JUAL BELI (BAGIAN KE-2), 
Oleh Ust. Abu Fahmi

Kelima: SYARAT-SYARAT DALAM JUAL BELI
(Al MUlakhkhashul Fihi, Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah al Fauzan, Bab fi Ahkamisy syuruth fil Bai`I,
Jilid II, hal. 10-11, Dar al Manar, Kairo)

Shighat (IJAB & KABUL) verbal (ucapan) dan shighat aksi perbuatan:
Shighat dengan ucapan terdiri dari : IJAB, yaitu ungkapan yang muncul dari penjual, misal dengan mengatakan, "Aku menjual". QABUL, yaitu ungkapan yang muncul dari pembeli. MIsal dengan mengatakan, "Aku membeli".


Shighat dengan perbuatan langsung adalah saling memberi yang terdiri dari pengambilan  (oleh pembeli) dan penyerahan (dari penjual).
Terkadang shighat itu terdiri dari shighat verbal dan shighat dengan perbuatan langsung.
Menurut Syaikh Ibnu Taimiyah rahimahullah, shighat ini ada beberapa bentuk:
1.    Adanya ijab dari penjual dengan ucapan saja, lalu pihak pembeli menyambut dengan shighat tindakan pengambilan barang dagangan. Contoh, penjual berkata, 'ambillah pakaian ini dengan harga 1 dinar', lalu pembeli mengambilnya langsung.
2.    Muncul ungkapan dari Pembeli dan dari penjual penyerahan, baik harganya telah ditentukan atau menjadi terkandung dalam tanggungan pembeli.
3.    Penjual dan pembeli tidak mengeluarkan ungkapan. Akan tetapi ada sebuah tradisi, yaitu dengan meletakkan harganya dan mengambil barang dagangan (seperti di pasar-pasar modern sekarang, supermarket dan  minimarket) .. Majmu' Fatawa jilid 29 hal. 7-8.

Penjual Dan Pembeli Disyari`atkan:
Pertama : Keduanya saling ridla, tidak ada yang merasa dipaksa atau dizhalimi baik langsung maupun di kemudian hari :

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu."
QS  An Nisa' : 29.

Akan tetapi apabila terpaksa karena hak, maka jual beli itu sah. Misal dipaksa oleh seorang hakim  untuk menjual asetnya demi melunasi utang. Paksaan demikian adalah paksaan dengan hak.
Kedua : Keduanya adalah sama-sama orang yang telah dibolehkan melakukan transaksi dan mampu mengambil sikap / keputusan, yakni merdeka, mukallaf, baligh, dan berakal sehat. Jual beli tidak sah jika dilakukan oleh anak-anak, orang dungu/bodoh dan ediot, orang gila, dan budak tanpa idzin tuannya.
Ketiga : Berhak dan memiliki barang yang dijual atau mewakili sang pemiliknya. Karena Nabi saw bersabda:
لاَ تَبِـعْ مَا لَيْسَ عِنْدِكَ
"Janganlah engkau menjual apa-apa yang bukan milikmu" HR Ibnu Majah, Tirmidzi, dan shahih menurutnya. (maksudnya, jangan menjual barang yang bukan milikmu)

Ada Tiga Syarat Atas Barang yang Dijual:
1.    Harus sebagai barang yang boleh dimanfaatkan secara mutlak. Barang haram tidak boleh diperjual belikan, tidak boleh diambil manfaatnya, seperti minuman keras, babi, alat permainan yang sia-sia, dan bangkai (kecuali bangkai binatang laut dan  belalang, atau kulit yang telah disamak), juga patung dan  lukisan dimensi dua / tiga makhluk bernyawa.
2.    Harganya harus benar-benar jelas, barangnya, penyerahannya dan penerimaannya ketika akad berlangsung.
3.    Harga dan sesuatu yang dihargai harus diketahui betul oleh kedua belah pihak. Oleh karenanya tidak sah jual beli secara  MULAMASAH  yaitu Cukup dengan mengusap, dengan dasar perasaan'. Contoh, 'pakaian manapun yang kamu sentuh kamu harus membelinya dengan harga sekian'. Juga tidak sah jual beli dengan system 'MUNABADZAH',  misal dengan mengatakan, 'Pakaian manapun yang kamu lemparkan kepadaku, harus dibeli dengan harga sekian'.

Syarat-Syarat Yang Batil
1.     Menggabungkan 2 syarat dalam satu jual beli. (HR Abu Daud, 3504, Tirmidzi, 1234).  Misal pembeli kayu meminta syarat bisa membelah sekaligus membawanya.
2.      Penjual rumah mensyaratkan kepada pembelinya tidak boleh menjual nya lagi ke pada nama orang tertentu.  Atau menjual sesuatu mensyarat kan pembelinya agar meminjamkan sesuatu kepadanya atau menjual sesuatu kepadanya.
(HR Bukhari, I/123, An Nasa’I dalam al-Buyu`, no.86)
3.       Syarat Batil yang bisa mensahkan jual beli dan membatalkannya. Bertentangan dengan ayat Al Qur’an maupun hadits Nabi Saw, atau tak ada pada keduanya. (HR Abu Daud, 3457, 3459, Al Hakim, II/16).     (dinukil dari Minhajul Muslim, Syaikh Abu Bakar Al Jazairi, Bab  Mu`amalat, Pasal Al Buyu`, hal.282 dst,Dar as Salam, Kairo, 1964.


0 komentar:

Mari berdiskusi...

--------------------------------------------------------------------

Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...

--------------------------------------------------------------------