yang mengumumkan kembalinya kesalaf madzhab salafus sholih dan memperkuatnya
dalam tulisan-tulisan terakhirnya, adalah Abul hasan Al Asy’ari yang telah
menulis kitab-kitab yang berjudul Al
Ibanah’an Ushulid Diyanah, Maqoolat Islamiyyin, dan Risalah ila Ahlits tsagri. Itu ditulisnya dalam rangka membela
mahdzab salaf yang menerangkan kekeliruan serta kerusakan faham lainya.
Yang perlu mendapat
perhatian adalah tentang adanya sinyalemen benturan antara akal dan naql serta
mendahulukan akal dari pada naql, yang dibangun diatas premisme yang mereka
namakan dengan “Qoonuun al Kulliy”. Ini merpukan masalah yang paling besar,
yang menyangkut manhajiyah yang dipegang kuat oleh para pejuang manhaj taufiqy yang berusaha keras
menggabungkan antara manhaj Islam yang murni dan bersih, yang datang dari Robb
semesta alam, dengan fisafat Yunani serta pendapat-pendapat shobiin yang
dibangun diatas paham keberhalaan (Watsaniyyah)
dan dongeng-dongeng.
Oleh karena itu,
akhirnya banyak orang yang terjerumus kedalam kebingungan dan kekacauan,. Sebab
natijah seperti itu tidak didukung oleh adanya manhaj mereka yang tetap (kuat),
sehingga setiap saat mengalami evolusi, suatu perkembangan pemikiran yang
mengejutkan, yang sempat membangkitkan kesadaran setiap Muhaqqiq (orang yang hendak meluruskan) dan para pembahas.
Manhaj Taufiqy
sebagai hasil penggabungan antara yang haq dan yang bathil, kelahirannya justru
menjadi penyebab pecahnya kalimat kaum muslimin dan menghancurkan kesatuan dan
persatuan Ahlis Sunnah wal Jama’ah. Juga sebagai penyebab kejahatan besar bagi
manhaj ini, yang bnyak menisbatkan tokoh-tokoh nya kepada As sunnah sehingga
mengacaukan ummat, melemahkan dan membuat kelas-kelas kepemimpinan serta
kotak-kotaknya loyalitas dalam barisan kaum muslimin (Lihat Thohiroh Al Irja’ fil Fikri Islamiy, hal
298-303, oleh DR. Safar Hawaly ; dan Al
Mu;tazilah wal Ushuluhumul khomsah, hal 50, oleh ‘Awwad bin Abdullah Al Mu’taq).
Manhaj Taufiqy ini
juga merupakan penyebab besasr dalam penyimpangan pengagumnya dari Aqidah Ahlis
Sunnah wal Jama’ah di dalam masalah-masalah penting yang menyangkut Aqidah dan
bab-bab yang bersangkutan dengannya.
(Thohiroh Al Irja’ fil Fikri Islamiy, Dr. Safar Hawaly, hal ; 305)
Diantara indikasi
terhadap hal itu adalah, bahwa Fakhrurrozi mengambil cara berpikir
‘mendahulukan akal dari naql yang dibangun di atas dakwaan untuk
menpertentangkan antara keduanya dari ‘ulama kalam yang mendahuluinya’ (Dar’u Ta’arudl’I Aql wan Naql, oleh Ibnu
Taimiyah, I : 5-6, dan lihat Mukaddimahnya, hal 14-15, oleh Rosyad Salim),
seperti Al Ghozali, Al Baqilany, Al Juwainy. Lalu ia menjadikannya sebagai
qonun (aturan yang mesti diakui) yang dinamakannya : Al Qoonunul Kulliy, yang dituangkan dalam banyaj tulisannya
(diantaranya ; Asasut Taqdiis fi Ilmi-kalam, Al Mutaqoddimin wal Mutaakhkhirin,
Nihayatul ‘Uquul, lihat mukoddimahnya Dar’u
Ta’arudl Al Aql wan Naql, Juz I :11)
Kemudian
datanglah generasi setelahnya yang menjadikan undang-undang itu sebagai
rujukan, sehingga menjadi pokok dari prinsip-prinsip madzhab Asy’ari dan yang
lainya.
0 komentar:
Mari berdiskusi...
--------------------------------------------------------------------
Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...
--------------------------------------------------------------------