KITAB JUAL BELI : (03)
Oleh Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi.
Barang-Barang yang Tidak Boleh Diperjualbelikan:
1. Khamr (Minuman Memabukkan)
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu ahuma, ia berkata:
لَمَّا نَزَلَتْ آيَاتُ سُورَةِ الْبَقَرَةِ عَنْ آخِرِهَا خَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ حُرِّمَتِ التِّجَارَةُ فِي الْخَمْرِ.
“Tatkala turun ayat-ayat surat Al-Baqarah…., Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam keluar seraya bersabda, ‘Telah diharamkan perdagangan khamr.’” [28]

2. Bangkai, Babi Dan Patung
Dari Jabir bin ‘Abdillah Radhiyallahu anhuma, ia mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda ketika berada di Makkah pada ‘amul fath (tahun pembukaan kota Makkah):

إِنَّ اللهَ وَرَسُولَهُ حَرَّمَ بَيْعَ الْخَمْرِ وَالْمَيْتَةِ وَالْخِنْزِيرِ وَاْلأَصْنَامِ، فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللهِ أَرَأَيْتَ شُحُومَ الْمَيْتَةِ فَإِنَّهَا يُطْلَى بِهَا السُّفُنُ وَيُدْهَنُ بِهَا الْجُلُودُ وَيَسْتَصْبِحُ بِهَا النَّاسُ فَقَالَ لاَ هُوَ حَرَامٌ ثُمَّ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ ذلِكَ قَاتَلَ اللهُ الْيَهُودَ إِنَّ اللهَ لَمَّا حَرَّمَ شُحُومَهَا جَمَلُوهُ ثُمَّ بَاعُوهُ فَأَكَلُوا ثَمَنَهُ.
“Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkan jual beli khamr, bangkai, babi dan patung.” Kemudian ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah pendapatmu tentang (menjual) lemak bangkai, sesungguhnya ia digunakan untuk mengecat perahu, meminyaki kulit dan orang-orang menggunakannya untuk penerangan?” Beliau menjawab, “Tidak boleh, ia haram.” Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian bersabda, “Semoga Allah memerangi orang-orang Yahudi, sesungguhnya Allah ketika mengharamkan lemak-lemak (hewan), mereka pun mencairkannya lalu menjualnya dan memakan uangnya.” [29]

3. Anjing
Dari Abu Mas’ud al-Anshari Radhiyallahu 'anhu:
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَمَهْرِ الْبَغِيِّ وَحُلْوَانِ الْكَاهِنِ.
“Bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang dari hasil penjualan anjing, mahrul baghyi (uang hasil berzina/melacur) dan hulwanul kaahin (upah praktek perdukunan).” [30]

4. Lukisan (Gambar-Gambar) Yang Memiliki Ruh
Dari Said bin Abul Hasan, ia berkata, “Aku sedang berada di tempat Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma, tiba-tiba datang seseorang kepadanya seraya bertanya, ‘Wahai Ibnu ‘Abbas, aku adalah seseorang yang penghasilanku dari kerajinan tanganku, dan sesungguhnya aku membuat gambar-gambar ini.’ Maka Ibnu ‘Abbas berkata, ‘Aku tidak akan menceritakan kepadamu kecuali apa yang aku dengar dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Aku telah mendengar beliau bersabda:
مَنْ صَوَّرَ صُوْرَةً فَإِنَّ اللهَ مُعَذِّبُهُ حَتَّى يَنْفُخَ فِيهَا الرُّوحَ وَلَيْسَ بِنَافِخٍ فِيهَا أَبَدًا.
"Barangsiapa yang menggambar suatu gambar (bernyawa), maka sesungguhnya Allah akan mengadzabnya sehingga ia meniupkan ruh padanya (gambar-gambar tadi), dan ia tidak akan mampu untuk meniupkan ruh selamanya".

Maka orang tersebut pun mengalami sesak nafas yang hebat dan wajahnya memucat. (Ibnu ‘Abbas) berkata, ‘Celaka engkau, kalau engkau enggan kecuali harus membuatnya, maka gambarlah pohon ini, (gambarlah) segala sesuatu yang tidak memiliki ruh". [31]

5. Buah Sebelum Matang
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam:
أَنَّهُ نَهَى عَنْ بَيْعِ الثَّمَرَةِ حَتَّى يَبْدُوَ صَلاَحُهَا وَعَنِ النَّخْلِ حَتَّى يَزْهُوَ، قِيلَ وَمَا يَزْهُو؟ قَالَ: يَحْمَارُّ أَوْ يَصْفَارُّ.
“Bahwa beliau melarang menjual buah sebelum matang, dan kurma sehingga ia berwarna.” Lalu ada yang bertanya, “Apa maksudnya berwarna?” Beliau menjawab, “(Hingga) memerah atau menguning.” [32]

Juga diriwayatkan darinya, “Bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang menjual buah sehingga matang. Lalu ditanyakan kepada beliau, ‘Apa maksudnya matang?’ Beliau menjawab, ‘Hingga memerah.’ Lalu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
أَرَأَيْتَ إِذَا مَنَعَ اللهُ الثَّمَرَةَ بِمَ يَأْخُذُ أَحَدُكُمْ مَالَ أَخِيْهِ.
"Apa pendapatmu apabila Allah menahan buah tersebut (tidak bisa dipanen), maka dengan cara apa salah seorang dari kamu mengambil harta saudaranya.’”[33]

6. Pertanian Sebelum Bijinya Mengeras (Tua)
Dari Ibnu ‘Umar,
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ بَيْعِ النَّخْلِ حَتَّى يَزْهُوَ وَعَنِ السُّنْبُلِ حَتَّى يَبْيَضَّ وَيَأْمَنَ الْعَاهَةَ نَهَى الْبَائِعَ وَالْمُشْتَرِيَ.
“Bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang menjual kurma hingga ma-tang, dan (melarang menjual) biji-bijian hingga mengeras (matang) [34] , serta aman dari hama. Beliau melarang penjual dan pembelinya.” [35]

[Disalin dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil Aziiz, Penulis Syaikh Abdul Azhim bin Badawai al-Khalafi, Edisi Indonesia Panduan Fiqih Lengkap, Penerjemah Team Tashfiyah LIPIA - Jakarta, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan Pertama Ramadhan 1428 - September 2007M]
_______
Footnote
[14]. Shahih: [Mukhtashar Shahiih Muslim (no. 939), Irwaa-ul Ghaliil (no. 1294)], Shahiih Muslim (III/1153, no. 1513), Sunan at-Tirmidzi (II/349, no. 1248), Sunan Abi Dawud (IX/230, no. 3360), Sunan Ibni Majah (II/139, no. 2194), Sunan an-Nasa-i (VII/262).
[15]. Shahih: [Mukhtashar Shahiih Muslim (no. 938)], Shahiih Muslim (III/1152, no. 1511 (2)).
[16]. Muttafaq ‘alaih: Shahiih Muslim (III/1152, no. 1512) dan ini lafazhnya, Shahiih al-Bukhari (IV/358, no. 2147, 44), Sunan Abi Dawud (IX/231, no. 3362), Sunan an-Nasa-i (VII/260)
[17]. Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari (IV/356, no. 2143), Shahiih Muslim (III/ 1153, no. 1514), Sunan Abi Dawud (IX/233, no. 3364, 65), Sunan at-Tirmidzi (II/349, no. 1247) secara ringkas, Sunan an-Nasa-i (VII/293), Sunan Ibni Majah (II/740, no. 2197) secara ringkas.
[18]. Telah disebutkan takhrijnya.
[19]. Al-Fahl adalah pejantan dari setiap hewan, baik itu kuda, unta atau pun domba dan yang dimaksud dengan ‘asbul fahl adalah harga sperma pejantan, dan juga dikatakan upah mengawini.
[20]. Shahih: [Mukhtashar Shahiih Muslim (no. 939)], Shahiih al-Bukhari (IV/461, no. 2284), Sunan Abi Dawud (IX/296, no. 3412), Sunan at-Tirmidzi (II/372, no. 1291)
[21]. Shahih: [Irwaa-ul Ghaliil (no. 1292)], Sunan Ibni Majah (II/737, no. 2187), Sunan at-Tirmidzi (III/350, no. 1250), Sunan Abi Dawud (IX/401, no. 3486).
[22]. Muttafaq ‘alaih: Shahiih Muslim (III/1160, no. 1525 (30)), dan lafazh ini mi-liknya, Shahiih al-Bukhari (IV/349, no. 2135), Sunan Abi Dawud (IX/393, no. 3480), Sunan an-Nasa-i (VII/286), Sunan at-Tirmidzi (II/379, no. 1309)
[23]. Mutttafaq ‘alaih: Shahiih Muslim (III/1160, 1525 (31)) dan lafazh ini milik-nya, Shahiih al-Bukhari (IV/347, no. 2132), Sunan Abi Dawud (IX/392, no. 3479).
[24]. Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari (IV/373, no. 2165), Shahiih Muslim (III/ 1154, no. 1412), Sunan Ibni Majah (II/333, no. 1271).
[25]. Shahih: [Irwaaul Ghaliil (no. 1298)], Shahiih Muslim (III/1154, no. 1515).
• Kiasan dari sibuknya mereka dalam pertanian pada saat diwajibkannya ji-had. Lihat ‘Aunul Ma’bud.-pent.
[26]. Shahih: [Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 423)], Sunan Abi Dawud (IX/335, no. 3445)
[27]. Hasan: [Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 6116)], Sunan Abi Dawud (no. 3444), untuk lebih rinci lagi periksalah as-Silsilah ash-Shahiihah oleh Syaikh al-Albani (no. 2326). Demikian pula risalah asy-Syaikh ‘Abdurrahman ‘Abdul Khaliq: “Al-Qaulul Fashl fii Ba’il Ajal.”
[28]. Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari (IV/417, no. 2226), Shahiih Muslim (III/ 1206, no. 1580), Sunan Abi Dawud (IX/380, no. 3473), Sunan an-Nasa-i (VII/ 308)
[29]. Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari (IV/424, no. 2236), Shahiih Muslim (III/ 1207, no. 1581), Sunan at-Tirmidzi (II/281, no. 1315), Sunan Abi Dawud (IX/ 377, no. 3469), Sunan Ibni Majah (II/737, no. 2167), Sunan an-Nasa-i (VII/309).
[30] Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari (IV/426, no. 2237), Shahiih Muslim (III/ 1198, no. 1567), Sunan Abi Dawud (IX/374, no. 3464), Sunan at-Tirmidzi (II/ 372, no. 1293), Sunan Ibni Majah (II/370, no. 2159), Sunan an-Nasa-i (VII/309).
[31]. Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari (IV/416, no. 2225) dan ini lafazh beliau, Shahiih Muslim (III/1670, no. 2110), Sunan an-Nasa-i (VIII/215) secara ringkas.
[32]. Shahih: [Shahih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 6928)], Shahiih al-Bukhari (IV/397, no. 2197)
[33]. Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari (IV/398, no. 2198) dan lafazh ini milik beliau, Shahiih Muslim (III/1190, no. 1555), Sunan an-Nasa-i (VII/264)
[34]. Maksudnya sehingga bijinya mengeras, inilah yang dimaksud dengan budu-wus shalah dan aman dari ‘ahah yaitu (aman) dari hama yang menyerang pertanian, buah, dan yang sejenisnya hingga dapat merusaknya.
[35]. Shahih: [Mukhtashar Shahiih Muslim (no. 917)], Shahiih Muslim (III/1165, no. 1535), Sunan Abi Dawud (IX/222, no. 3352), Sunan at-Tirmidzi (II/348, no. 1245), Sunan an-Nasa-i (VII/270)




0 komentar:

Mari berdiskusi...

--------------------------------------------------------------------

Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...

--------------------------------------------------------------------