02 Sep 2013
Termasuk
penghalang ittiba’ yang paling besar
adalah duduk-duduknya seorang hamba bersama ahli bid’ah dan maksiat. Dimana
para pelaku keburukan akan memperindah kebatilan yang mereka lakukan dan
memperlihatkannya sebagai kebenaran kepada teman-teman duduknya. Jika mereka
tidak mampu membalik kebenaran yang ada pada pemikirannya dan merubah pemahamannya,
maka mereka akan berusaha memaksanya untuk melakukan kebatilan mereka sebagai
basa-basi kepada mereka atau karena takut akan celaan dan olok-olok mereka. Dan
jika mereka tidak mampu melakukan hal itu, maka paling tidak dia akan
berbasa-basi kepada mereka dengan tidak mengingkari mereka atau tidak melakukan
kebenaran yang bertentangan dengan hawa nafsu mereka.
Oleh
karenanya, sangat keras dan besar pengingkaran ulama salaf serta peringatan
mereka terhadap ahli sunnah dari bercampur dengan teman-teman duduk yang buruk.
Pada kisah Umar radhiallahu’anhu dan Shabigh, Abu Utsman yang
meriwayatkannya berkata, “Sesungguhnya Umar menulis surat kepada kami yang
berisi, janganlah kalian duduk-duduk bersama dengannya”. Beliau (Abu Utsman-pen)
berkata, “Maka jika dia datang untuk duduk bersama kami, sedangkan jumlah kami
seratus orang, maka kamipun berpencar menjauh darinya”1.
Ibnu
Abbas radhiallahu’anhu berkata, “Janganlah engkau duduk bersama
ahlul ahwa (orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya-pen). Karena
duduk-duduk bersama mereka akan membuat hati sakit”2.
Mush’ab
bin Sa’ad berkata, “Janganlah engkau duduk bersama orang yang terfitnah
(sesat). Karena tidak akan luput darimu salah satu dari dua kemungkinan, engkau
terfitnah olehnya sehingga engkau mengikutinya, atau dia akan mengganggumu
sebelum engkau meninggalkannya”3.
Mufadhdhal
bin Muhallil berkata, “Seandainya shahibul bid’ah (ahlu bid’ah) langsung
berbicara kepadamu tentang bid’ahnya ketika engkau duduk kepadanya, tentu
engkau akan waspada dan lari darinya. Akan tetapi di awal majlisnya, dia akan
berbicara kepadamu dengan pembicaraan-pembicaraan sunnah, kemudian dia
memasukkan bid’ahnya kepadamu, sehingga kemungkinan bid’ah itu akan menetap di
hatimu. Lalu kapan bid’ah itu akan keluar dari hatimu?!”4.
Seseorang
berkata kepada Ibnu Sirin, “Sesungguhnya fulan ingin datang kepadamu dan dia
tidak akan berkata sedikitpun.” Beliau berkata, “Katakan kepada fulan, tidak!
Dia tidak akan mendatangiku. Karena hati anak Adam itu lemah dan aku takut
mendengar satu kalimat darinya lalu hatiku tidak bisa kembali kepada keadaan
semula”5.
Catatan
Kaki
1 Al-Ibanah Al-Kubra, karya Ibnu Bath-thah
(1/414) no. 329.
2 Idem (2/438) no. 371.
3 Idem (2/442) no. 385.
4 Idem (2/444) no. 394.
5 Idem (2/446) no. 399.
—
Penulis:
Ustadz Kholid Syamhudi, Lc.
Artikel
Muslim.Or.Id
0 komentar:
Mari berdiskusi...
--------------------------------------------------------------------
Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...
--------------------------------------------------------------------