WASA'IL ATS TSABAT
15 PETUNJUK MEMELIHARA KETEGUHAN IMAN
Syaikh Mohammad Shalioh al Munajjid, kini sebagai pengasuh QA Islam-KSA
Penerjemah: Abu Fahmi (Wala’ Press Jakarta 1993)
Updated: Ma`had Imam Bukhari Jatinangor, Januari 2012.
MOTTO:
Mereka (orang kafir) tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka dan Sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka, (QS. An Najm : 23)
Kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan juga tidak keliru (jalan). Dan tidaklah yang diucapkan itu menurut kemauan hawa nafsunya Ucapannya itu hanya ewahyu yang diwahyukan kepadanya. (QS. An Najm : 2-4)
MUQADDIMAH :
RESEP MENCAPAI TSABAT
§ Akrab dengan Al Qur’an
§ Iltitizam dengan syariat Alloh dan beramal sholih
§ Mempelajari dan menghayati kisah-kisah para nabi
§ Berdoa
§ Dzikir kepada Alloh
§ Berusaha untuk menempuh jalan yang benar
§ Menjalani tarbiyah
§ Yakin dengan jalan yang ditempuh
§ Berdakpah kepada Alloh Azza Wa Jalla
§ Dekat dengan Ulama dan Senantiasa Menjalani Ukhuwah Islamiyah
§ Yakin dengan Pertolongan Alloh dan Masa Depan Ada di Tangan Islam
§ Mengetahui Hakikat Kebathilan dan Tidak Terperdaya dengannya
§ Berkumpulnya Akhlak yang Mendukung Tsabat
§ Wasiat Orang Sholih
§ Merenungi Kenikmatan Syurga, Siksa Neraka dan Mengingat Kematian.
MEDAN TSABAT
1. Tsabat dalam Menghadapi Fitnah
2. Tsabat dalam Jihad
3. Tsabat Terhadap Manhaj
4. Tsabat di saat Meninggal Dunia
PENGANTAR PENERBIT (Abu Fahmi)
Segala puji bagi Alloh SWT yang telah memilih Muhammad SAW sebagai hamba dan rasul-Nya, sekaligus dijadikannya sebagai qudwah hasanah bagi kaum muslimin. Dia pulalah yang telah memilih Rasulullah Muhammad SAW sebagai Sayyidul Anbiya’ dan penutup para nabi, yang pada puncaknyalah dipikulkan tugas besar, yaitu tugas risalah Islam dalam rangka meninggikan kalimat-Nya, untuk mendhahirkan Islam sebagai satu-satunya Dien yang diridloi-Nya.
Dialah Alloh SWT yang telah memilih para sahabat ridwanulloh ‘alaihim ajma’in sebagai “generasi terbaik” dari umat ini. Atas didikan Nabi SAW yang berlandaskan pada “Manhaj At Tarbiyyah Arrabbani” sehingga menjadilah mereka itu “Batu Pondasi” masyarakat Islam yang menghantarkan lahirnya Daulah Madinatul Munawwaroh. Mereka itulah yang kita kenal dengan sebutan Muhajirin dan Anshor, yang menjadi titik tumpuan dan perekat manakala kaum muslimin dalam kondisi terancam keteguhan dan iltizamnya, khusunya ketika perang Hunain yang mengalami kekalahan karena bangga akan jumlahya, atau ketika perang Tabuk dimana sejumlah kaum munafik (bagian dari kaum muslimin yang masuk Islam ketika Futuh Makkah, mereka ini tanpa melalui Tarbiyah langsung dari Rosululloh SAW sebagaimana halnya saudara-saudara pendhulunya, yaitu Muhajirin dan Anshor).
Keadaan melemah di saat jumlah kaum muslimin semakin banyak tersebut juga sempat mempengaruhi beberapa sahabat senior mantan pahlawan perang Badar—Ka’ab bin Malik dan yang lainnya—menolak ikut bergabung dalam perang Tabuk, semata-mata karena ragu akan “wihdatul quwwah” pasukan kaum muslimin yang mulai tampak sejak Futuh Makkah, karena memang anatomi kaum muslimin ketika itu terdiri dari berbagai syakhshiyyah : berbeda dalam kualitas akidah, latar belakang sosial dan ekonomi yang sangat ragam, beda pengalaman dan kesabaran mereka dalam menerima ujian-ujian Alloh dan menyeru kepada jalan Alloh SWT, sehingga secara keseluruhan kondisinya melemah dalam kekuatan, terutama jika dibandingkan dengan ketangguhan generasi pendahulunya, para pejuang perang Badar dan Uhud.
Setiap mukmin akan mendapat ujian iman, baik ujian fardiyyah maupun jama’i. Penulis, Muhammad Sholih Al Munajjid menyajikan sebuah terapi dalam upaya seorang mukmin “meneguhkan iman” walau dalam kondisi badai besar menerpanya.
Karena itulah, dia memberi judul dari risalah ini dengan : “Wasail TSABAT”, yang maksudnya cara-cara yang harus ditempuh dalam mempertahankan iman dan agama.
Dan dengan alasan ini pulalah penerbit menghadirkan risalah kecil yang sarat hikmah dan makna di hadapan pembaca yang budiman, baik bagi mereka yang terjun langsung dalam lapangan dakwah kepada jalan Alloh maupun bagi setiap muslim yang menuntut ilmu.
Bekasi, Mei 1993 / Syawal 1413 H
Penerbit Wala' Press
Updated : Desember 2011, Abu Fahmi, AF2-Press Bandung.
MUQODDIMAH (Penulis)
Segala puji hanya milik Alloh, kami memuji-Nya, meminta pertolongan dan memohon ampunan kepada-Nya. Kami berlindung kepada Alloh dari kejahatan diri kami dan keburukan amal perbuatan kami. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Alloh tidak ada seorang pun yang bisa menyesatkannya dan barangsiapa yang disesatkan oleh Alloh, tidak ada seorang pun yang mampu menunjukinya. Saya bersaksi bahwa tidak illah selain Alloh, dan tiada sekutu bagi-Nya, dan bersaksi bahwa Muhammad itu hamba-Nya dan utusan-Nya.
Sesungguhnya tsabat (teguh) di atas dienillah merupakan tuntutan asasi bagi setiap muslim yang benar-benar hendak meneliti jalan yang lurus.
Adapaun bahasan ini dirasakan sangat penting mengingat hal-hal berikut:
1. Kondisi masyarakat sekarang dimana kaum muslimin hidup di tengah-tengah mereka. Berbagai macam fitnah yang menggiurkan, berbagai macam syahwat dan syubhat yang dapat menyebabkan dien (Islam) menjadi asing, dimana orang yang komit dan teguh melaksanakannya dirasakan asing, dan orang yang berpegang teguh keadanya bagaikan memegang bara api. Tidak diragukan lagi, bagi orang yang berakal kebutuhan resep tsabat bagi seorang muslim sekarang ini lebih mendesak dibanding dengan saudaranya di masa salaf. Dan usaha yang dibutuhkan untuk mewujudkannya lebih besar, mengingat rusaknya zaman, jarangnya ikhwan lemahnya faktor pendukung dan sedikitnya penolong.
2. Banyak terjadi kemurtadan dan pembelotan, sampai hal ini terjadi juga di sebagian aktivis gerakan Islam, sehingga hal ini membuat seseorang khawatir takut terjadi seperti mereka, maka dicarilah wasilah serta resep tsabat untuk menuju pada suatu kebaikan yang aman.
3. Topik ini juga sangat erat kaitannya dengan masalah hati, mengenai masalah ini, Rosululloh bersabda:
لِقلبِ بَنِى آدمَ أَشَدُّ إِنقلابً مِن القِدرِ إِذا اجْتمعت غَلِيًّا
Hati anak Adam itu gejolaknya lebih dahsyat dari pada gejolaknya (air) yang ada dalam periuk yang mendidih.(HR. Ahmad VI : 4 : /hakim II : 290)
Dalam hadits lain beliau memberikan perumpamaan hati:
إنما سُمِّي القلبُ مِن تَقَلُّبِهِ إنما مثل القلب كمثل ريْشَةٍ فِى أصل شجرة يُقَلِّبُهَا الريحُ ظَهْرًا لبَطْنِ
Dinamakan hati karena berbolak-baliknya, perumpamaan hati itu bagaikan bulu yang ada di pucuk pohon yang diombang-ambingkan oleh angin. (HR. Ahmad IV : 408 : terdapat di dalam Shohih Al Jami’ 361)
Mengokohkan hati yang senantiasa berbolak-bali itu adalah suatu hal yang penting dan membutuhkan sarana besar sesuai dengan kadar kepentingan dan kesulitan.
0 komentar:
Mari berdiskusi...
--------------------------------------------------------------------
Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...
--------------------------------------------------------------------