DIANTARA KEAJAIBAN AL QUR`AN
(oleh Fakhrurrazi rahimahullah, penerj AFA)
BAGIAN
KE-2
WAJIB MENDAHULUKAN YANG USHUL DARI YANG FURU`
Allah
lah yang paling mengetahui hakikat kitabNya. Oleh karena itu, apa yang terkait
dalam dali-dalil Al Qur’an menunjukkan kepada kita akan wajibnya mendahulukan
ilmu ushul dari pada ilmu furu’. Dalil-dalil ini diperkuat dengan sepulu hujjah
lainnya.
HUJJAH PERTAMA
Kemuliaan
ilmu bergantung kepada kemuliaan ilmu yang diketahuinya. Oleh karena itu akan
sangat mulia jika ilmu yang diketahui itu adalah ilmu yang diproduk oleh Yang
Maha Mulia. Jika kita telah mengetahui semuanya, maka tentunya kita menyadari
kewajiban berma’rifat kepadaNya dan mentauhidkanNya. Itulah semulia-mulia ilmu
yang mempunyai kedudukan tertinggi di sisiNya.
HUJJAH KEDUA
Ilmu
itu ada yang bersifat diniyah dan adapula yang bersifat bukan diniyah, dan
tetntunya tak diragukan lagi ilmu diniyah lebih mulia dari pada ilmu yang bukan
diniyah.
Ilmu
diniyah sendiri ada yang bersifat ushul dan adapula yang bersifat bukan ushul.
Tapi ilmu yang bukan ushul tergantung pada kebenaran ilmu ushul. Seorang
pentafsir hanya membahas firman Allah dan ini tentu merupakan salah satu cabang
dalam mengenal sang Pencipta. Adapun seorang ahli hadits hanya membahasa hadits
Nabi Saw. Yang demikian itu adalah cabang dalam menetapkan nubuwwahnya.
Sedangkan
ahli fikih membahas hukum-hukum Allah Swt dan ini merupakan cabang dalam
menetapkan tauhid dan nubuwwah. Ilmu-ilmu itu ditetapkan sebagai penafsir
terhadap ilmu ushul. Dengan demikian jelaslah, ilmu ushul tidak membutuhkan
hal-hal itu semua. Oleh karena itu, ilmu ushul lebih mulia.
HUJJAH KETIGA
Kemuliaan
sesuatu itu jelas, karena adanya tingkat yang paling rendah yang menjadi lawan
tingkat yang paling mulia. Sesuatu yang berlawanan dengan kedudukan yang lebih
rendah.
Ilmu
ushul mempunyai kedudukan yang lebih mulia. Maka tak diragukan lagi, melawan
ilmu ushul merupakan tindak kekufuran dan bid’ah. Kedua perbuatan itu merupakan
sesuatu yang hina. Oleh karena itu kita
wajib menjadikan ilmu ushul sebagai ilmu yang paling mulia.
HUJJAH KEEMPAT
Mulianya
sebuah ilmu terkadang disebabkan karena tempatnya yang mulia. Tetapi terkadang
pula karena sangat diperlukan karena kekuatan bukti-bukti dan dalil-dalilnya.
Dengan demikian dapat dikatakan ditinjau dari tempatnya, ilmu astronomi lebih
mulia dari ilmu kedokteran, tapi ditinjau dari keperluannya, ilmu hitung lebih
mulia dari kedua ilmu tersebut. pokok pembahasan ilmu astronomi lebih mulia
dari pada pokok pembahasan ilmu kedokteran. Tetapi dilihat dari bukti-bukti
nyata, ilmu kedokteran lebih mulia dan lebih kuat, sedangkan ilmu ushul
menghimpun kepentingan ini.
HUJJAH KELIMA
Ilmu
ini tidak mengenal penghapusan dan perubahan dan tidak pula berbeda karena
ikhtilafnya umat dan karena perbedaan ilmu-ilmu
yang mengitarinya. Oleh karena itu kita wahib mendudukkan ilmu ushul
sebagai semulia-mulianya ilmu.
HUJJAH KEENAM
Hanya
dengan ilmu ushullah manusia dapat memasukkan dirinya ke dalam golongan yang
selamat dan dapat mencapai derajat yang tinggi, sekalipun ia tidak mengetahui
sedikit pun ilmu fikih. Yang dapat menyelamatkan kita adalah ilmu ushul. Sebab
menurut ijmak ulama, orang-orang yang jahil terhadap Allah dan yang sama sekali
tidak mengenalNya termasuk golongan yang tidak selamat.
Seseorang
dapat masuk ke dalam golongan yang selamat tanpa ilmu fikih jika ia belum
memasuki masa baligh. Ia tidak menjadi mukallaf karena sesuatu perbuatannya.
Begitu
juga bagi seorang perempuan mukallaf yang tengah datang masa haidh (datang
bulan), ia beriman kepada Allah, akan tetapi ia tidak berkewajiban melakukan
shalat dan shaum. Jika ketika datang bulannya tepat selesai dan kemudian ia
wafat, maka ia tetap saja menghadap Allah sebagai orang mukmin.
Kini
kita mengetahui bahwa keselamatan dan diterimanya martabat yang tinggi sama
sekali tidak bersandar kepada ilmu fiqih tetapi kepada ilmu ushul.
HUJJAH KETUJUH
Ayat-ayat
yang mencakup dalil-dalil tentang ilmu ushul kedudukannya lebih mulia dari
ayat-ayat yang mencakup dalil-dalil furu’. Perhatikanlah firman Allah berikut
ini:
“Katakanlah Muhammad. Dialah Allah Yang Maha Esa.”
“Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan
kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. semuanya beriman
kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya.
(mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun
(dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya". (Al Baqarah 285)
“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan
Dia (yang berhak disembah), yang menegakkan keadilan.” (Ali Imran 18)
Ayat-ayat
tersebut mempunyai fadhilah dan fadhilah itu tidak datang melalui ayat-ayat
seperti ini:
“Dan Allah menghalalkan jual beli (tetapi) mengharamkan
riba.” (Al Baqarah 275)
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang haid .....” (Al
Baqarah 222)
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu
bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya
dengan benar. “ (Al Baqarah 282)
Oleh
karena itu orang-orang yang zuhud serta ahli ibadah secara teratur selalu
membaca pada waktu-waktu terbaik untuk membaca ayat-ayat yang mengandung
prinisp-prinsip ilahiyyah (ketuhanan), bukan ayat-ayat yang mengandung
hukum-hukum.
HUJJAH KEDELAPAN
Ayat-ayat
yang mengnadung hukum syar’iyyah kurang dari enam ratus ayat. Sedangkan ayat-ayat
yang berbicara tentang ketauhidan penolakan terhadap penyembahan patung-patung,
berbagai golongan musyrikin, hal-hal nubuwwah dan tempat kembalinya manusia
(yang dijanjikanNya), soal qadha dan qadar, jumlahnya amat banyak.
Ayat-ayat
tentang kisah-kisah yang berhubungan dengan tauhid atau dengan nubuwwah atau
dengan tauhid menunjukkan kepada dalil-dalil tentang qudratullah, keagunganNya
dan kebijaksanaanNya, seperti yang difirmankan Allah ta’ala:
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran
bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang
dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan
menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang
beriman.” (Yusuf 111)
Adapun yang menunjuk kepada nubuwwah ada dua segi:
PERTAMA
Dengan
lafazh-lafazh yang berbeda sebagaimana disebutkan dalam surat Asy Syu’ara
setelah menyebutkan kisah-kisah:
“Dan Sesungguhnya Al Quran ini benar-benar diturunkan
oleh Tuhan semesta alam Dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril). Ke dalam
hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang
memberi peringatan. Dengan bahasa Arab yang jelas.” (Asy Syu’ara 192-195)
Dalilnya:
Nabi Saw tidak pernah menuntut ilmu atau membaca kitab. Beliau juga tidak
pernah berguru. Dengan demikian mustahil beliau mengetahui kisah-kisah tersebut
kecuali hanya dari wahyu yang diturunkan kepadanya.
KEDUA
Al
Qur’an menyebut satu kisah berulang-ulang dengan lafazh yang berbeda-beda.
Semuanya dengan kefasihan yang mirip. Sedangkan seorang fasih (ahli bahasa dan
sastra) bila menguraikan satu kisah dengan lafazh yang fasih maka tidak mungkin
dia akan mampu menyebutnya berulang-ulang dengan lafazh fasih yang lain. Ini
merupakan satu bukti (dalil) bahwa Al Qur’an dari Allah Swt, bukan dari
manusia.
Terkadang
dalil-dalil tauihid menyebutkan penciptaan mausia dari setetes air mani. Allah
Swt menyebut dalil tersebut sekitar delapan puluh kali di dalam Al Qur’an.
Terkadang dengan dalil cakrawala yaitu tentang keadaan di langit dan di bumi,
tentang udara (atmosfer) dan tumbuh-tumbuhan. Semua ini tentu memerlukan
keterangan lebih lanjut.
Adapun
dalil-dalil yang menunjukkan kepada sifat-sifatNya “yang menunjukkan kepada
ilmu”, seperti dalam firmanNya:
“Sesungguhnya bagi Allah tidak ada satupun yang
tersembunyi di bumi dan tidak (pula) di langit.” (Ali Imran 5)
“Dialah yang membentuk kamu dalam rahim sebagaimana
dikehendaki-Nya. tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, yang Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Ali Imran 6)
“Apakah Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui
(yang kamu lahirkan atau rahasiakan); dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui?”
(Al Mulk 14)
Dan
dalam firmanNya lagi:
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib;
tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri.” (Al An’am 59)
Yang
demikian ini jelas menunjukkan kehebatan ilmu Allah terhadap seluruh maklumat
karena Dia memberitakan hal yang ghaib dan segala sesuatunya berlaku sesuai
dengan apa yang Allah beritakan.
Adapun
yang menyangkut sifat Maha Kuasa Allah terdapat pada ayat-ayat yang menyebutkan
tentang buah-buahan yang beraneka ragam, berbagai jenis binatang, pengaruh alam
dan benda-benda langit. Semua ini menunjukkan kepada sifat qudrat Allah.
HUJJAH KESEMBILAN
Allah
ta’ala menceritakan tentang kisah nabi-nabi alaihimussalam yang selama hidupnya
mereka sibuk mengemukakan dalil-dalil tersebut.
“Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi
itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah.” (Al Baqarah
30)
Yang
dimaksud dengan perkataan malaikat itu mengacu pada hal yang jelek, tetapi
tentu Yang Maha Bijaksana tidak akan melakukan hal yang jelek. Oleh karena itu
Allah memberi jawaban atas pertanyaan para malaikat dengan firmanNya:
“Maka sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu
ketahui.” (Al Baqarah 30)
Makna
“Allahu A’lam “ dalam ayat di atas menunjukkan bahwa sesungguhnya Allah Maha
Mengetaui segala informasi. Allah sendirilah yang benar-benar mengetahui
tentang penciptaan dan eksistensi mereka. Allah mengatakan kepada malaikatNya
bahwa ini merupaka suatu hikmah yang tidak diketahui oleh malaikatNya. Maka
ketika malaikat itu mendengarkan (penjelasan) tersebut, mereka menjadi diam.
………. BERSAMBUNG KE BAGIAN-3
0 komentar:
Mari berdiskusi...
--------------------------------------------------------------------
Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...
--------------------------------------------------------------------