APA JADINYA JIKA SEORANG SUNNI

JAHIL (BODOH) TERHADAP AQIDAHNYA SENDIRI 

 

الباب الثاني : الأسباب المؤدية إلى التفرق

 الفصل الثاني – الجهل

Ketika Kita membaca Al Qur’an, kita akan mendapati bahwa “Al Jahl” (Kebodohan) merupakan faktor dari kebanyakan ummat-ummat terdahulu dalam menentang Nabi-Nabi mereka dan juga penyebab berpalingya mereka.  Allah SWT, Berfirman ;

قالوا يا موسى اجعل لنا إلها كما لهم آلهة قال إنكم قوم تجهلون (سورة الأعراف 138)

138. Dan Kami seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu[562], Maka setelah mereka sampai kepada suatu kaum yang tetap menyembah berhala mereka, Bani lsrail berkata: "Hai Musa. buatlah untuk Kami sebuah Tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa Tuhan (berhala)". Musa menjawab: "Sesungguh-nya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Tuhan)".

 

[562] Maksudnya: bagian utara dari laut Merah.

Tentamg Nabi-Nya, Nuh as. Alloh berfirman ;

 

29. Dan (dia berkata): "Hai kaumku, aku tiada meminta harta benda kepada kamu (sebagai upah) bagi seruanku. Upahku hanyalah dari Allah dan aku sekali-kali tidak akan mengusir orang-orang yang telah beriman. Sesungguhnya mereka akan bertemu dengan Tuhannya, akan tetapi aku memandangmu suatu kaum yang tidak Mengetahui".

Tentang Nabi-Nya, Luth as, Alloh berfirman

 

55. "Mengapa kamu mendatangi laki-laki untuk (memenuhi) nafsu (mu), bukan (mendatangi) wanita? sebenarnya kamu adalah kaum yang tidak mengetahui (akibat perbuatanmu)". QS An Naml: 55

 

Lalu tentang Nabi-Nya, Sholih as, Alloh berfirman ;

 

Ia berkata: "Sesungguhnya pengetahuan (tentang itu) hanya pada sisi Allah dan aku (hanya) menyampaikan kepadamu apa yang aku diutus dengan membawanya tetapi aku Lihat kamu adalah kaum yang bodoh". QS Al Ahqaf : 23

 

Tentang Nabi-Nya, Ibrahim as, Alloh berfirman ;

قل أغير الله تأمروني أعبد أيها الجاهلون (سورة الزمر: 64)

64. Katakanlah: "Maka Apakah kamu menyuruh aku menyembah selain Allah, Hai orang-orang yang tidak berpengetahuan?" Az Zumar: 64

 

 

Dan Alloh telah memerintahkan kepada kita untuk menjauhkan diri dari jalan yang menuju Neraka Jahim, yang ditempuh orang-orang yang dimurkai   المغضوب  dan orang-orang yang sesat    الضالّون

Adl Dloolluun adalah mereka yang mencampakan ilmu, sehingga mereka memilh jalan kesesatan dan tidak mau mencari petunjuk kepada jalan kebenaran (Tafsir Ibnu katsir, 1 : 29 ; dan Al maghudluub adalah Yahudi).

 

Untuk itulah Alloh berfirman (kepada Rosul-Nya dan orang-orang mukmin) “Tunjukan kami kejalan yang lurus” Ayat ini sebagai penolakan (bantahan terhadap seluruh ahli bid’ah dan sesat, sebab jalan yang lurus adalah Ma’rifatul Haq dan mengamalkannya. Sedangkan ahli bid’ah dan pelakunya, dan orang-orang ang sesat, mereka menentang jalan yang lurus.

       

-----------------------------

Berkata Syaikh Ibnu Taymiyyah,

 

فصلاح بني آدم الإيمان والعمل الصالح ، ولا يخرجهم عن ذلك إلا شيأن :

أحدهما: الجهل المضاد للعلم فيكونون ضلالا ... والثاني : اتباع الهوى واشهوة اللذين في النفس، فيكونون غواة مغضوبا عليهم ...(الفتاوى 15: 242)  

“ Baiknya bani Adam itu karena keimanan dan amal sholehnaya, dan tidak ada yang mengeluarkan mereka dari hal tersebut kecuali dua perkara :

Al Jahl yang merupakan lawan dari Al Ilmu, sehingga mereka menjadi sesat.

Menurutkan hawa nafsu dan syahwat yang ada dalam diri mereka, sehingga mereka menjadi keliru, jauh dan dimurkai. (Majmu’ fatawa XV : 242)

 

Telah berkata Salafush Sholih ;

Siapa yang menyembah Allah dengan kebodohan (tanpa ilmu) maka kerusakan yang timbul lebih banyak dari mashlahat yang dicapainya. (Majmu’ Fatawa XXV : 281)

Al Jahl (kebodohan) merupakan penyebab terbesa ryang menyeret seseorang kedalam pelanggaran-pelanggaran yang diharamkan, seperti kekufuran, kefasikan, dan kemaksiatan. (lihat Majmu’ Fatawa XIV : 22)

          Dan yang termasuk kebodohan terbesar adalah, berkata tentang Alloh tanpa disertai ilmu. Dan Alloh telah menjadikannya sebagai pelanggaran yang tertinggi dari hal-hal yang diharamkan, dan tingkatan tertinggi dari kemusyrikan terhadap Alloh SWT.

         

Alloh SWT berfirman :

 

33. Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui."  QS Al A`raf : 33

 

Berkata Syaikh As Sa’ady tentang makna dari firman Alloh :

“Dan mengada-adakan terhadap Alloh apa yang tidak kamu ketahui”, Maksudnya ialah tentang Asmaa-Nya, Sifat-Nya, Perbuatan-Nya dan Syari’at-Nya .(Taisirul Karimur Rohman, III : 22)

 

Berkata juga Ibnul Qoyyim Al Jauzi :

          “Pangkal Syirik  dan Kufur adalah berkata (mengada-adakan) terhadap Alloh tanpa Ilmu. (Madarijus Salikin, I : 373)

Ia juga berkata tentang kedudukan mengada-adakan terhadap Alloh tanpa ilmu, “Maka hal ini merupakan pelanggaran terbesar dari yang diharamkan Alloh, dan paling hebat siksaannya karena begitu besar dosanya termasuk didalamnya ‘berdusta kepada Alloh’ dan menistbakan kepada-Nya dengan sesuatu yang tidak layak bagi-Nya, menafikan apa yang telah ditetapkan-Nya dan menetapkan apa yang telah dinafikan-Nya. Dan juga membenarkan apa yang bathil menurut Alloh dan membatalkan apa yang haq menurut-Nya. Memusuhi orang yang mencintai Alloh dan mencintai orang yanfg memusuhi Alloh juga mensifati Alloh dengan sesuatu yang tidak layak bagi-Nya, baik dalam sifat Dzat-Nya, aqwal-Nya maupun af’al-Nya. Maka tak ada lagi jenis perkara yang diharamkan oleh Alloh darri perbuatan itu, dan tak ada lagi dosa yang lebih besar dari itu. Karena itu semua merupakan pangkal kekufuran dan kemusyrikan dan diatasnya itulah bid’ah dan kesesatan berdiri. Setiap bid’ah yang menyesatkan didalam Dien, basisnya adalah mengada-adakan terhadap Alloh tanpa ilmu.

          Oleh karena itu, Salaf dan Imam-Imam Ahlis Sunnah sangat mengingkari dari perbuatan demikian, dan memberantas pelaku-pelakunya diseluruh dunia, dan sangat mewaspadai fitnah yang menimbulkannya dan mereka berusaha gigih membendung dan mengingkari lebih dari pengingkarannya terhadap perbuatan keji lainnya, kedzaliman dan permusuhan lainnya. Karena bid’ah itu sangat berbahaya terhadap diri. (Madarijus Salikin I ; 372)

          Yang termasuk dalam masalah ini antara lain, menetapkan masalah-masalah Aqidah dan membicarakannya bersandar pada selain kitab dan sunnah, baik yang bersumber dari logika, filsafat, maupun sandaran lainnya. Juga intervensi pemikiran kotor dari Yunani dan hasil persemaian akal pikiran mereka yang merusak serta jauh dari cahaya wahyu dan petunjuk Islam.

         

Oleh karena itu ,pndirian salafus sholih dan  para imam-imam mereka (Ahlus sunah wal jama’ah ) terhadap ilmu kalam ,jelas - jelas menunjukan sikapnya yang keras dan menentangnya ,secara global maupun detailnya .Dan mereka mencela para pengikutnya dan pengibar bendera ilmu kalam itu .Mereka memperingatkan kaum muslimin dari keterpengaruh dari ilmu kalam dan menasehatinya untuk menjauh dan tidak mempelajarinya,karenailmu kalamdapat merusak dien dan menghancurkan aqidah ,serta bisa membelokan arah pemikiran ummat (insyaAllah akan kami rinci dalam pembahasan berikutnya).

           

  Alloh Ta’ala juga telah melarang hamba-hambanya untuk menisbatkan kepada diennya, baik dalam menghalalkan sesuatu atau mengharamkannya berdasarkan pendapat mereka sendiri., sebab merek tak memiliki hujjah sedikitpun ( yang bersumber dari Alloh ) dan juga keterangan-keterangan yang di dukung nash tentang itu.

 

      Allah Ta’ala berfirman :

116. Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara Dusta "Ini halal dan ini haram", untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah Tiadalah beruntung. An Nahl : 116.

 

Mengadakan kebohongan terhadap Allah merupakan perkara yang membahayakan dan besar resikonya ( dosanya ), karena hal itu termasuk melanggar aspek uluhiyyah dan berlaku zhalim terhadap Allah Azza wa jalla. Ini juga berarti menyesatkan hamba-hamba dan menghalangi mereka dari dien yang haq.

              

 Allah Ta’ala berfirman :

3144. Dan sepasang dari unta dan sepasang dari lembu. Katakanlah: "Apakah dua yang jantan yang diharamkan ataukah dua yang betina, ataukah yang ada dalam kandungan dua betinanya? Apakah kamu menyaksikan di waktu Allah menetapkan ini bagimu? Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang membuat-buat Dusta terhadap Allah untuk menyesatkan manusia tanpa pengetahuan ?" Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. QS Al An`am: 144.

 

 

 Allah Ta’ala berfirman :

93. Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat kedustaan terhadap Allah atau yang berkata: "Telah diwahyukan kepada saya", Padahal tidak ada diwahyukan sesuatupun kepadanya, dan orang yang berkata: "Saya akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah." Alangkah dahsyatnya Sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim berada dalam tekanan sakratul maut, sedang Para Malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): "Keluarkanlah nyawamu" di hari ini kamu dibalas dengan siksa yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayatNya. QS Al An`am : 93.

 

Firman Allah pula,

78. Sesungguhnya diantara mereka ada segolongan yang memutar-mutar lidahnya membaca Al Kitab, supaya kamu menyangka yang dibacanya itu sebagian dari Al Kitab, Padahal ia bukan dari Al kitab dan mereka mengatakan: "Ia (yang dibaca itu datang) dari sisi Allah", Padahal ia bukan dari sisi Allah. mereka berkata Dusta terhadap Allah sedang mereka mengetahui. S Ali Imran : 78

 

-----------------------------

Karena itulah Alloh memberikan ancaman keras bagi orang yang membuat kedustaan terhadap Alloh. Hal ini banyak terdapat dalam Ayat Al Qur’an (lihat QS Al An’am : 21, Al A’raf : 37, Yunus : 17 & 69, Huud : 18, Al Kahfi : 15, Al Ankabut : 68 dll)

            Sebagaimana yang telah kami paparkan, banyak ayat-ayat yang diturunkan yang berkenaan dengan membuka kebohongan kaum musyrikin, dan membantah kebatilan dan kesesatan yang ada pada diri mereka, juga tentang tuntutan-tuntutan mereka akan dalil, keterangan dan penjelasan dalam rangka membenarkan apa yang mereka dakwakan.

 

 

 

 

 

 

Alloh befirman :

59. Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku tentang rezki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya Haram dan (sebagiannya) halal". Katakanlah: "Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu (tentang ini) atau kamu mengada-adakan saja terhadap Allah ?" QS Yunus : 59

 

Firman-Nya pula,

21. Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. dan Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu akan memperoleh azab yang Amat pedih. QS ASy Syura : 21


111. Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata: "Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi atau Nasrani". demikian itu (hanya) angan-angan mereka yang kosong belaka. Katakanlah: "Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar".

QS Al Baqarah: 111

 

4. Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu sembah selain Allah; perlihatkan kepada-Ku Apakah yang telah mereka ciptakan dari bumi ini atau Adakah mereka berserikat (dengan Allah) dalam (penciptaan) langit? bawalah kepada-Ku kitab yang sebelum (Al Quran) ini atau peningga lan dari pengetahuan (orang-orang dahulu), jika kamu adalah orang-orang yang benar"

 

QS Al Ahqaf: 4

 

Semua ini merupakan ‘tarbiyyah’ (pendidikan) bagi orang-orang mukmin dan seruan bagi manusia seluruhnya. Padanya terdapat pelajaran bahwa mengambil al haq dan menelitinya dari sandaran-sandarannya yang sholih, adalah harus melalui wahyu saja, tak ada yang lain. Dan sesuatu yang tidak berdiri diatasnya dalil maupun bukti kebenaran dari wahyu adalah batil dan tertolak.

            Lalu jika kita menengok kepada sunnah An Nabawiyyah, kita akan dapati berita-berita Nabi SAW, bahwa diantara tanda-tanda datangnya hari kiamat adalah dicabutnya ilmu dan munculnya kebodohan.

           

Dari Anas bin Malik ra. Ia berkata : Rosulullah SAW bersabda,

Sesungguhnya diantara tanda-tanda datangnya hari kiamat adalah diangkatnya ilmu dan dikokokahnnya kebodohan. (HR. Bukhari dan Muslim . lihat syarah Nawawi XVI : 221, lihat juga Fatur Robbani, Imam Ahmad, dan Ibnu Majah, dishohihkan menurut Al Albani)

Dari Abi Wail ra. Berkata : ketika aku duduk bersama Abu Musa dan Abdulah, mereka berdua berkata : Rosulullah SAW bersabda,

Sebelum terjadai hari kiamat, terlebih dahulu diangkatlah ilmu dan mucullah kebodohan (di mana-mana), dan banyak terjadi penbunuhan. (HR. Bukhari dan Muslim, lihat Syarah Nawawi XVI : 222)

Dan dari Abu Hurairah ra. Berkata : Rosulullah SAW bersabda,

Zaman terasa semakin pendek, dicabutnya ilmu, lalu timbulah fitnah. Dimana-mana dijumpai kebakhilan dan banyak pembunuhan. (HR. Muslim, Syarah Nawawi, XVI : 222-223, Ibnu Majah dan dishohihkan oleh Al Albani ; Sunan Ibnu Majah, hadist 3275 dan 3276)

           

Ibnu Hajar berkata, “yang dimaksud dengan Hadist tersebut adalah, pada hari itu tidak ada lagi ‘Ulama (dengan ilmunya) yang bisa dijadikan pegangan pengambilan hukum, kecuali dari orang-orang jahil saja yang ada. Itulah yang di istilahkan dengan “tercabutnay (hilang dari dada para ‘Ulama) ilmu dan tersebarlah kebodohan”. Kondisi seperti itu tidak menghalangi adanya kelompok akhhli ilmu, sebab mereka pada saat itu merupakan orang-orang yang tak dikenal.” (Fathul Bari, XII : 16)

           

Didalam Hadist yang diriwayatkan oleh Abdullah bin ‘Amirul bin ‘Ash, Rosulullah SAW, menerangkan tentang maksud dari tercabutnya ilmu’ dabn bagaimana kejadiannya , Rosulullah bersabda,

Sesungguhnya Alloh tidaklah mencabuti ilmu dengan cara mencabutnaya dari dada seluruh manusia, tetapi dengan jalan mewafatkan para ‘Ulama. Apabila para ‘Ulama sudah habis, ummat manusia mengangkat orang-orang yang bodoh menjadi pemimpin yang bodoh, Si pemimpin memberi Fatwa tanpa ilmu, maka sesatlah mereka dan menyesatkan orang lain. (HR. Bukhari dalam kitab Al ‘Ilm, hadist no.100. Lihat Fathul Bari, I : 94 ; HR. Muslim dalam kitab Al ‘Ilm, fitnah akhir zaman, lihat Syarah Nawawi, XVI : 223-224 ; Imam Ahmad dalam musnadnya, lihat Fathur Robbani hadist 76 Kitab Al ‘Ilm. Dishohihkan oleh Al Albani. Lihat juga Shohih Ibnu Majah XLVI : 115)

           

Ibnu Hajar berkata, “Ungkapan tidak mencabut ilmu dengan cara mencabutnya dari dada manusia ini, disebutkan oleh Nabi pada saat haji Wada’, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Thobary dari Hadist Abi Umamah”. (lihat Fathul Bari, XVI : 224)

Imam Nawawi berkata “Hadist menerangkan bahwa yang dimaksud dengan mencabut ilmu yang tertera dalam hadist-hadist diatas, bukan mencabut dari dada-dada para penghafalnya (‘Ulama), tetapi maknanya Si empunya ilmu itu wafat menemui ajalnya, dan manusia mengambil keputusan dari orang-orang, lalu memutuskan hukum mengikuti kebodohan mereka, maka sesatlah mereka dan menyesatkan orang lain.”  (Syarah Nawawi, XVI : 224)

           

Adapun manfaat yang bisa dipetik dari hadist-hadist tersebut diatasadalah seperti yang diunggkapkan oleh Ibnu Hajar, “Di dalam hadist itu terdapat anjuran akan pentingnya memelihara ilmu, dan peringatan keras untuk tidak dipimpin oleh orang-orang bodoh.” (Fathul Bari, I : 195)

                        Yang dimaksud dengan ilmu dalam Hadits-Hadits tersebut adalah syari’ yang diambil dari Al Kitab dan As Sunnah, bukannya ilmu-ilmu dunia.

 

Syaikh Yusup Al Wabil berkata, “Yang dimaksud ilmu disini adalah ilmu Al Kitab dan As Sunnah yang merupakan ilmu warisan dari para Nabi as. Karena ‘Ulama itu adalah pewaris para Nabi, maka dengan kepergian mereka ilmu pun lenyap dan sunnah mati, lalu muncul bid’ah dan kejahilan merajalela. Adapun ilmu dunia akan selalu berkembang dan bertambah setiap saat, dan ini bukan yang dimaksud o;eh hadits tersebut.” (Asyrotus Sa’ah : 103 ; dan lihat hal. 401-402)

 

Dari Ziyad bin Labid ra. Berkata :

Nabi menyebutkan sesuatu lalu beliau bersabda,”Hal itu disaat lenyapnya ilmu.” Kami bertanya ,”Wahai Rosulullah, bagaimana ilmu bisa lenyap padahal kami membaca Al Qur’an dan kami bacakan kepada anak cucu kami, dan mereka juga membacakannya kepada anak cucu mereka sampai hari kiamat ?”

 

Rosulullah bersabda :

“Wahai Ibnu Ummi Labid, celaka kamu. Akan kutunjukan kepadamu orang yang paling faqih di Madinah ini. Bukankah orang-orang Yahudi dan Nashrani membaca Taurat dan Injil namun mereka tidak mengambil sedikitpun dari padanya?” (HR. Ahmad, Tirmidzi, dan Ibnu Majah, lihat Fathur Robbani, I : 182)

 

-------------------------------------

 

 

Dari Abi Ummah Al Bahili ra. Berkata :

Disaat Haji Wada’ Rosululloh bangkit, waktu itu beliau sedang membonceng Al Fadl bin Abbas diatas onta, lalu beliau bersabda, “Wahai manusia ambilah ilmu sebelum dicabut, dan Alloh ‘Azza wa Jalla telah menurunkan ayat (hai orang-orang yang beriman janganlah kamu menanyakan kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu, niscaya akan menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakan disaat Al Qur’an sedang diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu. Alloh memaafkan kamu tentang hal-hal itu. Alloh Maha pengampun Lagi Maha penyantun)” Abi Ummah berkata : Dulu kami banyak betanya kepada beliau, namun ketika Alloh menurunkan (Ayat tersebut) kepada Nabi-Nya, kami jadi hati-hati terhadap haol ini. Selanjutnya Abi Ummah berkata : Lalu kami datang kepada seorang Arab, kami beri dia sebuah selendang (dengan harapan dia mau bertanya kepada Nabi SAW), lalu selendang tersebut dia pakai untuk sorban, sampai saya lihat ujungnya keluar dari alis kanannya. Lalu kami katakan padanya  : Bertanyalah kepada Nabi SAW, Kemudian dia bertanya kepada beliau ‘Wahai Nabi bagai mana ilmu bisa dicabut dari kami padahal di tengah-tengah kami ada mushaf (Al Qur’an), kami telah mempelajarinya dan telah kami ajarkan pula kepada istri-istri kami, anak cucu kami dan kepada para pembantu kami?’ lalu Nabi SAW, mengangkat kepala dan mukanya terlihat merah karena marah, lalu bersabda, “Celakalah kamu,hai orang-orang Yahudi dan Nashrani di tengah-tengah mereka ada mushaf, namun mereka tidak menginginkan satu huruf pun dari apa yang telah dibawa oleh Nabi mereka. Ketahuilah bahwa diantara lenyapnya ilmu itu adalah karena kepergian pembawanya.” Ini beliau ucapkan tiga kali. (HR.Ahmad didalam musnadnya, dan lihat Fathur Robbani I : 183-184)

 

Ibnu Hajar berkata, “Di dalam Hadits Abi Umamah ada faedah tambahan, bahwa adanya berbagai macam kitab, setelah dicabutnya ilmu dengan meninggalnya para ‘Ulama, tidak memberi manfaat sedikitpun kepada seseorang yang tidak berilmu.”   (Fthul Bari XIII : 286)

Disiani terdapat pentingnya mengambil dan menerima ilmu dari para ‘Ulama, tidak seperti kebanyakan para penuntut ilmu sekarang yang hanya cukup dengan membaca kitab kemudian mengeluarkan pendapat-pendapatnya yang ganjil serta pemikiran dan konsepsi yang menyimpang.

            Ibnu Hajar berkata, “Hadits tersebut bisa dijadikan dalil tidak kemungkinan tidak adanya seorang mujtahid disuatu masa. Ini pendapat jumhur yang berbeda dengan sebagian besar pengikut

 

Hambali dan sebagian yang lainya.” (Fathul Bari, XIII : 286). Hingga dikatakannya “Hal ini dibantah dengan Hadits ; Kelompok ummatku akan senantiasa tampil (membela kebenaran) sampai datang keputusan Alloh. Sampai dikatakan : “dan dijawabkan untuk dalil yang pertama, lebih jelas mengenai dicabutnya ilmu, lain halnya dengan yang kedua. Karena adanya pertentangan ini maka tetaplah bahwa pokok itu meniadakan penghalang.”(Fathul Bari : 286)

           

Manhaj At Thobari memadukan antara kedua hadits tersebut. Ibnu Hajar juga mengemukakan pendapatnya sendiri dalam memadukan kedua hadits tersebut, dia mengatakan, “Mungkin saja hadits-hadits tersebut turun bedasarkan pada urutan fakta. Pertama, ilmu dicabut dengan meninggalnya para ‘Ulama mujtahid ijtihad mutlak, kemudian ‘Ulama mujtahid ijtihad muqoyyad. Kedua, apabila sudah tidak ada seorang mujtahid, semuanya pada taqlid, namun barangkali ada sebagian dari orang-orang yang bertaqlid itu lebih mendekati pada tingkat ijtihad muqoyyad, apalagi jika kita pilah-pilah berdasarkan pada bolehnya pembagian ijtihad. Namun, karena kejahilan lebih dominan, maka orang-orang jahil mengangkat orang-orang seperti mereka, ini yang diisyaratkandengan sabdanya, “Manusia mengankat pemimpin-pemimpin yang yang jahil”. Hal ini tidaklah menafikan pengangkatan sebagian orang yang tidak jahil total, sebagaimana juga tidak menghalangi pengangkatan orang-orang yang mempunyai sifat jahil secara umum di jaman akhli ijtihad.”(Fathul Bari, XIII : 287)

           

Dikatakan lagi, “Kemungkinan maksudnya adalah pada kedua keadaan tersebut, dan hal ini sudah terbukti ada. Kemudian, ada kemungkinan juga diwafatkanya orang-orang yang mempunyai sifat-sifat tersebut (mujtahid) sehingga tidak ada yang tersisa kecuali hanya orang-orang yang bertaklid saja. Ketika itu tergambar kosongnya masa darui seorang mujtahid, sampai orang yang berijtihad untuk sebagian masalahpu tidak ada. Namun, saat itu masih ada orang yang memiliki secara umum. Lalu, dominasi kejahilan makin bertambah, begitu juga dengan pengangkatan orang-orang jahil sebagai pemimpin. Kemudian ada kemungkinan diwafatkannya mereka (yang memiliki ilmu secara umum) hingga takada seorang pun dari mereka. Keadaan demikian layak, yaitu ketika munculnya Dajjal atau setelah wafatnya Isa as. Saat itu tergambar kosongnya masa dari orang-orang yang memiliki ilmu. Kemudian angin menghembus mewafatkan setiap mukmin. Ketika itu bumi betul-betul tidak memiliki seorang muslimpun, terlebih lagi oang yang berilmu, palagi para mujtahid. Yangtersisa hanyalah orang-orang yang bejad, dan kiamat datang melanda mereka. Dan ilmu hanyalah dimiliki oleh Aloh SWT.” (Fathul Bari, 287)

           

Yang dimaksud oleh Ibnu Hajar dalam memadukan dua hadits tersebut, dimana kurangnya ilmu, yang diisyaratkan oleh hadits itu, terjadi secara bertahap sampai kejahilan tersebar luas dan manusia tidak mengetahui lagi kewajiban-kewajiban Islam, hinga mereka tidak mengetahui Islam sama sekali, yang mereka tahu hanyalah pengucapan kalimat Tauhid.

            Semua itu telah dinashkan di dalam Hadits Hudzaifah IbnulYaman ra, dalam pembicaraan sebelumnya Ibnul Hajar sudah menyebutkan. Bunyi hadits sebagaimana yang diriwayatkan oleh Hudzaifah, dia berkata : Rosulullah SAW, bersabda ;”Islam itu lenyap sebagaimana lenyapnya warna baju, sampai tidak diketahui apa itu Shaum, apa itu sholat, kurban dan shodaqah. Dan Kitabullah-Azza wa Jalla- diatas bumi ini tidak tersisa satu ayatpun dari padanya, yang ada hanyalah sekelompok orang-orang tua yang mengatakan ‘Kami mengetahhui bapak-bapak kami di atas kalimat ini -Laa Ilaha Ilalloh- maka kami mengatakannay.’”

 

            Lalu Shilah berkata kepada Hudzaifah, “Apa yang diambil manfaat oleh mereka dari Laa Ilaha Ilalloh, sedang mereka tidak mengetahui apa itu sholat, shaum, kurban dan shodaqah ?” Berpaliinglah Hudzifah darinya, kemudian menjawabnya tiga kali, yang semuanya dia jawab dalam keadaan beraling, dan pada saat yang ketiga Hudzaifah menghadap kepadanya dan berkata, “Wahai Shilah, menyelamatkan mereka dari api Neraka” tiga kali. (Dikeluarkan oleh Ibnu Majah dalam sunannya, Kitab Al Fitan (26) dan di Shohihkan oleh Al Abani)

           

Kejahilan itu merupakan pokok penyebab berpalingnya dari kebenaran serta menolaknya. Juga merupakan penyebab utama yang bisa menimbulkan ikhtilaf dan perpecahan. Kedzoliman dan kejahilan dalah pokok pangkal dari seluruh kejahatan, sepeti halnya ilmu dan keadilan yang merupakan pokok pangkal dari seluruh kebaikan (lihat Istidlo’ Shirotil Mustaqim I : 128 ; dan lihat Madarujus Salikin III : 523)

            Kejahilan itu bermcam-macam, dan banyak ‘Ulama yang menjelaskan tentang pembagiannya. Diantara mereka ada yang membagi Jahil basits (Jahil biasa) dan Jahil murokkab (Jahil yang keterlaluan). Pembagian ini berdasarkan pada keadaan orangnya. Diantara mereka ada juga yang memasukan ‘tidak beramal denggan ilmu’ kedalam kejahilan, seperti Ibnul Qoyyim, dimana beliau berkata : “Kejahilan itu dua macam, tidak mengetahui kebenaran yang bermanfaat, dan tidak beramal dengan yang dituntutnya. Pengertian kedua kejahilan itu didasarkan pada bahasa, adat, Syara’ dan hakikat.” (Madarijus Salikin, I : 469)

 

            Kemudian beliau menjelaskan tentang penyebab tidak beramal dengan ilmu dimasukan kedalam katagori kejahilan, dengan ucapannya, “Tidak adanya perrhatian terhadap ilmu dikatakan sebagai kejahilan, karena dia tidak mau mengambil manfaaat dari padanya, maka kedudukannya sama dengan kejahilan karena dia tidak mau mengambil manfaat dari padanya, atau karena dia tidak mengetahui kejelekan yang diakibatkan oleh perbuatannya.” (Madarijus Salikin, I : 470)

Dalam masalah ini beliau mengambil dari ijma’ para sahabat, bahwa setiap orang yang maksiat kepada Alloh adalah jahil.

       

----------------------------------------

 

Kejahilan dan kesesatan, kadangkala muncul karena tidak bertahkim kepada Syari’at Alloh, atau menjadikan selain Al Kitab dan As sunnah sebagai sumber pengambilan hukum Syari’ baik berupa I’tiqod, Suluk atau pun yang lainnya.

Kita sudah maklum, bahwa selain Syari’at Mauzun dan Mahkum tidak bisa tolak ukur dan hakim, Syari’atlah sebagai tolak ukur Mizan dan Hakim. Oleh karena itu banyak ahli tasawwuf yang terjebak dalam bid’ah dan kesesatan ketika berhukum kepada perasaan, mimpi-mimpi dan kepada istilah-istilah mereka yang lain.

 

Ibnu Qoyyim berkat, “Inilah sumber kesesatan orang-orang yang bejat dan sesat dari jalan yang lurus, dimana mereka menjadikan perasaan sebagai hakiml. Mereka berhukum kepadanya terhadap apa yang dibolehkan dan dilarang, terhadap apa yang benar dan rusak. Dan mereka menjadikan perasaan sebagai tolak ukur Haq dan Bathil. Untuk itu mereka melemparkan jauh-jauh konsekuensi ilmu dan nash. Dalam hal tersebut merreka berhukum kepada peresaan, intuisi dan keadaan.” (Madarijus Salikin, I : 494)

 

وقد ينشأ الجهل عن سوء الفهم، وهذا ما ذهب إليه شارح العقيدة الطهاوية حيث قال: بل سوء الفهم عن الله ورسوله صلى الله عليه وسلم ، أصل كل بدعة وضلالة نشأت في الاسلام، وهو أصل كل خطأ في الفروع والأصول، ولا سيما إن أضيف إليه سوء القصد..(شرح العقيدة الطحاوية ص. 392)

Kadangkala juga kejahilan muncul karena jeleknya pemahaman seperti pendapat penulis kitab Syarah Aqidah Thohawiyyah. Dia mengatakan, “Bahkan jeleknya pemahaman tentang Alloh dan Rosul-Nya adalah pokok pangkal dari seluruh kesalahan dalam masalah furu’ maupun ushul, apa lagi jika ditambah jeleknya maksud dan tujuannya.” (Syahrul Aqidah Ath Thohawiyyah, hal ; 392)

Terkadang jeleknya pemahaman itu disebabkan juga karena meremehkan menurut ilmu yang bermanfaat, atau kadang kala juga karena syubhat.

 

Mengenai tersebarnya bid’ah dikalangan orang-orang yang bukan munafik dan yang tidak mempunyai maksud jahat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan ;”Akan tetapi kebanyakan dari bid’ah tersebut tersebar dikalanggan orang-orang yang bukan munafik Atheis, hal ini disebabkan oleh adanya syubhat dan kejahilan-kejahilan yang bercampur denggan hawa nafsu. Lalu dengan hal ini diterimalah kesesatan. Inilah pokok dari seluruh kebathilan.” (Minhajus Sunnah An Nabawiyyah, I : 81)

Beliau berkata dalam mensifati Al Bakri, yang mengajaknya berdialog dalam masalah istighotsah, “Sesungguhnya karena kejahilannya, dia tidak mempunyai ilmu tentang dalil-dalil syari’ yang merupakan sumber pengambilan hukum, begitu juga dia tidak mempunyai pengetahuan tentang perkataan-perkataan ahli ilmu para pemimpin Isalam.” (Ar Rod ala Al Bakri, I : 2)

---------------------------------------

 

Kejahilan itu kadanggkala juga karena tidak tahu maksud hukum, atau tidak mengetahui hal-hal yang bisa mengantarkan kepada pemahaman maksud hukum, sebagaimana yang diisyaratkan oleh Asy Syatibi (lihat Al I’tishom,II : 182,293)

           

Dan Syatibi mempokuskan tetang pentingnya Bahasa Arab, sebab syari’at Islam turun dalam bahasa Arab. Dia turun dengan bahasa Arab dan dengan bahasa Arab itulah dia bisa dipahami

(Al I’tishom, II : 293-204 ; Al Muwafaqot, II : 64-103)

            Syatibi menyebutkan, bahwa diantara sebab keluarnya dan sesatnya Khawarij adalah karena kejahilan mereka terhadap maksud hukum (Syara’at), mereka-reka maknanya dengan dugaan tanpa penyelidikan, dan begitu melihat pertama kali langsung diambil. Karena itu, Nabi SAW, mensifati mereka bahwa membaca Al Qur’an tidaklah melebihi kerongkongannya.(lihat Al I’tishom, II : 183)

           

Diantara kejahilan terhadap apa yang bisa mengantarkan kepada pemahaman akan maksud hukum adalah, jahilnya terhadap ilmuMustholah Hadits, tentang derajat hadits, lalu dalam membedakanantara yang shohih dan yang dloif, dan tidak tahu mana yang boleh dipakai untuk dalil atau sandaran dan mana yang tidak boleh.

           

Oleh karena itu, kebanyakan ahli bid’ah dan ahl kesesatan terjerumus kedalam perbuatannya itu disebabkan oleh bersandarnya mereka pada hadits-hadits maudlu’ dan Dlo’if dalam perkara Aqidah, Ibadah dan hukum sysri’at lainya. Kini, kita juga orang yang mengklasifikasikan kejahilan itu dari segi kualitas dan kuantitasnya. Muhammad Al Abduh dan Thoriq Abdul Hakim berkata, “Kejahilan itu terkadang karena kurangnya ilmu, dan juga karena tidak adanya ilmu yang bermanfaat. Keduanya telah diwanti-wanti oleh Alloh dan RosulNya.”

 

Lalu mereka mengatakan, “Sebenarnya kalau sekedar tidak punya ilmu, bukanlah tempatnya untuk dicela, kecuali ilmunya itu ilmu yang dituntut secara fardlu ‘Ain bagi setiap muslim.” (Muqoddimah Fi Asaabi Ikhtilafil Muslimin wa Tafarruqihim, oleh Muhammad Al Abduh dan Thoriq Abdul Hakim, hal ; 103)

           

Ucapan yang terakhir ini wajib kita perhatikan, bahwa setiap muslim harus mempelajari setiap persoalan Diennya, yaitu persoalan Islam yang dibebankan kepadanya. Mayoritas Muslimin sekarang ini, perhatiannya lebih terfokus pada persoalan dunia dan sementara mereka lalai dalam persoalan-persoalan akhirat dan terhadap ilmu-ilmu yang  bisa mengantarkan mereka kepada Akhiratnya. Dan Alloh telah mencela terhadap orang-orang yang demikian, Dia berfirman dalam QS. Ar Rum ; 6-7.

            Dari Abu Hurairah ra. berkata : Rosulullah SAW, bersabda “Sesungguhnya Alloh benci setiap orang yang mengerti terhadap persoalan dunia tapi jahil terhadap persoalan Akhirat.” (Shohih Al Jami’us Shogir, II : 144)

            Berilmu adalah lawan dari jahil. Berilmu merupakan obat kejahilan yang paling mujarab. Banyak nash Al Qur’an maupun Hadits yang menganjurkan menurut ilmu, dan memuji ahlinya, menyebutkan kelebihannya dan akibat baiknya. Untuk masalah ini telah saya siapkan pembahasannya secara khusus dalam satu fasal.       

 

-----------------------------------------------------------

Terjemah Dari Kitab “Wujuub Luzumul Jama`ah wa Tarkut Tafarruq, Syaikh Jamal bin Ahmad bin Basir Baady, Daar al Wathan, Riyadl, KSA, cet. Ke-1 Th 1412 H, hal. 161-171, penerj. Abu Fahmi Ahmad, SMPIT Boarding School Imam Bukhari Jatinangor”



0 komentar:

Mari berdiskusi...

--------------------------------------------------------------------

Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...

--------------------------------------------------------------------