Seri Kado Pernikahan -5


Serial Manhaj Bina’ul Usrah Muslimah
Membangun Keluarga Islami Sebagai Kekuatan Inti Masyarakat
Seri Kedua: Bagian ke-5
Kado Pembekalan : Menuju Keluarga Sakinah-II
Kado Untuk Pasangan Muda
(Mempersiapkan Pendidikan Anak Usia 0 – 2 Tahun)
Oleh : Abu Fahmi Ahmad
Pondok Pesantren Imam Bukhari,
Kawasan Pendidikan Jatinangor
Sumedang-Jabar, Telpon (022) 7798738
Kado Untuk Pasangan Muda : (Mempersiapkan Pendidikan Anak Usia 0 – 2 Tahun)
Oleh Abu Fahmi Ahmad

Pendahuluan
Alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang telah memberi kekuatan, rahmat dan hidayahNya sehingga kami dapat menyelesaikan Seri kedua dari Serial Membangun Lembaga Keluarga Islami, sebagaimana yang berada dihadapan pembaca budiman. Tentu saja para pembaca budiman telah selesai membaca, menelaah, dan menghayati seri pertama, yaitu tentang Kado Pernikahan.
Tulisan ini disajikan sebagai stimulan dan perangsang bagi pembaca budiman, sesuai dengan keterbatasan kami dalam menuangkan pikiran, wawasan, dan pengalaman sebagai hasil tela’ah dari sejumlah referensi yang sempat kami kaji, dan harapan kami adalah agar pembaca budiman meresponnya secara positif, artinya mengambil manfaat yang ada, menggaris bawahi apa-apa yang dianggap mengganjal dalam pikiran dan pemahaman anda, mungkin saja menyampaikan sejumlah kritik sesuai dengan daya kritik anda, dan mungkin mengurangi dan menambah perkara-perkara yang anda anggap penting. Yang pada dasarnya, kami berharap kepada setiap pembaca segera timbul kemauan keras untuk melengkapi kajian yang berkenaan dengan pembinaan keluarga Muslim ini sesuai dengan tuntunan minimal kebutuhan referensi.
Insya Allah apabila semua ini kita lakukan  dengan ikhlas dan dalam rangka tanasukh fillah (saling menasihati karena Allah) dan juga dalam mewujudkan kenikmatan ukhuwwah diantara kita, tentu saja Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberikan pahala kepada kita dan memberkati serta merahmati setiap langkah kita baik dalam melakukan ishlah, tashhihul khotha’ ataupun ta’widuhuma (melakukan perbaikan, meluruskan kesalahan, dan membiasakan keduanya).

Seri kedua dari Serial Membangun Lembaga Keluarga Islami, kami beri judul “Kado Untuk Pasangan Muda (Mempersiapkan Pendidikan Anak Usia 0 – 2 Tahun)
Semoga kehadiran buku kecil ini mendatangkan sejumlah manfaat dan mampu memotivasi para pembaca budiman dan mewujudkan keluarga Islami ditengah-tengah tantangan global dunia ini.

Pokok-pokok Bahasan Seri II:
Pasal Satu               : Anak-anak Sebagai Perhiasan Dunia dan Sumber Fitnah
Pasal Dua                : Upaya Syaithon dalam Mempengaruhi Anak Manusia
Pasal Tiga                : Amaliyah Orangtua Pada Hari Pertama Kelahiran Anak
Pasal Empat             : Amaliyah Orangtua Pada Hari Ketujuh Kelahiran Anak
Pasal Lima               : Pelik-pelik dalam Perkawiinan dan Solusi Islaminya

Pasal Satu
Anak Sebagai Perhiasan Dunia
sekaligus Sebagai Sumber Fitnah

1.1 Pendahuluan
Ketika kita membaca ayat yang berbunyi bahwa, “Kami telah ciptakan manusia dalam bentuknya yang paling bagus” (QS At Tin), atau ayat lain yang berbunyi, “Dan Kami telah memuliakan Bani Adam, dan Kami bawa mereka di (atas) daratan dan lautan, dan kami telah anugerahkan rezeki dari yang baik-baik serta Kami unggulkan terhadap kebanyakan makhluk ...” (QS Al Isra).
Yang harus segera kita pahami adalah bukan karena keindahan bentuk ciptaan dan keunggulannya semata, sebagaimana juga Allah nyatakan sendiri dalam surat        At Taghabun ayat 3, akan tetapi disana ada hal yang tersirat, bagian dari anatomi tubuh manusia yang sangat berharga dan berkaitan dengan diturunkannya surat Al ‘alaq           -pentingnya ilmu- dan Al Muzzammil -perintah sejumlah amaliyah yang harus dilaksanakan atas dasar ilmu- yang kelak akan mengangkat manusia dari tingkatan yang terendahnya (Al ‘Alaq) kepada manusia yang berilmu dan berperadaban, organ itu adalah otak, yang nantinya akan menjadi pasangan serasi dari bagian yang lain yaitu hati.
Sepintas mengetahui struktur otak manusia
Otak terbagi menjadi dua belahan, otak kiri dan kanan, masing-masing memiliki fungsi sebagaimana tujuan Allah menciptakannya. Dari fungsinya, maka otak belahan kiri berfungsi sebagai “The Logical Brain” yang Allah persiapkan khusus berkemampuan dalam hal membaca, menghitung, menulis, berbicara, mengerti akan sesuatu, menganalisa dan berpikir. Adapun otak belahan kanan berfungsi sebagai “The Artistic Brain” yang Allah persiapkan khusus berkemampuan sebagai pusat sensoris, perlindungan terhadap lingkungan, sosialisasi, spiritual, seni, budi bahasa, kreatifitas, perhatian dan intuisi.
Allah menjadikan kedua belahan itu sebagai pasangan serasi yang harus secara sama-sama dan seimbang dikembangkan sampai tingkatannya yang seoptimal mungkin. Otak yang demikian besar fungsinya ini, didukung oleh faktor yang mempengaruhi pertumbuhannya, yaitu faktor yang mempengaruhi otak ketika anak berada dalam kandungan ibunya, seperti rangsangan gizi, kimiawi dan taruma fisik. Dan faktor yang mempengaruhi pertumbuhannya setelah anak lahir seperti gizi kimiawi, taruma fisik, pengalaman, pendidikan, dan stimulan-stimulan.
Upaya dini yang harus dilakukan oleh orangtua jika ingin membentuk kepribadian anaknya adalah: pemenuhan gizi, dan ini bisa dipenuhi sejak anak dalam kandungan ibunya (gizi ibu hamil), dan kemudian ASI. Yang kedua adalah dengan memberikan rangsangan otak sesuai dengan kebutuhan dan tahapan-tahapannya. Upaya ini penting dilakukan mengingat keterkaitannya dengan upaya pendidikan dan pengembangan anak pada fase berikutnya.
Dalam hal ini dapat kita cermati bersama tentang firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, seperti terdapat dalam ayat 15 surat Al Ahqaf.
“Ya Rabbbku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada kedua orangtuaku dan supaya aku dapat berbuat amal yang shalih yang Enggkau ridlai, berilah kepadaku kebaikan dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku ...”.
Allah berfirman tentang do’a Nabi Ibrahim untuk dirinya dan anaknya Ismail ‘alaihissalam. “Ya Rabb kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) diantara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat dan Maha Penyayang”         (QS 2: 127).
 “Dan hendaklah para Ibu menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh yaitu bagi yang ingin menyempurnakan masa susuan ...” (QS 2: 233).
Juga ayat-ayat lainnya. Agar orangtua melaksanakan tanggung jawabnya secara baik dan sempurna dalam rangka menghantarkan lahirnya generasi shalihah dan kuat kepribadiannya.
Dr. Yusuf Irianto (Da’i dan pemerhati pendidikan Pondok Pesantren, yang juga Ketua PMOG SDIT Salsabila Bekasi, periode 2003-2005) mengatakan: “Ada beberapa cara yang harus kita lakukan dalam merangsang otak, khususnya pada anak usia 0 – 18 tahun, yaitu:
Yang berkaitan dengan otak belahan kiri, seperti membaca, menulis, matematika, hafalan (tahfizha), mengaktifkan fungsi panca indera, gerak badan dan keseimbangan tubuh.
Yang berkaitan dengan otak belahan kanan, seperti mendengarkan tilawah Al Qur’an dan nasyid Islami, khotbah/ pidato, diskusi, menggambar, memandang keindahan ciptaan Allah, mengarang, bela diri, latihan berorganisasi dan berdakwah (Makalah seminar di Jakarta)
Selanjutnya dia mengatakan, “Tentu saja rangsangan-rangsangan tersebut sejak dini harus dilakukan oleh orangtuanya dan orang dewasa disekitar anak, dan lalu diimplementasikan dalam kurikulum pendidikan pra sekolah dan pendidikan dasar sampai menengah. Sabab pada masa itu anak mengalami beberapa fase perubahan, pra pubertas, masa pubertas, dan pasca pubertas awal. Dan ini menjadi penting bagi pengembangan pendidikan mereka setelah usia 18 tahun keatas.
Anak adalah anugerah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala bagi manusia, kedatangannya mendatangkan kegembiraan hati mereka, menyejukkan pandangan mereka. Benar bahwa anak-anak adalah permata hati bagi orangtua, dan mereka tercipta sebagai bunga-bunga kehidupan dunia (zahratul hayatid dunya). Secara eksplisit Allah Ta’ala menyebutkannya dalam ayat berikut:
Dijadikan indah pada pandangan manusia kecintaan pada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup didunia; dan disisi Allah lah tempat kembali yang baik (surga)” (QS 3: 14).
Allah Ta’ala ketika menyebut anak-anak sering pula merangkaikannya dengan kata amwal (harta), yang sama-sama Dia jadikan sebagai hiasan dunia bagi manusia.
Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi shalih adalah lebih baik pahalanya disisi Rabbmu serta lebih baik untuk menjadi harapan” (QS 18: 46).

1.2 Anak Hiasan Dunia Sekaligus Fitnah
Setiap hiasan biasanya erat kaitannya dengan permainan. Hanya saja yang kita inginkan adalah sebuah perhiasan yang  indah dan bukan hasil imitasi atau jiplakan atau hasil rekayasa semata. Dan bahkan hidup itu sendiri adalah sebuah permainan. Dan setiap permainan pasti didalamnya terdapat aturan main, pemain itu sendiri, wasit, dan lapangan untuk bermain. Karenanya Allah Ta’ala memperingatkan kita semua melalui sebuah ayatnya:
Ketahuilah bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang taman-tamannya mengagumkan para petani, kemudian tanaman itu menjadi kering kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada adzab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridlaanNya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu” (QS 57: 20).
Oleh karenanya orang-orang kafir itu tertipu menganggap bahwa pemberian Allah akan anak dan harta yang banyak itu, sebagai bukti ridla Allah atas mereka, sehingga mereka berbangga-bangga, unjuk kekuatan, dan pamer dengan banyaknya anak tersebut, kemudian mereka berlaku sombong dan pongah terhadap orang-orang beriman. Sebenarnya apa yang mereka lakukan itu semata zhan jahiliyah (sangkaan jahiliyah) yang dibangun diatas pemikiran-pemikiran sesat dan menipu mereka. Tentang menyikapi yang demikian tersebut, maka Allah menegaskan kepada orang-orang beriman, bahwa banyaknya anak itu tidak akan mendatangkan manfaat sedikitpun dari Allah, sebagaimana firmannya:
Sesungguhnya orang-orang yang kafir baik harta mereka maupun anak-anak mereka, sekali-kali tidak dapat menolak azab Allah dari mereka sedikitpun. Dan mereka adalah penghuni neraka, mereka kekal didalamnya” (QS 3: 116).
Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan didunia dan kelak akan melayang nyawa mereka, sedang mereka dalam keadaan kafir” (QS 9: 55).
(Keadaan kamu hai orang-orang munafik dan musyrikin adalah) seperti keadaan orang-orang sebelum kamu, mereka lebih kuat daripada kamu, mereka lebih banyak hartanya dan anak-anaknya daripada kamu. Maka mereka telah menikmati bagian mereka, dan kamu telah menikmati bagianmu sebagaimana orang-orang yang sebelummu menikmati bagiannya, dan kamu mempercakapkan (hal-hal yang bathil) sebagaimana mereka mempercakapkannya. Mereka itu amalannya menjadi sia-sia didunia dan diakhirat; dan mereka itulah orang-orang yang merugi” (QS 9: 69).
Itulah golongan yang merugi dan perbuatannya sia-sia, baik didunia maupun diakhirat. Sia-sia dan rugi bukan berarti  sebagian amalannya tidak sedikitpun manfaat bagi manusia. Kita mengakui, bahwa terdapat pada diri mereka itu orang-orang baik dan melakukan produk-produk yang bermanfaat bagi manusia, dan mungkin juga pada diri mereka terdapat perilaku yang baik. Akan tetapi, itu semua akan sia-sia dan merugi dihadapan Allah Ta’ala, disebabkan kemusyrikan mereka dalam ibadah dan dalam mengikuti apa-apa yang Allah turunkan  kepada mereka.
Manusia rugi itu ada beberapa tingkatan:
Setiap manusia yang tidak beriman kepada Allah Ta’ala adalah rugi
Setiap orang mukmin akan rugi kecuali bagi yang beramal shalih.
Amal shalih pun akan minim, kecuali jika diikuti dengan tawashau bil haq dan tawashau bil shabri. Artinya mukmin akan rugi jika tidak sampai ikut berperan dalam perjuangan dakwah, menyampaikan kebenaran, memperjuangkannya, dan sabar atas ujian yang menimpanya dalam perjalanan dakwahnya itu (QS Al Ashr)
Allah Ta’ala memperingatkan orang-orang kafir akan kenyataan tersebut, agar mereka sadar dalam keadaan tertipu dalam kehidupan ini, kerena sekedar bangga atas banyak anak dan harta, sementara mereka tidak memperhitungkan besarnya fitnah yang akan timbul dan pasti.
Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang kami berikan kepada mereka itu (berarti bahwa), kami bersegera memberikan kabaikan-kebaikan kepada mereka? Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar” (QS 23: 55 – 56).
Dan mereka berkata: Kami lebih banyak mempunyai harta dan anak-anak (daripada kamu) dan kami sekali-kali tidak diadzab. Katakanlah: Sesungguhnya Rabbmu melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendakiNya dan menyempitkan (bagi siapa yang dikehendakiNya), akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Dan sekali-kali bukanlah harta dan bukan (pula) anak-anak kamu yang mendekatkan kamu kepada Kami sedikitpun; tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal shaleh, mereka itulah yang memperoleh balasan yang berlipat ganda disebabkan apa yang telah mereka kerjakan; dan mereka aman sentosa di tempat-tempat yang tinggi (dalam surga)” (QS 34: 35 – 37).
Dari sejumlah ayat diatas, jelaslah bagaimana Allah Ta’ala terus menerus memberikan peringatan kepada manusia tentang fitnah besar yang bisa saja muncul kapan saja dari anak-anak mereka, agar jangan sampai kecintaan mereka terhadap anak-anaknya membuat mereka lalai dan jauh dari perintah-perintah Allah SWT, dan terjerumus kedalam jurang kerusakan dan kenistaan yang menyebabkan murka dan amarah Allah Ta’ala. Mereka seharusnya menyimak peringatan keras Allah berikut: “Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya disisi Allah lah pahala yang besar” (QS 8: 28).
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya diantara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni mereka maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu adalah cobaan (bagimu) disisi Allah lah pahala yang besar” (QS 64: 14 -15).
Hai manusia bertaqwalah kepada Rabbmu dan takutilah suatu hari yang (pada hari itu) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya dan seorang anak tidak dapat menolong bapaknya sedikitpun. Sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kamu, dan jangan (pula) penipu (syaithan) memperdayakan kamu dalam (menaati) Allah” (QS 31 :33).
Lalu Allah Ta’ala mempertegas lagi dalam Surat At Taubah, agar setiap cinta tabi’i (naluri) itu tidak sampai mengalahkan cinta imani seseorang. Termasuk cinta naluri adalah cinta orang tua kepada anak atau sebaliknya.
Katakanlah: Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugian, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari berjihad dijalan-Nya), maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik”          (QS 9: 24).
Jika kita perhatikan ayat-ayat diatas, maka terjadi praktek KKN dalam kehidupan sosial, politik, ekonomi dan kenegaraan, adalah bersumber dari adanya cinta dan benci bukan karena Allah, sehingga menempatkan cinta naluri diatas cintanya yang imani. Dan dari sinilah kemudian muncul berbagai macam ketidak adilan, kesewenang-wenangan, dan segala hal yang menjurus kepada tindakan anarkhis.
Dan dalam kehidupan kita sering pula muncul orang yang semula (sebut saja masa mudanya) sangat aktif dalam perjuangan da’wah dan pembinaan ummat, namun kemudian sungguh mengejutkan karena begitu masa perkawinannya, sedikit demi sedikit, selangkah demi selangkah, mundur dari gelanggang dakwah dan perjuangan menegakkan risalah, amar ma’ruf nahi ‘anil munkar. Biasanya yang dikambing hitamkannya adalah isteri dan anak serta kesibukan-kesibukan duniawi yang berkaitan dengan harta dan sejenisnya.
Bisa jadi, seorang muslim kaya yang semula dermawan, kemudian tiba-tiba menjadi seorang yang kikir karena fitnah anak.
Bisa jadi, seorang muslim yang semula gigih dan pemberani, kini menjadi loyo dan pengecut karena fitnah anak.
Bisa jadi, seorang muslim yang semula gigih menuntut ilmu, tiba-tiba saja menjadi jahil dan pemalas, dan jauh dari forum-forum kajian, itupun karena fitnah anak.
Benarkah semua akibat fitnah anak, ataukah sekedar mengkambing hitamkan anak? Kalaupun kasus itu terjadi, itupun sebenarnya tidak terpisah dari istiqomah dan komitmen yang bersangkutan. Jangan-jangan isteri dan anak-anak itu sekedar  dijadikan kambing hitam bagi sikap malasnya dan lemahnya iman, yang disebabkan oleh faktor lain, ekonomi misalnya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Anak itu (terkadang) menjadi penyebab jahil (ayahnya), terkadang menjadi sumber penyebab bakhil (ayahnya), terkadang juga penyebab kesedihan (bagi ayahnya)” (HR Muslim).
Mungkinkah itu telah menimpa kita? Lalu bagaimana kita bisa keluar dari keadaan menyedihkan ini? Mari kita ikuti fatwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam berikut ini:
Fitnah seseorang itu bisa terjadi kepada keluarganya, hartanya, anaknya, dan dirinya sendiri dan (juga) tetangganya. Hal itu bisa ditanggulanginya dengan shaum, shalat, bersedekah, memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar”  (HR Asy Syaaihan dan Tirmidzi dari Hudzaifah).
Semooga Allah Ta’ala menganugerahkan kepada kita semua anak-anak shalih yang dapat membantu kita semua untuk mentaati Allah, yang mengingatkan kita ketika lalai, dan menasehati kita ketika menjauhi (perintah) Nya.


0 komentar:

Mari berdiskusi...

--------------------------------------------------------------------

Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...

--------------------------------------------------------------------