Beberapa pernyataan sebagian ulama yang kembali kepada As Sunnah dengan Pemaham an Salafush sholih:
i. Pernyataan Abu Hasan Al Asy’ary:
Di dalam kitabnya Al-Ibanah, ia menjawab seseorang yang menanyakan kepadanya: anda telah mengingkari pernyataan Mu’tazilah dan Qadariyyah, Jahmiyyah, Hururiyyah, Rafidloh, dan Murji’ah. Maka kami ingin mengetahui pernyataan anda yang dengannya anda beragama. Ia menjawab: Pernyataan kami yang kami lontarkan itulah pendirian kami, dan Dien yang kami pahami dan ikuti adalah: Berpegang teguh kepada Kitab Rabb kami dan sunnah Nabi kami saw, dan apa-apa yang diriwayatkan dari para shahabat dan tabi’in seta para Imam ahli hadits. Dengan demikian kami terpelihara dari kekeliruan prinsip, terlindung dari penyelewangan. Dan juga mensepakati apa-apa yang dinyatakan oleh Abu Abdullah Ahmad bin Hambal, semoga Allah meninggikan derajatnya dan melipatkan pahalanya. Kami sejalan dengan pernyataan-pernyataannya dan menjauh dari penentang-penentangnya. Sebab dia itu, seorang imam yang mulia, sosok figur yang sempurna, yang dengan-nya ia menjelaskan (perihal) Allah secara benar dan dengannya pula ia menolak kesesatan, ia menjelaskan manhaj dan menghinakan bid’ah yang dilakukan ahli bid’ah, dan penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh golongan-golongan yang aqidahnya menyimpang, seta menjauhkan diri dari keragu-raguan orang yang ragu … (Lihat Al Ibanah ‘an ushulid Diyanah, hal 17).
ii. Pernyataan Al Juwainy:
1. Pada akhir hayatnya, ia mencela ilmu Kalam, dan menasehati kaum muslimin agar menjauhinya, yaitu ketika ia berkata: “Janganlah anda menyibukkan (menggeluti) ilmu kalam, maka andaikan anda mengetahui perkataan
2. Kitabnya yang ditulis dalam rangka menasehati saudara-saudaranya karena Allah “Fi shifaatillah”, antara lain ia berkata di dalamnya: Maka siapa yang ingin mendapat taufiq dan petunjuk dari Allah, seyogyanya dia itu mengitsbatkan (Allah -Asma’ dan sifat-Nya) tanpa tahrif (merubah lafazh maupun makna), tidak mentakyif, dan tidak ragu dalam mensikapi, maka dia itu telah memasuki perkara yang dituntut dari (memahami Asma’ dan sifatNya), insya Allah. (An Nasihah Fir Rabbi Jalla wa ‘Alaa, oleh AL Juwainy, hal. 39).
iii. Pernyataan Abu Hamid A Ghazali:
1. Pembelaannya terhadap Aqidah dan madzhab Salafus sholih, adalah terlihat ketika ia berkata: Adanya dalil yang menunjukkan bahwa madzhab salaf adalah haq: Bahwa yang berlawanan dengannya adalah bid’ah, sedangkan bid’ah itu tercela dan sesat (Lihat Iljamul ‘Awwam ‘an ‘ilmil Kalam, hal. 96).
2. Celaannya terhadap ilmu kalam, ketika ia berkata:
“Sesungguhnya shahabat ra, mereka itu orang-orang yang berhujjah melawan hujjah Yahudi dan Nashrani dalam menetapi (membenarkan) nubuwwah Muhammad saw, maka mereka itu tidak sedikitpun menambah terhadap dalil-dalil Qur’an, dan tidak pula bermain dengan qiyas-qiyas menurut akal mereka, apa yang mereka sampaikan semkua berdasarkan naqliyyah. Hal ini disebabkan karena mereka mengetahui bahwa “tenggelam dalam qiyas-qiyas aqliyyah” itu merupakan sumber fitnah dan kekacauan. Dan bagi siapa yang tidak puas dengan dalil-dalil Qur’an, ia tidak bisa ditundukkan kecuali dengan pedang dan senjata. Maka tidak ada lagi keterangan lain setelah jelas keterangan dari Allah. (Idem, 89-90).
iv. Pernyataan Fakhruddin Ar Razi:
Ia berkata kepada muridnya, Ibrahim bin Abi Bakar Al Ashahany, dalam wasiatnya, dan ini terjadi sebelum ia wafat: “ Aku benar-benar telah menekuni dalam-dalam methoda-methoda Kalamiyyah (ilmu kalam), manhaj-manhaj Falsafat, maka aku tidak bisa menghilangkan rasa haus orang yang kehausan walau setetes, dan aku beranggapan bahwa jalan yang paling dekat adalah jalan (methode) Al Qur’an, aku membaca tentang penetapan (pembenaran) Asma’ dan sifatNya:
“Dialah Ar Rahman, bersemayam di atas Arsy” (QS.Thaha: 5).
FirmanNya lagi:
“Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik” (QS. Fathir: 10).
Dan aku membaca ayat dalam hal penolakan Asma’ dan sifatNya:
“Tidak ada yang sesuatupun yang serupa dengan Dia” (QS. As Syura: 11).
Siapa yang mengadakan penelitian seperti apa yang aku teliti pasti ia dapat mengetahui seperi apa yang aku ketahui” (Lihat Siyar A’lamun Nubala’, oleh Adz Dzahabi, 21/501).
Maka yang wajib dilakukan oleh setiap muslim yang berakal sehat adalah agar membebaskan dirinya dari menurutkan hawa nafsu dan ta’ashub (fanatis terhadap pendapat, golongan maupun ulama), dan hendaknya membebaskan kebenaran dari unsur tersebut dengan ikhlas dan tegar, dan hendaknya (pula) meneladani orang-orang (para Imam) yang bertaubat dari kekeliruan merka dan kembali kepada Al Haq, setelah lama mereka mengarungi paham aqidah yang salah.
Bagi setiap muslim, hendaknya memperkokoh hubungannya dengan Kitab Rabb-nya dan sunnah Nabi-Nya –membacanya, mentadabburi, memahami, dan mengamalkannya-, dan meperbanyak meneliti dan menekuni kitab-kitab salafush sholih, dijadikannya sebagai sandaran ilmu. (Bersambung : Seri-2 )
0 komentar:
Mari berdiskusi...
--------------------------------------------------------------------
Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...
--------------------------------------------------------------------