Bag-7 : Nubuwwah, Khilafah dan Kerajaan
Oleh karena itu di antara ketiga kata tersebut kadang-kadang terjadi kerancuan dari beberapa segi. Maka harus dijelaskan perbedaan masing-masing supaya tidak terjadi lagi kerancuan, tidak mempersempit arti dan agar manusia tidak terjerumus ke dalam suatu pemahaman yang tidak benar.
Para sahabat –rodiyallohu ‘anhum – begitu besar perhatiannya dalam membedakan arti berbagai istilah karena mereka merasakan tentang urgensi serta urgensinya dalam kehidupan manusia. Abbas, paman Rasulullah saw menghentikan Abu Sofyan di pintu kota Makkah. Dia perlihatkan dan perkenalkan kepadanya pasukan Islam. Dan tatkala pasukan Muhajirin tiba, Abu  Sofyan berkata: “Subahanallah (maha suci Allah) ya Abbas! Siapa mereka?” itu rasulullah Saw yang berada di tengah-tengah kaum Muhajirin dan Anshar”,  jawab Abbas. Selanjutnya Abu Sufyan berkata: “Tidak ada seorang pun yang mampu melawan mereka, demi Allah wahai Abal Fadhal (Abbas) kerajaan keponakanmu telah menjadi besar.”
Kemudian Abbas berkata: “Saya katakan wahai Abu Sufyan, itu adalah nubuwwah”. Oo ya, jawab Abu Sufyan.[1]
Kita perhatikan di dalam keterangan tersebut bagaimana Abbas paman Rasulullah saw mendengar istilah yang dipakai Abu Sofyan, dan bagaimana jawaban Abu Sofyan yang menyetujui istilah yang dilontarkan Abbas.
Begitu juga as Suyuthi menyebutkan dalam Husnul Muhadhoroh dari Ibnu Sa’ad dalam Thobaqat bahwa Umar bin Khattab ra, berkata kepada Salman: “Apakah saya ini seorang raja atau seorang khalifah?” salman menjawab: “Jika engkau mengumpulkan harta dari bumi kaum muslimin sedikit atau banyak kemudian engkau tempatkan bukan pada haknya, maka engkau adalah seorang raja bukan seorang khalifah.” Lantas Umar merasa sedih.[2]
Dan dikeluarkan juga dari Umar. Beliau berkata: “Demi Allah aku tidak tahu apakah aku ini seorang khalifah ataukah seorang raja? Jika aku seorang raja, ini adalah suatu persoalan yang sangat besar.” Salah seorang berkata: “Wahai Amirul Mukminin sesungguhnya di antara kedua hal itu ada perbedaan.” “Apa itu?” tanya Umar. Orang itu menjawab: “Khalifah itu tidak mengambil kecuali yang hak dan tidak ia letakkan kecuali pada yang hak, dan alhamdulillah engkau adalah yang demikian. Sedangkan raja adalah zhalim kepada rakyatnya. Dia ambil dari itu dan dia berikan itu.” Lantas Umar terdiam.
Dan di dalam Subhul A’sya disebutkan: Mu’afi bin Ismail berkata di dalam tafsirnya: “Dan telah diriwayatkan bahwa Umar bin Khattab ra, bertanya kepada Thalhah, Zubair, Ka’ab dan Salman tentang perbedaan antara khalifah dan raja. Thalhah dan Zubair memberikan jawaban: ‘Kami tidak tahu.’”
Dan Salman menjawab: “Khalifah adalah yang berlaku adil terhadap rakyatnya. Dia bagi di antara mereka dengan sama dan memberikan belas kasihannya klepada mereka sebagaimana seseorang memberikan belas kasihannya kepada keluarganya; dan seorang bapak kepada anaknya. Dan dia memutuskan perkara di antara mereka berdasarkan Al Qur’an.”
Sedangkan Ka’ab menjawab: “Tidak kusangka di dalam majlis ini ada orang yang membedakan antara khalifah dan raja. Namun Allah swt telah memberikan ilham kepada Salman hikmah dan ilmu.”

Apakah Khilafah itu Syari’at Kita,
Sedangkan Kerajaan itu Syari’at Orang-Orang Sebelum Kita?
Sesungguhnya orang yang memperhatikan dan menela’ah Kitabullah (al Qur’an) berpendapat bahwa Allah swt telah mensyari’atkan kepada ummat-ummat terdahulu nubuwwah bersama dengan kerajaan. Sebab, nubuwwah yang akan mengendalikan kerajaan dan mencegah terjadinya kefasadan dan kezhaliman. Oleh karena itu, begitu banyak nabi dan raja pada ummat-ummat terdahulu. Dan hal itu sebagaimana kita perhatikan secara jelas pada Bani Israil, dimana Allah SWt berfirman (mengungkit-ngungkit) mereka:
“Ingatlah nikmat Allah atasmu ketika Dia mengangkat Nabi Nabi diantaramu, dan dijadikan-Nya kamu orang-orang merdeka.” (QS. Al Maidah: 20)
“Kemudian Allah memberikan kepadanya (Daud) pemerintahan dan hikmah (sesudah meninggalnya Thalut) dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya.” (QS. Al Baqarah: 251)
Dan Allah berfirman tentang Sulaiman as:
“Ia berkata: "Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang juapun sesudahku, Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Pemberi”. (QS. Shaad: 35)
Dan Allah berfirma tentang Yusuf:
“Ya Tuhanku, Sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebahagian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebahagian ta'bir mimpi.” (QS. Yusuf: 101)
Kepada ketiga nabi itulah Allah menginformasikan bahwa Allah telah menganugerahkan kepada mereka kerajaan. Allah berfirman:
“Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran karunia yang Allah telah berikan kepadanya? Sesungguhnya Kami telah memberikan kitab dan Hikmah kepada keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikan kepadanya kerajaan yang besar.”
“Maka di antara mereka (orang-orang yang dengki itu), ada orang-orang yang beriman kepadanya, dan di antara mereka ada orang-orang yang menghalangi (manusia) dari beriman kepadanya. dan cukuplah (bagi mereka) Jahannam yang menyala-nyala apinya.” (QS. An Nisa: 55)
Ini adalah kerajaan untuk keluarga Ismail dan keluarga Dawud.[3]
Tidak disyari’atkan kepada kita sejak awal mulanya dan yang disyari’atkan kepada kita hanyalah nubuwwah kemudian khilafah. Dan oleh karena nubuwwah telah diakhiri oleh Muhammad saw, maka mau tidak mau harus berjalan di atas manhajnya. Namun apabila tidak mungkin, bolehkah ditegakkan sistem kerajaan? padahal sudah tidak ada nubuwah baru yang mengendalikannya dan mencegah kezhalimannya terhadap manusia?
Kemudian apakah kita berhasil mendapatkan sesuatu dari nash-nash al Qur’an dan hadits shahih serta perkataan-perkataan sahabat guna yang menyandarkan kerajaan bagi kaum muslimin atas dasar syari’at? Ataukah yang kita dapati bahwa setiap nash-nash tersebut menyandarkan kepada khilafah? Kalau demikian adanya menunjukkan bahwa “khilafah” itu adalah syari’at.





[1] Sirah Nabawiyyah oleh Ibnu Katsir III: 55 yang ditahkik oleh Mustafa Abdul Wahid
[2] Husnul Muhadlarah II: 780
[3] Al Fatawa XXXV: 33


0 komentar:

Mari berdiskusi...

--------------------------------------------------------------------

Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...

--------------------------------------------------------------------