TAFSIR SURAT AL FATIHAH


QS Surat Al-Fatihah
Oleh Abu Fahmi
سورة الفاتـحة

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين – الرحمن الرحيم – ملك يوم الدين –
 إياك نعبد وإياك نستعين – اهدناالصراط المستقيم –
 صراط الذين أنعمت عليهم - غير المغضوب عليهم ولا الضالين.

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang[1].
1.    Segala puji[2] bagi Allah, Tuhan semesta alam[3].
2.    Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
3.    Yang menguasai[4] di hari Pembalasan[5].
4.    Hanya Engkaulah yang Kami sembah[6], dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan[7].
5.    Tunjukilah[8] Kami jalan yang lurus,
6.    (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka;
7.    Bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.[9]

Catatan Kaki:
 [1] Maksudnya: saya memulai membaca al-Fatihah ini dengan menyebut nama Allah. Setiap pekerjaan yang baik, hendaknya dimulai dengan menyebut asma Allah, seperti makan, minum, menyembelih hewan dan sebagainya. Allah ialah nama zat yang Maha Suci, yang berhak disembah dengan sebenar-benarnya, yang tidak membutuhkan makhluk-Nya, tapi makhluk yang membutuhkan-Nya. Ar Rahmaan (Maha Pemurah): salah satu nama Allah yang memberi pengertian bahwa Allah melimpahkan karunia-Nya kepada makhluk-Nya, sedang Ar Rahiim (Maha Penyayang) memberi pengertian bahwa Allah Senantiasa bersifat rahmah yang menyebabkan Dia selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada makhluk-Nya.
[2] Alhamdu (segala puji). memuji orang adalah karena perbuatannya yang baik yang dikerjakannya dengan kemauan sendiri. Maka memuji Allah berrati: menyanjung-Nya karena perbuatannya yang baik. lain halnya dengan syukur yang berarti: mengakui keutamaan seseorang terhadap nikmat yang diberikannya. kita menghadapkan segala puji bagi Allah ialah karena Allah sumber dari segala kebaikan yang patut dipuji.
[3] Rabb (tuhan) berarti: Tuhan yang ditaati yang Memiliki, mendidik dan Memelihara. Lafal Rabb tidak dapat dipakai selain untuk Tuhan, kecuali kalau ada sambungannya, seperti rabbul bait (tuan rumah). 'Alamiin (semesta alam): semua yang diciptakan Tuhan yang terdiri dari berbagai jenis dan macam, seperti: alam manusia, alam hewan, alam tumbuh-tumbuhan, benda-benda mati dan sebagainya. Allah Pencipta semua alam-alam itu.
[4] Maalik (yang menguasai) dengan memanjangkan mim,ia berarti: pemilik. dapat pula dibaca dengan Malik (dengan memendekkan mim), artinya: Raja.
[5] Yaumiddin (hari Pembalasan): hari yang diwaktu itu masing-masing manusia menerima pembalasan amalannya yang baik maupun yang buruk. Yaumiddin disebut juga yaumulqiyaamah, yaumulhisaab, yaumuljazaa' dan sebagainya.
[6] Na'budu diambil dari kata 'ibaadat: kepatuhan dan ketundukkan yang ditimbulkan oleh perasaan terhadap kebesaran Allah, sebagai Tuhan yang disembah (ilaahul ma`buud), karena berkeyakinan bahwa Allah mempunyai kekuasaan yang mutlak terhadapnya.
[7] Nasta'iin (minta pertolongan), terambil dari kata isti'aanah: mengharapkan bantuan untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan yang tidak sanggup dikerjakan dengan tenaga sendiri.
[8] Ihdina (tunjukilah kami), dari kata hidayaat: memberi petunjuk ke suatu jalan yang benar. yang dimaksud dengan ayat ini bukan sekedar memberi hidayah saja, tetapi juga memberi taufik.
[9] Yang dimaksud dengan mereka yang dimurkai dan mereka yang sesat ialah semua golongan yang menyimpang dari ajaran Islam.

Tafsir  : Al Isti`adzah dan Al Basmalah
معاني الكـلمات :
الإِ سْتِعَاذَةُ :  {أعوذ بالله من الشيطان الرجيم}
معني الإستعاذة  : (أعُوذُ = أَسْأَلُ اللهَ أَنْ  يُبْعِدَ عَنِّـيْ شَـرَّ الشَّيْطَانِ) ،
  (الشَّيْطَا نُ = إِسْمٌ مِنْ أَ سْمَاءِ إِ بْـلـِيْسِ) ،  (الرَّ جِيْمُ = البَعِيْدُ عَنْ رَحْمَـةِ الله ِ)
{يَقْرَ أُ الـمُسْلِمُ الإ ِسْتِعَاذَ ةَ  قَـبْلَ أَ نْ يَبْدَ أَ بِقِرَا ءَ ةِ الـقُرْ آنِ الـكَرِيْمِ}
الـبَسْمَلَـةُ : {بِسْمِ الله ِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ}
معْنَى البَسْمَلَة : أَ بْدَ أُ (بسم الله الرحمن الرحيم)
{يَقْرَأُ الـمُسْلِمُ (بسم الله الرحمن الرحيم)  فِيْ أَ وَّلِ السُّوْرَةِ ،
وَ يَقُـوْ لُ الـمُسْلِمُ  (بسم الله الرحمن الرحيم)  فِيْ أَ وَّلِ الأ كْلِ

Makna-Makna Kalimat:
Pertama: Al-Isti`adzah (A`uudzu billaahi minasy syaithaanir rajiim)
Makna Isti`adzah :
A`uudzu; Aku memohon kepada Allah untuk dijauhkannya kejahatan syaithan dari-ku.
Asy syaithaan; salah satu nama dari nama-nama Iblis.
Ar Rajiim; jauh dari rahmat Allah
Seorang muslim membaca al Isti`adzah sebelum memulai membaca al-Qur’an.

Kedua : Al Basmalah (Bismillaahirrahmanirrahiim).
Makna Basmalah:
Aku memulai dengan membaca “Bismillaahirrahmaanirrahiim”.
Seorang muslim membaca “Bismillaahirrahmaanirrahiim” pada awal surat (dalam al Qur’an), dan seorang muslim membaca “Bismillaahirrahmaanirrahim” pada setiap hendak makan/minum. (dan bahkan disunnahkan setiap memulai pekerjaan yang baik membaca Basmalah).
معاني الكلمات :
(العالمين) = الإِنْسُ  وا لـجِنُّ  وغَيْرُهُمْ   ،  (يَوْ م الدين) = يَوْمُ الـقِيَامَةِ ،
 (إِيَّاكَ نعْبُدُ) = نَعْبُدُكَ وَ حْدَ ك يَا الله ُ ، (نَسْتَعِيْنُ) = نَسْأَ لُكَ الـمُسَاعَدَةَ ،
 (إِيّاك نَستَعِيْن) = نَسْتَعِيْنُ بِكَ وَ حْدَ كَ يَا الله ُ ،
( إِ هْدِنَا ) = أَ رْشِدْنَا إِ لَى الصِّرَاطِ الـمُسْتَقِيْم  وَ دُ لَّـنَا عَلَيْهِ ،
 (الصراط) = الطَّرِيْقُ.  (الـمسْتقيمَ) = الـمُعْتَدِلَ ، )
الـمَغْضُوْب عَلَيْهِم) = ضِدُّ الـمر ْضِيِّ عَنْهُمْ ، الـيَهُوْدُ ،
(الضالّين) = الضّالُّ ضِدُّ الـمُهْتَدِي ، الـنَّصارَى.

Kajian Tafsir Isti`adzah:

Allah berfirman: QS An Nahl ayat 98-100, yang artinya:
98. apabila kamu membaca Al Quran hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.
99. Sesungguhnya syaitan itu tidak ada kekuasaanNya atas orang-orang yang beriman dan bertawakkal kepada Tuhannya.
100. Sesungguhnya kekuasaanNya (syaitan) hanyalah atas orang-orang yang mengambil nya Jadi pemimpin dan atas orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah.
-------------------

Dalam surat an Nahl 98-100, terdapat kata (idzaa nqara’ta), maksudnya adalah (idzaa aradtum al Qira`ah) = jika kamu hendak membaca al Qur’an. Seperti kata “idzaa qumtum ilash shalaah”, maksudnya “idzaa aradtumul qiyaam ilash shalaah” (jika kamu hendak mengerjakan shalat). Ini terdapat pada surat al Maidah: 6.
Jumhur `ulama mengatakan bahwa perintah membaca Isti`adzah ini adalah sebelum membaca al-Qur’an, dengan tujuan untuk mendapat perlindungan dari Allah dari godaan syaithan.
Hal ini dikuatkan oleh sabda Nabi Saw yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abu Sa`id al Khudri, katanya jika Nabi Saw hendak mengerjakan shalat malam, maka beliau membuka shalatnya, setelah takbiratul irom, beliau membaca: (Do`a istiftah:
سُبْحَانَكَ اللّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ , وَتَبَارَكَسْمُكَ وَتَعَالَى جَدُّكَ , وَلاَ إِلهَ غَيْرَكَ , لاَ اله إلاّ اللهُ (3)
Kemudian beliau membaca: (sebelum al Fatihah)

أعوذ بالله  السَّمِيْعِ العَلِيْمِ مِنَ الشّيطان الرّجيم , مِنْ هَمْزِهِ وَ نَفْخِهِ وَ نَفْثِهِ

Hadits ini diriwayatkan oleh Empat penulis Kitab Sunan, dari riwayat Ja`far bin Sulaiman, dari Ali bin Ali Ar Rifa`I, at-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini merupakan yang paling masyhur dalam masalah ini.
Kata (al Hamz) artinya cekikan (sampai mati), )an-Nafkh( sebagai kesombongan, dan (an-Nafts) sebagai syair. Sehingga artinya menjadi “Aku berlindung kepada Allah yang Maha Mndengar lagi Melihat, dari syaithan yang terkutuk, dari cekikan mautnya, dari kesombongannya dan dari syair-syair menghipnotisnya”.
Kalimat “Isti`adzah” pulalah yang diajarkan oleh Nabi Saw pada orang ketika timbul amarahnya (Dalam hadits Bukhari dari Sulaiman bin Shurad), ketika ada dua orang saling mencela sambil marah-marah,

Tentang hukum membacanya:
1.     Jumhur ulama berpendapat bahwa hukumnya sunnah. Ada riwayat dari Imam Malik Ra, bahwa ia tidak membaca ta`awwudz (isti`adzah) dalam mengerjakan shalat wajib.
2.     Imam Syafi`i rahimahullah, menganjurkan membacanya dengan jahar (keras), tetapi tak mengapa dibacanya dengan sirr (pelan, lirih).
3.     Menurut Abu Hanifah dan Muhammad, ta`awwudz itu dibaca dalam shalat untuk membaca  al Qur’an. Sedangkan Abu Yusuf berpendapat, ta`awwudz itu dibaca justru untuk shalat. Berdasarkan hal ini, maka seorang makmum hendaklah membaca ta`awwudz dalam shalat Ied (hari Raya) setelah takbiratul ihrom dan sebelum membaca takbir-takbir Ied. Dan menurut Jumhur ulama, ta`awwudz itu dibaca setelah takbir sebelum membaca al Fatihah atau surat al Qur’an.
Di antara manfaat Ta’awwudz adalah untuk menyucikan dan mengharumkan mulut dari kata-kata yang tak mengandung faedah dan buruk. Ta`awwudz ini digunakan untuk membaca firman-firman Allah. Maksudnya, memohon pertolongan kepada Allah sekaligus memberikan pengakuan atas kekuasaan Nya, kelemahan sebagai hamba, dan ketidakberdayaannya dalam melawa musuh-musuh sejati (syaithan), yang bersifat bathiniyah, yang tak ada orang yang mampu menolak dan mengusirnya kecuali Allah yang telah menciptakannya. Perhatikan QS Al-Isra’ : 65 (Sesungguhnya hamba-hamba Ku, kamu tidak dapat berkuasa atas mereka. Dan cukuplah Rabbmu sebagai penjaga).
“Al `Iyaadzah” adalah permohonan pertolongan dalam usaha menolak kejahatan, adapun “al-layaadz” adalah permohonan  pertolongan dalam upaya memperoleh kebaikan.
Dalam bahasa Arab, maka kata “syaithan”, bisa berasal dari “syathana” ,  شطن artinya jauh. Artinya syaithan  itu tabe`atnya selalau menjauh dari tabe`at manusia, dan dengan segala kefasikannya, maka dia sangat jauh dari segala macam kebaikan. Bisa berasal juga dari “syaatha”  شاط (terbakar), sebab ia diciptakan dari api. Kedua makna itu benar, namun yang pertama lebih tepat.
Allah Ta`ala menyuruh manusia agar menarik dan membujuk hati syaithan jenis manusia dengan cara menyodorkan suatu yang baik kepadanya agar dengan demikian dia berubah tabiatnya dari kebiasaannya mengganggu orang lain. Allah juga memerintah kan untuk memohon perlindungan kepada-Nya dari syaithan jenis jin, karena dia tidak menerima pemberian dan tidak dapatb dipengaruhi dengan kebaikan, sebab tabiatnya jahat dan tak ada yang dapat mencegahnya dari dirimu kecuali Rabb yang menciptakan nya.
Makna inilah yang termaktub dalam 3 ayat al Qur’an: yaitu pada QS Al-A`raf: 199-200, dan al Mukminun: 96-98, dan Fush shilat : 34-36.
199. Jadilah Engkau Pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.
200. Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan syaitan Maka berlindunglah kepada Allah [*].(Al A`raf: 199-200)

[*] Maksudnya: membaca A'udzubillahi minasy-syaithaanir-rajiim.

96. Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan yang lebih baik. Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan[*].
97. Dan Katakanlah: "Ya Tuhanku aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan syaitan.
98. Dan aku berlindung (pula) kepada Engkau Ya Tuhanku, dari kedatangan mereka kepadaku."

[*] Maksudnya: perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan kaum musyrikin yang tidak baik itu hendaklah dihadapi oleh Nabi dengan yang baik, umpama dengan memaafkannya, Asal tidak membawa kepada Kelemahan dan kemunduran dakwah.  (Al Mukminun: 96-98)

34. Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, Maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara Dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.
35. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai Keuntungan yang besar.
36. Dan jika syetan mengganggumu dengan suatu gangguan, Maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui. (Fush shilat: 34-36)

     Pendapat yang benar, bahwa “syaithan” ( شيطان) itu dari kata “syathana”, شطن , artinya jauh. Oleh karena itu mereka menyebut syaithan untuk setiap pendurhaka, baik jin maupun manusia,

Perhatikan firman Allah QS Al-An`am: 112

112. Dan Demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh, Yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia)[*]. Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, Maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.

[*] Maksudnya syaitan-syaitan jenis jin dan manusia berupaya menipu manusia agar tidak beriman kepada Nabi.

Rasulullah Saw bersabda: “Wahai Abu Dzar, mohonlah engkau kepada Allah perlindungan darimsyaithan-syaithan jenis manusia dan jin.
 Lalu kutanyakan, “Apakah ada syaithan dari jenis manusia ? Ya, jawab beliau.
Sedangkan dalam shahih Muslim diriwayatkan dari Abu Dzar, katanya Rasulullah bersabda: “Yang memotong shalat itu adalah wanita, keledai, dan anjing hitam. Kemudian kutanyakan, “Ya Rasulullah, mengapa anjing hitam dan bukan anjing merah atau kuning ?. Beliau menjawab, “Anjing hitam itu adalah syaithan”.
Makna “ar Rajiim”. Ia Adalah berwazan “fa`iil” (subyek), tetapi bermakna “maf`uul” (obyek), artinya syaithan itu terkutuk dan terusir dari semua kebaikan (marjuum mathruud `anil khairi kullihi). Seperti terdapat dalam QS Al Mulk : 5.

Tafsir Basmalah :          بسم الله الرحمن الرحيم

Para `ulama sepakat bahwa “Bismillahirrahmanirrahim” ini merupakan salah satu ayat dalam surat An-Naml. Namun mereka berbeda pendapat, apakah basmalah itu ayat yang berdiri sendiri pada awal setiap surat, atauklah merupakan bagian dari awal masing-masing surat dan ditulis pada pembukaannya. Ataukah merupakan salah satu ayat dari setiap surat, atau bagian dari surat al-Fatihah saja dan bukan surat-surat lainnya ? Ataukah basmalah yang ditulis di awal masing-masing surat itu hanya untuk pemisah antara surat yang satu dengan yang lainnya, dan bukan merupakann ayat. Mereka berbeda pendapat …
Dalam Kitab Sunan Abu Dawud diriwayatkan dengan isnad shahih, dari Ibnu Abbas Ra, bahwa Rasulullah Saw tidak mengetahui pemisah surat al-Qur’an sehingga turun kepadanya, ayat “Bismillaahirrohmanirrahim”  بسم الله الرحمن الرحيم
Hadits ini juga diriwayatkan al-Hakim dalam al-Mustadraknya.
Mereka yang menganggap bahwa basmalah adalah ayat dari setiap surat, kecuali surat at-Taubah : adalah Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Ibnu az Zubair, Abu Hurairah, Ali. Dari kalangan Tabi`in: Atha’, Thawus, Sa`id bin Jubair, Makhul,d an az-Zuhri.
Hal yang sama juga dikatakan oleh Abdullah bin al Mubarak, Imam Syafii, Ahma dbin Hanbal (menurut satu riwayat), Ishak bin Rahawaih, Abu Ubaid al-Qasim bin Salam. Adapun Imam Malik dan Abu Hanifah berserta para pengikutnya berpendapat, bahwa basmalah itu bukan termasuk ayat al-Fatihah, tak juga surat-surat lainnya. Menurut Dawud, basmalah terletak pada awal setiap surat dan bukan bagian darinya (salah satu riwayat Imam Ahmad).

Dalam Bacaan Shalat, terkadang Basmalah dibaca dengan jahar (keras) pada shalat jahriyah, terkadang dibaca juga sirr (lirih). Para ulama yang mengatakan bahwa basamalah itu bukan bagian dari surat (bukan dari al Fatihah juga), juga yang berpendapat bahwa ia merupakan ayat yang ditulis pada setiap awal surat (kecuali pada al Baro’ah atau surat at Taubah), mereka membaca dengan sirr (lirih). Sedangkan mereka yang berpendapat bahwa basmalah itu termasuk bagian dari setiap surat, juga berbeda pendapat. Imam Syafii berpendapat bahwa basmalah itu dibaca secara jahar (keras) bersama al Fatihah dan juga surat al Qur’an lainnya. Inilah madzhab beberapa shahabat dan tabi`in serta para Imam, baik salaf maupun khalaf.
Dan `ulama lainnya berpendapat bahwa basmalah tidak dibaca secara jahr di dalam shalat jahriyah (maghrib, isya` dan shubuh). Inilah riwayat yang benar dari Kholifah yang empat, Abdullah bin Mughaffal, beberapa golongan `ulama salaf maupunn khalaf. Hal ini juga menjadi pendapat Imam Abu Hanifah, Ats Tsauri dan Imam Ahmad bin Hanbal.
(Al Mishbahul Muniru fi Tafsir Ibnu Katsir, Syaikh Shafiyur Rahman al Mubarakfuri, hal. 19-20)

في صحيح مسلم عم عائشة رضي الله عنها قالت : كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يفتتح الصلاة بالتكبير والقراءة بالحمد لله رب العالمين  (ابن ابي حاتم 1: 12)
و في الصحيحين عن أنس بن مالك قال: صلّيت خلف النبي صلى الله عليه وسلم وأبي بكر وعمر وعثمان فكانوا تفتتحون بالحمد لله رب العالمين. ولمسلم : ولا يذكرون بسم الله الرحمن الرحيم في أول قراءة ولا في آخرها (فتح الباري 2: 265 , ومسلم 1: 299)
Dan dalam riwayat Imam Ahmad dan Ibnu Huzaimah disebutkan “mereka itu tidak menjaharkan bismillahirrohmanirrahim. Juga ibnu Huzaimah dalam riwayat lain mengatakan “mereka itu men-sirrkannya
Namun terdapat pula riwayat yang menyebutkan adanya bacaan basmalah dalam shalat jahar itu dengan bacaaan jahr (keras). Antara lain:

وفي صحيح البخاري عن أنس بن مالك أنه سئِل عن قراءة النبي صلى الله عليه وسلم , فقال : كانت قراءته مدّا , ثم قرأ بسم الله الرحمن الرحيم يمدّ بسم الله ويمدّ الرحمن ويمدّ الرحيم   (فتح الباري 8: 709)
وفي مسند إمام أحمد وسنن أبي داود وصحيح ابن خزيمة ومستدرك الحاكم عن أم سلمة رضي الله عنها قالت : كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يقطع قراءته : بسم الله الرحمن الرحيم. الحمد لله رب العالمين. الرحمن الرحيم. ملك يوم الدين. وقال الدار قطني اسناده صحيح  (احمد 6: 302, ابو داود  4: 294, وابن خزيمة 1: 248 , واحاكم 2: 231, والدار قطني 1: 307)
Kedua hadits terakhir inilah yang menjadi landasan bahwa basmalah itu bagian dari surat al fatihah, oleh karenanya dibaca dengan jahr ketika shalat jahr (Fatihahnya keras).

Kesimpulannya : Baik yang membaca basmalah dalam shalat (Fatihah) jahr secara jahr maupun secara sirr semuanya sah, karena dari as sunnah.

Keutamaan Basmalah:
Membaca basmalah disunnahkan pada saat mengawali setiap pekerjaan, juga disunnahkan ketika hendak masuk WC / toilet. Juga di awal wudlu’, seperti diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan kitab-kitab sunan, dari Abu Hurairah, Sa`id bin Zaid dan Abu Sa`id, dimana Nabi Saw bersabda:
لا وضوء لمن لم يذكر اسم الله
“Tak sempurna wudlu’ bagi orang yang membaca nama Allah padanya” (Hadits ini hasan).  Juga disunnahkan ketika hendak makan, berdasarkan hadits Muslim berikut:  :
كل باسم الله, وكل بيمينك , وكل ممّا يليك
Juga disunnahkan ketika hendak berjima` (bagi suami) membaca basmalah dan do’a berikut
لو أنّ احدكم إذا أراد أن يأتي أهله قال: باسم الله, اللهم جنّبنا الشيطان , وجنّب الشيطان مارزقتنا ,
 فإنّه إن يُقْدَرْ بينهما ولدٌ لم يضرّه الشيطان أبدا
Kata “Allah” merupakan nama untuk Rabb. Dikatakan bahwa Allah adalah “Ismullah al a`zham” (nama yang paling agung), karena padanya menyandang segala macam sifat, sebagaimana firmanNya: (QS Al Hasyr: 22)
هو الله الذي لا إله إلا هو عالم الغيب والشهادة هو الرحمن الرحيم
Dengan demikian semua nama-nama yang baik itu menjadi sifatNya, seperti dalam hadits ini (HR Muslim dari Abu Hurairah)
إنّ لله تسعة وتسعين إسما , مائة إلاّ واحدا من أحصاها دخل الجنّة  (رواه مسلم عن أبي هريرة)
(Ar Rahman ar Rahim) merupakan dua nama dalam bentuk mubalaghoh (bermakna lebih) yang berasal dari satu kata “ar-Rahmah”. Ar Rahman lebih menunjukkan makna yang lebih daripada kata ar Rahiim.
Ada ulama yang mengatakan – dari sudut nahwu - bahwa  lafazh Allah itu merupakan isim jamid (nama yanag tak memiliki kata dasar). Imam al Qurthubi mengutip dari sejumlah Imam antara lain: Imam Syafii, al Khaththabi, al Ghazali, Imamul Haramain, dll.
Dari al-Khalil; dan Sibawaih diriwayatkan bahwa (alif) dan (lam) dalam lafazh Allah merupakan suatu yang lazim (tak terpisahkan). Oleh karenanya Al Khaththabi mengatakan, bahwa anda boleh menyeru “Ya Allah”, tetapi tidak dengan “ Ya ar Rahman”. Kalau hal itu bukan dari asal kata, makam tidak boleh memasukkan huruf nida’ (seruan) terhadap (alif) dan (lam).
Al Qurthubi, bahwa dalil yang menyebutkan bahwa lafazh ar Rahman itu sebagai isim musytaq (ada kata dasarnya), terbentuk dari kata kerjanya, adalah riwayat at Tirmidzi dan Abdurrahyman bin  Auf Ra.
Abu Ali Al Farisi mengatakan, ar Rahman merupakan nama yang bersifat umum dalam segala bentuk macam rahmat, dikhususkan bagi Allah Ta`ala semata. Adapun ar Rahiim, dimaksudkan bagi orang-orang yang beriman, Lihat QS Al Ahzab: 43)
Ibnul Mubarak mengatakan, ar Rahman yaitu apabila dimintai, maka Dia akan memebri. Adapun ar Rahiim yaitu, jika permohonan tidak diajukan kepada Nya, maka Dia menjadi marah.
منْ لَمْ يَسْئَلِ اللهَ   يَغْضَبْ لَهُ
 Nama ar Rahman, hanya dikhususkan untuk Allah semata, tak diberikan kepada selain diri Nya, seperti firman Nya, QS al-Isra’: 110.
Sedangkan berkaitan dengan kata “ar Rahiim”, Allah Ta`ala pernah menyebutkan  kata itu untuk selain diri Nya, QS at Taubah: 128..   Sebagaimana Dia juga pernah menyebut selain diri Nya dengan salah satu dari nama-nama Nya. QS Al Insan: 2.
  
110. Katakanlah: "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai Al asmaaul husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya[* dan carilah jalan tengah di antara kedua itu". Al Isra`: 110.

[*] Maksudnya janganlah membaca ayat Al Quran dalam shalat terlalu keras atau terlalu perlahan tetapi cukuplah sekedar dapat didengar oleh ma'mum.

128. Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, Amat belas kasihan lagi Penyayang terhadap orang-orang mukmin. At Taubah: 128

Al Mulakhkhash (Ringkasan):
 Surat Al Fatihah Dan Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama`ah

Dalam surat al Fatihah, Allah menggunakan tiga Asma' (nama-Nya), yaitu Allah,  ar Rabb, ar Rahman. Dan surat al Fatihah ini dibangun  di atas "ilahiyah", ar Rububiyah", dan "ar rahmah".
(Iyyaka na`budu) dibangun  di atas "al- ilahiyah", dan (Iyyaka Nasta`in) dibangun diatas "ar Rububiyah".
Dan adapun meminta (mendapatkan) hidayah shirathal mustaqim, adalah dengan sifat rahmah-Nya.  Dan (al hamdu, kalimat pujian kepada-Nya) itu meliputi tiga perkara tersebut, maka Dia itu mahmud (dipuji) karena ilahiyah Nya, rububiyah Nya dan rahma-Nya. (Lihat Madarijus salikin, Karyan Ibnu Qayyim al Jauziyah, jilid I, hal. 6-7).
Hal ini terdapat pada ayat " Alhamdulillahi rabbil `alamin, ar rahman ar rahiim".
Ketika kita memuji Allah, yang Dia itu adalah "Rabbul `Alamiin", maka pujian itu dikarenakan begitu banyaknya anugerah dan nikmat yang telah Dia limpahkan kepada makhluk-Nya, termasuk kita, sebagai manusia dan hamba-Nya. Dalam hal ini pada jiwa hamba telah tertanam  unsur "AL MAHABBAH" (tertanam rasa cinta)  terhadap-Nya, sehingga ia selalu memuji-Nya, memuji Dzat Pemberi Niikmat. Lalu ketika seorang hamba membaca ar Rahman ar Rahiim, yang artinya Allah itu Maha Pengasih dan Penyayang, maka artinya pada diri hamba telah tertanam perasaan "Berharap" (AR RAJA') kepada Allah atas janji dan pahala-Nya beserta Surga dan kenikmatan yang ada di dalamnya. Timbullah pada diri hamba "semangat-mujahadah" untuk beribadah kepada-Nya, selalu berupaya untuk menaati-Nya dan mengamalkan ragam kebajikan dengan ikhlash karena-Nya. Tentu disertai "Mutaba`ah" (mengikuti contoh dari Nabi Saw). Lalu ketika hamba membaca "Maaliki yaumiddin" yang artinya bahwa Allah itu Raja diraja yang (tidak saja) menguasai alam semesta, dunia seisinya, tetapi juga "Penguasa" di hari pembalasan, pada hari kiamat kelak. Dimana Dia telah menyediakan "Adzab dan siksa" yang berat dan sangat mengeri kan bagi "para pendurhala", ahli maksiat yang menentang titah peintahNya. Disanalah timbul pada diri hamba "AL KHAUF (perasaan takut yang sangat) akan siksa-Nya, sehingga ia pun akan selalu beusaha menghindari dan menjauhkan segala larangan-Nya dan yang mengantarkan kepada "syaqawah" (kesengsaraan) abadi.
Ketiga unsur di atas : AL MAHABBAH, AR RAJA` DAN AL KHAUF itulah yang oleh para `ulama aqidah dari kalangan Salaful ummah, disebut dengan RUKUN IBADAH YANG TIGA.
Barangsiapa yang beribadah hanya semata karena "mahabbah" (kecintaan) kepada Allah, tetapi tanpa disertai adanya Ar Raja` dan al Khauf, sehingga bisa jadi dalam ibadahnya, mereka itu semaunya sendiri (tafrith dan ifrath, juga ghuluw), maka itulah ibadahnya kaum "SUFI".
Dan barangsiapa yang beribadah kepada Allah hanya karena "ar raja', namun tanpa adanya unsur "mahabbah" dan "al khauf", sehingga ia hanya berharap saja akan kasih sayang Allah, akan kemurahan dan pahala-Nya, maka ia terjerumus ke dalam "Irja'i" (murji'ah). Mereka itu lebih suka melaksanakan ayat-ayat perintah, ketimbang ayat-ayat ancaman. Bahkan mereka ini berpendapat bahwa amal itu tidak termasuk bagian dari iman dan siapa saja yang mengatakan "Laa ilaaha illallah pastilah masuk surga", besar kecilnya amal tidak berpengaruh. Bagi mereka itu, maksiat dan taat tidak mempengaruhi keimanan.
Adapun  apabila seorang hamba dalam beribadahnya semata karena "khauf" (takut pada siksa) Allah, tanpa diserta dengan "Raja' ", maka ia termasuk "khawarij". Mereka ini lebih mementingkan ayat-ayat ancaman daripada ayat-ayat perintah. Mereka berpendapat bahwa iman itu harus selalu konstan dan tidak boleh cacat sedikitpun karena maksiat atau dosa. Siapa saja yang melakukan kemaksiatan, kecil atau besar, maka ia telah merusak imannya, dan bahkan ada yang mengatakan telah kufur.
Ibadah tanpa ilmu akan sesat, sebagaimana halnya kaum "Nashrani". Ada pula golongan yang membekali diri mereka dengan ilmu, namun enggan mengamalkannya, sehingga amalnya menyelisihi ilmunya, maka mereka itu golongan yang dimurkai Allah (al maghdlub `alaihim).
Dua golongan tersebut, yaitu : al maghdlub `alaihim dan adl dlallun, adalah dua golongan manusia yang meniti jalan sesat lagi menyimpang dari jalan yang lurus (shirathal mustaqim).
Shiratal mustaqim adalah jalan Allah dan satu-satunya jalan bagi hamba untuk sampai kepada-Nya, yaitu jalan lurus yang ditempuh oleh hamba yang didalam ibadahnya kepada Allah, mendasari nya dengan ilmu dan mengamalkannya. Atau golongan manusia yang membekali setiap perkataannya dan perbuatannya dengan ilmu nafi` (bersumber dari Allah dan Rasul-Nya) dan melakukannya dengan "ikhlash" dan "mutaba'ah" (sesuai sunnah Nabi Saw).
Dalam aqidahnya (inilah Ahlussunnah wal Jama`ah), berpendapat bahwa iman itu meliputi keyakinan dalam hati, pernyataan lisan dan amal perbuatan anggita badan. Apabila seorang ahlu kiblah meninggal (tetap dalam keadaan ber-TAUHID) namun masih membawa sebagian dosa besar (yang tidak dihukumi kafir murtad dari Islam) yang masih belum ia taubati, maka ia mati dalam "MASYI'ATILLAH" (tergantung kehendak Allah), maksudnya: apabila Allah menghendaki ampunan bagi-Nya, maka ia pun berhak Surga dan tanpa siksa Allah. Dan apabila Allah menghendaki siksaan baginya atas dosa-dosa yang ia perbuatnya, maka ia pun berhak mendapatkan adzab (karena dosa yang belum terampuni), namun akhirnya ia pun akan di keluarkan dari Neraka dan dimasukkan ke Surga-Nya karena iman tauhidnya yang masih ada pada dirinya. Wallahu a`lam.

Penyebab Utama Sesatnya manusia berpulang pada dua perkara : Rusaknya ilmu (Fasadul `ilmi) dan Rusaknya tujuan (Fasadul qashdi).
Dan inilah merupakan dua penyakit hati yang mematikan. Obatnya tidak lain adalah "Ihdinash shirathal Mustaqim".
Yaitu kita mesti kembali kepada agama ini dengan cara meniti jalan lurus yang telah ditempuh oleh pendahulu kita yang telah mendapat "kenikmatan besar" dari Allah Ta`ala, yaitu dari kalangan para Nabi, syuhada', shiddiqin, shalihin dan mereka itulah sebagai "sebaik-baiknya teman" bagi orang mukmin yang selalu konsisten dan komit terhadap jalan lurus (shirathal mustaqim) ini.
 (Madarijus Salikin, Ibnul Qayyim al Jauziyah).

Dengan demikian, terdapat TIGA RUKUN dalam kita kembali kepada ad Dien yang shahih, yaitu:
 Kembali kepada Al Qur'an (Rukun I), As Sunnah (rukun II), dengan meniti shirathal  mustaqim (yang telah ditempuh para nabi, syuhada', shiddiqin dan shalihin), inilah rukun III.
¨br&ur #x»yd ÏÛºuŽÅÀ $VJŠÉ)tGó¡ãB çnqãèÎ7¨?$$sù ( Ÿwur (#qãèÎ7­Fs? Ÿ@ç6¡9$# s-§xÿtGsù öNä3Î/ `tã ¾Ï&Î#Î7y 4 öNä3Ï9ºsŒ Nä38¢¹ur ¾ÏmÎ/ öNà6¯=yès9 tbqà)­Gs? ÇÊÎÌÈ
   153. Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, Maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.  Al An`am: 153.

Manusia terbagi menjadi 3 (tiga) Golongan: (mun`im `alaihim = yang diberi kenikmatan), yaitu ahlu shirathal mustaqim; yaitu mereka yang mengetahui kebenaran dan mengikutinya. (kedua) golongan (maghdlub `alaihim = yang dimurkai), yaitu mereka yang mengetahui kebenaran namun menentang nya. Dan golongan (ketiga) golongan (dlalluun = sesat), mereka yang jahil sehingga keliru dan menyimpang dari jalan yang lurus. Al maghdlub disifatkan pada golongan Yahudi, dan adl dlall disifatkan pada golongan Nashrani.

Siapapun hamba yang beribadah tanpa didasari dengannilmu nafi`, maka ia akan tersesat jalan, sebagaimana halnya Nashrani. Dan siapapun yang ber-ilmu (mengenali kebenaran) tetapi amal perbuatannya menyelisihi ilmunya, maka ia akan dimurkai Allah, al maghdlub, seperti Yahudi.
Ahli Shirathal Mustaqim adalah Ahli Ibadah dari kalangan Ahli sunnah wal Jama`ah, yaitu mereka yang mendasarim ibadahnya kepada Allah, dengan ilmu Nafi`, ikhlash dan mutaba`ah.
Pada diri manusia ada penyakit hati, seperti : `ujub dan takabbur, juga riya' dan sum`ah. Disamping penyakit "ghodlab" dan "adl dlall".

Waspadalah, bahwa pada diri hamba itu terdapat bibit penyakit "riya' dan sum`ah", dan obat penyebuhnya adalah dengan "Iyyaka na`budu". Pada diri hamba juga terdapat penyakit "ujub dan kibr (sombong) ", dan obat mujarabnya adalah  dengan "iyyaka nasta`in".
Sedangkan obat dari "adl dlall dan al ghadlab" adalah dengan "ihdinash shirathal mustaqim".
 (Sumber : Durus Minal Qur'anil Karim-Tilawah wa Tafsirran-Silsilah Ta`limil Lughatil `Arabiyyah-Jami`ah Ibnu Saud Saudi Arabia;Madarijus Salikin;  Majmu`atut Tauhid; Tafsir Juz `Amma Syaikh Ibnu Utsaimin; Tafsir al Aisar-Syaikh Abu Bakar al jazairi; Tafsir Juz Amma-Syaikh Abdurrahman As Sa`di; Tafsir Ibnu Katsir Al Misbahul Munir dan Tafsir Ibnu Katsir Taisirul `Aliyyul Qadir-Syaikh Nasib ar Rifa`ii).



0 komentar:

Mari berdiskusi...

--------------------------------------------------------------------

Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...

--------------------------------------------------------------------