MURAQABAH, MA`IYYAH & AL HAYA'
(مراقبة ، معيّة ، والحياء)
UST. ABU FAHMI AHMAD, KAJIAN HARI REBO
UNTUK GURU-GURU  SDIT-SMPIT IMAM BUKHARI
---------------------------------------------------------
Syaikh Abu Bakar al Jazairi di dalam kitabnya Minhajul Muslim, menyebutkan bahwa "muraqabah" merupakan bagian dari Adab seorang muslim, lebih tepatnya sebagai "ADAB MA`AN NAFSI"
(Etika terhadap Diri sendiri). الأدب مع النفس
المراقبة هي :أن يأخذ المسلم نفسه بمراقبة الله تعالى ، ويلزمها إيّاها في كلّ لَحظة من لحظات الحياة حتى يتم لها اليقين بأن الله مطَّلع عليها ، عالم بأسرارها ، رقيب إلى أعمالها ، قائم عليها وعلى كل نفس بما كسبت ، وبذلك تصبح مستغرقة بملاحظة جلال الله وكماله ، شاعرة بالأنفس في ذكره ، واجدة الراحة في طاعته، راغبة في جواره ، مقبلة عليه، معرضة عما سواه...
Muraqabah adalah (ketika) seorang muslim merasa dirinya diawasi oleh Allah SWT, ia senantiasa merasakannya di setiap saat dari kehidupannya sehingga keyakinannya menjadi sempurna bahwa Allah selalu melihatnya, mengetahui rahasia-rahasianya, memperhatikan amal-amalnya, menegakkan putusan terhadapnya dan terhadap setiap jiwa dengan apa yang telah dilakukan. Oleh karena itu dirinya tenggelam dalam pengawasan keagungan  dan kesempurnaan Allah, merasakan kedamaian dengan mengingatNya, memperoleh kenyamanan dengan menjalankan keta`atanNya, mengharapkan pahala dari sisiNya, menghadap kepada Nya dan berpaling dari selainNya.
ومن أحسن دينا ممن أسلم وجهه لله وهو محسن واتبع ملة إبراهيم حنيفا واتخذ الله إبراهيم خليلا
125. dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayanganNya. AN NISA' : 125
(Minhajul Muslim, Abu Bakar al Jazairi, hal. 69, Dar as Salam Kairo Mesir, 1964)

واعلموا أن الله يعلم ما في أنفسهكم فاحذروه ، واعلموا أن الله غفور حليم
dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; Maka takutlah kepada-Nya; QS 2: 235

61. kamu tidak berada dalam suatu Keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Al Quran dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya. tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah (atom) di bumi ataupun di langit. tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih besar dari itu, melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh). YUNUS : 61
وقوله صلى الله عليه وسلم : أن تعبد الله كأنك تراه فإن لم تكن تراه فإنه يراك (متفق عليه)
"Beribadahlah kepada Allah seolah-olah kamu melihanNya, kalaupun kamu tak melihatNya, maka sesungguhnya Dia melihatmu". Itulah definisi Ihsan, dan pelakunya dinamakan "Muhsin".

Dan "Sifat Malu atau al-Haya'" merupakan bagian terpenting yang tak terpisahkan dari "Muraqabah" (sejauh mana seorang hamba itu merasa berada di bawah pengawasan Allah Subhanahu wa Ta`ala).

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata (Dalam Madarijus salikin,jilid : II, fasal al Haya' hal. 258 – 267, secara ringkas) :
Malu itu selalu berdampingan dengan kebaikan (al-khair), karena hamba yang memiliki sifat malu itu selalu merasakan ada pengawasan Allah kapanpun dan dimanapun berada.

Beliau membahas masalah "al Haya' " ini di dalam kerangka manzilah "Iyyaka Na`budu wa Iyyaka Nasta`in".  منـزلة (الحياء) من منازل (إياك نعبد وإياك نستعين)
Allah Subhanahu wa Ta`ala berfirman :
(ألم يعلم بأن الله يرى)
"Tidakkah dia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat (segala perbuatannya)?" (Al-Alaq: 14).
(إن الله كان عليكم رقيبا)
Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. QS An Nisa' : 1

(يعلم خاشنة الأعين وما تخفى الصدور) المؤمن 19
"Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati."  

Dari Imran bin Hushain Radhiyallahu Anhu, bersabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam :
الحياءُ لاَ يَأْتِي إِلاَّ بِخَيْرٍ 
"Rasa malu itu tidak mendatangkan kecuali kebaikan."
Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, beliau bersabda,
الإيمان بِضْعٌ وسبْعُونَ شُعْبَةٌ – أو بِضْع وسِتُّون شُعْبة – فأَفْضَلُهَا : قَوْلُ لا إله إلا الله . وَ أَدْنَاهَا إِماطَةُ الأذَى عَنِ الطَّرِيْقِ, والحياءُ  شُعْبَةٌ مِنَ الإيْمَانِ
"Iman itu ada tujuh puluh cabang lebih, atau enam puluh cabang le-bih. Yang paling utama adalah perkataan la ilaha illallah, dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan, dan rasa malu itu cabang dari iman."
Juga di dalam Ash-Shahihain dari Abu Sa'id Al-Khudry Radhiyallahu Anhu, bahwa dia berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam adalah orang yang lebih mudah merasa malu daripada gadis di tempat pingitannya.
Di dalam Ash-Shahih disebutkan dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, beliau bersabda,
إِنَّ مِمَّا أَدْرَكَ النَّاس مِنْ كَلاَمِ النُّبُوَّةِ الأوْلى : إِذا لَمْ تَسْتَحِ فَاصْنَعْ ما شِئْتَ
"Sesungguhnya di antara perkataan nubuwah pertama yang diketahui manusia adalah: Jika engkau tidak malu, maka berbuatlah sesukamu."

MALU BISA TIMBUL OLEH BEBERAPA SEBAB:
1. Ketika seseorang merasakan begitu banhyaknya karunia Allah dan adanya keterbatasan pada dirinya, maka memunculkan pada dirinya sifat malu. (perkataan Al-Junaid rahimahullah). Ini artinya bahwa malu itu mendorong orang untuk meninggalkan perbuatan buruk dan mengabaikan sebagian pemenuhan hak-hak Allah.
2. Hidup bersama dan berkumpul dengan orang-orang yang memiliki sifat Malu. Orang `Arif berkata:
أحيوا الحياء بمجالسة من يستحيي منه ، وعمارة القلب : بالهيبة والحياء : فإذا ذهبا من القلب لم يبق فيه خير.
"Hidupkanlah rasa malu dengan berkumpul bersama orang-orang yang mempunyai rasa malu. Dan kemakmuran hati itu dengan kemuliaan dan rasa malu. Jika keduanya hilang dari hati, maka di dalamnya tidak ada kebaikan yang menyisa."

WASPADA TERHADAP LIMA
TANDA-TANDA KESENGSARAAN (PENDERITAAN):
خمس من علامات الشقوة : القسوة القلب – وجمود العين – وقلة الحياء – والرغبة في الدنيا – وطول الأمل
Al-Fudhail bin Iyadh berkata, "Lima tanda penderitaan: Kekerasan hati, kejumudan mata, sedikit malu, terlalu kuat keinginan terhadap dunia dan panjang angan-angan ."

10 MACAM ALASAN MENGAPA SESEORANG ITU HARUS MERASA MALU :
قسم (الحياء) على عشرة أوجه : حياء جناية – حياء تقصير – حياء إجلال – حياء كرم – حياء حشمة – حياء إستصغارللنفس واحتقار لها – و حياء محبة – حياء عبودية – حياء شرف وعزة – وحياء المستحي من نفسه.
(1) MALU KARENA BERBUAT SALAH (DURAHAKA-MAKSIAT) ; (2) MALU KARENA KETERBATASAN DIRI ; (3) MALU KARENA PENGAGUNGAN ; (4) MALU KARENA KEHALUSAN BUDI ;  (5) MALU KARENA MENJAGA KESOPANAN ; (6) MALU KARENA MERASA DIRI TERLALU HINA ; (7) MALU KARENA CINTA ; (8) MALU KARENA `UBUDIYAH ; (9)  MALU KARENA KEMULIAAN ;  DAN (10) MALU TERHADAP DIRI SENDIRI.

ADA TIGA TINGKATAN MALU:
Malu yang lahir karena kesadaran akan "melihatnya" Allah kepadanya (muraqabatullah) setiap saat dan dimana saja
Malu yang lahir karena merasakan adanya kebersamaan Allah (ma`iyyatullah)
Malu yang muncul karena melepaskan ruh dan hati dari makhluk, tidak ada kekhawatiran, tidak ada pemisahan dan tidak berhenti untuk mencapai tujuan.

وهو على ثلاث درجات : (1) حياء يتولد من علم العبد بنظر الحق إليه  (2) حياء يتولد من النظر في علم القرب فيدعوه إلى ركوب المحبة. (3) حياء يتولد من شهود الحضرة , وهي التى لا تشوبها هيبة.

Penjelasannya sebagai berikut :

Malu ini ada tiga derajat, yaitu:
1. Malu yang muncul karena seorang hamba tahu bahwa Allah melihat dirinya, hingga mendorong nya untuk bermujahadah, mencela keburukannya dan membuatnya tidak mengeluh.
Selagi seorang hamba mengetahui bahwa Allah melihat dirinya, maka hal ini akan membuatnya malu terhadap Allah, lalu mendorongnya untuk semakin taat. Hal ini seperti hamba yang bekerja di hadapan tuannya, tentu akan semakin giat dalam bekerja dan siap memikul bebannya, apalagi jika tuannya berbuat baik kepadanya dan dia pun mencintai tuannya. Keadaan ini berbeda dengan hamba yang tidak ditunggui dan dilihat tuannya. Sementara Allah senantiasa melihat hamba-Nya. Jika hati merasa bahwa Allah tidak melihatnya, maka ia tidak merasa malu kepada-Nya.
Yang demikian ini juga mendorongnya untuk mengecam keburukannya, karena rasa malu. Namun dorongan yang lebih tinggi lagi ialah karena cinta. Rasa malu ini membuat hamba urung mengadu dan mengeluh kepada selain Allah.
2. Malu yang muncul karena merasakan kebersamaan dengan Allah, sehingga menumbuhkan cinta, merasakan kebersamaan dan tidak suka bergantung kepada makhluk.
Kebersamaan dengan Allah ada dua macam: Umum dan khusus. Yang umum ialah kebersamaan ilmu dan keikutsertaan, seperti firman-Nya,
( (وهو معكم أين ما كنتم والله بما تعملون بصير) الحديد : 4
Dan Dia bersama kamu di mama saja kamu berada. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.

Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya. dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah keenamnya. dan tiada (pula) pembicaraan antara jumlah yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia berada bersama mereka di manapun mereka berada. kemudian Dia akan memberitahukan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu. AL MUJADALAH : 7
Sedangkan kebersamaan yang khusus ialah kedekatan bersama Allah, seperti firman-Nya,
إن الله مع الذين اتقوا والذين هم محسنون
128. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. An Nahl : 128

يا أيها الذين أمنوا استعينوا بالصبر والصلاة إن الله مع الصابرين
"Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar." (Al-Baqarah: 153).

والذين جهجوا فينا لنهدينهم سبلنا وإن الله لمع المحسنين
69. dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. Al Ankabut: 69.

Dua makna ini merupakan kesertaan Allah dengan hamba. Kata ma'a dalam Bahasa Arab berarti kesertaan atau penggabungan yang selaras, tidak mengharuskan adanya pencampuran, kedekatan dan berdampingan.
Sedangkan kata dekat, tidak disebutkan di dalam Al-Qur'an kecuali dengan pengertian yang bersifat khusus, yaitu ada dua macam:
Kedekatan Allah dengan orang yang berdoa kepada-Nya, dengan cara mengabulkannya, dan kedekatkan Allah dengan orang yang beribadah kepada-Nya, dengan cara memberinya pahala.

Yang pertama seperti firman Allah,
"Dan, apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku ,maka (jawablah), bahwaAku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku." (Al-Baqarah: 186).
Ayat ini turun karena para shahabat bertanya kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam,
وقد سألوا رسول الله صلى الله عليه وسلم (ربُّنا قريب فنُنَاجِيْهِ ؟ أم بعِيْد فنُنَادِيه ؟ فأنزل الله تعالى هذه الآية.
"Apakah Allah itu dekat sehingga kami bermunajat dengan-Nya, ataukah Allah itu jauh sehingga kami berseru kepada-Nya?" Maka turun ayat ini sebagai jawabannya.
Yang kedua seperti sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Keadaan hamba yang paling dekat dengan Rabbnya ialah tatkala dia sujud, dan saat yang paling dekat antara Rabb dan hamba-Nya ialah pada tengah malam."
أقرب ما يكون العبد من ربه : وهو ساجد. وأقرب مايكون الرب من عبده : في جوف الليل) . فهذا قربة من أهل طاعته.
Kedekatan ini mendorong hamba untuk mencintai. Selagi cinta semakin bertambah, maka dia semakin merasakan kedekatan. Cinta itu mempunyai dua macam kedekatan: Kedekatan sebelumnya dan kedekatan sesudahnya. Kedekatan ini membuat hati bergantung dan senantiasa berhubungan dengan Allah.
3. Malu yang muncul karena melepaskan ruh dan hati dari makhluk, tidak ada kekhawatiran, tidak ada pemisahan dan tidak berhenti untuk mencapai tujuan.
Jika ruh dan hati bersama Pencipta semua makhluk, maka ia akan merasakan kedekatan dengan-Nya dan seakan bisa menyaksikan-Nya secara langsung, sehingga tidak ada lagi kekhawatiran untuk berpisah dengan-Nya. Di dalam hati itu juga tidak ada sesuatu selain Allah.

40. Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari ayat-ayat Kami, mereka tidak tersembunyi dari kami. Maka Apakah orang-orang yang dilemparkan ke dalam neraka lebih baik, ataukah orang-orang yang datang dengan aman sentosa pada hari kiamat? perbuatlah apa yang kamu kehendaki; Sesungguhnya Dia Maha melihat apa yang kamu kerjakan.
QS Fushshilat : 4


KESIMPULAN :
Perbuatan Manusia itu Menunjukkan sejauh mana "sifat Malunya", yang timbul dari "adab terhadap dirinya", khususnya dalam hal "Muraqabah" (merasakan diawasi oleh Allah dalam diam dan geraknya, lahir dan batinnya), dan "kebersamaan Allah" (Ma`iyallah) dengannya.
Amal hati terkait dengan amal anggota badan (fisik); dan kemakmuran hati itu ada pada sisi "kemuliaan dan sifat malunya". Jika keduanya telah pergi meninggalkann hati kita, maka yang ada pada diri kita adalah keburukan… Oleh karena itu "Bermajlas dalam majlis orang-orang yang memiliki malu adalah menjadi keniscayaan". Bukan majlis yang berisikan mereka yang tak pernah malu terlambat, kadang hadir kadang tidak, tak malu terhadap temannya yang rajin karena punya malu…..   Diantara kita lebihn mempertimbangkan "pengawasan manusia" (absen daftar hadir dll) daripada muraqabahnya kepada Allah SWT.
Semestinya kita jauh lebih memiliki rasa malu dengan : keterbatasan diri kita, karena pelanggaran dan kesalahan yang sengaja kita perbuat,  karena malu terhadap diri sendiri
Semestinya kita jauh lebih malu dengan melihat : kemuliayaan Allah dan keagunganNya, karena `ubudiyah kita kepadaNya, sekaligus menjaga kesopanan kita, kehalusan budi kita, merasa hina di hadapanNya…
Waskat dan manajemen hanyalah bagian dari "hadlaroh" (peradaban manusia), sementara "malu" itu bagian dari tsaqafah, khususnya dalam mewujudkan nilai-nilai Adab & Akhlak baik terhadap Allah maupun terhadap diri sendiri. Selain Taubat, muhasabah dan mujahadah yang merupakan adab terhadap diri yang penting.
Ketika seorang hamba meyakini bahwa Allah itu menyaksikan dirinya, lalu merasakan kebersamaannya dengan Allah (Ma`iyallah), dan ketika merasakan ruh dan hatinya bersama sang Pencipta segala makhluk, ……. Ternyata tak muncul juga sifat Malunya, atau hanya Sedikit Malu (Qalilul Haya'), maka ketahuilah bahwa anda tidak akan pernah memunculkan kebaikan baik bagi diri maupun bagi orang banyak, dan bahkan hanya akan melahirkan keburukan yang akan membawa kepada "kesengsaraan" dan bukan kebahagiaan "Sa`adah". Na`udzu billah mkindzalik.

وفي الترمذي مرفوعا (استحيوا من الله حق الحياء، قالوا إنا نستحيى يارسول الله. قال : ليس ذلكم ، ولكن من استحيى من الله حق الحياء فليحفظ الرأس وما وعى ، وليحفظ البطن وما حوى ، واليذكر الموت والبِلى . ومن أراد الآخرة ترك زينة الدنيا، فمن فعل ذلك فقد استحيى من الله حق الحياء)
من أنواع الحياء يكون مطلوبًا على المستوى الاجتماعي والديني؛ لأنه يدل على حسن التربية، لكن الخجل يتحول أحيانا إلى مرض يسمى بـ"الرهاب الاجتماعي".
Dan diantara "malu" yang dituntut oleh kepentingan sosial dan agama, merupakan "malu" yang baik, sebab hal ini menunjukkan adanya "Tarbiyah yang baik", akann tetapi terkadang rass malu itu menjadi sebuah penyakit, yang disebut dengan istilah "Ar Rihabul Ijtima`iy" (sejenis: fobia sosial).
Ada Beberapa Penyebab malu:
يوجد العديد من الأسباب التي تؤدي إلى الخجل أو الخوف من التحدث مع الآخرين ومنها:
Ada banyak alasan yang menyebabkan rasa malu atau takut berbicara dengan orang lain, termasuk:

Mengabaikan kemampuan anak. (إهمال تقدير الطفل)
- Teguran dan kekejaman terhadap anak-anak. (التوبيخ والقسوة على الطفل)
- Perhatian yang berlebihan kepada anak-anak (لعناية الزائدة بالطفل )
 - Banyaknya peringatan dari orang-orang asing, terutama ketika keluarga berada di luar rumahnya  
(كثرة التحذير من الغرباء، خاصة عندما تكون الأسرة في موطن غير موطنها )
 - Peringatan dan intimidasi dari konsekuensi negatif jika saya berbicara di depan orang lain.
(( التحذير والتخويف من النتائج السلبية إذا تكلمت أمام الآخرين
- يوجد أحيانا أسباب وراثية؛ حيث كان أحد الوالدين خجولا في الصغر.
- Ada kadang-kadang menyebabkan genetik; di mana ia adalah salah satu dari orangtua pemalu di usia muda.

- وتوجد أحيانا أسباب بيولوجية مثل النقص في تغذية الأم الحامل، أو إصابتها بالإرهاق الجسماني والاضطرابات النفسية؛ مما يترك أثرا على الجهاز العصبي للجنين الذي يبدأ في التكوين والنمو خلال الأسبوع السادس من بداية الحمل.
- Kadang-kadang, ada alasan biologis seperti kekurangan untuk memberi makan ibu hamil, atau bosan padanya gangguan fisik dan mental; meninggalkan dampak pada sistem saraf janin, yang dimulai dalam Ke jadian dan pertumbuhan selama kehamilan minggu keenam.
أمن هو قانت آناء الليل ساجدا وقائما يحذر الآخرة ويرجو رحمة ربه، قل هل يستوى الذين يعلمون والذين لا يعلمون إنما يتذكر أولوا الألباب
9. (apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. QS Az zumar : 9

[1258] Yang dimaksud dengan ulama dalam ayat ini ialah orang-orang yang mengetahui kebesaran dan kekuasaan Allah.


أي خاشع في حال سجوده وفي حال قيامه. وعن ابن مسعود رضي الله عنه أنه قال: القانت المطيع لله عز وجل ولرسوله صلى الله عليه وسلم (القرطبي : 15: 239) . وقال ابن عباس رضي الله عنهما والحسين والسدي وابن زيد: {آناء الليل} جوف الليل (القرطبي 15: 239) وقوله تعالى :
{ يحذر الآخرة ويرجوا رحمة ربه} أي في حال عبادته خائف راج ، ولا بد في العبادة من هذا وهذا ،
وأن يكون الخوف في مدة الحياة هو الغالب ،
وقوله تعالى { إنما يخشى الله من عباده العلماء} أي أنما يخشاه حق خشيته العلماء العارفون به،
وقال سعيد بن جبير : الخشية هي التي تحول بينك وبين معصية الله عز وجل.
وقال الحسن البصري : العالم من خشي الرحمن بالغيب ، ورغب فيما رغب الله فيه وزهد فيما سخط الله فيه ، ثم تلا الحسن { إنما يخشى الله من عباده العلماء}
Marilah kita simak perkataan Syaikh Abdurrahman As Sa`di rahimahullah, dalam kitab Tafsirnya
Taisirul Kariimur Rahman fi Tafsiril Kalamil Mannan, ketika menafsirkan ayat :

إنما يخشى الله من عباده العلماء إن الله عزيز غفور
Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama[1258]. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. QS Fathir : 28
Beliau mengatakan, "Maka setiap orang yang terhadap Allah lebih banyak mengetahuinya

فكلّ من كان بالله أعلم ، كان أكـثر له خشية وأوجبت له خشية الله ، الإنكفاف عن المعاصى ، والإستعداد للقاء ربه ، وهذا دليل على فضيلة العلم ، فإنه داع إلى خشية الله  فالعلم النافع يورث الخشية ، ويكون سببا في زيادة التقوى والتقرب إلى الله  وهي الغاية التى خلق الله العباد لأجلها .
والعلم المذموم هو كل علم مايؤدى إلى مخالفة ما جاء عن الله تعالى ورسوله صلى الله عليه وسلم


0 komentar:

Mari berdiskusi...

--------------------------------------------------------------------

Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...

--------------------------------------------------------------------