AYO KITA SHALAT BERSAMA SISWA-SISWI
SDIT IMAM BUKHARI JATINANGOR (KE-3)

BAB III : SIFAT WUDLU'

Sifat wudlu' sesuai sunnah Nabi saw, secara global disebutkan dalam hadits dari `Utsman bin `Affan Ra berikut:
أَنَّ عُثمان بن عفان دَعَا بِوُضُوْءٍ فَغَسَلَ كَـفَّيْهِ ثَلاَ ثَ مَرَّاتٍ ثُـمَّ تَمَضْمَضَ وَ اسْتَنْشَقَ وَ اسْتَنْثَرَ 
  ثُـمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ثُـمَّ غَسَلَ يَدَهُ الـيُمْنَى إِلَى الـمَرَافِقِ ثَلاَ ثَ مَرَّاتٍ ثُـمَّ الـيُسْرَى مِثْلَ ذالِكَ
 ثُـمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ ثَـمَّ غَسَلَ رِجْلَهُ الـيُمْنَى إِلَى الـكَعْبَيْنِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ثُـمَّ الـيُسرَى مِثْلَ ذالِكَ
ثُـمَّ قال رَ أَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ تَوَ ضَّـأَ نَحْوَ وُضُوْ ئِي هَذا.
"Utsman bin Affan ra meminta air wudlu', lalu dia mencuci kedua tangannya 3 x, kemudian berkumur, memasukkan air ke hidung dan mengeluarkannya lagi, kemudian membasuh wajahnya 3 x, kemudian membasuh tangan kanannya sampai siku 3 x, kemudian begitu pulapada tangan kiriunya, lalu mengusap kepalanya, kemudian membasuh kaki kanannya sampai mata kaki 3 x, demikian pula yang kiri. Llau berkata, 'Aku telah melihat Rasulullah Saw wudlu' seperti wudlu'ku ini" Muttafaq alaih. 

`Ulama Fiqh mengelompokkan sifat wuldu' ini ke dalam Syarat-Syarat, Fardlu-Fardlu, Sunnah-Sunnahnya, serta Pembatal-Pembatalnya:
1.   FARDLU-FARDLU WUDLU' 
Sumber: Durus al Muhimmah lia `ammatil ummah, Syaikh Abdul Aziz bin Baz
No
Fardlu-Fardlu Wudlu’
01
Membasuh Wajah, termasuk al madlmadlah, al intinsyaq
dan al istintsar.
02
Membasuh kedua tangan sampai kedua siku-siku
03
Mengusap seluruh kepala termasuk di dalamnya kedua telinga
04
Membasuh Kedua kaki sampai kedua matakaki
05
Tertib (berurutan),
06
Beruntun tanpa menunda dalam melaksanakan tertib fardlu tersebut.
Barangsiapa yang meninggalkan satu dari fardlu-fardlu ini,  maka wudlu’nya tidak sah.
2.   SYARAT-SYARAT WUDLU'
01
Islam
02
Berakal
03
Mumayyiz (dapat membedakan antara yang suci dan yang najis)
04
Niat, tempatnya di dalam hati.
05
Mempertahankan niat, jangan sampai putus di jalan, hingga selesai wudlu'
06
Hilangnya yang mengharuskan wudlu'.
07
Beristinja' dengan air atau istijmar (dengan batu) sebelum wudlu'
08
Airnya suci dan menyucikan
09
Menghilangkan segala yang menghalangi sampai air pada bagian anggota tempat yang terkena wudlu'
10
Masuknya waktu shalat, bagi yang selalu berhadats.
Maka pabila salah satu syarat dari syarat-syarat wudlu’ ini berkurang, maka tidak sah wudlu’nya.

3.   SUNNAH-SUNNAH DALAM WDULU'
No
Kegiatan dalam Wudlu’ Yang disunnahkan
01
Membaca Basmalah
02
Menyela Jari-Jari Mengulang sampai 3 x kecuali untuk meng usap kepala sampai kedua telinga, tidak lebih dari 1 x.
03
Berkumur, mencuci mulut, disebut al Madlmadlah,
04
Memasukkan (Menghirup) air ke hidung, mencuci bagian dalam hidung, disebut al Istinsyaq.Lalu mengeluarkan  kembali air tersebut, diseubut dengan al Istintsar. Memasukkan dengan tangan kanan, mengeluarkannya ditampung dengan tangan kiri.
05
Siwak (membersihkan gigi dengan kayu siwak, atau dengan sikat gigi+odol)
06
Menyempurnakan pembasuhan atau pengusapan ke seluruh tempat anggota badan bagian dari wudlu’ Menyela-nyela janggut bagi yang ada. Menyela-nyela jari-jari kaki
07
Mengusap seluruh bagian kepala dan kedua telinga.


4.     SIFAT WUDLU’ NABI SAW  SECARA RINCI:
(Sesuai tertibnya dari awal hingga selesai)

1
Memulai Wudlu’ dengan niat, artinya menyengaja dan ber sungguh-sungguh hati untuk mengerjakan wudlu, karena melaksanakan perintah Allah Ta`ala dan perintah Rasul-Nya. Dasarnya: HR Bukhari, Fathul Bari I:9, Muslim 4: 48, dari `Umar ibnul Khoththab)
2
Tasmiyah (membaca Bismillah). Dasarnya: Hadits riwayat Ibnu Majah 399, Tirmidzi 26, Abu Daud 101, dan selain mereka. Hadits ini shahih menurut Syaikh al-Albani, lihat Shahih Jamius Shaghir no. 7444)
3
Mencuci kedua telapak Tangan. Dasarnya: hadits riwayat Bukhari, Fathul Baari I: 229, 255; Muslimn 1: 145 dan 3:121)
4
Madlmadlah (berkumur-kumur) dan Istinsyaaq (memasukkan atau menghirup air ke hidung dan mengeluarkannya lagi). Caranya bisa dengan menggabung antara berkumur dan meng hirup air ke hidung dengan satu telapak tangan dan dilakukan sebanyak 3 x (hadits riwayat Bukhari dan Muslim 3: 122, Lihat Syarah Muslim-Imam Nawawi, 3: 123). Juga terdapat pada Sunan Abu Daud no. 143 dan dibenarkan oleh al Baihaqi (tentang berkumur). Tentang Istinsyaaq dan Istintsaar (menyemburkan) terdapat dalam riwayat Bukhari, Fathul Baari 1: 229, Muslim no. 237 dan Abu Daud no. 140. Dalam riwayat lain dikatakan: Nabi Saw memasukkan air ke mulut dan ke hidung dengan tangan kanannya dan mengeluar kannya kembali dengan tangan kirinya,  HR. Ad Daarimi 1: 178.
5
Membasuh muka. Batas panjangnya adalah dari tumbuhnya rambut di kepala (dari pundak kening) sampai jenggot dan dagu, dan batas lebarnya adalah dari pinggir telinga yang satu sampai ke pinggir telinga yang satunya lagi. Dasar : QS Al-Maidah: 6. Dan dilakukan sebanyak 3 x (hadits Bukhari 1: 48, Fathul Baari 1: 259 no. 159 dan Muslim 1: 141). Tahliilul Lihyah (menyela-nyela / mencuci jenggot). Dasarnya hadits Usman bin `Affan Ra, Riwayat Tirmidzi no. 31, Ibnu Majah no. 430, Hakim 1: 149, Abu Daud no. 145, Baihaqi 1: 154.
Membasuh kedua tangan sampai siku. Dilakukan dari tangan kanan dulu 3 x, lalu tangan kiri 3 x. Dasarnya QS Al-Maidah: 6, hadits Usman bin `Affan dari Humran bin Abaan (Bukhari-Muslim 1: 149, Daar al Fikr; riwayat Daraquthni 1: 15, Baihaqi 1: 56).
6
Mengusap Kepala, Telinga dan Sorban. Tentang mengusap kepala itu bukan sebagian, tetapi seluruhnya, berdasarkan surat Al-Maidah: 6. Lihat penjelasannya dalam Kitab al-Mughni 1: 112 atau 1: 176, Nailul Author 1: 193. Yaitu mengusap kepala dengan kedua tangannya, dari mulai dari bagian depan kepalanya, kemudian menjalankan kedua tangannya ke tengkuknya, lalu mengembalikan kedua tangannya tadi ketempat dimana ia memulai, berdasarkan hadits riwayat Muslim no. 235, Tirmidzi no. 28, Fathul Baari 1: 251. Adapun tentang mengusap kedua telinga, hukumnya sama dengan mengusap kepala (wajib), karena kedua telinga termasuk bagian dari kepala. Ini berdasarkan hadits riwayat Tirmidzi no. 37, Abu Daud no. 134 dan Ibnu Majah no. 444, dishahihkan oleh Syaikh al-Albani, silsilah shahihah 1 no. 36. Dan adapun tentang mengusap sorban (`imaamah), diriwayatkan  oleh Bukhari, Fathul Baari, 1: 216 dan Muslim, 1: 159; dan Mukhtashor Shahih Muslim no. 141.  Boleh saja mengusap “Sorban” (yang menutupi seluruh bagian kepala sampai telinga) karena ia menyulitkan jika harus melepas dan memakai kembali ketika hendak wudlu, berbeda dengan kopiyah atau penutup lainnya yang tidak menutup sampai ke telinga. Begitu pula muslimat di tempat terbuka yang tak mungkin melepaskan “himar” (kerudung-nya) boleh dengan mengusap saja (Lihat sifat wudlu’ Nabi, oleh Syaikh Al Albani)
7
Membasuh kedua kaki sampai kedua mata kaki. Hal ini berdasar kan surat Al-Maidah: 6, dan hadits Bukhari dalam fathul Baari 1: 232 dan Muslim 3: 128. Dimulai dari kaki kanan 3 x,  baru kaki kiri 3 x
8
Bersiwak, disunnahkan pada setiap wudlu’. Juga ketika akan shalat, akan membaca al Qur’an, ketika mau tidur dan bangun tidur
9
Menggosok-gosokan (ad Dalk) ke atas anggota wudlu’ dengan tangan yang basah. Hal ini didasarkan pada hadits Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah, lihat hadits no. 45 masalah mencuci kaki, Nailul Author 4: 39, Juga riwayat Ibnu Huzaimah dan al Hakim.
10
Berdo`a setelah berwudlu’. Teks do`a nya adalah:
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ  لاَ شَريْكَ لَهُ وَ أَشْهَدُ أَنَّ  مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
“Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang haq untuk diibadahi kecuali Allah satu-satunya, tidak ada sekutu bagi-Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu hamba-Nya dan Rasul-Nya”
(HR Muslim no.234, Abu Daud no.169, Tirmidzi no.53, Nasa’i no.148, Ibnu Majah no. 470)

Dalam hadits Imam Tirmidzi ada tambahan yang shahih, yaitu:
اللَّهُمَّ اجْعَلْنِيْ  مِنَ التَّوَّابِيْنَ واجْعَلْنِيْ مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَ
Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bertaubat dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang membersihkan diri” (Tirmidzi, dishahihkan Syaikh al-Albani dalam Shahih Jami`ush shaghir no. 6043)

DALIL-DALIL DARI SUNNAH:
{لَولاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِيْ لأَمَرْتَهُمْ بِالسِّوَاكِ مَعَ كُلِّ وُضُوءٍ}
“Kalaulah tidak akan memberatkan umatku, tentu aku suruh mereka menggosok gigi pada setiap  kali berwudlu` . HR  Mlik, QAhmad, an Nasai, dan disahihkan oleh Ibnu KHuzaimah dan disebutkan oleh Bukhari secara mu`allaq.
{إِذَا اسْتَيْقَظَ أَ حَدُكُمْ مِنْ مَنَامِهِ فَلْيَسْتَنْثِرْ ثَلا ثًا فَـإِنَّ الشَّيْطَانَ يَبِيْتُ عَلَى خَيْشُوْمَتِهِ}
"Apabila salah seorang dari kalian bangun dari tidurnya maka hendak lah ia beristintsar (Masukkan air ke hidung dan disemburkan lagi) tiga kali karena setan menginap di lubang hidungnya" Muttafaq `alaih.
{وَمَسَحَ رَسُوْلُ الله ِ صلّى الله عليه وسلم بِرَاْسِهِ فَـأَقْبَلَ بِيَدِهِ وَ أَدْبَرَ ، بَدَ أَ بِمُقَدَّمِ رَ أْسِهِ حَـتَّى ذَهَبَ بِهِمَا إِلَى قَفـَاهُ  ثُـمَّ رَدَّهُمَا إِلَى الـمَكَانِ الَّذِي بَدَ أَ مِنْهُ}
"Rasulullah saw mengusap kepalanya, maka dia menggerakkan kedua telapak tangannya dari depan MENUJU ke belakang. Dia memulai dengan kepala bagian depan lalu menggerakkan keduanya sampai ke tengkuknya, kemudian megembalikan keduanya ke tempat dimana dia memulai darinya"(Muttafaq `alaih).
{الأُ ذُ نَـانِ مِنَ الرَّأْسِ}
"Dan kedua telingan itu termasuk bagian dari kepala". HR Shahih Ibnu Majah no. 357 dan Ibnu Majah I : 152 no. 443.
{إِذَا تَوَضَّأْتَ فَمَضْمِضْ}
“Jika kamu berwudlu, hendaklah berkumur-kumur”  (HR Abu Daud(
{وَبَالِغْ فِيْ الإِسْتِنْشَاقِ إِلاَّ أَنْ تَكُوْنَ صَائِمًا
“Sempurnakanlah dalam beristinsyaq (memasukkan air ke hidung) kecuali jika kamu berpuasa” (HR Ahmad, Abu Daud dan Tirmidzi, shahih).
{إِذا تَوَضَّأَ أَحَدُكُمْ فَلْيَجْعَلْ فِيْ أَنْفِهِ مَاءً ثُمَّ لَيَسْتَنْثِرْ}
" Apabila seorang diantara kamu berwudlu', maka masukkanlah air ke dalam hidungnya, lalu keluarkanlah (itulah yang dinamakan al istintsar)". Shahihul Jami`ush shaghir no. 443, `Aunul Ma`bud I: 234 dan an Nasai I: 66.
{وَمَا يَمْنَعِيْ وَقَدْ رَأَيْتُ رَسولَ اللهِ صلّى الله عليه وسلّم يُخَلِّلُ لِحْيَتَهُ}
“Apa yang menghalangiku, sedang aku telah melihat Rasulullah Saw menyela-nyela jenggotnya” (HR Ahmad, Tirmidzi , hadits hasan)
{إِذَا تَوَضَّأْتَ فَخَلِّلْ أَصَابِعَ يَدَيْكَ وَرِجْلَيْكَ}
“Apabila kamu bersudlu, sela-selalah jari-jari kedua tangan dan kedua kakimu”
 )HR Tirmidzi, hadits hasan)
{إِذَا لَبِسْتُمْ وإِذا تَوَضَّأْ تُمْ  فَابْدَءُوْا بِأَيَامِكُمْ}
“Jika kamu mengenakan pakaian atau berwudlu, mulailah dengan yang sebelah kanan” (HR Ahmad dan Abu Daud, shahih)
{كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلّى الله عليه وسلّم  يُحِبُّ التَّيَامُنَ فِيْ تَنَعُّلِهِ و تَرَجُّلِهِ و طُهُوْرِهِ}
“Rasulullah Saw menyukai tayammun (mendahulukan yang kanan), baik dalam mengenakan sandal, maupun dalam bersisir atau bersuci, dan dalam semua urusan” (Muttafaq `alaih dari Aisyah Ra)
إِنَّ أُمَّتِيْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ غُرًّا مُحَجَّلِيْنَ مِنْ آثَارِ الْوضُوْءِ  فَمَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يُطِيْلَ غُرَّتُهُ فَلْيَفْعَلْ
“Sesungguhnya umatku akan datang pada hari Kiamat dengan wajah gemilang dan anggota-anggota yang bercahaya-cahaya disebabkan bekas wudlu. Maka siapa-siapa diantaramu yang sanggup memanjang kan cahayanya, hendaklah ia melakukannya" (Muttafaq `alaih)

Hadits Ini menunjukkan bolehnya (dianjurkan) :
§  Membasuh bagian depan kepala atau melebihi yang fardlu sewaktu membasuh muka. Ini disebut dengan Ithaalatul ghurroh
§  Membasuh bagian lengan atas keduas siku dan bagian atas (betis) kedua mata kaki. Ini disebut Ithaalatul Tahjiil.
إِذا تَوَضَّأْ تُمْ فَابْدَ ءُ وْا بِمَيَامِكُمْ 
"Jika kalian wudlu' maka mulailah dengan yang kanan"
Diriwayatkan oleh Empat Imam ahlul Hadits, dan disahihkan oleh Ibnu Khuzaimah.
أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم تَوَضَّأَ فَمَسَحَ بِنَاصِتِهِ وَعَلَى الـعِمامَةِ والـْخـُفَّيْنِ
"Nabi Saw wudlu' lalu beliau mngusap ubun-ubunnya, sorban dan kedua khufnya" HR Muslim.

5.   PEMBATAL-PEMBATAL WUDLU
1.     Apa yang keluar dari salah satu dari kedua jalan (qubul dan dubur). QS Al Maidah : 6. Lihat Shahih Jami`ush shaghir, no. 7443, Muslim no. 225 dan riwayat Bukhari. Perhatikan juga surat an Nisa’ : 43.  "Dari Ibnu Abbas Ra, ia berkata, "Mani, wadi dan madzi (termasuk hadats). Adapun  mani, cara bersuci darinya harus dengan mandi besar. Sedangkan wadi dan madzi, 'maka dia berkata, 'cucilah kemaluanmu, lalu berwudlu'lah sebagaimana kamu berwudlu' untuk shalat" Shahih Abu Dawud no. 190, dan Baihaqi I: 115
  { فَلاَ يَنْصَرِفْ حَتَّى يَسْمَعَ صَوْتًا أَ وْ يَجِدُ رِيْحًا}
"Janganlah ia meninggalkan shalat (bubar) sampai ia benar-benar mendengar suara atau mencium baunya" Bukhari-Muslim.
2.   Hilang kesadaran karena tidur pulas. Karena mata itu adalah pengikat dubur (al `ain wikaa’us sahi), hadits shahih Ibnu Majah no. 386, `Aunul Ma`bud I: 347 no. 200.
{الـعَيْنُ وِ كَا ءُ السَّهِ فَمَنْ نَامَ فَـليَتَوَضَّـأ}
"Mata adalah pengikut kesadaran, barangsiapa yang tidur, hendaklah ia berwudlu'".
3.   Keluarnya sesuatu yang najis dalam jumlah yang banyak dari tubuh.
4.   Hilang akal bukan karena tidur, baik karena gila, mabuk atau pingsan. Berdasar kan hadits Muslim, syarah Nawawi, 4: 74, dan Al Mughni 1: 164.
5.   Menyentuh kemaluan atau dubur (tanpa ada alas / penghalang). Riwayat al Hakim 1: 138, Shahih Jami`us shaghir no. 359. Begitu pula menyentuh kemaluan dengan syahwat. Dari hadits riwayat Tirmidzi 1: 18, dari Busroh binti Shofwan.
{ مَنْ مَسَّ فَرْجَهُ فَلْيَتَوَضَّأْ}
"Barangsiapa menyentuh kemaluannya maka hendaklah ia berwudlu'.
HR an Nasai, Ibnu Majah I : 161 no. 479, an Nasai  I: 100, Tirmidzi I: 55 no. 82, dengan lafazh "Fala yushallii" dari hadits Busrah binti Shafwan, disyahihkan oleh al Albani dalam Irwa'ul Ghalil-nya.
6.     Menyentuh wanita (ikhtilaf para `ulama). Batal jika dengan syahwat dan tidak batal jika tanpa syahwat. Didasarkan pada hadits Bukhari no. 712 Fathul Baari juz 1, Muslim no. 512. Abu Daud no. 712 dan 713. Malik dalam Muwaththa’ 1: 117 dan Ahmad 6: 225, 255. Hadits Muslim 3: 203 dan Nasa’i  1: 101.  (Nabi pernah mencium istrinya padahal dia sudah berwudlu', dan dia pun shalat tanpa wudlu' lagi).
7.     Murtad atau keluar dari Islam.
8.     Memakan daging Unta.
{أَتَوَضَّأُ مِنْ لُحُوْمِ الإِبِلِ ؟ قَالَ : نَعَمْ تَوَضَّأْ مِنْ لُحُوْمِ الإِبِلِ}
"Apakah aku harus wudlu' karena (makan) daging Unta ?, beliau saw menjawab, 'Ya, berwudlu'lah dari daging unta" HR Muslim.

6.   WUDLU’ ORANG YANG UDZUR
Yang termasuk orang yang udzur (al-ma’dzur, yang dimaafkan) adalah orang sering keluar hadats yang dapat membatalkan wudlu’ seperti beser (sering kencing) atau sering kentut atau wanita yang istihadloh (keluar darah penyakit, bukan darah haidl atau nifas). Mereka ini dianjurkan berwudlu’ setiap masuk waktu shalat – disamping berobat – dan shalatnya sah sekalipun ketika mengerjakaanya dalam keadaan udzur. Alasannya dari hadits Nabi ketika berkata pada Fatimah binti Hubaisy yang sering istihadloh dan banyak mengeluarkan darah, “Berwudlu’lah kamu setiap kali mengerjakan shalat”  (HR Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’i, dan lainnya).

7.   CARA BERSUCI ORANG YANG SAKIT
1.    Orang yang sakit wajib bersuci dengan air, berwudlu’ dari hadats kecil atau mandi dari hadats besar.
2.    Jika tak kuasa menggunakan air, karena pengaruh kepada sakitnya atau fisiknya yang lemah, maka boleh ia bertayamum.
3.    Bertayamum boleh menggunakan debu yang terdapat pada dinding atau dari tempat yang suci lainnya yang memiliki debu, baik pada kaca, batu, permukaan lainn yang terdapat debu.
4.    Jika permukaan dinding dan sejenisnya itu tak terdapat debu, boleh saja padanya diberi debu dan diletakkan di sapu tangan atau tempat lain seperti bejana. Lalu ia tayamum dari situ.
5.    Tayamum untuk satu shalat, lalu tiba waktru shalat yang lain ia masih dalam keadaan suci, maka ia shalat dengan tayamumnya yang pertama, tanpa harus bertayamum lagi. Nmaun mustahab (dianjurkan) untuk bertayamum pada setiap kali akan shalat.
6.    Cara Tayammum, adalah dengan memukulkan (menepukkan) kedua telapak tangannya ke tanah (debu) yang suci SATU kali, lalu mengusap kannya ke mukanya, kemudian mengusapkannya ke kedua telapak tangannya secara bergantian. Jika tak bisa bertayamum sendiri, maka hendaknya orang lain yang melakukannya kepadanya. Begitu pula bagi orang yang tak bisa berwudlu’ sendiri, maka boleh orang lain mewudlu’ kannya.
7.    (a) Wajib bagi yang sakit membersihkan  badannya dari najis (kotoran-kotoran). (b) Wajib bagi yang sakit membersihkan pakaiannya dari najis, melepas pakaian tersebut dan menggantinya dengan pakaian yang suci. (c) Wajib bagi yang sakit untuk shalat di tempat yang suci, andaikan kasur yang ditempatinya terkena najis, hendaknya dicuci atau diganti kasur lain yang bersih atau dilapisi sprei yang suci. Namun Jika tak mampu melakukan hal-hal demikian, maka ia shalat sebagaimana adanya.


0 komentar:

Mari berdiskusi...

--------------------------------------------------------------------

Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...

--------------------------------------------------------------------