Sistematika Jihad Islam
Da’wah bil-hikmah tidak saja berwujud perkataan lembut, nasihat-nasihat baik atau berdebat dengan cara yang baik, namun juga termasuk di dalamnya bertindak dan berkata keras selama keduanya diterapkan secara benar, pada saat yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan maupun sasarannya. Ini jelaskan dalam firman Allah :

“Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan neraca ( keadilan ) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagi manfaat bagi manusia, ( supaya mereka mempergunakan besi itu ) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong ( din ) Nya, dan rasul-rasul Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Mahakuat lagi Mahaperkasa.” ( Al- Hadid : 25 )
          Jihad di jalan Allah merupakan wasilah ( sarana ) penting bagi hamba Allah untuk mendekatkan diri kepada-Nya, di samping kewajiban-kewajiban yang ditetapkan oleh Allah. Sebab, jihad berimplikasi membela orang-orang mu’min dan meninggikan kalimat Al-Haq, melumpuhkan orang-orang kafir yang menentang lagi zhalim, orang-orang munafik serta golongan penentang lainnya. Makna jihad dari segi bahasa adalah “mengerahkan seluruh kemampuan dan tenaga yang dimilikinya, baik berupa kata-kata ataupun perbuatan.”
          Sedangkan menurut istilah syar’I, jihad adalah bersungguh-sungguh dalam memerangi orang-orang kafir, pembangkang, murtad dan sebagainya. Jihad adalah wajib kifayah dan bisa menjadi wajib ‘ain dalam tiga keadaan sebagai berikut :
Jika seorang muslim masuk dalam barisan ( pasukan ) perang.
Jika musuh melakukan intervensi ke suatu negeri kaum muslimin.
Jika diminta oleh imam kaum muslimin.
Tujuan inti jihad adalah menegakkan Kalimat Allah di muka bumi, agar manusia hanya mengabdikan dirinya kepada Allah semata dan menyingkirkan penghambaan manusia atas manusia lain. Di samping memiliki sejumlah maslahat, tujuan dan sasaran yang mulia, jihad juga memiliki beberapa sasaran yang tersusun secara sistematis.
Pemahaman sistematika jihad merupakan syarat bagi tercapainya tujuan jihad. Karena itu, ini harus selalu menjadi pedoman dalam setiap langkah da’wah.
Penulis akan merincinya pada poin-poin berikut :

Pertama, sasaran jihad.
Kedua, urutan jihad.
Ketiga, persiapan jihad.
Keempat, batasan kekuatan jihad.
Kelima, sistematika jihad an ragamnya.

2.3.1 Sasaran Jihad
          Ada dua macam jihad, yaitu defensif dan ofensif. Maksud dan sasaran dari dua macam jihad ini adalah :
Meninggikan Kalimatullah, meninggikan din-Nya, mengajak manusia kedalam din-Nya dan mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya yang terang benderang. Firman Allah :
“Dan perangilah mereka it,u sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga ) din itu semata-mata hanya untuk Allah.” ( Al- BAqarah : 193 )
Menolong orang-orang yang teraniaya, mengenai hal ini Allah berfirman :
“Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan ( membela )orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdo’a. Ya Rabb kami, keluarkanlah kami dari negeri ini ( Mekah ) yang zhalim penduduknya dan berikanlah Kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau.” ( An-Nisa : 75 )
Menghadapi musuh, menjaga Islam, serta menegakkan din tauhid ini. Allah SWT berfirman :
“Oleh sebab itu, barang siapa menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya kepadamu. Bertaqwalah kepada Allah, dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang bertaqwa.” ( Al – Baqarah : 194 )
“Dan sekiranya Allah tidak menolak ( keganasan ) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumahibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang didalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang-orang yang menolong (din) - Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuat lagi Mahaperkasa.” ( Al-Hajj : 40 )


2.3.2 Urutan Jihad
          Pertama : Umat Islam diizinkan untuk berjihad, namun tidak wajib melaksanakannya. Allah berfirman :
          “Telah diizinkan (berperang ) bagi orang-orang yang diperangi, karesesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuasa menolong mereka itu.” ( Al-Hajj :39 )
          Kedua : Perintah untuk memerangi orangorang yang telah memerangi ummat Islam. Allah berfirman :
          “Maka jika mereka berpaling, tawan dan bunuhlah mereka di mana saja kamu menjumpai mereka, dan janganlah kamu ambil seorang pun di antara mereka sebagai pelindung, dan jangan pula sebagai penolong, kecuali orang-orang yang meminta perlindungan kepada suatu kaum, yang antara kamu dan kaum itu telah ada perjanjian (damai ) atau orang-orang yang datang kepadamu mereka senang hati dan merasa keberatan untuk memerangi kamu dan memerangi kaumnya. Kalau Allah menghendaki, tentu Dia member kekuasaan kepada mereka terhadap kamu, lalu pastilah mereka memerangimu.tetapi jika mereka membiarkan kamu, dan tidak memerangi kamu serta mengemukakan perdamaian kepadamu, maka Allah tidak member jalan bagimu ( untuk menawan dan membunuh) mereka. Kelak kamu akan dapati ( golongan-golongan ) yang lain, yang bermaksud supaya mereka aman daripada kamu dan aman (pula ) dari kaumnya. Setiap mereka diajak kembali kepada fitnah ( syirik ) , mereka pun terjun ke dalam nya. Karena itu jika mereka tidak membiarkan kamu dan (tidak ) mau mengemukakan perdamaian kepadamu, serta tidak menahan tangan mereka ( dari memerangimu ), maka tawanlah mereka dan bunuhlah mereka dimana saja kamu menemui mereka, dan merekalah orang-orang yang Kami berikan kepada mu alasan yang nyata ( untuk menawan dan membunuh ) mereka.” ( An-Nisa : 89-91 )
          Ketiga : Berjihad kepada orang-orang musyrik dan orang-orang kafir secara totalitas yaitu, memerangi mereka setelah disampaikannya da’wah Islam kepada mereka namun mereka jelas-jelas telah menentang da’wah melalui kekafirannya. Jihad ini dilakukan agar tidak ada lagi fitnah dan menjadikan Allah sebagai sentral din secara keseluruhan, agar meluaskan syari’at Islam, melenyapkan praktik-praktik da’wah dari orang-orang yang anti- Allah ( anti-Islam) dan juga orang-orang kafir, semua ini dilakukan agar hamba-hamba di atas muka bumi ini merasakan ni’matnya syari’at yang adil dan mengeluarkan mereka dari kesempitan dunia menuju keluasan Islam, dari menyembah mekhluk kepada menyembah Yang Maha Suci, dari kezhaliman tiran menuju keadilan syari’at Islam dan hukum-hukum nya. Perlawanan atau peperangan ini harus dilakukan sampai mereka masuk ke dalam dinullah atau mereka mau dan bersedia membayar “jizyah” seperti yang difirmankan Allah :
          “ Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula ) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul Nya, dan tidak beragama dengan agama yang benar ( dinullah ), ( yaitu orang-orang ) yang diberikan Al-kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk .” ( At-Taubah : 29 )
          Inilah ketetapan dan perintah Islam yang telan dilaksanakan Nabi Muhammad saw, dan Allah telah menurunkan ayat Saif ( pedang ) yang berbunyi :

          “Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrik itu dimanapun kamu menjumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepeunglah mereka dan intailah di tempat pengintaian. Jika mereka bertaubat serta mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah MAha Pengampun lagi Maha Penyayang.” ( At-Taubah : 5 )
          “Dan perangilah mereka supaya jangan ada fitnah, dan supaya din itu semata-mata untuk Allah.” ( Al-Anfal: 39 )
          Hal ini dapat dilaksanakan kalau umat Islam sudah mempunyai kemampuan untuk melaksanakannya. Jika belum, maka ummat Islam dapat memerangi mereka yang memusuhi ummat Islam dan yang memerangi ummat Islam, yakni sebagai pengalaman ayat dari surah An-Nisa yang maknanya termasuk sebagai urutan kedua dari jihad. Allah SWT berfirman :
“Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” ( Al-Anfal : 61 )
          Ayat terakhir ini tidak bertentangan dengan surat At-Taubah, sebab surat At-Taubah berisikan perintah untuk memerangi orang-orang kafir jika memang hal ini memungkinkan; dan jika terasa terlalu berat melawan musuh, maka boleh melakukan gencatan senjata, hal ini boleh dilakukan sebagaimana yang tersirat dalam surat Al-Anfal, dan seperi yang pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad saw padaa peristiwa Hudaibiyah. ( Tafsir Ibnu Katsir, II: 324 )
          Bila keadaan memungkinkan, perintah perang ini dapat dilakukan, namun jika tidak, cukup dengan bertahan atau juga memerangi segolongan-segolongan sesuai dengan kemampuan dan kekuatan yang ada, demi kemaslahatan orang-orang Islam dan bukan karena mengikuti hawa nafsu.
          Bila memang ummat Islam telah memiliki kemampuan, kekuatan , dan senjata yang cukup untuk memerangisemua golongan orang kafir, umumkanlah untuk perang serta berjihad demi kebenaran. (Fatwa bin Baz,III- 193; Fatwa Ibnu Taimiyyah, XIII: 16 )

2.3.3 Persiapan Jihad
          Jihad tidak mempunyai kekuatan apa-apa kecuali dengan adanya dua persiapan :
Kekuatan iman dan amal shalih, seperi yang difirmankan allah :

“Dan Kami berkewajiban menolong orang-orang yang beriman.” ( Ar-Rum :47 )
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong ( din ) Allah, niscaya Dia akan menolong mu dan meneguhkan kedudukan mu. Dan orang-orang kafir maka kecelakaanlah bagi mereka dan Allah menghapus amal-amal mereka.” (Muhammad : 7-8 )
“Sesungguhnya Kami menolong Rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman. “ ( Al-Mu’min : 51 )
Melaksanakan kewajiban serta menjauhi yang diharamkan, merupakan sebagian dari syarat-syarat utama dari datangnya pertolongan Allah.
Kekuatan besi dan apa saja dari jenis kekutan material.
Firman Allah :
kuda-kuda yang ditambat untuk berperang ( yang dengan persiapan itu ) kamu menggetarkan musuh Allah, musuhmu…”( Al-Anfal : 60 )
Persiapan-persiapan ini perlu dilakukan dengan melihat situasi dan kondisi yang di hadapi umat Isalm seperti yang telah ditetapkan oleh Rasulullah saw :

“(hai sekalian kaum musllimin )persiapkanlah segala kekuatan yang kalian miliki, ingatlah bahwa kekuatan adalah melempar, kekuatan adalah melempar, kekuatan adalah melempar.” ( HR. Muslim )
Maka, wajib mempersiapkan kekuatan darat, udara dan laut bila ummat Islam mampu untuk itu dan wajib pula bersiap siaga.
“Hai orang-orang yang beriman, bersiap-siagalah kamu…” ( An-Nisa : 47 )
Semua nash di atas menunjukkan wajibnya melakukan pembelaan dari serangan musuh, termasuk melakukan semua persiapan. Persiapan yang diperlukan mencakup persenjataan dan fisik, juga pelatihan para mujahidin, menyangkut : cara-cara penggunaan senjata, mengarahkan mereka pada hal-hal yang dapat membantu jihad terhadap musuh, serta penangkisan serangan. Allah SWT memutlakkan perintah persiapan, meliputi segala perlengkapan jihad tanpa menyebutkan macam, situasi, maupun kondisinya. Hal ini dikarenakan waktu yang memang selalu berubah-ubah, persenjataan yang bermacam-macam, dan musuh yang relatif; mungkin banyak atau mungkin juga sedikit; mungkin kuat atau mungkin juga lemah.
          Oleh karena itu, setiap orang terkemuka, para pimpinan, dan para pemikir Islam, sebaiknya mempersiapkan segala kemampuan dan kekuatan untuk memerangi musuh yang mungkin menyerang kapan saja. Rasulullah telah bersabda, “perang adalah tipu daya.” ( H.R Muslim ) maksudnya, di dalam peperangan, perlawanan terkadang di lakukan dengan membuat makar dan tipuan di luar kekuatan dan jumlah pasukan. Hal ini telah dipraktekkan dan sudah popular.
Batasan Kekuatan Jihad
Apa yang telah dijelaskan di atas merupakan pemahaman yang benar tentang kekuatan dalam berda’wah. Namun, kekuatan jihad itu memiliki beberapa batasan, yang dipegang oleh setiap mujahid. Batasan-batasan ini seperti yang difirmankan Allah :

“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi )janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” ( Al-Baqarah : 190 )
          Ayat ini menerangkan tentang beberapa bentuk larangan seperti membunuh wanita, anak-anak kecil, orang-orang tua yang tidak berdaya, para rahib, orang-orang sakit, orang-orang buta. Tetapi bila mereka itu ikut memerangi ( ummat Islam ) atau memberikan bantuan kepada orang-orang kafir maka mereka boleh diperangi.
         
Termasuk larangan dalam peperangan adalah membunuh hewan tanpa maksud untuk kemaslahatan apapun, membakar pohon-pohon, merusak tanaman dan buah-buahan, memporak-porandakan rumah, tanah, juga hal-hal yang tidak sewajarnya dilakukan. Rasulullah saw bila memerintahkan kepada seseorang yang menjadi pimpinan atau panglima perang, beliau selalu berwasiat agar mereka selalu bertaqwa kepada Allah SWT dan agar ummat Islam yang ikut dalam perang itu selalu berpegang pada kebaikan. Rasuullah bersabda :
          “Berperanglah demi nama Allah di jalan Nya, perangilah orang-orang yang kafir terhadap Allah, perangilah tetapi janganlah melampaui batas, jangan menyiksa, dan jangan membunuh para orang tua. Bila kalian bertemu musuh-musuh yang musyrik, ajaklah mereka kepada tiga hal.”
Kemudian Rasulullah saw menerangkan ke tiga hal tersebut, yaitu :
Masuk Islam dalam berhijrah, atau masuk Islam tanpa berhijrah, dan mereka dianggap seperti kaum muslimin yang hidup di pedalaman.
Bila mereka tidak mau, ajaklah mereka untuk menyerahkan jizyah ( upeti, pajak ).
Bila mereka menentang tawaran tersebut, mohonlah pertolongan kepada Allah dan perangilah mereka.
Jika antara kaum muslimin dan orang-orang kafir mempunyai suatu perjanjian, maka tidak dibenarkan bagi kaum muslimin untuk merusak perjanjian tersebut sampai masanya berlaku habis.
Jika ummat Islam menduga telah dikhianati oleh musuh-musuhnya karena melihat bukti-bukti yang ada, walaupun penghianatan tersebut tidak secara terang-terangan
         
Jika ummat Islam menduga telah dikhianati oleh musuh-musuhnya karena melihat bukti-bukti yang ada, walaupun penghianatan tersebut tidak secara terang-terangan, maka sejak saat itu kaum muslimin boleh memutuskan perjanjian tersebut.
Batasan seperti ini tidak dijelaskan oleh Allah dalam firman –Nya :

“Jika kamu khawatir akan (terjadinya ) penghianatan dari suatu golongan, maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat.”( Al-Anfal: 58 )
Ayat tersebut menyiratkan, bahwa jika memang terdapat penghianatan dari pihak musuh secara jelas, maka tidak perlu mengembalikan perjanjian itu kepada mereka. Sebab telak diketahui dengan jelas penghianatan mereka. Pemahaman terhadap ayat tersebut juga menunjukkan, jika tidak ada penghianatan dari pihak musuh atau tidak ada bukti-bukti penghianatan mereka, maka ummat Islam tidak boleh mengembalikan perjanjian itu kepada mereka, melainkan wajib melaksanakan perjanjian itu sampai masa berlakunya habis.
Tentang hal ini, Salim bin ‘Amir berkata :
“Pernah di antara pihak Mu’awiyah dan orang-orang Romawi mengikat suatu perjanjian. Lalu Mu’awiyah bergerak menuju negeri mereka sebelum habis masa perjanjian tersebut. Tiba-tiba dating seorang laki-laki dengan mengendarai seekor kuda (atau unta ) kepada pihak muawiyah dan berkata,’ Allahu Akbar Allahu Akbar. Janji wajib dipenuhi dan tidak boleh berkhianat! Setelah mereka melihatnya, ternyata dia ‘Amru bin’ abasah. Maka Mu’awiyah mengutus seseorang untuk bertanya kepadanya lalu ‘Amru menjawab, ‘ aku telah mendengar Rasuullah saw bersabda, barangsiapa yang telah membuat perjanjian dengan suatu kaum, maka janganlah merusak perjanjian itu atau melanggarnya sampai masa berlakunya habis, atau kembalikanlah perjanjian itu secara adil ( jujur ).’ Mala Mu’awiyah pun kembali ( tidak jadi menyerang Romawi). “ ( H.R. Abu dawud )
Inilah kebijaksanaan yang sebenarnya dalam berda’wah kepada orang-orang yang zhalim, menentang dan menutup jalan Allah SWT.

2.3.5   Ragam Jihad
          Ada empat urutan dalam berjihad, yaitu : jihad terhadap nafsu, jihad terhadap syaithan, jihad terhadap orang-orang kafir dan munafik, dan jihad terhadap orang-orang yang berbuat zhalim, bid’ah dan kemungkaran.

2.3.5.1           Jihad Terhadap Nafsu
          Jihad terhadap nafsu memiliki empat urutan juga, yaitu :
Jihad dalam mempelajari masalah-masalah agama dan mempelajari petunjuk, yang tidak ada kemenangan, tidak ada keberuntungan dalam kehidupan kecuali dengan mempelajarinya.
Berjihad mengamalkannya setelah memiliki ilmunya. Seandainya tidak diamalkan akan mendatangkan madlarat atau tidak memberikan manfaat.
Berjihad melalui da’wah, dengan cara mengajarkan ilmu yang telah didapatnya kepada orang lain. Jika tidak, ia termasuk orang yang telah menyembunyikan apa yang telah diturunkan Allah, berupa petunjuk dan penjelasan-penjelasan, dan tidaklah bermanfa’at ilmunya, dan tidak dapat menyelamatkannya dari siksaan Allah SWT.
Jihad dengan bersabar atas segala kesulitan dalam berda’wah, sabar dari caci-maki orang, dan menyerahkan hal-hal seperti ini sepenuhnya kepada Allah SWT. Bagi siapa yang berilmu dan mengamalkannya disertai sabar, ia termasuk orang besar di kerajaan langit. Firman Allah
“Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan nasihat-menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran.” (Al-Ashr :1-3 )

2.3.5.2           Jihad terhadap Syaithan
          Jihad terhadap syaithan, mempunyai dua urutan :
Jihad memerangi keragu-raguan dalam keimanan dan segala bentuk syubhat yang dijumpai seorang hamba.
Jihad memerangi hawa nafsu dan segala keinginan yang merusak yang dijumpai seorang hamba.
Jihad yang pertama setelah yakin, dan yang kedua setelah bersabar. Allah berfirman :

“Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami.” ( As-Sajdah : 24 )
          Syaithan adalah musuh yang sangat jahat. Allah menerangkan :
          “Sesungguhnya syaithan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh (mu ).” ( Fathir : 6 )

2.3.5.3           Jihad terhadap Orang Kafir dan Munafik
Jihad ini mempunyai empat urutan :
Dengan hati,
Dengan lisan,
Dengan harta,
Dengan tangan ( kekuatan dan kekerasan )
Jihad terhadap orang-orang kafir lebih khusus dilakukan menggunakan tangan ( kekuatan atau kekerasan ), sedangkan jihad terhadap orang-orang munafik lebih khusus dilakukan menggunakan lisan.

2.3.5.4           Jihad terhadap Orang zhalim
          Jihad ini ( terhadap orang yang berbuat zhalim, permusuhan, bid’ah dan kemungkaran ) mempunyai tiga urutan :
Jihad menggunakan tangan jika memang mampu untuk melakukannya.
Jihad menggunakan lisan jika tidak mampu dengan tangan
Jika tak mampu juga dengan keduanya, maka berjihadlah dengan hati.
Sabdda Rasulullah saw ,


“Siapa di antara kamu yang melihat kemungkaran, hendaklah ia merubah dengan menggunakan tangannya, jika tidak mampu, gunakanlah lisannya, jika tidak mampu juga, cukup berjihad dengan hati saja, dan ini aalah selemah-lemahnya iman.” ( H.R. Muslim )
Itulah ketiga belas macam urutan jihad yang sistematis, dan manusia yang paling sempurna di sisi Allah adalah orang yang menyempurnakan keseluruhan urutan jihad ini. Dalam hal jihad ini, derajat manusia berbeda-beda di sisi Allah.
Melihat semua ini, jelaslah bahwa makhluk yang paling sempurna dan paling mulia adalah Muhammad saw, penutup para nabi dan utusan Allah, sebab beliau telah sempurna menjalankan semua urutan jihad ini, dan berjihad di jalan Allah dengan sebenar-benarnya.
Jihad terhadap musuh-musuh Allah merupakan cabang dari jihadnya seorang hamba terhadap jiwanya, seperti yang telah disabdakan Rasulullah saw

“Maukah kalian aku beritahu, siapakah orang yang beriman itu? Orang yang beriman adalah orang yang bisa membuat orang lain aman terhadap dirinya, baik jiwa maupun hartanya;orang Islam adalah orang yang bisa membuat orang lain selamat dari lidah dan tangannya; dan mujahid adalah orang yang berjihad terhadap jiwanya demi untuk taat kepada Allah, serta muhajir adalah orang yang berhijrah dari segala kesakahan dan dosa-dosa.”( H.R. Ahmad )
Oleh karena itu, jihad terhadap jiwa menjadi titik pangkal dari jihad terhadap musuh luar. Selama seorang belum berjiihad terhadap jiwanya dengan melaksanakan segala yang diperintahkan Allah dan meninggalkan segala larangan Allah SWT, maka tidak mungkin ia dapat berjihad terhadap musuh luarnya. Bagaimana mungkin ia dapat berjihad dengan musuhnya -apalagi mengalahkannya-  sedang ia sendiri sudah dikalahkan dan dikuasai jiwanya? Tidak mungkin ia keluar untuk berjihad sebelum ia berhasil mengalahkan jiwanya. Dengan demikian berarti, bagi setiap muslim terdapat dua musuh : musuh dalam diri sendiri, dan musuh di luarnya. Di samping kedua musuh ini, ada lagi musuh yang ketiga, yang tidak mungkin seorang hamba dapat berjihad atau mengalahkan musuh yang pertama maupun kedua, kecuali setelah berjihad dan mengalahkan musuh yang ketiga ini. Musuh yang ketiga ini merupakan kunci untuk mengalahkan musuh yang pertama dan kedua. Musuh ketiga tersebut tidak lain adalah syaithan.

Jelas sudah, bahwa beberapa medan atau macam-macam perang dalam berjihad adalah sebagai berikut :
1.  Jihad terhadap orang-orang kafir, orang-orang munafik dan orang-orang murtad.
2.  Jihad terhadap orang-orang yang bersikap memusuhi.
3.  Jihad pembelaan tehadap agama, jiwa, harta, keluarga, termasuk juga mempertahankan diri dari perampokan di jalan atau dari serangan orang. Sabda Nabi saw :
“Siapa yang terbunuh karena membela hartanya ia termasuk syahid, siapa yang terbunuh karena membela keluarganya ia termasuk syahid, siapa yang terbunuh karena membela agamanyya ia termaasuk syahid, dan barang siapa yang terbunuh karena mempertahankan darahnya ia juha termasuk syahid.” ( H.R. Abu Dawud )



0 komentar:

Mari berdiskusi...

--------------------------------------------------------------------

Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...

--------------------------------------------------------------------