DIANTARA KEAJAIBAN AL QUR`AN
(oleh Fakhrurrazi rahimahullah, penerj AFA)
BAGIAN
KE-1
RAHASIA KALIMAT TAUHID
LAA ILAAHA ILLALLAH
Dalam
Al Qur’anul Karim, Allah Ta’ala berfirman:
“Maka ketahuilah, bahwa Sesungguhnya tidak ada Ilah
(sesembahan, Tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi
(dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. dan Allah mengetahui tempat
kamu berusaha dan tempat kamu tinggal.” (Muhammad 19)
Dari
ayat di atas kita dapat mengetahui bahwa sebenarnya Allah Swt mendahulukan
perintahNya untuk berma’rifatut Tauhid (pengenalan terhadap tauhidullah) dari
pada perintah memohon ampun kepadaNya. Sebab ialah karena ma’rifatut tauhid
menunjuk kepada ilmu ushul (pokok dan prinsip), sedangkan kegiatan memohon
ampunanNya menunjukkan kepada ilmu yang bersifat furu’ (cabang). Oleh karena
itu, jelaslah ilmu usuhul harus didahulukan. Jika kita belum mengetahui
eksistensi Sang Pencipta, maka hal itu akan menghalangi tegaknya ketaatan dan
pelayanan kita kepadaNya. Titik pangkal ini tercantum dalam banyak ayat.
MENDAHULUKAN ILMU DARI AMAL,
MENDAHUKLUAN PERKARA USHUL DARI PERKARA FURU`
PERTAMA
Ibrahim
As, ketika sedang sibuk memohon ampunanNya, terlebih dahulu ia mendahulukan
ma’rifat dari pada ketaatan. Inilah perkataan Ibrahim as:
“Ya Rabbku, berikanlah himah dan masukkanlah aku ke
dalam golongan orang-orang yang shaleh.” (Asy Syu’ara 83)
Ucapannya
“berikanlah aku hikmah” menunjukkan kepada kesempurnaan kekuatan pandangannya (fikrah yang sempurna) tentang
ma’rifat kebenaran segala sesuatu.
“Dan
masukanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang shaleh.” Kalimat ini
menunjukkan kepada kesempurnaan kekuatan amal dengan menjauhka diri dari
kekeliruan dan penyimpangan. Kalimat ini mendahulukan ilmu dari pada amal.
KEDUA
Allah
Swt memberikan wahyu kepada Musa As dengan memperhatikan susuna itu. Oleh
akrena itu Allah berfirman:
“Dan aku telah memilih kamu, Maka dengarkanlah apa yang
akan diwahyukan (kepadamu). Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan
(yang hak) selain Aku, Maka sembahlah aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat
aku.” (Thaha 13-14)
Firman
Allah “tidak ada Tuhan selain Aku” menunjukkan kepada ilmu ushul, sedangkan
firmanNya “maka sembahlah Aku” menunjukkan kepada ilmu furu’ (cabang).
KETIGA
Ketika
Allah Swt membuat Isa As bisa berbicara ketika masih bayi, Isa As berkata:
“Sesungguhnya aku ini hamba Allah. Dia memberiku al
Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi.” (Maryam 30)
Perkataannya
“Inni ‘Abdullahi” (sesungguhnya aku ini hamba Allah), menunjukkan kepada ilmu
ushul. Sedangkan ucapan “Atainal Kitaab” menunjukkan kepada ilmu furu’.
KEEMPAT
Adalah
yang berkenaan dengan surat Muhammad 19. Kita tentu sudah tak perlu
memperdebatkan lagi bahwa nabi dan rasul Alaihissalam yang utama ada empat
orang. Kepada mereka Allah memberikan perintah ma’rifat ushul. Hal ini
menyangkut kebenaran keempat para nabi yang dimuliakanNya itu sekaligus
menetapkan bahwa kebenaran itu bersifat tegas dan jelas. Tidak ada pengecualian
lain. Hal itu didukung beberapa pandangan (segi).
ASPEK PERTAMA
Para
ahli tafsir telah bersepakat bahwa ayat pertama yang diturunkan Allah Swt
kepada Muhammad Saw adalah surat Al A’laq 1-5:
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang
Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan
Tuhanmulah yang Maha pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam.
Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Al A’laq: 1-5)
Ayat
ayat di atas mengandung dalil-dalil tauhid karena dalil-dalil dalam ayat di
atas menunjukkan eksistensi yang Maha Pencipta lagi Maha Bijaksana. Dalam ayat
di atas Allah menunjukkan kepada kita bahwa manusia dilahirkan dari nuthfah
(setetes air mani). Ayat-ayat di atas sungguh suatu perkataan halus yang
menakjubkan. Untuk mengetahui syarahnya kita perlu membahas tanya jawab.
PERTANYAAN
Ada
orang yang bertanya bahwa untuk mengkaji ayat-ayatNya kita harus memperhatikan
susunan demi susunan bagian kata. Dalam surat Al A’laq Allah Swt menyebutkan
bahwa manusia dilahirkan dari setetes air mani. Dia telah menciptakan manusia
dari segumpal darah (Al A’laq 2). Setelah itu Allah menyebut “yang mengajar
manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan mausia apa yang tidak
diketahuinya.” Jika begini dimana letak kaitan antara ayat kedua dengan ketiga
dan keempat?
JAWABAN
Sebagaimana
kita ketahui susunan manusia yang paling hina dan rendah adalah “segumpal
darah”. Hal ini dikarenakan setiap orang akan merasa jijik terhadap benda
tersebut. Sedangkan tingkatan manusia tertinggi dan paling mulia adalah
posisinya sebagai pemilik ilmu yang cukup, yang dapat menjangkau hakikat
kebenaran sesuatu. Dalam ayat ini, seolah-olah Allah menyuruh kepada kita
sebagai hambaNya agar kita memperhatikan keadaan kita ketika masih dalam bentuk
“segumpal datah”, yang tak lain merupakan sesuatu yang paling rendah dan hina.
Juga agar kita memperhatikan keadaan selanjutnya yaitu ketika mampu berbicara
dan berilmu sehingga dapat menjangkau kebenaran sesuatu. Inilah yang dikatakan
martabat yang setinggi-tingginya. Hal ini juga akan menampakkan kepada kita
bahwa tidak mungkin ada perpindahan dari keadaan hina menuju keadaan paling
mulia dan tinggi bila tanpa diatur oleh sang Penentu Yang Maha Kuasa. Dialah
yang Maha Bijaksana. Maha suci Allah dari apa yang dikatakan orang-orang zalim.
ASPEK KEDUA
Di
awal surat Al Baqarah, Allah Ta’ala memuji orang-orang beriman:
“Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhannya.
Dan merekalah orang-orang yang beruntung.” (Al Baqarah 5)
Tapi
dalam dua ayat berikutnya, Allah Swt mencela orang-orang kafir dalam firmanNya:
“Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka,
kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan
beriman. Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan
mereka ditutup. dan bagi mereka siksa yang Amat berat.” (Al Baqarah 6-7)
Kemudian
Allah mencela orang-orang munafik dalam tiga belas ayat berikutnya. Yang
pertama dalam firmanNya:
“Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami
beriman kepada Allah dan hari kemudian" pada hal mereka itu Sesungguhnya
bukan orang-orang yang beriman.” (Al Baqarah 8)
Pada
saat Allah memuji orang-orang mukmin dan mencela orang-orang kafir dan munafik,
seakan-akan Ia menyatakan “pujian dan celaan tidak akan lahir kecuali dengan
menfahulukan dalil-dalil tentang penetapan tauhid dan nubuwwah serta tempat
kembali yang dijanjikanNya.” Ketika ushul Islam itulah yang menyebabkan Allah
menerangkan kebenaranNya dengan dalil-dalil qath’i.
Pertama-tama
dimulai dengan menetapkan sang Pencipta dan ketauhidanNya. Ini diterangkan
dalam lima macam dalil. Terlebih dahulu perhatikan firman Allah surat Al
Baqarah 21-22:
“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah
menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa. Dialah yang
menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia
menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala
buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu Mengadakan
sekutu-sekutu bagi Allah, Padahal kamu mengetahui.” (Al Baqarah 21-22)
Dari
ayat di atas dapat diambil lima macam dalil dalam menetapkan Sang Pencipta dan
ketauhidanNya, yaitu:
Allah
menunjukkan dalil atas ketauhidanNya melalui diri manusia itu sendiri
berdasarkan firmanNya:
“Hendaklah kamu menyembah Rabbmu yang telah
menciptakamu...”
Dengan
keadaan nenek moyang mereka dengan menunjuk kepada firmanNya: “dan
orang-orang yang sebelummu...”
Dengan
keadaan penduduk bumi. Menunjuk kepada firmanNya: “yang telah menjadikan
bumi sebagai hamaran bagimu ...”
Dengan
keadaan penduduk langit. Menunjuk kepada firmanNya: “dan langit sebagai atap
.....”
Tentang
peristiwa yang terjadi antara langit dan bumi. Menunjuk pada firmanNya: “Dia
menurunkan air hujan dari langit. Lalu dia menghasilkan dengan hujan itu segala
buah-buahan sebagai rejeki untukmu.”
Dalam
dalil kelima diisyaatkan bahwa langit itu diibaratkan sang ayah dan ibu. Allah
menurunkan hujan dari shulbi langit dan masuk ke rahim bumi melahirkan berbagai
macam tanaman.
Ketika
menyebut dalil-dalil yang lima ini, Allah meminta (menuntut) manusia agar
melangkah lebih lanjut guna meningkatkan martabatnya, dengan firmanNya:
“Karena itu janganlah kamu mengadakan tandingan atau
sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.”
Kalimat
terakhir dari ayat 22 aurat Al Baqarah di atas menunjukkan eksistensi Sang Maha
Pencipta yang Maha Kuasa dari satu sisi dan dari sisi lainnya menunjukkan wujudnya
yang Esa. Oleh karena itu, jelaslah ayat-ayat tersebut menunjukkan eksistensi
Yang Maha Pencipta lagi Maha Kuasa, bukan menunjukkan kepada yang selainNya.
Sebagaimana firmanNya:
“Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain
Allah, tentu keduanya itu telah rusak binasa.” (Al Anbiya 22)
Kelima
dalil di atas menunjukkan bahwa sesungguhnya manusia dituntut untuk:
·
Menetapkan adanya
Sang Pencipta.
·
Menetapkan
eksistensiNya yang Esa.
Oleh
karena itu Allah berfirman: “Karena itu janganlah kamu mengadakan tandingan
atau sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.”
Ayat
ini mencakup kepada penetapan Allah dan penetapan eksistensiNya yang Esa.
Di
samping itu, masih ada perkataan lain yang diinginkan ayat d atas, yakni
menegaskan bahwa untuk mendapatkan tingkat pengajaran yang baik, benar dan
bermanfaat, maka dalam sistem pengajaran yang pertama-tama harus diletakkan
adalah yang bersifat lahir. Baru setelah itu meningkat kepada yang tersirat dan
tersembunyi. Oleh karena itu, Allah Swt berfirman “Hendaklah kamu menyembah
Rabbmu yang telah menciptakanmu.”
Allah
menjadikan pembuktian orang berakal terhadap dirinya mendahului segala
pembuktian. Karena pengetahuan seseorang terhadap dirinya lebih sempurna dari
pada pengetahuan terhadap orang lain. Dia terpaksa mengenali dirinya ketika
sakit, sehat, bahagia, sedih, muda dan tua. Perpindahannya dari suatu kondisi
ke kondisi lainnya bukanlah pilihan manusia.
Juga
sering terjadi seseorang yang telah bersungguh-sungguh menginginkan sesuatu
ternyata tidak dapat memperoleh yang diinginkan. Di saat seperti inilah orang
sering menyadari bahwa sesungguhnya segala urusan yang diatur dan diurus
manusia biar bagaimanapun pasti berada di bawah Yang Maha Pengatur. Apa yang
terjadi sebenarnya nemang telah menjadi ketentuan Allah. Allah lah yang telah
membagi-bagi kehidupan dan penghidupan kita, sebagaimana firmanNya:
“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami
telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia.” (Az
Zukhruf 32)
Sesungguhnya
i’tibar-i’tibar itu tidak terbatas sampai di sini saja, kadang-kadang seperti
firmanNya:
“Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang
dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan
dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah disamping
Allah ada Tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati(Nya).” (An Naml
62)
Yang
lain lagi seperti firmanNya:
“Katakanlah: "Siapakah yang dapat memelihara kamu
di waktu malam dan siang hari dari (azab Allah) yang Maha Pemurah?"
sebenarnya mereka adalah orang-orang yang berpaling dari mengingati Tuhan
mereka.” (Al Anbiya’ 42)
Oleh
karena itu, dalil tentang ini lebih didahulukan di atas dalil-dalil lainnya.
Tingkatan ini dapat mengungkapkan tingkatan-tingkatan lainnya, yaitu tingkatan
dimana seseorang mengetahui keadaan bapak-bpaknya, nenek moyangnya dan penduduk
negerinya. Kemudian dari tingkatan kedua ini sampai ke tingkatan taraf yang
ketiga. Ia sudah mulai dapat menguak pengenalan manusia terhadap keadaan-keadaan
bumi yang menjadi tempat tinggal semua makhluk, sebagaimana firmanNya:
“Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang
berdampingan ...” (Ar Ra’d 4)
“Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan
hujan dari langit lalu Kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka
macam jenisnya. dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah
yang beraneka macam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat.” (Fathir 27)
Dari
tingkatan ketiga ini diungkapkan pula tingkatan berikutnya yaitu ilmu tentang
keadaan tata surya yang masing-masing bagiannya berbeda-beda baik dilihat dari
ketinggiannya, ukurannya maupun kecepatan geraknya. Juga mengenai berbagai
macam planet yang ada di dalamnya, sebagaimana yang dijelaskan Allah dalam
firmanNya:
“Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang,
matahari dan bulan. masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis
edarnya.” (Al Anbiya’ 33)
Dan
firmanNya lagi:
“Rabb yang mengatur Timur dan Barat” (Al Muzammil 9)
“Rabb yang memelihara tempat terbit matahari dan Robb
yang memelihara kedua tempat terbenamnya...” (Ar Rahman 17)
Disebutkan
pula dalam ayat lain:
“Maka aku bersumpah dengan Robb yang memiiki Timur dan
Barat, sesungguhnya kami benar-benar Maha Kuasa.” (Al Ma’arij 40)
firmanNya
pula:
“....Dan matahari, bulan dan bintang (masing-masing)
tunduk kepada perintahNya.” (Al A’raf 54)
Perhaitkan
firmanNya lagi:
“Maha suci Allah yang menjadikan di langit
gugusan-gugusan bintang dan Dia menjadikan juga padanya matahari dan bulan yang
bercahaya.” (Al Furqon 61)
Kemudian
dalam surat Yasin disebutkan:
“Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan
malampun tidak dapat mendahului siang. dan masing-masing beredar pada garis
edarnya.” (Yasin 40)
Di
dalam Surat Nuh, Allah berfirman:
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah
menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat? Dan Allah menciptakan padanya
bulan sebagai cahaya dan menjadikan matahari sebagai pelita?” (Nuh 15-16)
Kemudian
firmanNya:
“Sungguh, aku bersumpah dengan bintang-bintang yang beredar
dan terbenam.” (At Takwir 15-16)
Setelah
sampai pada tingkatan pengetahuan yang keempat, lalu diungkapkan lagi tingkatan
yang kelima yang menyangkut hal-hal yang diturunkan dari langit ke bumi, yaitu
turunnya air hujan dari shulbi langit ke perut bumi yang kemudian menjadikan
bumi itu tumbuh dan subur hingga menumbuhkan berbagai tanaman.
Antara
suatu tanaman dengan tanaman lain karakternya, bentuknya, rasa dan spesiesnya
berbeda-beda. Ada yang berfungsi sebagai buah-buahan yang lezat dan dapat
dimakan. Ada yang berfungsi sebagai obat-obatan dan adapula tanaman yang
beracun. Adakalanya hanya berfungsi sebagai makanan binatang, sebagaimana
firmanNya:
“Sesungguhnya Kami benar-benar telah mencurahkan air
(dari langit). Kemudian Kami belah bumi dengan sebaik-baiknya. Lalu Kami
tumbuhkan biji-bijian di bumi itu. Anggur dan sayur-sayuran. Zaitun dan kurma.
Kebun-kebun (yang) lebat. Dan buah-buahan serta rumput-rumputan. Untuk
kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu.” (Abasa 25-32)
Bahkan
jika anda memperhatikan selembar daun dari sekain banyak dedaunan, anda melihat
yang berwarna merah, adakalanya kuning, ada yang tipis dan ada yang sedikit
tebal. Tentu kita mengetahui bahwa hal ini ada kaitannya dengan pengaruh
bintang-bintang dan gerakan benda-benda langit serta tabiatnya terhadap setiap
daun. Tapi, tentu saja semua ini ada yang mengatur, yakni Dia Yang Maha Kuasa.
Dialah yang memberikan ilmu dan kekuatan bagi manusia untuk menentukan pilihan
atau perbuatannya.
Setelah
Allah mengajak manusia merenungkan segala ciptaanNya, Allah kemudian
mengungkapan penegakkan dalil-dalil tentang nubuwwah Muhammad Saw, sebagaimana
firmanNya:
“Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran
yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang
semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu
orang-orang yang benar.” (Al Baqarah 23)
Dengan
Al Qur’an itulah Allah mempersatukan umat manusia. Jangan mencoba-coba manusia
atau jin mereka-reka atau menciptakan surat-surat semisal Al Qur’an karena akan
percuma saja. Seperti dalam firmanNya:
“Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin
berkumpul untuk membuat yang serupa Al Quran ini, niscaya mereka tidak akan
dapat membuat yang serupa dengan Dia, Sekalipun sebagian mereka menjadi
pembantu bagi sebagian yang lain". (Al Isra 88)
Allah
juga mempersilakan mereka untuk membuat sepuluh surat semisal Al Qur’an,
sebagaimana firmanNya:
“Katakanlah: "(Kalau demikian), Maka datangkanlah
sepuluh surat-surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah
orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang
orang-orang yang benar". (Hud 13)
Jika
ternyata mereka tak juga mampu, maka Allah mempersilahkan mereka berhimpun
untuk membuat satu surat saja yang semisal Al Qur’an, seperti dikatakan Allah
dalam firmanNya:
“Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran
yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang
semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu
orang-orang yang benar.” (Al Baqarah 23)
“Maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang
semisal Al Quran itu jika mereka orang-orang yang benar.” (At Thur 34)
Ternyata
mereka tidak memiliki kemampuan sama sekali, hanya kesombongan sajalah yang ada
dalam diri mereka, dan ini sebenarnya justru menunjukkan kelemahannya. Tak
dipungkiri lagi, Al Qur’an merupakan mukjizat abadi yang sarat dengan hikmah
dan ilmu.
Setelah
itu barulah Allah membuka masalah janjiNya kepada manusia menggenai tempat
kembali mereka kelak. Ini terdapat dalam firmanNya:
“Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang
beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang
mengalir sungai-sungai di dalamnya...” (Al Baqarah 25)
Seakan-akan
Allah mengatakan kepada manusia, “Sesungguhnya kami hanya menyampaikan pujian
kepada orang-orang mukmin, sedangkan celaan kepada orang-orang kafir dan
munafik. Andaikan surga tidak menjadikan tempat kembali bagi orang-orang yang
berbuat baik dan tidak memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat
kejahatan sesuai dengan pahala dan hukumannya, maka menjadi tidak bijaksanalah
Aku.” Dan inilah yang dimaksud dengan firmanNya:
“Dan hanya kepunyaan Allah-lah apa yang ada di langit
dan apa yang ada di bumi supaya Dia memberi Balasan kepada orang-orang yang
berbuat jahat terhadap apa yang telah mereka kerjakan dan memberi Balasan
kepada orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih baik (syurga).”
(An Najm 31)
Kemudian
Allah berfirman dalam surat Thaha:
“Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan
(yang hak) selain Aku, Maka sembahlah aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat
aku. Segungguhnya hari kiamat itu akan datang aku merahasiakan (waktunya) agar
supaya tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang ia usahakan.” (Thaha 14-15)
Di
dalam surat Shad Allah juga berfirman:
“Patutkah Kami menganggap orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal yang saleh sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di
muka bumi? Patutkah (pula) Kami menganggap orang- orang yang bertakwa sama
dengan orang-orang yang berbuat ma'siat?” (Shad 28)
Kini
menjadi jelaslah apa yang telah kami uraikan bahwasannya di awal kitabNya,
Allah Swt haya menyebut dalil-dalil yang menyangkut tauhid dan nubuwwah, serta
tempat kembali (balasan) manusia. Jelaslah Allah selalu mendahulukan hal yang
ushul dari pada yang furu’. Oleh karena itulah Allah selalu mendahulukan
perintah untuk bertauhid. Allah menyuruh agar terlebih dahulu manusia
mentauhidkaNya baru memohon ampunan kepadaNya, seperti dalam firmanNya:
“Maka ketahuilah, bahwa Sesungguhnya tidak ada Ilah
(sesembahan, Tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi
(dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan.” (Muhammad 19)
ASPEK KETIGA
Di
awal surat An Nahl, Allah ta’la berfirman:
“Dia menurunkan Para Malaikat dengan (membawa) wahyu
dengan perintah-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya,
Yaitu: "Peringatkanlah olehmu sekalian, bahwasanya tidak ada Tuhan (yang
hak) melainkan Aku, Maka hendaklah kamu bertakwa kepada-Ku”. (An Nahl 2)
firmanNya,
“Laa ilaaha illa anaa” menunjukkan kepada ilmu ushul, sedangkan kata “Fattaqun”
menunjukkan kepada ilmu furu’.
ASPEK KEEMPAT
Ketika
Musa As menyampaikan risalah kepada Fir’aun. Fir’aun berkata kepadanya:
“Siapa Tuhan semesta alam itu?” (Asy Syu’ara 32)
Maksud
perkataan Fir’aun adalah bahwa Risalah Musa As itu dapat membuyarkan ketetapan
yang telah ada selama ini mengenai adanya tuhan di alam ini. Fir’aun bertanya
kepada Musa As tentang dalil risalahnya tersebut.
Mendapat
pertanyaan dari Fir’aun, Musa As tidak langsung mengingkarinya. Ia bahkan sibuk
menyebut dalil-dalil yang menunjukkan eksistensi Sang Pencipta. Musa As
menjawab oertanyaan Fir’aun:
“Robbmu dan Robb nenek moyangmu yang dulu.” (Asy
Syu’ara 26)
Perhatikanlah
dalil yang dikemukakan Musa As. pertama-tama ia menunjukkan adanya sang
pencipta yang dimulai dari hal-hal yang menyangkut dirinya sendiri, kemudian
bapak-bapaknya dan nenek moyangya terdahulu, seperti yang tersurat dalam ayat
21 surat Al Baqarah:
“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah
menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.” (Al Baqarah
21)
Keterangan
di atas jlas menunjukkan adanya manfaat dalam hal Allah menyebutkan firmanNya.
Pertama kali ia menjelaskan:
“Maka ketahuilah bahwasannya tidak ada Tuhan kecuali
Allah.”
Baru
yang kedua menerangkan:
“Dan meminta ampunan atas dosa-dosamu.”
0 komentar:
Mari berdiskusi...
--------------------------------------------------------------------
Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...
--------------------------------------------------------------------