SISTEM PENERIMAAN ILMU
MENURUT AHLI SUNNAH WALJAMA`AH
Oleh : Syaikh Abdul Hadi al Mishri, Penerjemah: Abu Fahmi (Imam Bukhari-Jatinangor), Buku sumber : Ahlussunnah wal Jama`ah, Ma`alim Inthilaqatul Kubra

Semua ilmu yang selaras dengan Kitabullah dan Sunnah Rasul mereka sepakati sebagai ketetapan yang benar, sedangkan yang bertentanngan dengan keduanya mereka tolak.

Ciri pertama yang membedakan Ahli Sunnah Waljama`ah dengan golongan lainnya adalah menyangkut system penerimaan ilmu dan sumber-sumber pengambilannya yang haq, baik dalam hal aqidah, konsepsi, ibadah, mu`amalah, perilaku, maupun akhlak.
Oleh karena itu, sumber-sumber pengambilan ilmu dan kebenaran yang menyangkut seluruh cabang pengetahuan syari`at, menurut Ahli Sunnah Waljama`ah, adalah Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Saw. maka tidak ada seorang pun dari mereka yang berkata mendahului Kalamullah, dan tidak mengambil petunjuk sebelum petunjuk Muhammad Saw.

Ahli Sunnah Waljama`ah adalah Ahli Al Qur`an dan Sunnah, karena mereka lebih mengutamakan Kalamullah daripada perkataan manusia dari golongan mana pun. Senantiasa mendahului petunjuk Nabi Muhammad Saw, serta mengikuti atsar-atsar-nya lahir dan batin. (Majmu` Fatawa 3:157)

Mereka tidak menetapkan suatu perkara serta tidak menjadikannya sebagai prinsip keagamaan dan pernyataan pembicaraan mereka, jika tidak sah berasal dari Rasulullah Saw. akan tetapi, mereka menjadikan segala sesuatu yang telah ditetapkan Rasul –dari Kitab dan Hikmah- sebagai prinsip yang mereka yakini dan sekaligus mereka jadikan sandaran.(Majmu` Fatawa 3:347)

Hal-hal yang diperselisihkan manusia, baik tentang sifat-sifat Allah, qadar, ancaman, nama-nama Allah, amar ma`ruf nahi munkar, maupun hal lainnya, senantiasa mereka kembalikan kepada Al Qur`an dan Sunnah Rasulullah Saw. mereka menafsirkan lafazh-lafazh yang tengah diperselisihkan Ahli Tafaruq dan Ahli Ikhtilaf (golongan sempalan yang menentang Ahli Ahli Sunnah Waljama`ah). Jika makna penafsiran itu selaran dengan Al Qur`an dan Sunnah, mereka tetapkan sebagai kebenara. Sedangkan yang menyalahi kedua sumber itu mereka tolak. Mereka juga tidak mengikuti prasangka dan kemauan hawa nafsu, karena mengikuti prasangka merupakan kebodohan, dan menuruti hawa nafsu tanpa mengikuti peetunjuk dari Allah maerupakan tindak kezhaliman. (Majmu` Fatawa 3:347)

Ahli Sunnah Waljama`ah berpendapat bahwa tidak ada seorang pun yang ma`shum kecuali Rasulullah Saw
Para imam, menurut pandangan Ahli Sunnah Waljama`ah, tidaklah terpelihara dari dosa, sehingga ucapan-ucapan mereka boleh diambil dan ditinggalkan. Hanyalah Rasulullah Saw yang ucapan-ucapannya mengikat. Oleh karena itu, semestinya para Imam mereka menyesuaikan perkataan mereka dengan Sunnah Nabi.
Tidak ada yang diteladani dan diikuti Ahli Haq dan Sunnah kecuali Rasulullah. Maka semua berita dan perintah beliau wajib dibenarkan dan ditaati. Kedudukan seperti ini tidaklah layak dimiliki oleh para Imam. (Majmu` Fatawa 3:346)

Mereka berpendapat bahwa ijma` Salaf ash-Shaleh merupakan hujjah syari`iyah yang sepatutnya diikuti oleh generasi sesudah mereka.
Ahli Sunnah Waljamaah meyakini bahwa generasi yang paling mengetahui kebenaran syari`at Allah –setelah Nabi Saw- adalah para sahabat dan Salaf ash-Shaleh. Oleh sebab itu, perkara-perkara yang telah menjadi ijma` (kesepakatan) di kalangan mereka terpelihara dari kesalahan. Ijma` mereka merupakan hujjah syar`iyah yang harus diikuti oleh generasi sesudah mereka. Maka setiap orang yang berpegang teguh kepada ijma` mereka berarti telah memegang kuat jama`ah mereka.
Mereka adalah jama`ah, karena jama`ah adalah al-ijtima` (persatuan) yang merupakan lawan kata dari al-firqah (perpecahan). Kata al-jama`ah telah menjadi sebutan bagi kaum yang bersatu. Mereka berhimpun untuk mengikuti jalan yang ditempuh para pendahulu mereka:kaum Muhajirin dan Anshar.

Ijma` merupakan sumber hukum ketiga yang mereka jadikan sandaran ilmu dan ad-Din. Dan ijma` yang berlaku adalah ijma` yang disepakati oleh Salaf ash-Shaleh, karena generasi setelah mereka telah banyak terjadi perselisihan pedapat dan perpecahan umat. (Juz 3:157)

Berdasarkan hal itu, ijma` mereka terbebas dari kesalahan (Juz 13:24). Dan ad-Din kaum muslimin dibangun berdasarkan Al Qur`an, Sunnah Rasulullah Saw, dan kesepakatan umat. Ketiga sumber hukum itulah yang terjaga dari kesalahan. (Juz 20:164)
Mereka tidak menetapkan suatu pernyataan dan tidak pula menerima hasil ijtihad kecuali setelah mengupasnya berdasarkan Kitabullah, Sunnah, serta ijma`.

Ahli Sunnah Waljama`ah senantiasa mengikuti sunnah yang dibawa Rasulullah dan jama`ah beliau. Yang dimaksud dengan jama`ah Nabi Saw adalah para sahabat dan orang-orang yang menempuh jalan mereka dengan tetap. Mereka tidak menerima ijtihad atau pendapat siapa pun sebelum menyelaraskannya dengan Al Qur`an, Sunnah Nabi, dan ijma`.

Mereka menentukan tolok ukur (al-haq) berdasarkan ketiga sumber hukum tersebut. Hal ini meliputi seluruh perkataan dan amalan manusia –lahir dan batin- yang berkaitan dengan persoalan ad-Din (syari`at Allah Swt). (Juz 3 :157)

Mereka pantang menentang Al Qur`an dan as-Sunnah dengan akal, rayu, ataupun qiyas.
Ahli Sunnah Waljama`ah hanya mau berpegang dan mengikuti ilmu serta jalan yang ditempuh Salaf ash-Shaleh dan orang yang mengambil ilmu dari mereka, mengikuti jama`ah dan jalan mereka, serta mengikatkan diri dengan sumber-sumber hukum mereka. Hal ini dimungkinkan karena para sahabat Ra mempelajari tafsir Al Qur`an dan Alhadits langsung dari Nabi dan mereka teruskan kepada para tabi`in. mereka tidak mendahulukan akal pendapat, perasaan, dan lainnya, dari ketentuan Allah dan Rasul-Nya Saw.

Jika penafsiran Al Qur`an dan Alhadits telah diketahui langsung dari Nabi Saw, maka tidak perlu lagi menjadikan ahli bahasa atau lainnya sebagai sumber pengambilan dalil hujjah. Terbebasnya mereka dari kesalahan dalam mengambil sumber hukum Kitabullah dan Sunnah merupakan karunia Allah yang sangat besar. Karena kedua sumber itulah yang telah disepakati oleh para sahabat dan tabi`in, dan tak seorang pun dari mereka menerima pendapat, perasaan, pemikiran, qiyas, dan naluri yang bertentangan dengan Al Qur`an.
Al Qur`an bagi mereka, adalah imam yang dijadikan ikutan. Oleh karena itu, tidak seorang pun dari kalangan Salaf ash-Shaleh yang bertentangan dengan Al Qur`an, baik akal, pemikiran, perasaan, maupun naluri, mereka. Mereka tidak pernah mengatakan “ada pertentangan antara akal dan naql”, apalagi mengatakan “harus mendahulukan akal.” Yang dimaksud dengan naql (dalil naqli) adalah Al Qur`an, Sunnah Nabi, dan perkataan para sahabat serta tabi`in.

Salaf ash-Shaleh tidak menerima pertentangan ayat dalam Al Qur`an. Jika terjadi kasus seperti itu, mereka mengajukan ayat lain untuk menafsirkannya atau menaskhnya, atau dengan mengajukan Sunnah Rasul untuk menjelaskanya, karena Sunnah Rasul berfungsi untuk Al Qur`an, menuntun kejelasan, dan menerangkan ungkapan di dalamnya. (Juz 13: 27-29)
Allah Swt berfirman:
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah, dan Allah menyediakan bagi mereka surge-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” (At Taubah 100)

Maka bagi orang-orang yang mengikuti Muhajirin dan Anshar dengan baik, akan mendapatkan ridha Allah Swt dan berhak memperoleh surge-Nya. Dan barang siapa mengikuti jejak para pendahulu dan yang pertama masuk Islam termasuklah ke dalam golongan mereka. Sedangkan mereka tergolong manusia terbaik setelah Nabi mereka, karena umat Muammad merupakan umat terbaik yang ditampilkan untuk manusia, dan para sahabat merupakan umat Muhammad Saw yang terbaik. Dengan demikian, mengenali perkataan-perkataan mereka dalam soal ilmu dan ad-Din serta perilaku mereka adalah lebih baik dan lebih bermanfaat daripada mengenali perkataan dan perilaku generasi sesudah mereka.

Karena mereka lebih utama dibandingkan generasi berikutnya –sebagaimana disebutkan Al Qur`an dan Sunnah- maka mengikuti mereka lebih baik daripada mengikuti orang-orang setelah mereka, dan mengetahui ijma` serta perselisihan mereka tentang ilmu dan ad-Din lebih baik da lebih bermanfaat daripada mengikuti kesepakatan dan perselisihan generasi berikutnya, hal ini disebabkan karena ijma` para Salaf ash-Shaleh terbebas dari kesalahan. Selain itu, jika diantara mereka berselisih, maka perbedaan pendapat itu dalam rangka mencari kebenaran serta tidak pernah keluar dari lingkaran kebenaran. Maka dimungkinkan dapat dicari kebenaran pada perkataan mereka, sedangkan “menyalahkan” pendapat mereka tidak diperkenankan, kecuali ada dalil Al Qur`an dan Sunnah yang mendukungnya.

Sedangkan banyak sumber hukum generasi setelah mereka melahirkan hal-hal bid`ah di dalam Islam dan bertentangan dengan ijma` kaum Salaf ash-Shaleh. Hal ini dikarenakan perselisihan mereka –generasi muta`akhirin- merupakan kesalahan mutlak, sebagaimana perselisihan golongan Khawarij, Rafidlah, Qadariyah, dan Murji`ah yang bertentangan dengan nash yang jelas da ijma` para sahabat.di samping itu, kaum Salaf ash-Shaleh telah membicarakan semua masalah tanpa satu pun yang tertinggal, sehingga dapat dipastikan jika ada perkataan atau pendapat yang muncul kemudian bisa diketahui apakah bertentangan atau sesuai dengan ijma` mereka. (Juz 13:23-27)

Ahli Sunnah Waljama`ah berpendapat bahwa al-jama`ah merupakan penentu keselamatan (seseorang) di dunia da akhirat.
Berdasarkan hujjah tersebut, Ahli Sunnah Waljama`ah selalu berpegang teguh kepada jama`ah Rasulullah Saw dan berpaling dari tempat-tempat yang di dalamnya terdapat perpecahan dan perselisihan dengan tetap mengikuti kalimat-kalimat Al Qur`an dan as-Sunnah serta ijma`. Mereka juga menjauhi tempat-tempat yang tersamar (mengandung syubhat) yang dapat memecah belah persatuan dan mencerai-beraikan keutuhan umat, karena menurut mereka, al-jama`ah merupakan penentu keselamatan seseorang di dunia dan di akhirat.

Nabi Saw memberitakan dalam sabdanya bahwa umatnya akan berpecah belah muncul 73 golongan yang kesemuanya masuk neraka kecuali satu golongan yaitu al-jama`ah. Dalam riwayat lain Nabi Saw menjelaskan , “Mereka –al-jama`ah- adalah orang-orang yang mengikuti jala yang kutempuh hari ini dan jalan para sahabatku.” (Juz 3:159)

Oleh karena itu, setiap muslim wajib untuk mengikuti Sunnah Rasulullah Saw dan jejak Khulafa ar-Rasyidin serta para pendahulu yang masuk Islam –dari kalangan Muhajirin dan Anshar yang mengikuti mereka dengan baik. Setiap perselisihan dan perbedaan yang terjadi di kalangan umat sedapat mungkin diselesaikan berdasarkan ilmu dan keadilan dengan berpegang kepada pendapat-pendapat yang benar berdasarkan nash dan ijma`. Hendaklah mereka juga berpaling dari orang-orang yang memecah –belah ad-Din. Karena sesungguhnya tempat-tempat tafaruq dan ikhtilaf umumnya bersandar kepada sumber zhani (prasangka) dan kehendak hawa nafsu, padahal telah datang kepada mereka petunjuk dari Rabb mereka. Maka merupakan kewajiban untuk membincangkan perkara umum berdasarkan kalimat-kalimat yang dibenarkan nash da ijma` agar mencegah mereka terjerumus dalam persoalan-persoalan yang menimbulkan perselisihan dan perpecahan. Sebab perselisihan dan perpecahan merupakan larangan terbesar dari Allah dan Rasul Saw. (Juz 12:237)

Ahli Sunnah Waljama`ah tidak mewajibkan orang yang tidak mampu untuk mengetahui ilmu sebagaimana kewajiban terhadap orang yang memiliki kemampuan.
Ahli Sunnah beriman dengan ajaran yang dibawa Nabi Saw secara ijmali ( global). Akan tetapi, mereka membedakan antara orang yang mampu memahami secara baik dan rinci ajaran yang dibawa Rasulullah dengan orang yang tidak mampu untuk melakukan hal itu. Hal ini merupakan prinsip penting yang boleh jadi akan menimbulkan berbagai fitnah disebabkan tiadanya ilmu dan pengetahuan menganai hal itu.

Memang tak diragukan lagi bahwa setiap orang wajib untuk mengimani ajaran yang dibawa Rasulullah Saw, iman dalam pengertian yang umum dan global; dan tidak diragukan lagi pentingnya mengetahui ajaran yang dibawa Rasulullah Saw secara rinci itu sebagai fardlu kifayah. Tetapi, yang tak kalah penting untuk diketahui adalah bahwa kemampuan, pengetahuan, dan kebutuhan mereka berbeda-beda. Sehingga tidak diwajibkan bagi orang yang tidak mampu untuk menyimak sebagian ilmu atau memahaminya secara dalam, sebagaimana kewajiban yang dibebankan kepada mereka yang memang memiliki kemampuan untuk hal itu. Kewajiban itu terpikul bagi mereka yang mendengarkan nash-nash dan memahaminya dengan rinci, tetapi bagi mereka yang sekedar mendengarkannya tidaklah diwajibkan. Demikian pula wajib terhadap para pemberi fatwa, Ahli Hadits, dan ahli debat, tetapi tidak wajib bagi yang tidak berpredikat seperti itu, oleh sebab itu jika terjadi perselisihan di kalangan umat, yang menyangkut masalah yang rumit –sementara mereka sulit mendapatkan lainnya- tidaklah wajib bagi orang yang tidak memiliki kemampuan untuk memecahkan persoalan tersebut.

Bagi mereka yang tidak mampu hendaklah mengikuti dugaan yang lebih kuat jika memang tidak mendapatkan keyakinan, apalagi jika kepercayaan (i`tiqad) itu sesuai dengan kebenaran. Sebab i`tiqad untuk menyesuaikan dan melaksanakan kebenaran akan membawa manfaat dan memperkokoh pelakunya. Selain itu, juga akan terlepasnya kewajiban jika benar-benar tidak memiliki kemampuan sama sekali. (Juz 3: 312-314)
Oleh karena itu, Ahli Sunnah Waljama`ah mengabil sumber Din mereka –baik dalam hal ilmu maupun amalan- dari Al Qur`an dan as-Sunnah berdasarkan pemahaman para sahabat Ra. Pemahaman yang mereka peroleh dari Nabi mereka, lalu mereka teruskan kepada para pengikut mereka: para Imam dan Salaf al-Ummah. Mereka tidak mendahulukan yang lain atau menentangnya berdasarkan akal, ra`yu, qiyas, perasaan (selera), naluri, ataupun hasil kajian rasio mereka.

Inilah sebenarnya prinsip utama yang membedakan antara Ahli Sunnah Waljama`ah dengan golongan lainnya. Prinsip yang mencetak “celupan” jama`ah (karakteristik jama`ah) dengan warna khas, dan membentuk sosoknya secara umum beserta predikat-predikatnya yang khas pula dalam perilaku dan akhlak bagi jama`ahnya. Bahkan lebih jauh mereka menetapkan prinsip aqidah, ushul fiqih, dan kaidah-kaidah fiqihnya yang menjadi pusaka bagi jama`ah ini.


0 komentar:

Mari berdiskusi...

--------------------------------------------------------------------

Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...

--------------------------------------------------------------------