Allah Berjanji Menolong Mu’minin
Seringkali orang mengaitkan kemenangan dan pertolongan ( Allah )hanya kepada hal-hal yang bersifat lahiriyah, seperti ( mengharapkan ) dikalahkannya orang-orang kafir yang memegang kekuasaan suatu negeri, lalu kaum muslimin berhasil mendirikan sebuah daulah Islamiyah yang berdasarkan Al-Qur’an dam As-Sunnah. Mereka menjadikan musyawarah sebagai wasilah prinsip dalam menentukan garis-garis besar haluan daulah, memecahkan berbagai persoalan, serta memilih pimpinan tertinggi.
Hal itu tidaklah salah, namun kemenangan dalam bentuk daulah, hanyalah salah satu dari sekian banyak kemenangan atau pertolongan Allah yang dijanjikan kepada orang mu’min. tentang hal ini insya Allah akan kami bahas dalam bagian khusus.
Ketika kaum muslimin berada dalam keadaan yang amat sulit, seperti menghadapi maker musuh atau perlakuan tidak manusiawi dari mereka, maka kaum muslimin menengadahkan tangan mereka ke atas, seraya memohon kepada Allah :
“Kapan datangnya pertolongan Allah?” Allah menjawab : “Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” ( Al-Baqarah : 214 )
‘Dekat’ merupakan istilah yang mengandung targhib ( motivasi ) dan tarhib ( peringatan ).
Memberikan targhib, dalam arti memberikan dorongan kepada kaum muslimin yang senantiasa gigih berjuang dan bersabar menghadapi berbagai ujian dari musuh-musuhnya, agar lebih gigih lagi dalam berjuang, guna menyongsong janji-janji Allah. Dekat itu relatif, bukan merupakan hitungan waktu yang pasti.
Misalnya tentang kejatuhan Parsi di tangan Romawi, Al-Qur’an hanya mengisyaratkan dengan “ bidl’ u sinin” ( antara tiga hingga Sembilan tahun ). Tentang hal ini, Abu Bakr Ash-shiddiq meramalkan sekitar empat tahun. Hitungan ini bisa juga “dekat”.
Ada kalanya, dua puluh atau dua puluh lima tahun, itu juga dekat, tergantung dari sisi mana kita melihat. Bagi orang-orang yang tak tahan ujian, maka satu tahun terasa sangat panjang. Sebaliknya, bagi mujahid fi sabillillah yang tabah menghadapi berbagai ujian da’wah, a
Allah Ta’ala berfirman :
“Dan Kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman.” ( Ar-Rum: 47 )
Mengapa Rasulullah saw pernah mengalami kekalahan dalam peperangan melawan musuh-musuhnya, seperti dalam Perang Hunain ?
Ini termasuk “tarhib”, peringatan bagi kaum muslimin agar tidak takabur karena banyaknya anggota pasukan, atau mengabaikan hasil musyawarah yang menyebabkan kekalahan kaum muslimin seperti dalam Perang Uhud. Peringatan Allah ini agar dijadikan ibroh ( pelajaran) oleh mereka, sehingga mereka tidak mengulangi lagi di kemudian hari.
Termasuk bagian dari aqidah kaum muslimin, bahwa mereka harus senantiasa tawazun antara ar-raja’ ( berharap : pahala, kemenangan dan pertolongan ) dan al-khauf ( takut siksa Nya, kekalahan dan kesengsaraan), agar kaum muslimin selalu berhati-hati dalam bertindak, tidak gegabah, ceroboh, dan isti’jal ( tergesa-gesa ). Kaum muslimin hendaklah selalu memiliki sifat : al-hilm ( tidak mudah emosi dan tidak masa bodoh ), al-anat ( tidak tergesa-gesa, gegabah. Ceroboh, namun bersikap kritis, cermat dan hati-hati), di samping itu mereka juga harus bertindak ‘arif karena ilmunya.
Da’wah, menyeru kepada jalan Allah haruslah mengikuti rambu-rambu yang disebut “manhaj da’wah”, yang merupakan metode ilahiyyah yang telah dijalankan oleh para rasul dan nabi dalam berda’wah. Antara lain, bahwa da’wah itu harus dengan bashirah ( ilmu, hujjah, dan al-bayan), lalu mendahulukan yang terpenting dari yang penting-penting, dan sabar dalam meniti jalan yang panjang dan berliku-liku. Berda’wah dilakukan semata-mata untuk menyeru kepada jalan Allah, bukan menyeru menuju kelompok atau kepentingan lain selain jalan Allah. Kalaupun harus memanggul senjata melawan musuh-musuh Islam, maka mereka harus melakuknnya untuk meninggikan kalimat Allah di muka bumi, menghilangkan fitnah –yang tebesar adalah kemusyrikan- dan agar manusia mengabdi hanya kepada Allah Ta’ala.
Rasulullah saw pernah menolak (tawaran )bantuan dari malaikat gunung yang diutus oleh Allah kepada beliau untuk mengangkat gunung yang akan ditimpakan kepada suku Thaif sebagai balasan kezhaliman mereka kepada beliau.
Bahkan sebaliknya, beliau justru berdoa, “ Ya Allah, biarlah mereka menzholimi kami dan orang-orang beriman bersama kami, namun kami berharap, dari mereka akan terlahir suatu generasi yang mengabdi kepada Mu dan tidak menyekutukan Mu dengan sesuatu apapun.”
Jelas, bahwa tujuan jihad di dalam Islam adalah menyingkirkan setiap bentuk pengabdian manusia kepada manusia atau kepada selain Allah, dan menjunjung tinggi kalimat Allah, agar manusia hanya mengabdi kepada Allah semata, tidak menyekutukan Nya dengan sesuatu apa pun.
Kita harus yakin dengan seyakin-yakinnya, bahwa Allah akan sungguh menolong orang-orang yang beriman, yang tsabat ( berketetapan teguh dengan imannya) dan iltizam (komitmen), serta istiqomah terhadap manhaj- Nya.
Ada dua macam ujian dalam da’wah, yaitu : ujian fardiyyah dan ujian jama’iyyah.
Ujian yang menyangkut pribadi, yang tidak berkaitan dengan musuh-musuh, disebut ujian fardiyyah.
Ujian yang menyangkut pergolakan antara pembela panji-panji Allah dan pembela panji-panji syaithan, disebut jama’iyyah.
Ujian kaum muslimin dalam Perang Uhud, Hunain, dan sebagainya adalah ujian jama’iyyah. Demikian pula ujian yang menimpa Bosnia termasuk ujian jama’iyyah.
Ujian yang menimpa kaum muslimin Somalia, Afghanistan, juga pejuang Palestina yang ingin menegakkan panji-panji Islam ( bukan untuk panji-panji Nasioanalisme ) termasuk ujian jama’iyyah.
Pertolongan Allah terdiri atas tiga jenis :
Pertolongan bagi da’i, atau mujahid da’wah saja.
Pertolongan bagi da’wah saja
Pertolongan bagi keduanya ( da’wah dan da’i).
Semua bentuk pertolongan Allah tersebut pernah diberikan kepada para rasul dan nabi, juga kepada da’i-da’i yang berjuang mempartahankan manhaj Allah. Di antara mereka ada yang memperoleh pertolongan berupa kemenangan bagi da’wahnya saja, namun ada juga yang memperoleh bagi keduanya, yaitu Islam dapat tegak dan pejuang-pejuangnya ikut merasakan kemenangan.
Tanpa memahami hakikat pertolongan Allah tersebut, maka sudah pasti akan timbul dampak negatif bagi pelaku da’wah yang bentuknya bisa bermacam-macam, antara lain :
Orientasi politik mengalahkan orientasi da’wahnya.
Timbulnya rasa putus asa, sehingga mereka meninggalkan ummat.
Timbulnya fanatisme golongan atau fanatic terhadap jama’ah tertentu, yang menyebabkan kekeliruan, baik dalam hal tolong-menolong maupun dalam penerapan muwalah ( perlindungan )dan mu’adah ( permusuhan ).
Penyimpangan dari manhaj Allah dalam da’wah.
Janji Allah pasti akan datang selama juru da’wah memperhatikan ‘da’wah bil-hikmah, dengan mengikuti manhaj da’wah para nabi dan manusia-manusia teladan dalam da’wah pada jalan Allah.
Dr. Muhammad Shalih Fauzan bin Fauzan mengatakan : “Asas-asas da’wah yang seharusnya melandasi da’wah yang benar, adalah sebagaimana ditunjukkan oleh Al-Kitab dan As-Sunnah, yaitu sebagai berikut :
Ilmu yang mendasari da’wah, dan menjelaskan bagaimana semestinya kita berda’wah.
Firman Allah :
Katakanlah, “inilah jalan (din) ku. Aku dan orang-orang yang mengikuti mengajak ( kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata.” ( Yusuf : 108 )
Amalan yang menyertai ilmu, agar seorang juru da’wah menjadi teladan dan ikutan bagi ummatnya ( mad’u yang diserunya ).
Allah SWT berfirman :
“Dan aku tak berkehendak mengerjakan apa yang aku larang untukmu. Aku tak bermaksud kecuali ( mendatangkan ) perbaikan selama aku masih sanggup.” ( Hud : 88 )
Demikianlah Allah berfirman tentang Nabi- Nya Syu’aib a.s ketika berkata kepada kaumnya.
Memulai da’wah dari perkara yang terpenting, yaitu perbaikan aqidah, agar manusia beribadat hanya kepada Allah semata secara ikhlas dan benar.
Firman Nya :
“ Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada setiap ummat ( untuk menyerukan ) , ‘Sembahlah Allah ( saja ) dan jauhilah thaghut!” ( An-Nahl : 36 )
Sabar dalam menghadapi berbagai kendala dan kesulitan di dalam da’wah, dan tegar menghadapi siapa pun yang menolak seruan da’wah.
Firman Nya :
“dan sesungguhnya telah diperolok-olok beberapa rasul sebelum kamu, maka turunlah kepada orang-orang yang mencemoohkan di antara mereka balasan ( adzhab ) atas olok-olokan mereka itu. “ ( Al- An’am : 10 )
“dan sesungguhnya telah didustakan ( pula ) rasul-rasul sebelum kamu, akan tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan ( yang dilakukan )terhadap mereka itu, sampai datang pertolongan Kami.” ( Al-An ‘am : 34 )
Seorang da’i harus ikhlas karena Allah, selain itu dia juga harus menghiasi hidupnya dengan akhlak mulia, lembut tutur katanya sekalipun dalam menghadapi musuhnya yang paling kufur.
Musa dan Harun a.s ketika menghadapi Fir’aun, mereka berdua menggunakan kata-kata lembut, sebagaimana dipaparkan dalam firman Allah :
“Maka berbicaralah kamu bedua dengan kata-kata yang lemah lembut, muda-mudahan ia ingat atau takut.” ( Thaha:44 )
Setiap da’i hendaknya gigih dalam memperjuangkan cita-citanya, tidak mudah menyerah dan berputus asa dari mengharap pertolongan Allah.” ( Minhajul-Anbiya fid Da’wah ilallah, Dr. Rabi’ bin Hadi al-Madkhali. Pengantar Kata dari Dr. Muhammad Fauzan bin Fauzan dikutip secara ringkas )
Bentuk Pertolongan Allah
Sebelum melanjutkan pembahasan, sebaiknya kita renungkan terlebih dahulu sejumlah ayat Allah SWT yang berkaitan dengan janji pertolongan Nya kepada orang-orang mu’min, khususnya bagi para da’i yang menyeru ke jalan Nya.
Firman Allah Ta’ala :
“sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi ( hari kiamat ).” ( Al- Mu’min : 51 )
“Dan kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman .” ( Ar- Rum : 47 )
“Hai orang-orang yang beriman , jika kamu menolong dinullah niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” ( Muhammad : 7 )
“ Sesungguhnya Allah pasti menolong orang-orang yang menolong dinNya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha kuat lagi Maha perkasa . “ ( Al- Hajj : 40 )
“Dan sesungguhnya telah tetap janji Kami kepada hamba-hamba Kami yang telah menjadi rasul, (yaitu ) sesungguhnya mereka itulah yang pasti mendapat pertolongan.” ( Ash- shaffat : 171-172 )
Ayat-ayat di atas dan yang semisal dengannya menunjukkan bahwa kemenangan dan pertolongan allah benar-benar akan diberikan Nya kepada setiap da’i, baik dia pun seorang rasul maupun dari kalangan orang-orangberiman umumnya. Dan pertolongan itu akan dibrikan Nya baik di dunia maupun di akhirat.
Telah kita ketahui dari Al- Qur’an dan As-Sunnah, bahwa diantara para nabi ada yang dibunuh oleh musuh-musuhnya, seperti Nabi Yahya a.s dan beberapa yanga lain. Di antara mereka ada yang hendak di bunuh oleh kaumnya sendiri. Keadaan yang terbaik bagi seorang nabi ( ketika menghadapi ancaman kaumnya ) adalah dengan berlepas diri dari mereka atau meninggalkan mereka, seperti yang terjadi pada nabi Ibrahim a.s atau seperti Isa a.s yang diangkat oleh Allah ke langit ketika hendak dibunuh.
Dari kalangan kaum mu’minin, kita lihat banyak yang disiksa secara kejam sampai mati, dipenjara, diasingkan dan keluarganya diteror atau ditakut-takuti. Jika demikian beratnya tantangan da’wah lalu, mana janji yang dikatakan oleh Allah? Bukankah Allah telah berjanji akan menolong mereka jika mereka menolong din Nya? Dan sekarang mereka telah diusir, dipenjara, disiksa bahkan dibunuh.
Kita yakin dengan seyakin-yakinnya bahwa Allah tidak akan mengingkari janji Nya. Yang sekarang menjadi masalah adalah sempitnya pandangan kita, yang hanya tertuju pada satu jenis pertolongan saja, yaitu pertolonganzhahir dan kemenangan ad-din. Padahal, janji allah yang diberikan kepada para rasul, nabi, sahabat dan hamba-hamba Nya yang mu’min tidak mesti berupa pertolongan ( zhahir ) seperti itu saja. Allah telah menjanjikan pertolongan kepada mereka, dan ini adalah pasti, tidak ada keraguan sedikit pun, serta akan terjadi di dalam kehidupan dunia maupun akhirat. Firman Allah :
“Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi ( hari kiamat ) .” ( Al- Mu’min : 51 )
Siapakah yang paling benar ucapan nya daripada Allah? Untuk lebih jelasnya, kita harus menerangkan makna pertolongan ( an-nashr ), yang maknanya lebih luas daripada yang ada dalam pemikiran dan pemahaman kita. Pertolonga itu, mempunyai bentuk yang bermacam-macam, yang terpenting adalah :
2.2.2 Kemenangan Langsung
Pertolongan Allah kadang-kadang berbentuk kemenangan langsung, berupa takluknya musuh keada para nabi, rasul maupun orang-orang yang beriman, seperti yang dikaruniakan kepada Daud a.s dan Sulaiman a.s yang tersebut dalam Al-Qur’an, sebagai berikut :
“Dan Daud telah membunuh Jalut, lalu Allah memberikan kepadanya kerajaan dan hikmah.” ( Al-Baqarah : 251 )
“Kepadanya keduanya telah Kami berikan hikmah dan ilmu.” ( Al- Anbiya’ : 79 )
“erhadap kerajaan Sulaiman. “ ( Al- Baqarah :102 )
“Dia sulaiman berdoa , Ya Rabb, ampunilah aku dan berilah aku kerajaan yang tidak akan Engkau berikan kepada orang setelah aku.” ( Shad : 35 )
Demikian pula dengan Nabi Musa a.s, Allah telah menolongnya dari kekejaman Fir’aun dan kaumnya, kemudian menegakkan ad-din dalam kehidupannya, seperti dipaparkan dalam firman Nya :
“Dan telah Kami pusakakan kepada kaum yang telah ditindas itu, negeri-negeri bagian timur bumi dan bagian barat nya yang telah Kami beri berkah padanya. Dan telah sempurnalah perkataan Rabbmu yang baik ( sebagai janji ) untuk Bani Israil disebabkan kesabaran mereka. Dan Kami hancurkan apa yang telah dibuat Fir’aun dan kaumnya dan apa yang telah dibangun oleh mereka . “ ( Al- A’raf : 137 )
“Dan ingatlah ketika Kami telah membelah laut untukmu, lalu Kami selamatkan kamudan Kami tenggelamkan Fir’aun dan pengikut-pengikutnya sedangkan kamu menyaksikan. “ ( Al-BAqarah : 50 )
Begitupun dengan Nabi Muhmmad saw, Allah telah menolong beliau dengan pertolongan yang nyata, yaitu dapat mengalahkan musuh-musuhnya pada Perang Badar dan peperangan lainnya, sehingga shahirlah ad-din dan tegaklah Daulah Islamiyah.
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata . “ ( Al- Fath :1 )
“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu lihat manusia masuk dinul –Islam dengan berbondong-bondong . “ ( An- Nashr : 1-2 )
Bentuk-bentuk pertolongan ini merupakan pertolongan Allah yang nyata, dan inilah yang pertama yang terlintas dalam pikiran ketika pertama kali disebut kemenangan atau pertolongan. Hal ini diebabkan :
Karena kemenangan ini merupakan pertolongan zhahir yang dilihat dan dirasakan oleh manusia.
Merupakan bentuk kemenangan yang mencakup kemenangan tegak nya ad-din dan kemenangan bagi da’i .
Merupakan bentuk pertolongan yang segera ( yang biasanya disukai oleh setiap manusia ). Seperti firman Nya :
“Dan ( ada lagi ) karunia yang lain yang kamu sukai ( yaitu ) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat ( waktunya ). Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman. “ ( Ash-Shaff : 13 )
2.2.2 Kebinasaan Pendusta
Pertolongan Allah bisa juga merupakan kehancuran orang-orang yang mendustakan ( seruan rasul ) dan selamat nya para nabi, rasul dan orang-orang beriman yang bersama mereka. Contohnya seperti kisah Nuh a.s , Allah telah menghancurkan kaum nya. Firman Nya :
“Maka dia mengadu kepada rabbnya, ‘bahwasanya aku ini adalah orang yang dikalahkan, oleh sebab itu menangkanlah ( aku ).’ Maka kami bukakan pintu-pintu langit dengan (menurunkan ) air yang tercurah. Dan Kami jadikan bumi memancarkan mata air- mata air, maka bertemulah air-air itu untuk satu urusan yang sungguh telah ditetapkan. Dan kami angkat Nuh a.s ke atas bahtera yang terbuat dari papan dan paku, yang berlayar dengan pemeliharaan Kami sebagai balasan bagi orang-orang yang diingkari. “ ( Al –Qamar : 10-14 )
Demikian pula dengan kaum Nabi Hud a.s sebagaimana firman –Nya :
“Maka kami selamatkan Hud besrta otang-orang yang bersamanya dengan rahmat yang besar dari Kami, dan Kami tumpas orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, dan tiadalah mereka (termasuk ) orang-orang yang beriman. “ ( Al- A’raf : 72 )
Juga kaum Shalih a.s, seperti firman Nya :
“karena itu mereka ditimpakan gempa, maka jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di tempat tinggal mereka . “ ( Al- A’raf : 78 )
Demikian halnya dengan kaum Nabi Luth a.s seperti firman Nya :
“Dan Kami turunkan hujan (batu) kepada mereka, maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berdosa itu. “ ( Al-A’raf : 84 )
Serta kaum Nabi Syu’aib a.s firman Allah SWT :
“Kemudian mereka mendustakan Syu’aib a.s, lalu kepada mereka ditimpakan bencana pada hari mereka dinaungi awan. Sesungguhnya adzab Allah itu adalah adzab hari yang besar.” ( Asy-Syu’ara : 189 )
Sesungguhnya siksaan yang pedih bagi orang-orang yang berdosa ( karena menentang da’wah ), merupakan pertolongan Allah yang besar bagi si da’i, serta kehinaan bagi orang-orang yang mendustakan rasul dan para penghasut. Allahlah yang member tangguh kepada mereka. Firman Allah SWT :
“Maka masing-masing (mereka itu ) Kami siksa disebabkan dosa nya, maka diantara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil, dan diantara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, lalu di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang telah menganiaya diri mereka sendiri.” ( An- Ankabut : 40 )
2.2.3 Balasan Allah terhadap musuh
Kemenangan terkadang berupa balasan Allah kepada musuh-musuh para rasul, nabi atau para da’i dan balasan tersebut baru datang setelah beliau-beliau wafat. contohnya dapat dilihat dalam kisah Nabi Yahya a.s. Ketika itu, para pendusta risalah berhasil membunuh Nabi Yahya dan Sya’ya, serta berusaha membunuh Isa a.s.
Ketika menafsirkan surat Al- Mu’min : 51, Imam Ath- Thabrani mengatakan :
“Kami telah memenangkan mereka ( orang-orang mu’min ) atas orang-orang yang mendustakan Kami, atau Kami telah membalas orang-orang yang mendustakan Rasul-rasul Kami dalam kehidupan dunia, setelah rasul wafat, seperti yang telah Kami lakukan terhadap Sya’ya setelah kematiannya, dengan cara member kekuasaan ( kepada pembelanya ) untuk membalas para pembunuh sehingga ( para pembela ) memperoleh kemenangan. Juga yang telah Kami lakukan terhadap terbunuhnya Yahya atau ( usaha membunuh ) Isa, yang kemudian mereka ( para pembunuh tersebut ) terbunuh di Rum.
Hal yang demikian ini sesuai dengan firman Nya :
“Seandainya Allah menghendaki pasti Dia akan membinasakan mereka ( orang kafir ).” ( Muhammad : 4 )
Maksud ayat di atas adalah, bahwa Allah SWT akan membalas semua perlakuan orang-orang yang mendustakan para rasul, nabi dan orang-orang yang beriman yang aktif berda’wah.
2.2.4 Syahadah sebagai Pertolongan Hakiki
Apa yang dianggap manusia sebagai kesalahan, justru merupakan pertolongan yang hakiki seperti terbunuh, dipenjara, diusir, dan dianiaya. Bukankah dengan terbunuhnya seorang da’i merupakan syahadah di jalan Allah ?
Janji Nya mengenai hal ini :
“Janganlah kamu mengira bahwa orang yang gugur di jalan Allah itu mati, baahkan mereka itu hidup di sisi Rabbnya dengan memperoleh karunia. “ ( Ali-Imran: 169 )
“Dikatakan (kepadanya ), ‘Masuklah ke surga!’ Ia berkata, ‘Alangkah baiknya seandainya kaumku mengetahui, apa yang menyebabkan Rabbku memberi ampun kepadaku dan menjadikan aku termasuk orang-orang yang dimuliakan.”( Yasin : 26-27 )
Juga firman Nya:
“Katakanlah, ‘tidak ada yang kamu tunggu-tunggu, kecuali salah satu dari dua kebaikan ( kemenangan atau syahid ).” ( At-Taubah : 52 )
Terbunuhnya seorang da’i merupakan kemenangan bagi dirinya dilihat dari beberapa aspek, yaitu :
Syahadah. Ini merupakan bentuk kemenangan yang terbesar, seperti dalam firman- Nya :
“Janganlah kamu mengira bahwa orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka hidup di sisi Rabbnya dengan mendapat rezeki. Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati.” ( Ali’ Imran: 169-170 )
Menang dan tegaknya manhaj da’wah. Seperti kisah tentang hamba Allah ( kisah Ash-habul-Ukhdud ) ketika dibunuh oleh raja, lalu kaumnya berkata, “Kami beriman kepada Allah, Rabbul-Ghulam ( Rabb hamba yang dibunuh itu).”
Kita pun menyaksikan di zaman sekarang, misalnya Sayyid Quthb -semoga Allah merahmatinya- yang dibunuh oleh penguasa zhalim. Terbunuhnya beliau merupakan kemenangan bagi manhaj da’wah yang telah dijalaninya, lalu gugur di jalan-Nya, sehingga salah seorang ateis yang ada di penjara berkata: “Saya berangan-angan agar saya terbunuh seperti terbunuhnya Sayid Quthb, lalu tersebarlah prinsip-prinsip dan buku-buku saya seperti tersebarnya prinsip dan buku-buku Sayyid Quthb.” Tidak hanya sampai di situ, bahkan penerbit-penerbit Nashara berlomba-lomba untuk menerbitkan dan menyebarkan karya Sayyid Quthb, seperti : Fi Zhilal, Ma alim fith-Thariq dan Khashaishut-Tashawwuril-Islam; sebab menerbitkan karya tersebut dapat mendatangkan keuntungan yang cukup besar bagi saku mereka, karena banyak sekali pembaca yang menantikan tulisan beliau untuk diambil faedahnya.
Inilah yang dikatakan oleh Sayyid Quthb, “sesungguhnya kata-kata dan ucapan kita selalu menjadi bangkai yang diam, sehingga apabila kita mati dan memberinya makan dengan darah, maka dia akan hidup dan mampu menguntungkan bagi yang masih hidup.”
Sebutan yang baik setelah syahid
Ibrahim a.s berkata seperti yang tertuang di dalam firman Allah SWT :
“Dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang ( yang datang . “ ( Asy-Syu’ara : 84 )
Demikian pula mengusiran yang dialami oleh da’i, terkadang menjadi kemenangan bagi dirinya, ketika sebagian manusia menganggap sebagai suatu kekalahan. Oleh karena itu, Alloh SWT berfirman tentang Rasul-Nya saw ketika diusir oleh orang-orang Quraisy dari Mekah :
“Jikalau kamu tidak menolongnya ( Muhammad ) maka sesungguhnya Allahlah yang akan menolongnya ( yaitu ) ketika orang-orang kafir ( musyrikin Mekah ) mengeluarkannya ( dari Mekah ), sedang dia salah seorang dari dua orang yang berada dalam gua.” ( At-Taubah : 40 )
Tidak diragukan, bahwa terusirnya Rasulullah dari Kakah merupakan kemenangan bagi beliau dilihat dari beberapa aspek, yaitu:
Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla telah menyelamatkan beliau dari orang-orang musyrik dan melindungi beliau dari orang-orang musyrik dan melindungi beliau dari mereka, serta telah membutakan mata mereka ketika mereka hendak membunuh beliau.
Berpindahnya medan da’wah ke lingkungan lain yang bisa memberikan perlindungan dan pertolongan kepadanya, padahal sebelumnya Rasuullah adalah pihak yang diperangi, diusir, dan para sahabatnya disiksa serta dibunuh. Mereka tidak dapat melaksanakan ibadat secara terang-terangan seperti yang mereka lakukan di Madinah.
Tegaknya daulah Islamiyah di Madinah dan kemampuan melakukan jihad setelah itu, seperti mulainya manusia memasuki dinullah secara berbondong-bondong.
Kita juga menemukan, bahwa hijrahnya para sahabat ke Habasyah merupakan kemenangan bagi para sahabat dan kekalahan bagi musuh-musuhnya. Oleh karena itu, kafir Quraisy menyusul para sahabat ke Habasyah ( untuk mempengaruhi Raja Negus agar tidak menerima kaum muslimin ). Namun, mereka kembali dengan membawa kerugian. Raja Negus sendiri melindungi para sahabat, bahkan akhirnya taslim dan memeluk dinullah, Islam. Demikian halnya para da’i yang dipenjara, disiksa, dianiaya dan dimaki.
Da’i semacam ini diragukan eksistensinya oleh para penentang da’wah, bahkan menganggap sebagian da’i tersebut telah berakhir peranannya, dan tidak mampu berbuat apa-apa lagi. Tetapi, hal itu justru merupakan kemenangan besar bagi si da’i karena beberapa pertimbangan, yaitu :
Kemenangan bagi dirinya, karena dia akan mengetahui bahwa isu kengerian jauh berbeda dari keadaan yang sebenarnya, sehingga ketika memasuki penjara untuk yang kedua kalinya ia akan terhindar dari rasa takut atau ngeri selain kepada Allah.
Terbukanya kebatilan dihadapan dirinya. Dia akan mengetahui orang-orang yang memasukkan atau yang mencampur-adukkan antara yang batil dan yang haq sebagai upaya pemalsuan dan tipu daya mereka.
Dia akan mengetahui siapa lawan dan siapa kawan. Seperti ucapan seorang ahli syair,” Allah akan membalas kekerasan yang menimpaku dengan segala kebaikan. Dengan itu aku bisa mengetahui kawan karena adanya musuh.”
Bertambahnya orang-orang yang mencari dan mencintainya di samping mereka yang mendengarkan kebenaran yang diserukannya sehingga lebih banyak pengikutnya.
Allah telah menghinakan musuh-musuhnya sehingga mereka meneguk minuman kekalahan.
Bukankah ini semua merupakan kemenangan di dunia sebelum kemenangan yang hakiki di akhirat ? Akan tetapi orang-orang munafik tidak mengetahuinya.
“Mereka berkata, ‘sesungguhnya jika kita telah kembali ke Madinah, benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah daripadanya.’ Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya, dan bagi orang
orang mu’min, tetapi orang-orang munafik tidak mengetahuinya.” ( Al-Munafiqun : 8 )
Sebelum kita tutup uraian ini, kita perlu menelaah terlebih dahulu satu hal yang selama ini luput dari pandangan manusia, yaitu suatu bentuk kemenangan lain bagi para da’i. Kemenangan tersebut adalah ketika si da’I dipenjara, terbunuh, teraniaya atau disiksa, maka sesungguhnya musuh yang melakukan perbuatan itu pun merasakan sakitnya, yaitu sakit maknawi dan siksaan jiwa. Bahkan kadang-kadang, setelah melakukan penyiksaan atau pembunuhan itu, mereka tidak bisa menemukan tempat untuk beristirahat dengan tenang, atau menikmati makanan. Mereka tak pernah merasakan kebahagiaan karena dihantui oleh perbuatannya sendiri.
Itulah yang terjadi pada Al-Hajaj binYusuf setelah ia membunuh Sa’id bin Jubair. Dia merasakan siksaan batin sehingga dia tidak bisa tidur nyenyak, selalu terjaga dari tempat pembaringannya, karena perasaan gelisah. Dia berkata, “ Apa yang akan menimpaku, dan apa pula yang akan menimpa Sa’id?” perasaan gelisah it uterus menghantui Al Hajaj sampai ia meninggal. Tentang hal ini Al-Qur’an menerangkan dalam surat Ali-Imran ayat 119-120 :
“Beginilah kamu, kamu menyukai mereka sedang mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka berjumpa denganmu, mereka berkata, ‘kami beriman,’ dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit jari-jari mereka lantaran marah bercampur benci kepada kamu. Katakanlah ( kepada mereka ), ‘matilah kamu karena kemarahanmu itu.’ Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati. Jika kamu memperoleh kebaika, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar dan bertaqwa, niscaya tipu daya mereka tidak sedikit pun mendatangkan kemadlaratan keppadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan. “
Oleh karena itu, kita akan senantiasa menemukan, bahwa seorang da’I akan hidup dalam kebahagiaan dan keridlaan, seperti yang dikatakan oleh Imam Ath-Thabrani ketika menerangkan ayat berikut ini :
“Dan sesungguhnya telah tetap janji Kami terhadap hamba-hamba Kami yang menjadi rasul, ( yaitu ) sesungguhnya merekalah yang pasti akan memperoleh pertolongan. Dan sesungguhnya tentara Kami itulah yang pasti menang.” (Ash- Shaffat: 171-173)
Katanya, “sebagian ahli bahasa Arab menafsirkan ayat ini dengan penafsiran sebagai berikut: ‘Telah tetap janji Kami terhadap hamba-hamba Kami dari kalangan para rasul, bahwa mereka akan memperoleh kebahagiaan.” ( Tafsir Ath-Thabari, XXIII: 114 )
Ini pulalah makna sabda Rasulullah saw :
“Sungguh menakjubkan urusan orang-orang mu’min, sesungguhnya semua urusannya baik. Tidaklah hal itu dimiliki oleh seseorang kecuali orang-orang yang beriman. Jika dia ditimpa kebahagiaan mereka bersyukur, maka itu baik baginya; dan jika ditimpa kesengsaraan ia bersabar, maka itu baik pula baginya.”( H.R. Muslim )
Oleh karenanya, berkatalah Syaikhul-Islam ketika menerangkan hal ini :
“ Apa arti siksaan yang dilakukan musuhku terhadapku?Aku adalah surgaku dan tamanku ada di dalam dadaku. Terbunuhnya aku merupakan syahadah, diusirnya aku merupakan piknik, dan dipenjaranya aku merupakan khalwat.”
Hal tersebut juga dikatakan oleh salah seorang yang zuhud : “Seandainya para raja dan anak-anaknya mengetahui kenikmatan dan kelezatan yang kami rasakan,
Pasti mereka akan mendera kami dengan pedang.”
Dari kisah-kisah di atas kita mengetahui, siapa yang menang dan siapa yang kalah. Namun sayangnya, kemenangan dan kekalahan yang hakiki tersebut tidak terjangkau oleh pandangan manusia yang hanya melihat secara lahir. Ada benarnya jika ada yang berkata :
“Bersabarlah terhadap kejahatan orang-orang yang hasud karena kesabaranmu akan membunuhnya. Api akan memakan sebagian dari dirinya jika dia tidak menemukan apa yang bisa dimakannya.”
2.2.5 Istiqamah di atas Prinsip Da’wah
Sesungguhnya sikap istiqomah sang da’i atas prinsipnya merupakan kemenangan yang nyata dan keberuntungan yang berharga tinggi, karena ia telah berhasil mengalahkan syahwat dan syubhat serta mampu menyingkirkan berbagai kendala dengan sikap berani dan istiqomah. Bahkan, dia tidak mungkin memperoleh kemenangan yang zhahir, kecuali setelah mencapai kemenangan batin sejenis ini. Seperti Nabi Ibrahim a.s, ketika beliau dilempar ke dalam api, beliau sudah berada dalam puncak kemenangannya.
“Mereka berkata, ‘Dirikanlah suatu bangunan untuk ( membakar )Ibrahim, lalu lemparkanlah dia ke dalam api yang menyala-nyala itu.’ Mereka hendak membuat tipu daya kepadanya, maka Kami jadikan mereka orang-orang yang hina.” ( Ash- Shaffat : 97-98)
Begitu pula Imam Ahmad, ketika beliau tetap memegang prinsipnya dalam menentang pendapat tentang “kemakhlukan Al-Qur’an”, walaupun ditekan dan dipaksa oleh penguasa pada waktu itu untuk merubah pendapatnya, maka hal ini merupakan puncak kemenangannya. Kemenangan yang diraih oleh Ash-habul-Ukhdud ketika dilemparkan ke dalam api karena tidak mau tawar-menawar dalam din mereka, dan lebih memilih mati fi sabilillah. Kemenangan Ash-habul-Ukhdud ini diabadikan dalam firman-Nya :”dan mereka tidak menyiksa orang-orang mu’min itu melainkan karena orang-orang mu’min itu beriman kepada Allah Yang Mahaperkasa lagi Maha Terpuji.” ( Al-Buruj:8 )
Kemenangan seperti ini kita temukan pula dari sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Khabbab ketika dia datang kepada Rasulullah saw, lalu berkata :
“Tidakkah engkau memohon kemenangan untuk kita ? tidakkah engkau ber’doa untuk kita?”
Rasulullah saw menjawab :
“Orang-orang sebelum kamu ada yang dimasukkan ke dalam lubang lalu didatangkan kepadanya gergaji lalu diletakkan di kepalanya hingga terbelah menjadi dua. Tetapi ini semua tidak menjadikannya mundur dari din-nya. Ada pula yang disikat dengan sikat besi hingga terlepas dagingnya dari tulang atau urat sarafnya, tetapi hal ini tidak menyebabkan dia mundur dari din-nya.” ( H.R. Bukhari )
Rasuullah saw menerangkan, bahwa kemenangan itu adalah sikap istiqomah di atas din dan tidak mundur, apa pun yang diderita dan dialaminya.
2.2.6 Kekuatan Argumentasi
Pertolongan kadang-kadang berbentuk kekuatan hujjah dan kebenaran argumentasi.
Allah berfirman :
“Dan sesungguhnya telah tetap janji Kami kepada hamba-hamba Kami yang menjadi rasul, (yaitu ) sesungguhnya mereka itulah yang pasti mendapat pertolongan. Dan sesungguhnya tentara Kami itulah yang pasti menang.” ( Ash-Shaffat : 171-173)
Ketika menerangkan ayat tersebut imam Ath-Thabari berkata, “Allah menerangkan, ‘Telah tetap janji Kami kepada para rasul Kami, bahwa mereka pasti akan ditolong, artinya telah berlaku ketetapan dan hukum Kami di dalam Ummul-Kitab, bahwa mereka akan mendapat pertolongan dan kemenangan dengan hujjah.’
Sedangkan As-Sudi berkata, ‘Sesungguhnya mereka akan mendapatkan kemenangan atau pertolongan ( dengan hujjah ).’’’(Tafsir Ath-Thabari,XXI:114 )
Allah Ta’ala berfirman :
“Mereka hendak melakukan tipu muslihat, maka Kami jadikan mereka orang-orang yang hina.” ( Ash-Shaffat:98)
Ketika menerangkan ayat tersebut, Ath-Thabari berkata, “Maksudnya adalah Kami jadikan kaum Nabi Ibrahim terhina dalam hal hujjahnya, dan Kami menangkan Ibrahim atas mereka dengan hujjah.” ( Tafsir Ath-Thabari,XXIII:75)
Makna senada juga kita temukan dalam firman Allah berikut ini :
“Dan itulah hujjah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan siapa yang Kami kehendaki beberapa derajat. Sesungguhnya Rabbmu Maha Bijaksana lagi Maha Mangetahui.” ( Al-An am: 83 )
Ayat di atas menerangkan, bahwa terangkatnya derajat merupakan suatu bentuk kemenangan. Demikian pula di dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah, setelah menerangkan orang kafir yang mendebat Ibrahim tentang Rabbnya, Allah berfirman :
“Maka diamlah orang kafir itu.” ( Al-Baqarah :258 )
Diamnya orang kafir yang dimaksud dalam ayat di atas merupakan pertanda bahwa dia sudah kalah melalui hujjah dan penjelasan Ibrahim a.s.
Dengan demikian, kemenangan seorang da’i dengan kekuatan hujjahnya merupakan suatu kemenangan yang hakiki, bahkan merupakan salah satu wasilah terpenting untuk meraih kemenangan dan tegaknya ad-din.
2.2.7 Tidak Terbatas wilayah dan masa
Sesungguhnya kemenangan seorang da’i tidak dibatasi oleh zaman, waktu maupun tempat. Waktunya terbentang sejak kehidupan dunia sampai akhirat, dan tempatnya adalah seluruh bumi Allah yang luas ini.
Oleh karena itu, seorang da’i terkadang menderita pada suatu tempat, namun pada lain tempat ia memperoleh kemenangan. Sebagaimana yang dialami oleh Nabi Muhammad saw dan para sahabatnya. Beliau sangat menderita ketika di Makah, namun kemudian beliau menang ketika di Madinah sebagai kemenangan yang pertama, lalu di Makah sebagai kemenangan yang kedua ( Fathu Makkah ).
Kemenangan juga dialami oleh Nabi Musa a.s yang menderita di negeri Fir’aun, namun mengalami kemenangan setelah berada di tempat lain.
Hal serupa juga dialami ole Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah. Beliau meninggal di penjara -semoga Allah merahmatinya- akan tetapi kemenangan da’wahnya merupakan kemenangan yang besar setelah beberapa generasi dari kematiannya dan tidak pernah berhenti.
Dan masih banyak lagi da’i-da’i yang mengalami hal serupa dengan Ibnu Taimiyyah, semoga Allah memberi rahmat kepada mereka.
2.2.8 Allah Mencegah Tindakan Musuh
Pertolongan yang terakhir bisa berupa pencegahan. Pencegahan berarti perlindungan bagi seorang da’i, dan tercegahnya dari makar-makar musuhnya sehingga tidak mampu menyakitinya.
Allah berfirman :
“dan mereka tidak akan mendapat pertolongan.” ( Al-Baqarah: 48)
Mereka ( sang penentang da’i ) akan dihalang-halangi untuk menyakiti si da’i.
Allah SWT berfirman :
“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang pernah diperintahkan ( kepadamu )dan berpalinglah dari orang-orang musyrik. Sesungguhnya kami memelihara kamu dari ( kejahatan ) orang-orang yang memperolok-olokan ( kamu ).” ( Al-Hijr : 94-95 )
Ketika menafsirkan ayat di atas Imam Ath-Thabari berkata, “Sampaikanlah dengan jelas perintah Allah dan janganlah kamu takut sedikit pun selain kepada Allah, karena Allah akan menjagamu dari orang-orang yang menyakitimu sebagaimana Dia telah memeliharamu dari orang-orang yang mengolok-olokmu.” (Tafsir Ath-Thabari, XIV:69 )
Allah berfirman :
“Dan Allah akan memeliharamu dari (gangguan ) manusia.” ( Al-Maidah: 67 )
Inilah beberapa bentuk pertolongan Allah, bahkan merupakan bentuk pertolongan yang paling penting. Jika kita perhatikan bentuk-bentuk pertolongan di atas, lalu melihat sejarah perjuangan nabi dan rasul, pasti akan kita temukan, bahwa masing-masing mereka telah mencapai salah satu dari bentuk-bentuk pertolongan Allah, bahkan ada yang memperoleh lebih dari satu pertolongan. Misalnya, pertolongan yang dialami oleh Nabi kita, yaitu dengan tegaknya ad-din ( Islam ) secara sempurna dan dihancurkannya orang-orang yang telah mendustakannya dalam Perang Badar dan setelahnya. Kemenangan lain yang dikaruniakan Allah kepada beliau adalah tak kala beliau diusir dari Mekah, namun beliau berhasil menegakkan hujjah atas kebatilan. Di samping itu, beliau mendapat pertolongan karena Allah telah mencegah musuh-musuh beliau dari menyakiti beliau; kemudian mendapat kemenangan di negeri lain ( yaitu Madinah; serta kemenangan Karena beliau istiqomah pada dinullah dan tetap menyampaikan kalimatul-haq.
Ini disebutkan dalam firman Allah :
“Dan kalau Kami tidak mempekuat (hati)mu, niscaya kamu hampit-hampir condong sedikit kepada mereka.”( Al-Isra : 74 )
Para nabi dan Rasul diberi kemenangan dalam bentuk yang berbeda-beda, namun semua ini adalah perwujudan janji Allah terhadap mereka ( Ash-Shaffat : 171-173). Demikian pula setiap mu’min yang shadiq (benar) berhak memperoleh kemenangan, baik ketika masih hidup maupun setelah mati, sebagai bukti kebenaran janji-Nya :
“Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari bedirinya saksi-saksi ( hari kiamat ).” ( Al-Mu’min : 51)
Dari uraian di atas jelaslah bagi kita, pemahaman yang menyeluruh tentang makna kemenangan dalam da’wah. Kita tidak boleh membatasi hanya pada satu jenis kemenangan yang kita inginkan.
Seluruh urusan ini milik Allah sejak dulu sampai akhir zaman nanti. Kita tidak lain hanya hamba-hamba-Nya. Diantara kesempurnaan ibadah adalah mengetahui dengan yakin dan mantap tanpa keraguan sedikit pun, bahwa janji Allah itu pasti terlaksana. Akan tetapi kadang-kadang kita tidak mengetahui hakikat ini. Mahabenar Allah lagi Mahaagung yang berfirman :
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus sebelum kamu beberapa orang rasul kepada kaumnya, mereka datang kepadanya dengan membawa keterangan-keterangan ( yang cukup ), lalu Kami melakukan pembalasan terhadap orang-orang yang berdosa. Dan kami selalu berkewajiban menolong orang-orang beriman. “ ( Ar-Rum : 47 )
(Bersambung ke Bag-3).
0 komentar:
Mari berdiskusi...
--------------------------------------------------------------------
Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...
--------------------------------------------------------------------