FARDIYYAH DAN JAMAIYYAH. 

PADA MASA KEHIDUPAN GENERASI PERTAMA KAUM MUSLIM.

                    Jika kita bolak-balik lembaran sejarah islam, dan kita kembali sejenak ke masa lampau: kepada kehidupan generasi pertama kaum muslimin, maka akan kita dapati bahwa fardiyyah dan jama’iyyah benar-benar telah nyata terjadi dan merupakan bagian hidup mereka, dalam kehidupan sehari-hari, dengan seimbang, serasi dan cukup menarik.

          Dengan demikian ini disebabkan bahwa setiap diri mereka mnegetahui nilai-nilai agung dari jama’iyyah dan fardiyyah yang ada pada dirinya dalam kehidupan nyata, sehingga dia sungguh-sungguh mnegupayakan untuk tetap selalu berada di bawah naungan jama’ah, komitmen terhadap aturan-aturan dan adab-adab yang mengharuskan baginya untuk keselamatan jama’ah itu sendiri, dan memelihara eksistensinya. Pada sisi lain individu bisa tetap mempertahankan individualistiknya tanpa harus melebur dan mengorbankan begitu saja. Pantas jika kita tidak mendapati sepanjang sejarah seorang muslim dimana islam telah menghunjam dihatinya dan telah merengguk manisnya iman membelot dari jama’ah dan menyempal dan menjauhkan diri darinya, kecuali dari sekelompok kecil dari mereka ketika berkobarnya fitnah dikalangan kaum muslimin, dengan alasan karena begitu sulitnya membedakan antara yang hak dan yang batil ketika itu, karena umata islam ketika itu, termasuk sahabat ikut menyaksikan turunnya wahyu, sekalipun mereka  menjauh dari jama’ah tapi mereka itu tidak pernah absen dalam peparangan dalam mempertahankan dan menyebarkan islam, serta dalam rangka membebsakan bumi ini dari kekejaman orang-orang dzalim.

          Demikian pula sejarah Islam tidak pernah menyebutkan kepada kita ketika itu, adanya seorang muslim yang komitmen terhadap jama’ahnya berda dalam kondisi “taklip buta”, kalau jaa’hnya baik diapun ikut berlaku baik dan kalau jama’ahnya berlaku jelek diapun ikut melakukan kejelekan. Namun yang ada adalah sebaliknya, jika orang-orang berbuat baik diapun ikut berlaku baik dan kalau orang-orang berlaku jelek diapun ikut melakukan kejelekan, namun jika orang banyak melekukan kejelekan dia menjauhinya dan menasehatinya serta menyerukan kepada yang hak, amar ma’ruf dan nahyi anil munkar. 

          Itulah pribadi Rasululloh SAW, dengan bukti nubuwahnya, keimanannya, beliau sekaligus sebagai pribadi yang menampilkan kepemimpinan bijaksana dari sebuah jama’ah kaum  muslimin yang muncul pertama kali, padahal dirinya tidak diketahui padahal dia itu masyhum yang diperkuat oleh wahyu menjauhi dri urusan para sahabatnya, selama urusan tersebut menyangkut ijtihad dan pendapat maka beliau memusyawarahkannya dengan mereka, menhormati pendapat mereka dan sering menjadikan pendapat atau pandangan mereka diambil suatu kesepakatan dalam musyawarah. Ini seperti terjadi pada perang badar,uhud,khandak, hadisul ifqi, dan juga dalam perjanjian hudaibiyah dan lainnya lagi, hal ini hanyalah merupakan bukti-bukti kebenaran, dan dalil yang hak terhdap perkara tersebut.

          Dismping beliau SAW itu sangat memperhatikan mereka, beliau juga menghadapi mereka dengkan sepenuh kasih sayang, membantu mereka pada saat kesulitan, dan mendahulukan mereka daripada dirinya pada masa lapang.

Berkata al Barro’RA

 “Demi Alloh, jika kami dalam keadaan sulit, selalu kami berlindung kepada rasululloh saw. Sesungguhnya orang yang paling pemberani diantara kita adalah yang menjadi pelindung yakni nabi saw [1]

Berkata pula Ali bin Abi thalib RA:

“Sesungguhnya, demi alloh, jika berada dalam kesulitan, dan kami bersama yang lainnya melindungkan diri kepada rasululloh SAW, sehingga tak ada lebih pantas seorang pun dari kaum ini daripada beliau SAW”. [2]

          Suatu ketika, pada malam hari, penduduk madinah diliputi ketakutan, sehingga orang – orang ramai – ramai mendatangi arah suara yang terdengar, ternyata nabi saw telah lebih dahulu menemui mereka pada suara itu, seraya berkata: ”janganlah kalian takut, janganlah kalian takut, ketika itu berada di atas kuda abi thalhah yang tanpa pelana, diatas punggungnya sebilah pedang”[3]         

  Abu Hurairah RA berkata:  

“Demi Alloh, tiada illah melainkan dia, jika aku lapar aku bersandar (menyandarkan perut) ke tanah. Dan aku mengikatkan batu ke perutkujika aku sangat lapar. Dan pada suatu hari aku duduk di jalan dimana orang-orang biasanya melewatinya, ketika itu lewatlah Abu Bakar dan akupun bertanya kepadanya tentang ayat Al-Quran, dan aku tidak menanyakannya kecuali untuk memperoleh sesuatu dari dia yang bisa mengenyangkanku. Namun lewatlah dia tanpa memberikan sesuatu apapun. Kemudian lewatlah Umar bin Khatab dan akupun bertanya kepadanya tentang suatu ayat Al-Quran, dan aku tidak menanyakannya kecuali dengan maksud untuk memperoleh darinya yang bisa mengenyangkanku. Namun lewatlah dia tanpa memberikan apapun. Kemudian lewatlah Abdul Qasim SAW sambil tersenyum, beliau melihatku seakan mengetahui maksudku dan apa yang nampak pada raut wajahku, seraya berkata: Wahai Aba Hirr, aku berkata: Baik ya Rasululloh, dan berkata: Ikutlah, kemudian beliau berjalan dan akupun mengikutinya dari belakang dan akhirnya beliau masuk masuk ke sebuah rumah setelah meminta izin dengan mengizinkanku, setelah masuk, di dalamnya di dapatkan semangkok susu, lalu beliau bertanya: Darimana susu ini? Mereka berkata: Seseorang tealh menghadiahkanmu ; kemudian berkata : wahai Aba Hirr! Aku jawab; baik ya rasululloh....dan berkata: Panggillah Ahlush shuffah dan ajaklah mereka datang kepadaku, lalu beliau berkata: Ahlush shuffah adalah tamu-tamu islam yang tidak membutuhkan pada seseorang, harta dan keluarga, mereka itu bila mendapatkan rizqi (sedekah)tidak mau menerimanya sama sekali demikian pula jika mereka dikirim hadiah, dan aku setuju dengan sikap itu, lalu aku berkata: Apakah artinya susu ini bagi Ahlush shuffah sementara aku adalah orang yang lebih memntingkannya sehinga aku dapat minum dan aku membperoleh energi darinya. Namun bila rasulullohh memrintahkanku dan kemudaian aku memberikan susu kepada mereka mungkinaku tidak mendapat bagian dari susu itu—aku tidak mendapatkan bagian ketaatanku kepada Alloh dan rasul-Nya—lalu aku datangi mereka dan aku panggil mereka, merekapun datang menghadap beliau, selesai minta ijin dan diijinkanyya mereka duduk di bagian rumah itu lau Rasullulloh berkata: wahar Aba Hirr, aku berkata: Labbaik ya Rasululloh dan berkatalah beliau : ambilkan susu itu dan berikanlah pada mereka, dan Abu Hurairah berkata aku ambil susu itu dan aku berikan kepada seseorang diantara mereka kemudian dikembalikan kepadaku padaku selesai minumnya hingga puas, demikian seterusnya sampai berakhir pada rasululloh SAW, setelah Ahlush shuffah itu memimunnya semua, dan beliau mengambil mangkuk sambil meletakkan pada tangannya dengan melirik kepadaku sambil tersenyum lalu berkata: Duduklah dan minumlah susu itu, maka aku duduk meminumnya, kemudian beliau berkata lagi: Minumlah sekali lagi.... maka akupun meminumnya lagi disamping aku terus saja meminumnya sampai akhirnya aku harus mengatakan: Cukup wahai Rasululloh.... Aku sudah tak kuat meminumnya lagi, lalu beliau bekata: Berikanlah mangkuk itu kepdaku dan aku berikan mangkuk itu kepda beliau setelah membaca hamdalah dan basmalah beluiau meminum dari semua susu yang tersisa.[4]          

          Demikianlah Rasululloh SAW lebih mementingkan orang lain dalam saat-saat kesulitan sekalipun dalam kehidupan berjama’ah, serta mendahulukan mereka di saaat lapang dan susah. Manakala hal semacam itu bisa di peroleh bagi setiap individu jama’ah, maka timbullah cinta yang sangat kepada beliau, sehingga rela membela dan berkoraban demi keselamatan belaiu dengan jiwa, anak-anak dan keluarga, juga dengan harta bendanya, sampai benar-benar keberadaan beliau lebih diutamakkan daripada diri mereka masing-masing. Namun semua itu tidak lantas mereka itu tidak bisa memberikan sumbangan pikiran dan kritik kepada beliau selagi perkaranya diluar wahyu atau dalam lingkup ijtihad atau yang masih bisa di diskusikan.

Berkata Abu Hurairah :

“Suatu ketika kami sedang bersam-sama di sekeliling Rasululloh saw, dan diantara kami terdapat Abu bakar dan Umar. Lalu Rasululloh bangkit meninggalkan kami, tetapi beliau lambat untuk kembali kepada kami, sehingga timbullah rasa cemas pada diri kami kalau-kalau Rasululloh mendapat musibah. Aku pun segera keluar mencari beliau, pergi ke menuju dindingbilik kaum Anshar yang terdapat di Bani Najjar, aku mengelilingi dinding itu untuk mendapatkan pintu, tetapi tidak ada yang aku temuinya. Tiba-tiba muncullah Rabi’ telah masuk melewati sebuah sumur yang bernama Kharijah --- Rabi’ adalah seorang ahli debat --- maka aku uayakan untuk mengecilkan tubuhku sebagaimana layaknya seekor srigala yang ingin memasuki dinding (celah) sempit, lalu akupun bisa memasukinya dan menemukan rasululloh saw di sana. Ketika itu beliau berkata: Aba Hurairah....aku jawab: labbaik ya Rasulloh... kemudian berkata: Ada apa? Aku katakan: Engkau telah ada di tengah-tengah kami, tiba-tiba tidak ada(pergi), dan engkau terlambat datang kembali, maka kami semua cemas dan khawatir akan keadaanmu dan aku-lah orang pertama yang merasakan demikian. Lalu aku mendatangi dinding ini agar bisa masuk,dan ketika itu orang-orang telah berada di belakangku maka beliau berkata sambil memberikan kedua sandalnya kepadaku: Wahai Abu Hurairah....Pergillah engkau dengan kedua sandalku ini, maka siapa saja yang kamu temui dari balikdinding ini dan bersaksi Tidak ada llah kecuali Alloh dengan penuh keyakinan dalam hatinya, berilah dia berita gembira bahwadia akan masuk surga, dan orang yang pertama aku temuia adalah Umar bin Khatab RA, dia berkata: wahai Abu Hurairah... untuk engkau membawa kedua sandai ini? Aku jawab: kedua sandal ini milik Rasululloh saw dan beliau mengutusku dengannya, maka barangsiapa aku temui di balik dinding ini dengan bersaksi bahwa Tidak ada llah kecuali Alloh dengan penuh keyakinan dalam hatinya, maka baginya di bagikan berita gembira akan masuk surga. Tiba-tiba Umar ketika mendengar berita itu justru memukulku pada bagian dadaku hingga aku terjatuh di atas pantatku, sambil berkata: kembalillah engkau wahai Abu Hurairah... Maka akupun kembali kepada Rasululloh saw dengan penuh perasaan ingin menangis atas kejadian ini, saat itu Umar pun telah berada di belakangku, berkatalah Rasululloh saw: Apa yang terjadi menimpamu wahai Abu Hurairah...? aku jawab: Aku telah menemui Umar dan aku telah sampaikan pesan engkau, namun ketika itu justru Umar memukul-ku, sambil berkata kembalillah wahai Abu Hurairah,... Lalu Rasululloh berkata kepada Umar: Mengapa engkau melakukan hal ini? Umar menjawab: Demi Zat yang memelihara Ibuku, engkau dan ibuku, apakah engkau telah mengutusnya dengan kedua sandalmu dengan pesanmu: Barangsiapa yang di temui dan bersaksi Tidak ada llah kecuali Alloh dengan penuh keyakinan dalam hatinya, ia akan masuk surga? Beliau menjawab: Ya, benar. Lalu Umar berkata: Janganlah engkau lakukan ini wahai Rasululloh, sebab akua khawatir orang-orang hanya akan menyadarkan kepala hal ini, biarkanlah mereka banyak amal, maka setalah itu Rasullulloh saw berkata: Jika demikian, tinggalkanlah mereka agar banyak beramal.[5]

          Keadaan yang tidak jauh berbeda dengan itu, terjadi juga pada masa Khalifah Ar-Rasyid, Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali --- semoga Alloh meridloi mereka – terjadi pada masa Nabi saw.

Abu Bakar Ra sebagai pemimpin Jama’ah kaum muslimin – Amir jama’ah-- te rlibat banyak dalam urusan ummat, namun dia tak melelikan perannya terhadap kaum muslimin, setiap individu jama’ah tetap mendapat perhatian. Ini terbukti ketika seorang renta tua mengalami kesulitan membutuhkan pertolongan, di bantunya secara langsung dia memerahkan susu untuknya, dia berwasiat agar harata di Baitul Mal dibagian kepada umat yang berhak, disamping dia suka mendengarkan apa-apa yang ingin disampaikan oleh sahabat-sahabatnya, bahkan suatu ketika mendahulukan kepentingan mereka daripada dirinya sendiri. Tetapi sahabatnya membantunya dalam menangani persoalan-persoalan kehidupan jama’ah, mereka ta’at dalam kebaikan dan memberikan nasehat secara benar dengan penuh ikhlas.

          Suatu ketika datanglah ‘Uyainah bin Khishn dan Aqro’ bin Habis kepada Abu Bakar RA, lalu keduanya berkata: Wahai Khalifah Rasulillah... di tempat kami terdapat sebidang tanah bergaram, padanya tidak bisa di tumbuhi rumput dan tak bermanfaat. Bisakah anda membantu kami agar tanah tersebut bisa kami tanami, semoga Alloh memberikan manfaat di kemudian hari. Lalu Abu Bakar bertanya kepada orang-orang aynga berada di sekelilingnya: Apa yang ingin kalian katakan tentang keluhan kedua orang atas sebidang tanahnya yang ebrgaram dan tak bisa di manfaatkan ini?

          Mereka berkata: Kami berpendapat agar kedua orang ini di beri sebagian tanah tersebut agar Alloh memberikan manfaat di kemudian hari, lalu Abu Bakar pun memberinya sebagian kepada kedua orang tersebut, dan ia menulis dokumen (pengesahan pemilikannya) untuk keduanya, dan ketika itu Umar menjadi saksi sementara beliau tidak hadir. Lalu kedua orang ituberangkat menemui Umar untuk menjadi saksi atas penegsahan tanah tersebut, dimana keduanya mendapati Umar sedang berdiri memberi makan kudanya, lalu keduanya berkata: Sesungguhnya Umar telah berkata: Berkenanlah anda menjadi saksi di dalam dokumen ini, maka apa perlu dibacakan atau anda sendiri yang membacanya ? Lalu ia berkata: Aku sedang dalam kesibukan sebagaimana kalian lihat, nanti aku akan membacanya,maka ketika Umar mendengarkan apa yang tertera dalam dokumen itu ia mengambilnya dan meludahi dokumen itu, dan terus menghapusnya. Kedua orang itupun menjadi kesal atas sikap Umar tersebutdan melontarkan ejekan ejekan kepada Umar, lalu berkatalah Umar: Sesungguhnya Rasululloh sawtelah menyelamatkan Islam dan memasukkan kalian ke dalam Islam, sementara Islam sekarang ini dalam keadaan lemah dan hina setelah menjadikannya kuat dan mulia, maka pergillah kalian berdua, serta kerahkan kalian untuk bekerja, sesungguhnya Alloh telah meberikan perlindungan kepada kalian bila kalian memelihara Dien-Nya. Kemudian keduanya kembali pergi menghadap Abu Bakar RA dengan perasaaan kesal seraya berkata: Demi Alloh.... yang menjadi Khalifah ini engkau atau Umar? Dia menjawab: Umarlah yang menjadi Khalifah jika mengehndaki, kemudian Umar datang dalam keadaan marah, berdiri di hadapan Abu Bakar sambil berkata: berilah aku berita tentang tanah yang telah engkau berikan kepada kedua orang ini, apakan ini milikmu atau milik ummat Islam sseluruhnya? Abu Bakar menjawab : Tanah ini milik seluruh ummat Islam. Lalu Umar berkata: Mengapa engkau memberikan kepada kedua orang ini sedang yang lain tidak ? dia berkata: Aku telah bermusyawarah dengan orang-orang yang sedang berada di sekelilingku dan mereka bersepakat atas hal ini. Umar berkata: Jika engkau telah bermusyawarah dengan orang-orang yang anda maksudkan, apakah hak musyawarah ada pada sebagian ummat yang anda lihat ataukah ada pada seluruh ummat ini? Abu Bakar menjawab: Aku telah berkata bahwa engkau lebih kuat atas perkara ini dan kau telah mengalahkanku. (Perhatikan sejarah ‘Umar bin Khaththab RA, oleh Ibnu Jauzi, hal. 43-44, juga dari sini telah dinukil oleh Thanthawiyan di dalam Akhbar ‘Umar, hal. 339-340).

          Kejadian seperti ini juga dialami oleh Umar, Utsman, dan Ali RA. Dan untuk mengakhiri pembahasan, kami akan sebutkan tiga contoh dari generasi terbaik ini dalam  melaksanakan kewajiban memberikan nasehat dan petunjuk kepada jama’ah, tanpa menjadikan mereka lari dan menjauh dari jama’ah tersebut.

Pertama:

Pada masa Umar RA, ringkasnya: Suatu ketika datanglah setumpuk kain terbuat dari bulu dari Yaman, lalu Umar pun membagi-bagikan kain itu kepada kaum muslimin, lalu ia pergi ke atas mimbar dan berkhotbah – dengan memakai kain hasil pembagian dua potong – dan berkata: Dengarkanlah baik-baik, semoga Alloh memberikan rahmat kepada kalian semua, tatkala itu berdirilah salah seorang sahabat, -- Salman Al Farisi – seraya berkata: Demi Alloh kami tidak akan mendengarkan. Lalu Umar bertanya: Mengapa demikian? Salman menjawab: Hai Umar, Anda telah memberi kami sekaliansepotong kain, tetapi mengapa anda berkhotbah dengan mengenakan dua potong kain? Umar berkata: Dimanakah Abdulloh bin Umar? Salman berkata: Ini dia orangnya, wahai Amirul mukminin. Lalu Umar pun meminta penjelasan Abdulloh bin Umar: Milik siapakah kain yang sedang aku pakai ini? Ia menjawab: milikku, dan berkatalah kepada Salman: engkau tergesa-gesa kepadaku wahai Abi Abdillah. Sesungguhnya aku telah mencuci bajuku yang kusut, sebagai gantinya maka aku memakai bagian kain milik Abdullah. Lalu berkatalah Salman: Kalau demikian halnya, maka silahkan anda bicara wahai Umar, kami akan mendengarkan dan mentaai” (Lihat sejarah Umar bin Khattab, oleh Ibnul Jauzi, hal. 134, dan darinya pula dinukil oleh Than Thawiyan, di dalam Akhbar Umar, hal. 172)

Kedua:

          Pada masa Utsman bin ‘Affan RA.

          Imam Ahmad telah meriwayatkan dari seorang laki-laki yang berkata: Kami membawakan sesuatu untuk Abu Dzar RA dan kami ingin sekali memberikannya. Lalu kami pergi ke Robdzah menanyakan tentang dia, tetapi kami tidak mendapatinya, ada yang mengatakan bahwa dia itu sedang pergi haji, akhirnya akupun pergi menuju suatu tempat di Mina. Dan ketika kami berada di sana bersam Abu Dzar RA diberitakan kepadanya bahwa Utsman melakukan shalat empat roka’at, maka ia tidak setuju dan protes pa yang dilakukan Utsman itu, lalu berkata: Aku telah shalat bersama Rasululloh saw dan beliau shalat dengan dua roka’at, demikian pula ketika aku shalat bersam Abu Bakar dan Umar RA. Kemudian berdirilah Abu Dzar RA dan melakukan shalata empat raka’at, lalu dikatakan kepadanya: engkau telah mencela apa yang telah dilakukan oleh Amirul mukminin namun kamu sendiri melakukannya, dia berkata: Perselisihan adalah lebih membehayakan daripada apa yang aku lakukan ini, sesungguhnya Rasululloh saw telah berkhutbah dihadapan kami seraya berkata: Sesungguhnya pada masa setelahku nanti ada seorang Sulthon, maka kamu janganlah menghinakannya, dan barangsiapa yang menghinakan maka ia telah melepaskan Islam dari dirinya, dan tidak akan diterima taubatnya sampai menebus kesalahannya itu. Dan tidaklah seseorang melakukan kemudian kembali dan dihukum.      

          “Rasululloh saw memerintahkan kepada kami agar kami tidak mengalahkan kami terhadap tiga perkara; ketika kami mengajak yang ma’ruf, mencegah yang munkar, dan mengajakan manuisa tentang sunnah-sunnah Rasululloh saw”[6]    

Ketiga:

          Pada masa Utsman RA juga :

          Telah diriwayatkan oleh Abbur Razzak dari Qatadah: sesungguhnya Rasululloh saw, Abu Bakar Umar, Utsman RA di awal kekholifahan mereka semua shalat di Makkah dan di Mina dua roka’at, tetapi kemudian Utsman melkukannya empat roka’at di akhir masa kekholifahannya.

Hal itu di dengar oleh Ibnu Mas’ud RA maka kembalillah Utsman pada dua roka’at, tetapi kemudian shalat lagi empat roka’at. Ketika itu dikatakan kepadanya: Engkau telah kembali kepada dua roka’at, namunkemudian engkau shalat empat roka’at lagi. Dia menjawab: Sesungguhnya perselisihan itu tidak baik”

 



[1] Cuplikan dari hadits panjang yang diriwayatkan Muslim di dalam shohihnya. Kitab Al Jihad. Bab Perang Hunain. 3/1401. No.79 dari hadits Barro’ RA, dengan lafazh : Telah datang seorang kepada Barro dan berkata.Hai Abu Umarah: Apakah kamu pernah lari dari peperangan ? Jawab Abu ‘Umaraoh: Tidak, Demi Alloh, pasukan rasululloh tidak pernah lari. Namun ketika itu, ada beberapa orang pemuda sahabat Nabi saw dan orang-oorang yang pergi ke medan perang dengan tergesa-gesa, tanpa persenjataan dan perlengkapan yang memadai, kebetulan mereka bertemu dengan pasukan pemanah musuh. Yang kalau mereka memanah hampir tidak meleset sedikitpun dari sasaran. Yaitu pasukan gabungan Bani Hawazin dengan bani Nashr. Pasukan pemanah itu serta merta menggasak pemuda-pemuda ini dengan panah mereka, sehingga pemuda-pemuda itu terpaksa berbalik kepada Rasululloh saw. Yang ketika itu beliau sedang berada di atas bughol putihnya. Di kawal oleh Abu Sofyan bin Harits bin Abdul Mutholib. Beliau turun dari Bughol-nya, lalu memohon pertolongan kepada Alloh SWT, pintanya:”Aku Nabi, (tidak dusta, Aku anak Abdul Mutholib.Wahai Alloh, turunkanlah bala bantuanMu: kemudian beliau mengatur barisan mereka).
[2]) HR Imam Ahmad di dalam Musnad-nya, 1/156 dari hadits ‘li RA, dengan sanad marfu’).

[3]bagian hadits riwayat Bukhari di dalam shohihnya, kitab: Al Adab; bab: Akhlak yang baikbaik dan pemurah, dan bakhil yang dibenci, hadits ini dari Anas bin Malik RA yang bersambung sampai Nabi saw, dengan lafazh: Sesungguhnya nabi itu adalah sebaik-baiknya manusia, beliau adalah manusia paling pemurah dan pemberani, sesungguhnya suatu malam penduduk Madinah diliputi oleh kecemasan dan ketakutan......alhadits).
[4]) HR Bukhari di dalam shahihnya, kitab: Ar Riqaq. Bab: bagaimana tata cara hidup bersama dengan sahabatnya dan menjauhinya mereka dari duniaan, 8/119-121. Imam Turmudzi dalam As Sunan, Kitab: hari kiamat. Bab: kiamat. 4/648-649. No. 2477, Imam Ahmad dalam Musnad-nya, 2/515. Semuanya dari jalan Abu Hurairah RA, sanad marfu’ , lafazh di atas dari Bukhari, sementara Turmudzi menilainya hasan sohih).
44) HR Muslim, Kitab Al Iman bab dalil barangsiapa mati dalam mentauhidkan Allah maka ia masuk surga, 1/59-61 no 52, dari abu hurairah RA, marfu’
[6]) HR Imam Ahmad dalam Musnadnya. Hal. 165 Juz 5. Dari habits’ Al Qasim bin ‘Auf Asy Syaibani dari seorang laki-laki Dan diriwayatkan oleh Al Haitsami di dalam Mjma’uz Zawaid. 5/216, yang mengambilnya dari musnad. Dan pada akhir riwayat ia berkata: di dalamnya terdapat seorang rawi yang tidak di kenal,  namun yang lainnya adalah tsiqat. Dan darinya dinukil oleh Syekh Muhammad Yusuf Al Kandalahwi, di dalam Hayatush shohabah. 2/2-3)
(Abdur Razzak di dalam Mushannaf. Kitab Ash Sholah Fis safat. 2/516 No. 4269. Dari hadits Ma’mar dari Qatadah, dan ini dinukil oleh Syekh Muhammad Yusuf Al Khandalahwi, di dalam kitabnya hayatush shohsbah. 2/3)



0 komentar:

Mari berdiskusi...

--------------------------------------------------------------------

Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...

--------------------------------------------------------------------