SIFAT MUTTAQIN (01), Oleh Prof. Dr. Ahmad Farid
(Pent. Abu Fahmi Ahmad)
 
Setelah kami menyebutkan makna taqwa, kemuliaan kedudukannya dan jalan untuk mencapainya, kami rasa akan lebih bermanfaat bila mengetahui siapa-siapa saja yang menyandang derajat kemuliaan lagi tinggi ini, sehingga tidak mudah manusia mengaku bertakwa, padahal sesungguhnya dia sama sekali tidak menyandang predikat itu.

Ibnu Qayyim rahimahullah berkata:
“Pertama, kita mohon ampun kepada Allah, terhadap kekurangan kita dibandingkan dengan para pendahulu ummat ini yang mulia dan didekatkan kepada Allah. Kecintaan kepada mereka, mendorong kita untuk mengetahui kedudukan mereka, dan jiwa kita yang tertinggal jauh, berusaha mengejarnya, berusaha mengejarnya. Dengan mengenal keadaan mereka, manusia akan banyak memperoleh manfaat, diantaranya, orang yang merasa tertinggal akan selalu memperingatkan dan mengecam dirinya, tatkala hatinya luluh di hadapan Rabb-Nya, dia merasa hina, karena dia melihat mulianya kedudukan para pendahulu ummat ini, sementara dirinya merasa tertinggal. Barangkali, pada suatu saat nanti gairahnya akan bangkit untuk mengikuti jejak mereka, akan khusyu’ dalam berdo’a kepada Dzat yang ditangan-Nyalah segala kebaikan, agar Allah memasukkannya kedalam golongan mereka. Diantara manfaatnya yang lain, bahwa mengetahui kemuliaan pendahulu ummat ini, termasuk ilmu yang mulia, sebab tidak ada yang lebih mulia daripada ilmu tauhid. Dan ilmu ini, hanya sesuai bagi bagi orang-orang yang berjiwa mulia,dan tidak sesuai bagi orang-orang yang berjiwa rendah. Ketika jiwanya telah merasa sesuai dengan ilmu tauhid, rindu dan cinta kepadanya, berilah kabar gembira, bahwa itu kebaikan, dan dia telah layak menyandangnya.
Kemudian dia berkata kepada dirinya: “Wahai jiwa, engkau telah mencapai suatu garis, maka teruslah berusaha untuk mencapai garis berikutnya.”

Manfaat berikutnya, bahwa mengetahui segala keadaan mereka, tentu lebih baik daripada tidak mengetahuinya.Selanjutnya, tatkala mengetahui bahwa hal ini merupakan keinginannya, maka ia harus melakukan sesuai persiapan, walaupun hanya sekejap. Selain itu, sangat mungkin dapat mengalirkan perbuatan yang bermanfaat baginya melalui lisannya, baik disengaja ataupun tidak, sebab Allah tidak menyia-nyiakan pahala walaupun sebesar dzarrah. Dan mudah-mudahan Allah merahmatinya. Janganlah anda mengira, bahwa hanya dengan mengetahui hal ini (mulianya kedudukan  orang taqwa) anda telah menjadi ahlinya (ahli taqwa). Sungguh berbeda antara orang yang mengetahui seluk-beluk kekayaan, sementara dia miskin, dengan orang yang benar-benar kaya. Begitu pula berbeda antara orang yang mengetahui sebab-sebab kesehatan dan batasan-batasannya, sementara dia sakit, dengan orang yang benar-benar sehat.

Sekarang, perhatikanlah sifat-sifat mereka (kaum salafushshalih yang bertaqwa,ed)yang menakjubkan itu. Jika ternyata anda memiliki suatu hasrat dan keinginan untuk menyerupai mereka, maka pujilah kepada Allah, dan lanjutkan perjalanan anda, sebab jalannya telah jelas dan pintu telah terbuka.”(Thariqul Hijratain, 205-206, secara ringkas)
Berikut ini akan kami uraikan sifat-sifat orang bertaqwa, antara lain :

Sifat Muttaqin ke-01 : Beriman kepada Hal – Hal Ghaib

Yang dimaksud dengan Ghaib dalah perkara-perkara yang tidak terjangkau oleh indera kita, baik berupa berita-berita tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala, misalnya tentang wujud-Nya, ataupun berita-berita yang datang dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, misalnya tentang beriman kepada Allah, malaikat dan hari akhirat.
Tak diragukan lagi, bahwa sifat ini (beriman terhadap hal –hal ghaib ) merupakan sifat khusus dari orang yang bertaqwa. Sifat inilah yang menyeru mereka kepada penegakan shalat, menunaikan zakat dan patuh menyeluruh kepada perintah maupun larangan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sifat ini merupakan sifat pertama dari sifat-sifat orang bertaqwa, yang disifati Allah di dalam kitab-Nya.

Allah berfirman:
“Alif laam miim, kitab (Al Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertaqwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rizki yang kami anugerahkan kepada mereka, dan mereka yang beriman kepada kitab (Al Qur’an) yang telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.”(Al Baqarah: 1-4)

Allah Subhanahu wa Ta’ala memuji orang bertaqwa didalam ayat tersebut, dan mereka itu termasuk Ahlul Hidayah yang hakiki, terhadap Al Qur’an.

Al Qasimi berkata, Nashir menyatakan di dalam Al Intishaf: Al Huda (petunjuk) yang dinyatakan dalam Al Qur’an, mengandung dua pengertian,

yang pertama :
Petunjuk dan penegasan terhadap jalan yang haq, hal ini antara lain disebutkan dalam ayat:
“Dan adapun kaum Tsamud maka mereka telah kami beri petunjuk tetapi mereka   lebih menyukai buta(kesesatan) dari petunjuk itu.”(Fushilat: 17) 
Pada ayat di atas, disebutkan tentang adanya petunjuk(al huda) bagi orang yang sesat, artinya, bahwa Allah telah menunjuki mereka kepada al-haq. Terserah kepada mereka, apakah mereka mau menerima petunjuk atau pun tidak.Hal itu sama saja bagi Allah.

Pengertian kedua: AllahSubhanahuwa Ta’ala menciptakan Al Ihtida’ (petunjuk) di dalam hati hamba, antara lain dalam firman-Nya:
“Mereka itulah orang-orang yang telah diberi oleh Allah, maka ikutilah petunjuk   mereka.”(Al An’am: 90)

Pada ayat ini terkandung dua pengertian Al Huda sekaligus. Pengertian yang kesatu bersifat khusus, yaitu petunjuk bagi muttaqin, Allah memberikan pujian atas mereka, sehingga jelaslah bahwa mereka itu termasuk orang-orang yang memperoleh petunjuk dan berhasil mengambil manfaat yang banyak dari petunjuk itu, seperti firman-Nya:
“Kamu hanyalah pemberi peringatan bagi siapa yang takut kepadanya  (hari berbangkit).”(An Nazi’at: 45)

“Sesungguhnya kamu hanya memberi peringatan kepada orang-orang yang mau mengikuti peringatan.”(Yasin:11)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah pemberi peringatan bagi seluruh manusia, dan kepada manusia yang mengambil manfaat dari peringatan tersebut, Allah menyebut mereka sebagai muttaqin. Ayat yang semakna dengan ayat tersebut di atas, adalah berikut ini:

“Katakanlah: Al Qur’an itu petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman. Dan bagi orang-orang yang tidak beriman, pada telinga mereka ada sumbatan, sedang Al Qur’an itu suatu kegelapan bagi mereka. Mereka itu adalah (seperti) orang-orang yang dipanggil dari tempat yang jauh.”(Fushshilat: 44)


0 komentar:

Mari berdiskusi...

--------------------------------------------------------------------

Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...

--------------------------------------------------------------------