Akidahku Akidah Ahlus sunnah (19)
Pasal Keempat:
PEDUKUNAN, RAMALAN BINTANG DAN SUARA BURUNG 
(oleh Abu Fahmi, SMPIT Imam Bukhari Jatinangor)
Pedukunan (Kahin) atau `Arraf  (peramal nasib)  adalah penebak perkara gaib. Ia termasuk jenis Thaghut, mereka adalah wali-wali syaithan yang selalu menerima bisikannya, seperti disebutkan dalam firman Allah berikut:
QS al An`am: 121.

إِنَّ الشَّيْطَانَ لَيُوْحُوْنَ إِلَىْ أَوْلِيَائِهِمْ
“Dimana syaithan itu turun kepada para dukun dan melaporkan kepada mereka apa yang mereka dengar, namun dengan menambahkan seratus kedustaan, seperti firmanNya:
هل أنبئكم على من تنزل الشياطين ، تنزل على كل أفاك أثيم ، يلقون السمع وأكثرهم كاذبون.
221. Apakah akan aku beritakan kepadamu, kepada siapa syaitan- syaitan itu turun?
222. Mereka turun kepada tiap-tiap pendusta lagi yang banyak dosa,
223. Mereka menghadapkan pendengaran (kepada syaitan) itu, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang pendusta. Asy Syu`ara: 221-223

Meramal nasib atau mengetahui perkara-perkara gaib antara lain dilakukan dengan membuat garis-garis di tanah yang mereka namakan “dlarbur raml”, ada juga yang memakai batu krikil dll.  Tentang orang yang mempercayai perkataan dukun, dihukumi kufur (`amali, dan bisa menjadi wasilah kufur I`tiqadi) dan dalam riwayat lain: shalatnya tidak diterima 40 hari.

Perkara gaib hanya Allah saja yang mengetahuinya, QS an Naml: 65 dan al-An`am: 59, dan ath-Thur: 41, juga al-Baqarah: 216
Nabi saw bersabda: (HR Abu Daud, Nasai, Ibnu Majah, dan hakim)
مَنْ أَتَىْ عَرَّافًا أَوْ كَاهِنًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُوْلُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَىْ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
"Barangsiapa mendatangi dukun peramal lalu membenarkan apa yang dikatakannya, maka dia kafir terhadap apa yang diturunkan  kepada Muhammad Saw”
مَنْ أَتَىْ عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ فَصَدَّقَهُ لمَ ْ تُقْبَلُ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِيْنَ يَوْمًا (أبو داود وأحمد والحاكم)
“Barangsiapa yang mendatangi dukun peramal untuk menanyakans esuatu, lalu dia membenarkan apa yang dikatakannya itu,  maka shalatnya tidak diterima
 selama empat puluh hari” (H Muslim)

Bintang-bintang di langit yang menghiasi indahnya langit di amlam hari, Allah ciptakan bukan untuk bahan ramalan, tetapi untuk petunjuk bagi manusia dalam kegelapan di darat dan dilaut, dan juga pelempar syaithan, serta ditundukkan untuk kepentingan manusia. (QS al An`am: 97, al Mulk:5 , an Nahl: 12)

“Dan Dialah yang menjadikan bintang-bintang bagimu, agar kamu menjadikannya petunjuk dalam kegelapan di darat dan di laut. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan tanda-tanda kebesaran (Kami) kepada orang-orang yang mengetahui.  Al An`am: 97.

Perhatikan sabda-sabda Nabi saw berikut:
مَنْ اِقْتَبَسَ شُعْبَةً مِنَ النُّجُوْمِ فَقَدْ اِقْتَبَسَ شُعْبَةً مِنَ السِّحْرِ زَادَ مَا زَادَ (رواه أبو داود)
Barangsiapa mengambil sepotong dari ilmu ramalan perbintangan,berarti dia mengambil sepotong dari ilmu sihir. Bertrambah ilmu ramalan perbintangannya maka bertambah pula ilmu sihirnya (HR Abu Dawud)
خَلَقَ اللهُ هَذِهِ النُّجُوْمَ لِثَلاَثٍ : زِيْنَةً لِلسَّمَاِء  وَرُجُوْمًا لِلشَّيَاطِيْنِ وَعَلاَمَاتٍ يُهْتَدَىْ بِهَا , فَمَنْ تَأَوَّلَ فِيْهَا غَيْرَ ذَلِكَ فَقَدْ أَخْطَأَ حَظَّهُ وَ أَضَاعَ نَصِيْبَهُ وَتَكَلَّفَ مَا لاَ عِلْمَ لَهُ.
Allah menciptakan bintang-bintang itu untuk tiga hal: (1) hiasan bagi langit, (2) pelempar setan, (3) tanda-tanda petunjuk arah dan waktu (di lautan pada malam hari). Barangsiapa menakwilkan bintang-bintang itu diluar dari yang tiga itu maka dia telah salah dan menyia-nyiakan  nasibnya serta membebani dirinya dengan sesuatu yang dia tidak mempunyai pengetahuan tentangnya  (HR Bukhari secara mu`allaq).

Pasal Kelima:
ISTISQA’ BIL ANWA’:
Yaitu cara orang meminta hujan dengan bintang-bintang (meramal melalui letak dan kedudukan bintang).
Nabi saw bersabda:
أَرْبَعٌ فِيْ أُمَّتِيْ مِنْ أَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ لاَ يَتْرُكُوْنَهَا : الْفَخْرُ باِلأَحْسَابِ , وَالطَّعْنُ فِيْ الأَنْسَابِ ,
 والإِسْتِسْقَاءِ باِلأَنْوَاءِ والنِّيَاحَةِ
Ada empat perkara jahiliyah yang masih terdapat pada umatku : menyombongkan kedudukan, mencela keturunan, meminta hujan kepada bintang-bintang, dan meratapi orang mati. (HR Muslim)
رَسُوْلُ اللهُ صَلَّىْ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: قَالَ اللهُ تَعَالَى : أَصْبَحَ مِنْ عِبَادِيْ مُؤْمِنٌ بِيْ وَكَافِرٌ , فَأَمّاَ مَنْ قَالَ : مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللهِ وَرَحْمَتِهِ  فَذَلِكَ مُؤْمِنٌ بِيْ وَكَافِرٌ بِالْكَوَاكِبِ , وَأَمَّا مَنْ قَالَ: مُطِرْنَا بِنَوْءٍ كَذَا وَكَذَا وَذَلِكَ كَافِرٌ بِيْ مُؤْمِنٌ بِالْكَوَاكِبِ
Dalam hadits Qudsi, Rasululah bersabda, bahwa Allah Ta`ala berfirman:
Pagi ini hamba Ku ada yang beriman dann ada yang kafir terhadapKu. Bagi siapa yang berkata, “Kami telah diberi hujan dengan  karunia dan rahmat Allah, maka dia itu beriman kepadaKu dan kafir terhadap bintang-bintang (komposisi dan posisinya). Adapun yang mengatakan, “Kami diberi hujan karena letak bintang-bintang begini dan begitu, maka dia telah kafir kepada Ku dan beriman kepada bintang-bintang (Hadits Muttafaq `alaih)

Pasal Keenam:
THIYARAH & TATHAYYUR, Percaya Nasib pada Suara Burung
أَلاَ إِنَّمَا طَائِرُهُمْ عِنْدَ اللهِ  (الأعراف : 131)
“…katakanlah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah”
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّىْ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لاَعَدْوَىْ وَلاَطِيَرَةَ وَلاَ هَامَّةَ وَلاَصَفَرَ (رواه البخاري ومسلم)
“Tidak ada penularan penyakit (tanpa idzin Allah), tidak ada penentuan nasib dengan burung, tidak ada burung hantu (sumber sial), dan tidak ada bulan Safar (sumber sial)”
اَلطِّيَرَةَ شِرْكٌ اَلطِّيَرَةَ شِرْكٌ
“Ramalan nasib (melalui burung: Thiyarah) itu syirik”
(HR Abu Dawud dan Tirmidzi)
مَنْ رَدَّتْهُ الطِّيَرَةُ عَنْ حَاجَتِهِ فَقَدْ أَشْرَكَ , قَالُوْا: فَمَا كفَاَّرَةُ ذَلِكَ ؟ قَالَ: أَنْ تَقُوْلَ :
اَللّهُمَّ لاَ خَيْرَ إِلاَّ خَيْرُكَ  وَلاَ طَيْرَ إِلاَّطَيْرُكَ , وَلاَ إِلَهَ غَيْرُكَ.
“Barangsiapa yang menggagalkan hajatnya karena percaya pada “suara burung” (kesialan) maka dia telah syirik. Mereka bertanya, “Bagaimana cara menghilangkan kepercayaan ini ? Nabi menjawab: “Hendaklah Anda membaca do`a : Ya Allah, tidak ada kebaikan kecuali kebaikan-Mu dan tidak ada kesialan (suara burung) kecuali (datang) dari sisi Mu” (HR Ahmad dan Thabrani)

Oleh karena itu jika seorang muslim menyaksikan sesuatu yang tak disukainya, disunnahkan dia membaca:
اَللَّهُمَّ لاَ يَأْتِيْ بِالْحَسَنَاتِ إِلاَّ أَنْتَ  وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بشبِكَ
Ya Allah, tidak ada yang dapat mendatangkan kebaikan kecuali Engkau dan tidak ada yang menolak kejelekan kecuali Engkau, dan tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan perlindungan-Mu” (HR Ahmad dan Thabrani)

Pasal Ketujuh : Pengaruh Mata Jahat Dan Terapinya

Istilah ketajaman mata dalam masyarakat Islam telah dikenal sejak awal masa kenabian Muhammad Saw, bahkan jauh sebelumnya, sudah dikenal dalam masyarakat jahiliyah. Rasulullah Saw pernah melihat budak perempuan yang wajahnya merah-merah kehitaman, lalu beliau bersabda:
 “Jampilah untuknya, karena dia terkena ketajaman mata”
 (Shahih Muslim, 4: 1725, hadits no. 2197).

Aisyah Ra berkata:

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلَى الله عليه وسلّم يَأْمُرُنِيْ أَنْ أَسْتَرْقِيَ مِنَ الْعَيْنِ

“Nabi Saw menyuruh aku, atau Nabi Saw menyuruh menjampi orang yang terkena ketajaman mata” (Shahih Muslim, 4: 1725, hadits no. 2195.

Ada Tiga Cara Pengobatan terhadap “ketajaman mata” :

Pertama: Upaya Prefentif (Pencegahan)
1.    Berlindung kepada Allah, dengan dzikir, doa, dan ta`awwudz  yang disyariatkan, seperti yang dibaca pada pengobatan sihir.
2.    Hendaklah orang yang takut pengaruh kejahatan (dari mata) orang lain – melihat tanda-tandanya ada  pada dirinya atau orang lain atau hartanya atau anaknya- hendak nya ia berdoa memohon keberkahan. Nabi Saw bersabada: “Jika salah seorang diantara kalian melihat sesuatu yang menakjubkan dari saudaranya, maka hendaklah dia mendoakannya supaya diberikan berkah baginya” (Imam Malik dalam al-Muwaththa’: 2: 928 ; Ibnu Majah 2: 1160, Ahmad 4:447, Zaadul Ma`ad, 4:170)
3.    Tidak menyebutkan kebaikan-kebaikan yang diperoleh nya kepada orang yang dikahwatirkan memiliki mata jahat. (Periksa Zaadul Ma`ad, 4:173; Syarhus sunnah, Al-Baghawi, 13:116).

Kedua:  Upaya Kuratif (Pengobatan)
1.    Jika pelakunya dapat diketahui, maka hendaklah orang itu diperintahkan untuk berwudlu, kemudian orang yang terkena pengaruh mata jahat itu mandi dengan bekas air wudlu orang itu, (SunanAbu Daud, 4: 9,  Zaadul Ma`ad, 4: 163)
2.    Memperbanyak membaca suratb al-Ikhlas, al- Falaq dan An-Nas, al-Fatihah, ayat Kursi, dua ayat terakhir surat al-Baqarah. Hal ini pernah dilakukan Rasulullah Saw kepada Tsabit bin Qais (HR Abu Daud, 4: 10), lalu membaca doa-doa yang disyariatkan dalam ruqyah disertai tiupan dan usapan pada bagian yang sakit dengan tangan kanan.
3.    Membacakan bacaan pada air dengan disertai tiupan, dan lalu meminumkan kepada si pasien dan sisanya disiramkan ke tubuhnya (Musnad Ahmad, 3: 497

Ketiga: Bentengi diri dari pengaruh mata orang yang dengki
Yaitu dengan cara: meningkatkan taqwa, sabar, tawakal, menghilangkan rasa takut dari mata dengki, taqarrub kepada-Nya, bertaubat, memurnikan tauhid dan banyak sedekah dan istighfar. Insya Allah.
 


0 komentar:

Mari berdiskusi...

--------------------------------------------------------------------

Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...

--------------------------------------------------------------------