PETAKA BESAR MENIMPA UMMAT :
KARENA TAKLID BUTA DAN FANATISME SEMPIT
Bagian-03, oleh Abu Fahmi Ahmad

TAKLID YANG DISERTAI SIKAP SOMBONG:
Perkara tidak berhenti sampai kepada taqlid dan ta’ashshub kepada syekh-syekh, Imam-imam dan ikut-ikutan saja, namun sudah sanpai pada tingkat sombong dan membanggakan diri terhadap orang yang dinisbatkan kepadanya, menolak dan tak mau peduli terhadap yang lainnya.
Ini semua merupakan ulah ahli bid’ah dan pengabdi hawa nafsu, di mana mereka memecah ummat menjadi kelompok-kelompok dan golongan-golongan dan masing-masing senang dengan golongannya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, “Tidak ada seorang pun yang mengangkat dirinya sebagai orang yang (patut) menyeru kepada jalan yang ditempuhnya (thoriqohnya), merupakan prinsip muwalah dan mu’adah di atas jalan itu, selain dari Nabi saw. Dan tidak patut pula seseorang memaksakan pendapat (perkataannya) kepada mereka, bermuwalah dan bermu’adah di atasnya, selain kalam Allah dan RosulNya dan apa-apa yang telah disepakati ummat. Ini merupakan perbuatan ahli bid’ah yang mengangkat dirinya, dan perkataannya dapat memelah ummat, dimana mereka menjadikan perkataan dan nisbat (kaitan-kaitan) tersebut sebagai ukuran muwalah dan mu’adah.” (liihat Majmu’ul Fatawa, XX : 164)

Talid kepada seseorang, yang semata-mata didasarkan pada keyakinan yang baik terhadapnya tanpa ada keterangan, dalil dan hujjah, lalu memjadikan perbuatan dan perkataan mereka sebagai abbud, itu semua merupakan kesesatan yang nyata. Yaitu yang menyebabkan terjerumusnya kebanyakan generasi muta’akhirin ini kedalam perbuatan bid’ah dalam dienullah. (lihat Al I’tishom, oleh Asy Syatibi, II : 182)

Penulis Kitab Al Muquddimah berkata, “Ta’ashshub itu merupakan cabang dari klaim kema’shuman yang tidak terlepas dari unsur ta’ashshub. Apa yang ada dalam klaim itu sama dengan apa yang ada dalam ta’ashshub, yaitu cacatnya pola pikir dan jauh dari kebenaran. darinya lahirlah firqoh-firqoh seperti Rofidloh.” (Moqoddimah fi Asbab Iktilaf ‘l Muslimin wa Tafaruquhim, hal 84)

Diantara hasil dari sikap ta’ashshub yang membahayakan dan amat jahat itu adalah ‘enggan menerima kebenaran’ dan membantahnya manakala dianggap bertentangan dengan (pendapat)nya. Hal inilah yang dapat menimbulkan permusuhan, kebencian dan perpecahan (tafarruq), dan ini merupakan sikap mereka yang tercela dan dimurkai. Allah dan RoaulNya saw, telah memerintahkan kepada kita untuk menjauhi thoriqoh mereka dan menyerupai mereka. (kitab Iqtidlo’ Ash Shirothol Mustaqim, oleh Ibnu Taimiyyah)

Allah berfirman,                      
Dan apa bila dikatakan kepada mereka; Berimanlah kepada Al Quran yang diturunkan Allah. Mereka menjawab, “Kami hanya beriman kepada apa yang diturunkan kepada kami.” Dan mereka kafir kepada Al Quran yang diturunkan sesudahnya, sedangkan Al Quran itu adalah (Kitab) yang haq yang membenarkan apa yang ada pada mereka. (Al Baqoroh : 91)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, “Maka (Allah) mensifati Yahudi, bahwa mereka mengetahui kebenaran sebelum datangnya orang yang membacakan kebenaran itu dan mengajak kepadanya. Maka ketika orang yang bukan berasala dari golongannya membacakan dihadapan mereka, maka tidak mau mematuhinya. Dan mereka tidak mau menerima kebenaran kecuali (yang datang) dari kelompok yang mereka nisbatkan kepadanya, di samping mereka juga tidak itzam kepada Aqidah mereka.”

“Dan inilah ujian yang sering menimpa kebanyakan orang yang menisbatkan kepada kelompok  tertentu dalam hal ilmuatau dien, yang berasal dari kalangan ahli fiqh, kaum sufi atau yang lainnya. Atau kepada tokoh-bukan Nabi- yang diagung-agungkan dalam agama menurut mereka. Dan mereka tidak mau menerima (seruan agama) baik secara akal maupun riwayat (nash), kecuali yang datang dari sisi kelompok mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa yang diwajibkan oleh kelompok mereka. …. (Iqtidlo Ash Shirothol Mustaqim, I : 73-74)

Mana kala sikap taqlid dan ta’ashshub telah mencapai pengaruh yang membahayakan, kita mendapati para ‘ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah mengelaurkan stetmen (kesepakatan) bersama atas terlarangnya berlaku taqlid dan ta’ashshub kepada mereka.

Imam Malik berkata, “Siapa saja perkataannya bisa diambil dan bisa juga ditolak, kecuali orang yang berada didalam kubur ini (sambil menunjuk kuburan Nabi saw.).” (Irsyad As Salik, oleh Ibnu Abdul Nadi, I : 227)

Allah Ta’ala berfirman,      
Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik diantaranya………(Az Zumar : 18)

Fanatik terhadap guru, syekh dan pribadi-pribadi tertentu secara berpaling dari hujjah dan dalil, adalah penyebab yang menyesatkan dari kebanyakan kaum. Dengan sebab itu, akhirnya mereka keluar dari hal-hal dankebaikan-kebaikan yang dilakukan oleh salafus sholih dari kalangan sahabat dan tabiin.

Asy Syatibi menyebutkan sepuluh contoh tentang masalah ini, dan yang terpenting dan terbesar bahanya adalah kelompok yang pertama. Katanya “Yang paling bahaya adalah perkataan orang yang menjadikan bapak-bapak dan nenek moyang sebagai ikutan dalam prinsip agama, kepada mereka (nenek moyang) lah seluruh perkara dikembalikan tanpa peduli dengan yang lainnya, sampai-sampai mereka menolak bukti-bukti keterangan risalah, hujjah Al Quran dan dalil aql.”(lihat Al I’tishom, II : 347)


0 komentar:

Mari berdiskusi...

--------------------------------------------------------------------

Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...

--------------------------------------------------------------------