Nasihat EMAS IBNU TAIMIYYAH
TENTANG JAMA’AH DAN KETAATAN, penerjemah: Abu Fahmi, Jatinan gor
Bagian ke-1: Daftar Isi
“Ya Alloh, jadikanlah bermanfaat bagiku apa-apa yang Engkau ajarkan kepadaku, dan ajarkanlah kepadaku apa yang bermanfaat bagiku, dan tambahkanlah ilmu kepadaku.”  (HR. Turmudzi 3599, hadits hasan: Ibnu Majah: 251; dishahihkan oleh Syekh Albani: lihat Shahih Sunan Ibnu Majah, 1 : 47)

“Ya Alloh, sungguh aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari do’a yang tidak didengar, dari hati yang tidak khusyu’ dan dari jiwa yang tidak pernah kenyang.” (HR. Ahmad, II: 340, 365, 451 : Abu Daud : 1548: Nasa’i VIII: 263, 284: Ibnu Majah: 3837: Al Hakim, I: 104, 534: dishahihkan oleh Syekh Al Bani)

DAFTAR ISI
DARIPENERBIT
PENGANTAR PENTAHQIQ
·         Para aktivis Islam wajib mengoreksi beberapa pemahamannya
·         Awal munculnya tanzhim-tanzhim Islam
·         Pertama; bai’at apa yang termasuk wajib, yang bila seorang muslim meninggalkannya akan berdosa?
·         Kedua; apa yang dimaksud dengan jama’ah itu, yang kaum muslimin berdosa bila meninggalkannya?

NASIHAT EMAS IBNU TAIMIYYAH
·         Muqoddimah (keutamaan memanah fi sabilillah)
·         Jihad adalah sebaik-baik amal
·         Perbandingan kebaikan di antara amal-amal jihad
·         Belajar dan mengajarkan jihad termasuk amal shalih
·         Wajib tolong-menolong dalam kebaikan dan takwa, dan haram bermusuhan
·         Haramnya menganiaya tanpa alasan yang benar
·         Tidak ada hukuman kecuali dengan syara’
·         Haram berkelompok dan ta’ashub dengan zhalim, dan berdasarkan hawa nafsu
·         Muwalah itu dengan kebenaran dan untuk kebenaran
·         Bermuwalah kepada orang-orang mukmin sesuai dengan kadar ketaatannya
·         Tercelanya banyak berpindah-pindah
·         Mencegah orang yang berbuat kerusakan
·         Tercelanya wala’ secara mutlak dengn batil maupun hak
·         Mengambil harta atas suatu amalan yang sifatnya pembantu jihad
·         Pokok dien
·         Mizan adalah al kitab dan sunnah

CATATAN BELAKANG
DAFTAR TAKHRIJ

DARI PENERBIT
Segala puji bagi Alloh, Dialah yang menetapkan janjiNya untuk senantiasa memelihara “Tho’ifah al Manshuroh” yang iltizam kepada jama’ah dan memberi tafaruq.
Dialah Alloh yang selalu tepat janjiNya, yang berjanji akan menolong dan membela orang-orang mukmin yang berjuang dan memperjuangkan kalimatNya di muka bumi ini, terlebih-lebih pada saat tersebarnya bid’ah dan khurofat.
Kami memohon kepada Alloh atas perlindunganNya dari segala bentuk-bentuk aktivitas (qauliyah, amaliyah maupun i’tiqodiyah) yang mengarah kepada tafaruq, baik unsur-unsur yang datang dari luar maupun yang datang dari dalam kaum muslimin sendiri.
Kemudian yang berkaitan dengan kehidupan amal Islami di lapangan dakwah dalam rangka menyeru kepada jalan Alloh. Kami merasa perlu untuk menyertakan satu perkara penting dan aktual, yang menyangkut kehidupan harokah islamiyah di dunia islam ini. Khususnya mengenai fitnah yang timbul di kalangan mereka sebagai akibat dari tidak fahamnya tentang pengertian jamaah dan ketaatan. Sehingga kejadian seperti ini sering mengarah kepada ta’awun hizbi dan ta’ashub; menganggap kawan bagi yang muwafaqoh kepada ide/fikrohnya dan menganggap musuh bagi yang tidak muwafaqoh pada ide/fikrohnya. Pada akhirnya, salah dalam menerapkan prinsip muwalah dan mu’adah fillah (loyalitas dan memusui di jalan Alloh).
Risalah ini didukung oleh seorang ulama besar, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. Topik-topik dalam risalah ini kami angkat dari sebuah buku kecil yang membahas masalah jam’ah dan ketaatan. Dan buku ini juga diambil dari tema yang terdapat di dalam kitab beliau, Majmu’ul Fatawa, jilid XXVIII. 9-25, yang ditahqiq oleh ulama kontemporer , Al ustadz Masyhur Hasan Salman, dari Universitas Islam Madinah Al Munawwaroh Saudi Arabia.
Semoga dengan hadirnya buku ini di hadapan anda, pembaca, dapat menambah hasaah kita dalam berpikir dan bertindak, sehingga menjauhkan kita dari hal-hal yang dibenci Allah Ta’ala dan yang merusak hubungan Jam’iyyah secara keseluruhan ataupun dalam sekup lingkungan kita yang terbatas. Amin...

BISMILLAHIR ROHMAANIR ROHIM
PENGANTAR PENTAHQIQ
Segala puji bagi Alloh, kami memujiNya, mohon pertolongan, mohon ampun dan mohon petunjuk kepadaNya. Kami berlindung kepada Alloh dari kejahatan diri kami dan amal perbuatan kami yang buruk. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Alloh, maka Dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkanNya, maka tak ada seorang pun yang mampu memberi petunjuk kepadanya.
Saya bersaksi bahwa tiada Illah kecuali Alloh, tiada sekutu bagiNya. Dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hambaNya dan RosulNya. ‘Amma Ba’du’;
Dalam risalah ini, Syaikhul Islam Abul Abbas Ibnu Taimiyyah – rohimahulloh Ta’ala - menguraikan tentang jama’ah dari kaum muslimin (jama’ah minal muslimin) yang  menghimpunkan dirinya pada seorang syaikh. Apakah dia (Syeikh) itu dari kalangan orang yang lalai ataupun yang tidak; yang dikendalikan oleh wahyu maupun yang dikendalikan oleh hawa nafsunya, mereka berta’ashub kepada syekh itu, berjanji untuk taat dan tidak menentangnya, melaksanakan perintah dan menjauhi larangannya. Sebenarnya, masalah ini sudah lama terjadi di kalangan kaum muslimin, dari dulu sampai sekarang ini.
Lantas, barangkali, timbul pertanyaan di benak pembaca: apakah ini benar-benar terjadi di tengah-tengah kaum muslimin, padahal di antara mereka ada ahli kebaikan, ahli taqwa, ahli ilmu dan amal?
Saya katakan: Benar, sesungguhnya sebab terjadinya Ta’ashub kepada Thoriqot, madzhab, lembaga maupun jama’ah asalnya adalah dua hal berikut:
Pertama, bahwa itu merupakan watak manusia dan sudah menjadi akhlaknya. mereka tidak berhimpun di atas sesuatu kecuali apabila mereka yakin bahwa di dalamnya ada kebaikan bagi dirinya. Keyakinannya itu bisa berdasarkan karena pengalaman atau karena memang sudah membuktikan. Ada juga, bagi sebagian orang yang didasarkan pada taqlid, mereka yakin bahwa orang tersebut memiliki kelebihan.
Kedua, ini juga merupakan watak mereka untuk mengambil sesuatu yang memang sudah terbiasa dengannya, lalu mereka rela menerima dan mencintainya. Apabila ada orang yang menentangnya, lantas mereka berta’ashub mengerahkan kekuatan untuk membela diri dari serangan penentang itu. Dalam hal ini, mereka bukanlah bermaksud untuk mencari kebenaran.
Seandainya akhlak tersebut tidak ada di tengah-tengah manusia, tentunya agama, madzhab atau golongan tidak akan memiliki keragaman. Dan sesungguhnya, yang benar di antara semua itu adalah satu, tidak lebih.


0 komentar:

Mari berdiskusi...

--------------------------------------------------------------------

Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...

--------------------------------------------------------------------