KEDUDUKAN,
FUNGSI DAN PEMBAGIAN HARTA SERTA KIBAT HUKUMNYA
I. PENDAHULUAN
Dalam
mua’malah tidak hanya membahas apa yang telah menjadi ketetapan dalam arti
mu’amalah yang secara luas atau dengan kata lain yang berhubungan dengan
hal-hal yang bersifat timbal balik. Tetapi dalam perkembagan yang ada terjadi
suatu hal yan harus diketahui juga yang berhubungan mengenai mu’amalah
yaitu adalah tentang ketarangn dan tata aturan tentang peredaran dan
pemanfaatan harta.
Karena dalam
hal ini harta adalah salah satu aspek terpenting yang dapat menunjang berlangsungnya
kegiatan mu’amalah. Harta adalah sebuah kajian yang sangat penting karena juga
melihat bahwa harta yang ada adalah sebagai landasan picu dalam berinteraksi.
Dan segala hal yang dapat disimpan dan dapat bertahan lama dapat di sebut
sebagai harta.
Maka dari
sebuah hal yang mendasari dasar bagian ini maka kami akan membahas beberapa hal
mengenai kedudukan harta, fungsi, dan pembagiaan harta beserta hal ikhwalnya,
untuk lebih jelasnya kami akan membahasnya berikut ini dalam pembahasan.
II. PEMBAHASAN
PENGERTIAN
HARTA ?
Dalam suatu
kajian ilmiah perlu dijeasakan juga mengenai suatu hal yang berkaitan dengan
suatu objek yang akan di kaji, maka untuk menyamakan suatu pandangan yamng
bersifat ilmiah maka penulis akan menjelaskan tentang pengertian harta baik
secara lughawi maupun secara istilah. Harta dalam kajian kebahasaaan arab di
sebut, al mal yang berasal dari kata “mailun” Yang mempunyai arti dalam kajian kebahasan
arab disebut condong, cenderung, dan miring. Hal ini sangat beriringan sekali
dan pas karena harta yang ada pasti dimilki oleh seseorang sehingga
menjadikannya codong kepada yang harta.
Sedangka
harta (al mal) menurut istilah Imam Hanafiyah ialah :
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
“sesuatu
yang digandrungi tabiat manusia dan memungkinkan untuk disimpan hingga
dibutuhkan”.
Harta mesti
dapat disimpan sehingga sesuatu yang tidak dapat disimpan tidak dapat disebut
harta. Sehingga demikian harta sebagai hal yang dapat disimpan dan hal itu
nantinya dapat digunakan sebagai alat untuk melakukan kegiatan mu’amalah.
Tetapi menurut pandangan Hanafiyyah dibedakan antara harta dan manfaat, karena
dalam ini ia menerangkan bahwa manfaat bukan sebagai harta, tetapi manfaat
termasuk milik karena Hanafiyyah membedakan antar milik dan harta.
Harta adalah
sesuatu yang dapat disimpan dan dapat digunakan ketika dibutuhkan, dan dalam
hal ini harta sebagai suatu hal yang berwujud (a’yan). Sedangkan harta
menurut sebagian ulama ialah :
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………“sesutau yang diinginkan manusia
berdasarkan tabiatnya, baik manusia itu akan memebrikannya atau akan
menyimpannya.”
Dari hal ini
diketahui bahwa suatu hal yang diinginkan oleh manusia berdasar naluri tabiat
kemanusiaannya baik akan disimpan maupun akan dipergunakannya atau
memberikannya. Sehingga dapat diketahui bahwa sebagian ulama berpandangan bahwa
harta adalah sebagai suatu hal yang ingin dimiliki oleh manusia berdasarkan
naluri tabiat kemanusiannya. Dan menurut sebagian ulama yang lain bahwa yang
di maksud harta adalah :
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………“segala zat (‘ain) yang berharga,
bersifat materi yang berputar di antara manusia”.
Dengan
pengertian ulama yang lain di atas dapat diambil sebuah ketetapan lain tentang
pengertian harta adalah sebagai zat yang bersifat materi yang berputar
dikalangan atau disekitar manusia dan dalam putarannya diiringi dengan sebuah
interaksi. Materi yang dimaksud disini adalah sebagai materi yang bernilai dan
mempunyia sifat yang dapat diputarkan diantara manusia.
Sedangkan
hal yang lain tentang pengertian harta adalah yang diungkapkan oleh T.M. Hasbi
Ash-Shiddieqy[1] menerangkan
bahwa yang dimaksud harta ialah :
1. Nama
selain manusia yang diciptakan Allah untuk mencukupi kebutuhan hidup manusia,
dapat dipelihara pada suatu tempat, dan dikelola (tasharruf) dengan jalan
ikhtiar.
2. sesuatu
yang dapat dimilki oleh setiap manusia, baik oleh seluruh manusia maupun oleh
sebagian manusia
3. sesuatu
yang sah untuk diperjual belikan
4. sesuatu
yang dapat dimiliki dan mempunyai nilai (harga) seperti sebiji beras dapat
dimilki oleh manuisa, dapat diambil kegunaannya dan dapat disimpan, tetapi
sebiji beras menurut ‘urf tidak bernilai (berharga), maka sebiji
beras tidak termasuk harta.
5. sesuatu
yang berwujud, sesuatu yang tidak berwujud meskipun dapat diambil manfaatnya
tidak termasuk harta, misalnya manfaat, karena manfaat tidak berwujud sehingga
tidak termasuk harta.
6. sesuatu
yang dapat disimpan dalam waktu yang lama atau sebentar dan dapat diambil
manfaatnya ketika dibutuhkan.
Dengan apa
yang dijelaskan diatas dapat diambil sebuah penalaran dan kesimpulan bahwa
pengertian harta seperti apa yang dikemukakan oleh para ahli diatas masih
terdapat sebuah perbedaan pendapat tentang pengertian yang pasti tentang harta.
Ulama Hanafiyyah menyatakan bahwa harta adalah sesuatu yang berwujud dan dapat
disimpan sehingga sesuatu yang tidak berwujud dan tidak dapat disimpan tidak
termasuk harta, seperti hak dan manfaat. Karena manfaat adalah sebagai milik.
Perbedaan
yang terdapat dianatara para ulama diatas dikarenakan penglihatan meraka dari
segi pandang yang berbeda-beda. Untuk hal itu bisa dikarenakan karena unsur
yang membangun pengertian harta. Menurut para Fuqaha harta berdasar pada dua
sendi yaitu unsur ‘aniyah dan unsur ‘urf. Unsur yang pertama
adalah unsur ‘aniyah mempunyai maksud bahwa harta itu ada wujudnya dalam
kenyataan (a’ayan). Jadi manfaat dari suatu harta bukan termasuk harta
seperti contoh bahwa sebuah rumah adalah harta tetapi manfaat yang ada dari
rumah bukan sebuah harta tetapi termasuk milik atau hak.
Unsur yang
kedua yang membangun suatu harta adalah unsur ‘urf ialah segala
sesuatu yang dipandang harta oleh seluruh manusia atau sebagian manusia,
tidaklah manusia memelihara sesuatu kecuali menginginkan manfaatnya, baik
manfaat madiyah maupun manfaat ma’nawiyah.
KEDUDUKAN DAN
FUNGSI HARTA
1. KEDUDUKAN
HARTA
Sebuah hal
yang terpenting yang harus diketahui dalam penggunaan harta adalah keduduakan
harta, karena dalam hal ini sangat penting sekali agar nantinya tidak terjadi
sebuah salah dalam penggunaan harta. Karena harta sangat berperan sekali dalam
kehidupan manusia, hal itu terbukti bahwa dizaman yang sangat multikultural ini
sebuah harta mempunyai kedudukan yang sangat tinggi didalam interaksi dalam
kehidupan. Dijelaskan dalam al-qur’an bahwa harta merupakan perhiasan hidup,
hal ini seperti pada firman Allah dalam surat Al-Kahfi : 46 yang
artinya “harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia”. Pada ayat
itu diterangkan bahwa kebutuhan manusia atau kesenangan manusia terhadap harta
sama dengan kebutuhan manusia terhadap anak atau keturunan. Jadi salah satu
kebutuhan yang mendasar bagi manusia adalah sebuah harta.
Karena yang
namanya perhiasan pasti sebuah aksesoris yang dapat memprindah orang yang
memakainya jadi kalau orang yang tidak mempunyai harta maka sebuah unsur
keindahannya dari dirinya akan hilang. Sebuah paradigma yang seperti ini
terlepas dari yang namanya unsur keimanan, karena setiap manusia itu mempunyai
sebuah iman baik yang punya harta atau yang tidak punya harta.
Disamping
sebagai sebuah perhiasan harta juga mempunyai kedudukan sebagai sebuah amanat
(fitnah), hal ini sebagaiman firman Allah :
…………………………………………………………………………………
“sesungguhnya
hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan dan disisi Allahlah pahala yang
besar”.(Al-Taghabun: 15).
Dari penggalian
ayat diatas dapat diambil sebuah pemikiran bahwa harta adalah sebagian cobaan
hidup, yang harus dilewati manusia. Karena sebuah cobaan adalah sebagai proses
untuk kedepan yang lebih baik. Melihat status harta sebagai titipan yang itu
sebagai pemberian amanat yang harus di jaga. Secara hakikinya bahwa manusia
tidak memliki harta secara mutlak sehingga dalam hal itu masih ada suatu hal
yang harus dilakukan oleh yang di beri amanat untuk dapat menpergunakanya
dengan baik karena didalamnya masih terdapat hak orang lain, seperti zakat
harta dan lainya.
Selain
sebagai amanat harta juga berkedudukan sebagai musuh, tetapi ayat yang
menerangkan secara mendetail dan menjurus bahwa harta adalah sebagai musuh
tidak ada, tetapi yang ada hanyalah sebuah penyamaaan dan penyandingan ayat.
Ayat itu adalah :
…………………………………………………………………………………
“Hai
orang-orang yang beriman, sesungguhnya diantara istri-istrimu dan anak-anakmu
ada yang menjadi musuh bagimu, maka hati-hatilah kamu terhadap
mereka”.(Al-Taghabun: 14).
Dari
penggalan ayat diatas dijelaskan bahwa harta berkedudukan sebagai musuh. Ayat
tersebut menjelaskan bahwa diantara istri-istri dan anak-anak ada yang menjadi
musuh. Di ayat yang sebelumnya dijelaskan antara anak-anak dan harta di
hubungkan dengan wawu athaf, dengan menggunakan prinsip Dalalat
Al-Iqtiran dalam ushul fiqh, dijelaskan bahwa sesuatu yang dijelaskan
dengan wawu athafadalah berkedudukan sama dalam hukumnya. Jadi hukum
anak-anak yang terdapat pada surat Al-Taghabun: 14 adalah sebagai
sebuah musuh, sehingga menjadikan hukum harta yang terdapat pada surat al-kahfi
46 juga sama hukumnya dengan anak-anak yaitu sebagai musuh karena keduanya
dihubungkan dengan wawu athaf. Sehingga keduanya mempunyia kedudukan yang sama.
Sebuah
konsekuensi logis dari ayat-ayat al-qur’an yang terdapat pada hal diatas
mempunyia sebuah grand maksud ialah sebagai berikut :
1. Manusia
bukan pemilik mutlak, tetapi
dibatasi oleh hak-hak Allah sehingga wajib baginya untuk mengeluarkan sebagian
kecil hartanya untuk berzakat dan ibadah lainnya.
2. Cara-cara
yang digunakan dalam pengambilan kegunaan terhadap suatu harta adalah harus
mengarah kepada kemakmuran bersama, pelaksanaanya dapat diatur oleh masyarakat
melalui wakil-wakilnya.
3. Harta
perorangan boleh digunakan untuk umum, dengan syarat pemiliknya memperoleh
imbalan yang wajar.
Disamping
penggunaan harta yang harus memperhatikan kepentingan umum, untuk kepentingan
pribadi juga harus diperhatikan. Dengan hal itu maka berlakulah
ketentuan-ketentuan sebagi berikut :
a. Masyarakat
tidak boleh mengganggu dan melanggar kepentnigan pribadi selama tidak merugikan
orang lain dan masyarakat.
b. Karena
pemilikan manfaat harta berhubungan dengan hartanya, maka pemilik (manfaat)
boleh memindahkan hak miliknya kepada orang lain, misalnya dengan cara
menjualnya, menghibahkannya, dan sebagainya.
c. Pada
dasarnya, pemilikan manfaat itu kekal, tidak terikat oleh waktu.
Berkenaan
dengan harta di al-qur’an dijelaskan pula tentang larangan-larangan penggunaan
harta yang berkaitan dengan aktivitas ekonomi, dalam hal ini meliputi :
produksi, distribusi dan konsumsi harta, dalam kaitan ini dapat dijelaskan
bentuk-bentuk larangan tersebut sebagai berikut :
a. Perkara-perkara
yang merendahkan martabat dan akhlak manusia, berupa :
1) Memakan
harta sesama manusia dengan jalan yang tidak halal atau batal.
2) Memakan
harta yang didapat dengan jalan penipuan.
3) Dengan
jalan melanggar janji atau sumpah yang telah di buat.
4) Dihasilkan
dengan jalan mencuri
b. Perkara
yang merugikan hak perorangan dan kepentingan sebagian keseluruhan masyarakat,
dengan cara perdagangan yang memakai bunga, firman Allah :
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
“hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan
bertaqwalah kepada Allah agar kamu beruntung”.(Ali Imran: 13).
c. Penimbunan
harta dengan jalan kikir. Dan orang yang menimbum harta dengan maksud untuk
meninggikan harga, sehingga ia memperoleh keuntungan yang berlipat ganda.
d. Penggunaan
yang merupakan pemborosan. Baik itu dengan harta pribadi, perusahaan,
masyarakat atau Negara yang bersifat mengeksploitasi sumber-sumber alam secara
berlebihan dan tidak memperhatikan lingkungan.
e. Memproduksi,
memperdagangkan, dan mengonsumsi barang-barang yang terlarang seperti narkotika
dan minuman keras, kecuali untuk kepentingan ilmu pengetahuan.
2. FUNGSI
HARTA ?
Harta banyak
di cari oleh banyak orang dikarenakan fungsi harta sangat banyak sekali dan
selain itu harta juga sebagai perhiasan untuk kehidupan. Disamping berfungsi
untuk kebaikan harta juga berfungsi dalam hal yang jelek. Dintara kesemuanya
itu adalah :
a. Berfungsi
untuk menyempurnakan pelaksanaan ibadah yang khas (Mahdhah), sebab ibadah yang
bersifat syari’ati banyak yang menggunakan adanya suatu harta yang mana dalam
mendapatkan suatu benda itu perlu adanya suatu harta. Dizaman perdagangan ini
tidak ada yang gratis dan tidak akan di dapatkan dengan cara yang Cuma-Cuma,
sehingga dari itu perlu adanya suatu harta untuk memilikinya. Seperti contoh
ibadah shalat perlu adanya kain untuk menutup aurat agar bisa terpenuhi syarat shalat.
b. Untuk
meningkatkan keimanan (ketakwaan) kepada Allah, sebab sebuah kefakiran
cenderung mendekatkan diri kepada kekufuran sehingga pemilikan harta
dimaksudkan untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah. Hal ini bisa
dimanfaatkan dengan cara penyantunan terhadap orang-orang yang membutuhkan.
Terkadang harta juga berfungsi sebagai landasan untuk peningkatan keimanan, hal
ini bias dengan cara mengelurakan zakat yang mana bisa dimaksudkan mensucikan
harta dan hal itu juga sebagai standar untuk peningkatan keimanan.
c. Untuk
meneruskan kehidupan dari satu periode ke periode berikutnya, sebagaiman firman
Allah :
……………………………………………………………………………………………………………………………………………
”Dan hendaklah
takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak
yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab
itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan
perkataan yang benar”.(Al-Nisa: 9).
Dari ayat
tersebut dapat diambil sebuah pemikiran baru bahwa diharapkan manusia takut
kepada Allah untuk meninggalkan generasinya yang masih lemah yang mana
khawatiran itu disebabkan karena takut tidak bisa memberikan nafkah. Jadi dalam
hal ini harta juga berfungsi sebagai jalan untuk meneruskan suatu generasi kehidupan
dari fase satu ke fase yang berikutnya.
d. Untuk
menyelaraskan (menyeimbangkan) antara kehidupan dunia dan akhirat. Karena
keseimbangan kehidupan yang nantinya dapat membawa manusia ke jalan kesenangan.
Hal ini seperti hadits Nabi SAW :
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………
“Bukanlah
orang yang baik yang meninggalkan masalah dunia untuk masalah akhirat, dan yang
meninggalkan, masalah akhirat untuk urusan dunia, sehingga seimbang diantara
keduanya, karena masalah dunia adalah menyampaikan manusia kepada masalah
akhirat.”(Riwayat Al Bukhari).
Dari hadits
tersebut diterangkan bahwa kehidupan yang baik bukanlah kehidupan yang
mementingkan kehidupan akhirat, tetapi perlu ada keseimbangan kehidupan dunia
yaitu dengan jalan mencari harta untuk keberlangsungan hidup di dunia.
e. Untuk
mengembangkan dan menegakkan ilmu-ilmu, karena orang yang menuntut ilmu itu
perlu adanya suatu modal baik itu untuk kehidupan sehari-hari maupun modal
untuk membayar pendidikannya. Dan dalam pengembangan hartanya juga diperlukan
untuk memperlancar pencarian bahan yang diperlukan untuk digunakan dalam
pengembangan ilmu.
f. Untuk
menumbuhkan silaturahmi, karena adanya perbedaan dan keperluaan. Tetapi ada hal
lain yang lebih penting kegunanaan harta adalah untuk mempererat tali
silaturahmi antara manusia bukannya dari segi pertukaran harta tetapi lebih
dari itu yang berupa saling silaturahmi antar keluarga yang dekat dengan
keluarga yang jauh. Karena untuk berkunjung antara yang satu perlu adanya suatu
alat tranportasi yang menunjang untuk saling berkunjung, yang mana alat yang
digunakan tanpa adanya suatu modal tetapi perlu adanya suatu modal untuk
memperoleh dan mempergunakannya.
Dari hal-hal
diatas adalah fungsi harta yang di gunakan untuk kebaikan dan untuk jalan
menuju keakhirat. Dan mengenai harta yang dapat digunakan untuk kejelekan itu
banyak sekali, dan tidak perlu kita jelaskan karena masing-masing person sudah
tahu mana yang jelek dan mana yang bagus. Jadi hanya sebuah gambaran tentang
pemanfaatan harta yang digunakan untuk kebagusan yang kita paparkan.
3. PEMBAGIAAN
HARTA SERTA AKIBAT HUKUMNYA
Menurut para
fuqaha harta dapat di tinjau dari beberapa segi. Dan harta yang terdapat dalam
muamalah terdiri dari beberapa bagian, dan masing-masing itu memiliki ciri
khusus dan hukumnya tersendiri. Berikut adalah beberapa pembagian harta menurut
golongan masing-masing dan menurut hukum masing asing-maisng :
1. Mal
Mutaqawwim Dan Ghair Mutaqawwim
a. Harta
yang berharga (mutaqawwim) ialah setiap harta yang disimpan oleh seseorang
dan syara` mengharuskan penggunaannya dan cara yang digunakan untuk
memperolehnya adalah dengan jalan yang baik yang dibenarkan oleh syara’.
Contohnya seperti daging kambing halal dimakan, tetapi dalam penyembelihan
kambing itu menggunakan cara yang tidak dibenarkan oleh syara’ maka daging
kambing itu menjadi batal menurut syara’. Jadi dalam kasus seperti ini ada hal
yang tidak memperbolehkan untuk memanfaatkan harta itu (daging).
b. Harta
yang tidak berharga (Ghayr Mutaqawwim) ialah harta yang tidak di dalam
simpanan atau dimiliki orang, dan harta yang tidak boleh diambil manfatnya,
baik itu jenis, cara memperolehnya maupun cara penggunaannya. Harta yang
seperti ini adalah kebalikan dari harta yang berharga (mutaqawwim).
Dari kedua
hal diatas mempunyai sebuah tujuan yang mana untuk sebuah kepentingan yang agar
nantinya tidak ada hal yang melenceng :
a) Harta
yang berharga sah untuk semua urusan berakad dengannya seperti berjual beli,
hibah, meminjam, gadaian, wasiat dan bersyarikat.
b) Harta
yang tidak berharga tidak sah berakad dalam semua urusan seperti tidak sah
menjual arak dan babi.
c) Wajib
membayar ganti rugi oleh orang yang merosakkan harta yang berharga sama ada
ganti rugi barang yang serupa sekiranya ada atau membayar nilai harganya.
d) Harta
yang tidak berharga tidak wajib membayar ganti rugi orang yang merosakkannya
2. Mal
Mitsli Dan Mal Qimi
a. Mal
mistsli ialah harta yang ada sebanding atau serupa dengannya tanpa
terdapat berlebih kurang dalam semua juzu`nya[2],
atau dengan kata lain harta yang jenisnya mudah diperoleh secara
persis. Harta yang seperti ini adalah harta yang cara memperolehnya sangat
mudah di dapatkan dan banyak sekali imbangannya (persamaannya).
b. Mal
Qimi ialah ialah harta yang tidak terdapat lagi di mana-mana yang serupa
dengannya atau yang sebanding antara satu sama lain di pasar-pasar atau di
kedai-kedai; atau tidak ada bagi harta itu yang serupa dengannya akan tetapi
harganya berbeda antara satu dengan yang lain. Harta yang seperti itu bersifat
pada tataran perbedaan pada semua segi atau salah satu unsur dari barang itu
baik berupa ukuran, harga, dan lain sebaginya. Hukum dari kedua hal itu bersifat
relative, jadi untuk kepastian hokum dari keduanya tidak bisa ditentukan secara
sepihak. Harta mistli dapat berubah menjadi harta qimi dan begitu pula
sebaliknya. Hal itu bias karena aspek :
a) Dengan
sebab habis dalam pasaran, bila habis harta mitsliy di pasaran, maka
bertukarlah harta mitsliy kepada harta qimi.
b) Bila
bercampur aduk antara harta mitsli dengan harta qimi dan jenis
keduanya berbeda, maka dengan sebab bercampur aduk kedua jenis harta mitsli itu
maka bertukarlah keadaannya dari pada harta mitsli kepada harta qimi seperti
bercampur antara beras dengan gandum dan sebagainya.
c) Sekiranya
harta mitsliy telah berlaku kecacatan ataupun telah digunakan, maka jadilah ia
harta qimi yang khusus. Harta qimi bertukar kepada harta mitsli apabila berlaku
banyaknya harta qimi sesudah lainnya jarang diperolehi orang.
3. Harta
Istihlak dan Harta Isti’mal
a. Harta
istihlak adalah harta yang dalam pemakainannya harus menghabiskannya atau
dengan kata lain hanya bisa dipakai satu kali pemakaian. Harta yang seperti ini
dibagi menjadi dua bagian yaitu :harta istihlakihaqiqi dan istihlaki
huquqi. Harta istihlaki haqiqiadalah harta yang sudah dimanfaatkan
kegunaannya dan sudah jelas habis wujudnya. Dengan artian bahwa harta yang
seperti ini dalam pemanfaatannya habis langsung dan tidak membekas. Sedangkan
istihlakihuquqi adalah harta yang habis ketika digunakan tetapi wujud dari
baarang itu masih atau dengan kata lain hanya berpindah kepemilikan.
b. Harta
isti’mal yaitu harta yang dapat dipakai berulang kali atau dengan kata lain
dapat digunakan berulang-ulang dan tidak akan habis wujud dan hak
kepemilkikannya. Barang yang seperti ini buku, sepatu, celana.
4. Harta
Manqul dan Harta Ghaiu Manqul
a. Harta
manqul (harta alih) yaitu harta yang dapat dipindahkan baik itu zat wujud dari
satu tempat ketempat yang lain. Harta dengan kriteria ini mempunyai sebuah
keunggulan dalam bidang dapat dipindah-pindakan dari satu tempat ketempat yang
lain.
b. Harta
Ghair Manqul (tidak bergerak) ialah harta yang tidak dapat
dipindah-pindah dari satu ketempat ketempat yang ,lain dan harta mempunyaia
sifat tetap dan tidak bergerak. Kedua hal tersebut bila dilihat dari hukum
positif disebut dengan benda bergerak dan benda tetap.
5. Harta
‘Ain dan Harta Dayn
a. Harta
‘Ain yaitu harta yang berbentuk benda, seperti rumah, pakaian, jambu dan
lainnya. Harta yang seperti ini terbagi dalam 2 :
Harta
‘ain dzati qimah yaitu benda yang memiliki bentuk yang dipandang sebagai
harta karena memiliki nilai.
Harta
‘ain ghayr dzati qimah yaitu benda yang tidak dapat dipandang sebagai harta
karena tidak memilki nilai, misalnya sebiji beras.
b. Harta
dayn adalah harta yang berada dalam tanggung jawab seseorang atau harta yang di
hutang orang lain. Sehingga harta yang dipinjam itu beralih tanggung jawab kepada
orang lain atau pihak penghutang.
6. Mal
Al-‘Ain dan Mal Al-Naf’i
a. Mal
al-‘ain ialah benda yang memiliki nilai dan berwujud. Hal yang ini mempunyai
pengertian bahwa benda yang mempunyai nilai dan benda itu juga mempunyai wujud
maka hal itu bisa disebut dengan harta.
b. Harta
nafi’ a’radl yang berangsur-angsur tumbuh menurut perkembangan ,masa,
oleh karena itu mal al-na’I tidak berwujud dan tidak disimpan.
7. Harta
yang dapat dibagi dan harta yang tidak dapat dibagi
a. Harta
yang dapat (Mal Qabil Li Al-Qismah) harta yang tidak dapat menimbulkan kerugian
atau kerusakan pada harta apabila harta itu di bagi, misalnya beras dan tepung.
b. Harta
yang tidak dapat di bagi (Mal Ghair Qabil Li Al-Qismah) ialah harta yang akan
menimbulkan kerusakan dan kerugian apabila harta itu di bagi-bagi, misal meja,
gelas, pensil.
8. Harta
pokok dan harta hasil (buah)
Harta pokok
harta yang mungkin darinya terjadi harta yang lain, atau dengan kata lain harta
modal. misalnya bulu domba di hasilkan dari domba maka domba asal bulu itu
disebut modal. Dan bulu domba itu disebut sebagai harta hasil (buah). Atau
dengan kata lain modalnya disebut harta pokok dan hasilnya disebut sebagai
tsamarah.
9. Harta
khas dan harta ‘am
Harta khas
adalah harta pribadi, yang mana dalam pemilikannya tidak bersekutu dengan orang
atau dengan kata lain yang boleh mengambil kemanfaatannya hanya orang yang
punya saja. Sedangkan harta ‘am harta milik umum (bersama) ialah harta yang
boleh diambil manfaat oleh umum atau dengan kata lain harta bersama. Dalam
harta yang seperti ini bukan dalam maksud harta yang dimiliki oleh khalayak
umum pada umumnya atau benda yang belum ada yang punya.
III. KESIMPULAN
1. Harta
adalah sesuatu yang bermanfaat dan berbentuk dan mempunyai sebuah nilai yang
dapat di simpan.
2. Harta
dalam islam atau harta dalam kajian umum dapat berfungsi untuk kabaikan dan
dapatpula berfungsi untuk kejahatan atau kejelekan.
3. Harta
dapat berkedudukan sebagai penghias dan dapat pula sebagai musuh.
4. pembagian
harta yang ada mu’amalah terbagi kedalam beberapa bagian yang mana dari itu
semua mempinuyai sebuah kedudukan yang berbeda-beda.
IV. PENUTUP
Demikian hal
yang dapat kita paparkan semoga, apa yang telah kami berikan dapat memberikan
suatu wacana walaupun sedikit. Tetapi penulis masih yakin apa yang telah kami
lakukan belum dapat mendekati kepada sebuah kebenaran yang mutlak dan
sermpurna. Jadi dari penulis mohon sebuah saran yang bersifat konstruktif demi
kemaslahatan kita bersama. Akhir kata kami mohon maaf atas segala kekurangan
yang ada.
REFERENSI
Azhar,
Ahmad,. Asas-Asas Hukum Muamalat, UII Pres, Yogyakarta
Karim,
Helmi,.Fiqh Muamalah,Raja Wali Pers,Jakarta, 1997,Cet 2,
Suhendi,
Hendi,Fiqh Muamalah, Raja Wali Pers, Jakarta,2002
www.lazim.com
0 komentar:
Mari berdiskusi...
--------------------------------------------------------------------
Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...
--------------------------------------------------------------------