Visi Misi Yayasan Bag.9

MANHAJ AHLUS SUNNAH WAL JAMA`AH
DALAM AQIDAH DAN AMAL

Pasal Pertama:
THARIQAH AHLUS SUNNAH WAL JAMA`AH
DALAM IBADAH KEPADA ALLAH

Makna Ibadah:
Diantara para `ulama Ahlus sunnah wal jama`ah mengartikan “ibadah” dengan ungkapan yang berbeda-beda, namun sebenarnya kembali kepada titik focus atau kata kunci yang sama.
Beberapa pengertian ibadah yang disebutkan para `ulama tersebut antara lain:
1
Ibadah adalah segala sesuatu yang diperintahkan oleh Allah sebagai syariat, bukan karena adanya keberlangsungan tradisi turun temurun atau karena tuntutan akal.
2
Ibadah itu adalah ketundukan dan kecintaan terhadap Allah dengan sepenuhnya
3
Ibadah itu adalah nmaama yang menghimpun segala sesuatu yang dicintai dan diridlai Allah, baik berupa perkataan maupun perbuatan, yang lahir maupun yang batin, serta membebaskan diri dari segala sesuatu yang bertentangan dan menyalahinya.

العبادة : هي أسم جامع لكل ما يحبه الله ويرضاه ، من الأقولا والأععال  الضاهرة والباطنة،
والبرا ءة مما ينافي ذلك ويضاده



Definisi Ibadah yang terkahir (yang ke-3) inilah yang kita pilih, karena telah memenuhi unsur yang ada pada definisi lainnya, dan ia telah memenuhi semua dimensi kehidupan, sebagaimana Allah berfirman:
“Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian Itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)". AL AN`AM: 162-163

Thariqah Ahlus Sunnah wal jama`ah Dalam Ibadah Kepada Allah:
1
Mereka beribadha kepada Allah itu LILLAH. Maknanya mereka itu beribadah dengan ikhlas karena Allah semata, tidak menginginkannya untuk selain Allah, dan tidak mendekatkan diri kepada siapapun kecuali kepada Allah. Mererka tidak beribdah karena orang-orang lain melihat mereka, dan bukan karena ingin orang banyak mengagungkannya, dan bukan pula karena ingin orang banyak memberi gelar (julukan) sebagai `abid. Namun benar-benar mereka beribdah karena Allah saja.
2
Mereke beribadah kepada Allah itu BILLAH. Maknanya mereka hanya meminta pertolongan kepada Allah semata, tak mungkin mereka menyombongkan diri mereka sendiri, atau mereka berpikiran agar bisa melepaskan diri secara bebas dari Allah. Namun mereka benar-benar ingin merealisasikan “Iyyaka Na`budi wa Iyyaka Nasta`iin” Al Fatihah: 5. “Iyyaka na`budu” artinya mereka beribdah kepada Allah itu LILLAH, dan “Iyyaka nasta`in” bahwa mereka itu beribadah kepada itu BILLAH, maka mereka pun memohonkan pertolongan kepada-Nya dalam beribadahnnya kepada Allah Ta`ala
3
Mereka beribadah kepada Allah itu FILLAH. Maknanya berjalan di atas Dinullah, pada jalan agama yang telah Allah syariatkan melalui lisan para rasul-Nya. Maka Ahlus nsunnah wal jama`ah itu beribdah kepada Allah sesuai dengan syariat-Nya melalui lisan Rasul-Nya Muhammad Saw, tidak menambah-nambah padanya dan tidakm pula menguranginya. Mereka itu beribadah kepada Allah Fillah fi sayari`athihi fi diinihi, dan tidak keluar darinya, serta tidak menambah dan tidak menguranginya. Oleh karena itulah Ahlus sunnah wal jama`ah beribadah kepada Allah secara haq dan selamat dari noda-noda syirik dan bid`ah. Sebab mereka mengetahui bahwa beribdah yang ditujukan kepada selain Allah adalah syirik, dan siapa saja yang menyembah Allah tanpa melalui syariat-Nya maka dia telah melakukan kebid`ahan dalam agamanya. Itulah yang dimaksud dengan ayat 5 surat al bayyinah:
5. Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus[*], dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.
[*] Lurus berarti jauh dari syirik (mempersekutukan Allah) dan jauh dari kesesatan.

Minhaj Ahlis sunnah wal jama`ah fil `Aqidah wal `Amal, Syaikh Al Albani dan Syaikh Ibnu Utsaimin)
Setelah kita memahami pengertian dan thariqah Ahlus sunnah wal jama`ah tentang Ibadah kepada Allah, maka kini kalian perlu mengetahui bahwa di dalam Ibadah itu ada syarat dan ada uhsul. Dr. Ibrahim bin Muhammad Al Buraikan, dalam Kitabnya Al Madkhal Lidirasatil `Aqidatil Islamiyah, hal. 135-dst menjelaskan kepada kita tentang SYARAT dam USHUL (RUKUN menurut bahasa ulama lain), juga bisa dilihat dalam Kitab A`lamus sunnah al mansyurah.., Syaikh Hafizh ak Hakami:

RUKUN IBADAH:
Ibadah itu memiliki dua rukun, yaitu:
Rukun Pertama: Kesempurnaan cinta (Kamalul Hubb) , dan ini merupakan puncaknya ibadah yaitu ketika iabdah itu  dilaukkan oleh hamba dengan kecintaan yang penuh dan sempurna kepada Allah yang diibadahi-Nya itu.
 “Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman Amat sangat cintanya kepada Allah. dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu[*] mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah Amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal)”.  AL BAQARAH : 165

[*] Yang dimaksud dengan orang yang zalim di sini ialah orang-orang yang menyembah selain Allah.

Rukun Kedua: Ketundukan dan kepatuhan (Adz Dzill wal Khudlu’), tentu saja puncaknya kerendahan , ketundukan dan kepatuhan kepada-Nya. Dimana kerendahan dan ketundukan seperti ini memang hanya pantas untuk Allah saja, dan tidak layak untuk selain-Nya. Yaitu dengan medahulukan syariat Allah dari syariat selain-Nya, dan apabila terjadi perttentangan antara keinginan Allah dan rasul-Nya dengan keinginan nafsunya atau hawa nya atau yang sejenisnya, maka dahulukanlah kepentingan dan keinginan Allah itu. Sebagaimana Allah berfirman:
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya”. AN NISA’ : 65
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih”. AN NUUR: 63

SYARAT-SYARAT IBADAH:
Ada tiga syarat dalam Ibadah yang benar dan diterima oleh Allah Ta`ala, yaitu:
Syarat Pertama: Adanya tekad yang benar-benar jujur dan kuat (Shidqul `Azimah). Maknanya adalah tekad yang mampu meninggalkan segala bentuk kemalasan dari melaksanakan perintah dan larangan syariat, serta memberikan kesungguhan, sehingga dalam pelaksanaannya itu sesuai dengan firman Allah berikut:
“Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?”.  ASH SHAFF: 2
Syarat kedua : Niat ikhlas karena Allah Ta`ala semata dan membersihkannya dari semua sesmbahan selain Allah, sehingga ia hanya tunduk kepada Allah dan semua perbuatannya hanya karena Allah. Allah berfirman:
“Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam”. AL AN`AM : 162.
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus[*], dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat”.  AL BAYYINAH : 5
[*] Lurus berarti jauh dari syirik (mempersekutukan Allah) dan jauh dari kesesatan.

Syarat Ketiga : Kesesuaiannya dengan syari`at, maknanya bahwa dalam ibadah itu maka seluruh perkataan dan perbuatan lahir dan batin haruslah sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah atau dilarang oleh-Nya.
” Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan Dia di akhirat Termasuk orang-orang yang rugi.”
ALI IMRAN : 85
“ Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?”. ASY SYUURA: 21

Kesimpulannya,
Bahwa ibadah yang benar dan diterima oleh Allah itu, haruslah memenuhi ketiga syarat tersebut. Dimana syarat pertama merupakan syarat untuk terwujudnya sebuah ibadah, haruslah ada tekad yang benar, jujur dan kuat. Adapun syarat ke-2 dan  ke-3 merupakan syarat untuk diterimanya sebuah ibadah kepada Allah.

.PRINSIP DASAR IBADAH (USHULUL IBADAH):
Ibadah itu dibangun di atas tiga dasar (prinsip dan fondasi)), yaitu:
CINTA (Al Hubb) – TAKUT (Al Khauf) – BERPENGHARAPAN (Ar Raja’).
Ketiga prinsip ini sebenarnya diambil dari surat al Fatihah, ayat 1, 2 dan 3.
“Segala puji[1] bagi Allah, Tuhan semesta alam[2].
Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Yang menguasai[3] di hari Pembalasan[4]”.

.[1] Alhamdu (segala puji). memuji orang adalah karena perbuatannya yang baik yang dikerjakannya dengan kemauan sendiri. Maka memuji Allah berrati: menyanjung-Nya karena perbuatannya yang baik. lain halnya dengan syukur yang berarti: mengakui keutamaan seseorang terhadap nikmat yang diberikannya. kita menghadapkan segala puji bagi Allah ialah karena Allah sumber dari segala kebaikan yang patut dipuji.
[2] Rabb (tuhan) berarti: Tuhan yang ditaati yang Memiliki, mendidik dan Memelihara. Lafal Rabb tidak dapat dipakai selain untuk Tuhan, kecuali kalau ada sambungannya, seperti rabbul bait (tuan rumah). 'Alamiin (semesta alam): semua yang diciptakan Tuhan yang terdiri dari berbagai jenis dan macam, seperti: alam manusia, alam hewan, alam tumbuh-tumbuhan, benda-benda mati dan sebagainya. Allah Pencipta semua alam-alam itu.
[3] Maalik (yang menguasai) dengan memanjangkan mim,ia berarti: pemilik. dapat pula dibaca dengan Malik (dengan memendekkan mim), artinya: Raja.
[4] Yaumiddin (hari Pembalasan): hari yang diwaktu itu masing-masing manusia menerima pembalasan amalannya yang baik maupun yang buruk. Yaumiddin disebut juga yaumulqiyaamah, yaumulhisaab, yaumuljazaa' dan sebagainya.

Kita MENCINTAI Allah karena Dialah yang telah menciptakan kita, member rezeki kepada kita dengan berbagai nikmat  (materi) dan minnah (seperti pengutusan Rasulullah), karena Dia itu Raabul `Alamin, kita pun memujiNya dan mencintai-Nya.
Kita memiliki harapan kepada Allah (BERPENGHARAPAN), karena Dia itu Maha Rahman lagi Rahim, Mahapemberi (pemurah) kepada semua makhluk-Nya tanpa memilah dan memilih iman atau kufur, jamadi atau hewani atau nabati, Namun Dia Mahapenyayang kepada hamba-hambaNya yang mukmin berupa janji Surga Nya dan me,ihat wajah-Nya kelak di Surga.
Dan kita pun TAKUT (Al Khauf) kepada-Nya, karena Dia itu “Maliki Yaumiddin” (Penguas tunggal di hari pembalasan). Kita akan dibalas dengan adzab yang sangat pedih apabila kita selama di dunia ini menentang-Nya, maksiat kepada-Nya dan berlaku durhaka kepada-Nya.

Iyyaka na`budu, maknanya aku beribadah kepada-Mu ya Rabbi dengan memenuhi ketentuan yang tiga ini: karena Cinta, Harapan dan rakut kepada-Mu. Dan ketiga inilah yang disebut dengan Ushul Ibadah. (atau ada yang menyebut sebagai Arkanul Ibadah).Maka memalingkan ibadah kepada selain Allah itu syirik. Dan ketiga prinsip ini membantah cara ibadah orang yang hanya menujukannnya kepada salah satunya saja, baik karena mahabbah saja, atau karena roja’nya saja atau karena khaufnya saja.
Dan barangsiapa yang memalingkan salah satu dari ketiga prinsip tersebut kepada selain Allah, maka ia telah berlaku syirik dalam ibadah. Prinsip yang digenag ahlus sunnah inilah sekaligus untuk membantah ketiga golongan yang mendasarkan ibadah hanya pada salah satu dari ketiganya. Sebut saja kaum sufisme beribadah hanya karena “mahabbah” kepada Allah semata, dan kaum murji’ah mendasarkan ibadahnya hanya pada “ar raja’ “ (pengharapan saja) yaitu berharap janji dan pahala semata tanpa adanya mahbbah dan al khauf pada ancamanNya. Adapun kaum khawarij mendasarkan ibadahnya hanya kepada prinsip “al khauf” saja, yaitu karena takutnya kepada Siksa Allah yang sangat pedih, tanpa disertai mahabbah dan ar raja’.
Oleh karena itu, dalam aqidah Ahlus sunnah wal jama`ah, mereka memandang bahwa dalam  ayat “Iyyaka na`budu wa Iyyaka nasta`in” itu terdapat tauhid uluhiyah dan rububiyah. Pada “Iyyaka na`budu” ada tauhid uluhiyah, dan iyyaka nasta`in ada tauhid rububiyah.
Adapun dalam ayat ke-6 nya:
“Tunjukilah[*] Kami jalan yang lurus”,
[*] Ihdina (tunjukilah kami), dari kata hidayaat: memberi petunjuk ke suatu jalan yang benar. yang dimaksud dengan ayat ini bukan sekedar memberi hidayah saja, tetapi juga memberi taufik.
Sebagai dalil yang membantah kepada prinsip ibadahnya kaum ahli bid`ah.
Dan pada ayat terakhir di surat al Fatihah, maka Allah membagi manusia iru ke dalam tiga kelompok, yaitu: kelompok yang Allah berikan nikmat kepada mereka, kelompok yang dimurkai dan kelompok yang sesat. Yang pertama itu Ahlus sunnah wal jama`ah, yang kedua adalah yahudi dan ketiga adalah Nashara.
Dengan demikian, maka “al maghdlub `alaihim” adalah kelompok dimana mereka itu memiliki ilmu tepai tidak mengamlkannya. “Adl Dlallin” adalah ahlu ibadah yang tidak didasari oleh ilmu, sekalipun ayat ini sebab turunnnya berkenaan dengan watak yahudi dan Nashrani, akan tetapi ini menjadi sifat semua golongan manusia yang “berilmu tetapi tidak mengamalkannya, atau ahli ibadah tetapi tidak di dasari ilmu”. Adapun golongan yang disifati dengan ilmu dan amal adalah golongan yang telah diberi nikmat oleh Allah… Merekalah Ahlus sunnah wal jama`ah. Wallahu a`lam.
(Sumber; Majmu` at tauhid, Syaikh Muh. Abdul Wahhab dan Syaikh Ibnu Taimiyah,
hal. 26-27, al Maktabul Qayyimah)

TANDA-TANDA CINTA – KHAUF DAN RAJA’:

Tanda Cinta kepada Allah Ada Dua:
1
Mengikuti sunnah Rasulullah Saw, QS Ali Imran: 31
2
Jihad fi sabilillah, karena hakikat jihad itu adalah berusaha sekuat tenaga untuk dapat memperoleh segala sesuatu yang dicintai Allah, berupa iman, amal shalih, menolak semua bentuk kekufuran, kefasikan dan kemaksiatan yang dibenci oleh Allah. QS At Taubah: 24 ; Al Mujadalah: 22.

“Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. ALI IMRAN : 31
“Katakanlah: "Jika bapa-bapa , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan NYA". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik”.  AT TAUBAH : 24

Tumbuhnya Rasa Takut Kepada Allah Dari Tiga Perkara:
1
Karena mengetahui dosa-dosanya dan keburukan dosa-dosa itu, maka takutlah dia
2
Karena yakinnya kepada kebenaran akan ancaman Allah (ayat-ayat wa`iid), bahwa Allah benar-benar telah menyediakan siksaan atas setiap dosa.
3
Karena mengetahui bahwa boleh jadi ia tidak pernah bisa bertaubat dari dosa-dosanya.

Kuat dan lemahnya rasa takut setiap hamba itu tergsantung pada ketiga hal tersebut

CINTA terkait pada Dzat dan Sifat Allah, sedangkan TAKUT itu terkait pada af`al (perbuatan) Allah. Dan takut itu terkait dengan dosa seorang hamba dan siksaan yang akan diperolehnya.
“Mereka takut kepada Tuhan mereka yang di atas mereka dan melaksanakan apa yang diperintahkan (kepada mereka)”. AN NAHL : 50
“Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah syaitan yang menakut-nakuti (kamu) dengan kawan-kawannya (musyrik Quraisy), karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepadaKu, jika kamu benar-benar orang yang beriman”. ALI IMRAN : 175

“Maka Apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)? tiada yang merasa aman dan azab Allah kecuali orang-orang yang merugi”. AL A`RAF : 99
Apabila rasa takut pada diri hamba semakin berkurang, bisa jadi itu disebabkan karena kurangnya pengetahuannya tentang Allah (ma`rifatullah). Karena orang yang laing takut kepada Allah adalah orang yang paling mengetahui tentang-Nya. Nabi Saw bersabda:
{وَ إِ نِّيْ لأ َعْلَمُهُمْ بِاللهِ وَ أَ شَدُّهُمْ لَهُ خَشْيَةً  }
“Sungguh akulah yang paling tahu tentang Allah, dan yang paling takut kepada-Nya” HR Bukhari dan Muslim.
Dalam lafzah lain dikatakan:
{إِنِّيْ أَخْوَفُكُمْ للِ وَ اَعْلَمُكُمْ بِمـاَ يَتَّقِيْ}
“Sesungguhnya akulah yang paling takut kepada Allah dan paling mengetahui apa yang dapat melindungi (dari mereka). HR Muslim dan Imam Ahmad dari Aisyah Ra.

Tumbuhnya HARAPAN (Ar RAJA’)
1
Kesaksian hamba atas karunia, ihsan dan nikmat Allah atas hamba-hamba Nya
2
Kehendak yang jujur untuk memperoleh pahala dan kenikmatan yang ada di sisi Allah
3
Membentengi diri dengan amal shalih dan senantiasa berlomba-lomba dalam mengerjakan kebaikan.

Seseorang tidak akan dianggap mengharap apa yang ada di sisi Allah apabila amal shalihnya selalu berkurang, dan tekadnya untuk memperoleh nikmat yang ada di sisi Allah tidak pernah bulat, dan bila ia selalu merasakan besarnya tenaga yang ia keluarkan untuk beramal shalih

Harapan (ar Raja’) yang dimaksudkan adalah harapan untuk memperoleh apa yang ada disisi Allah tanpa pernah putusn asa. Sebuah harapan yang sempurna selayaknya dilakukan oleh setiap hamba, sebagaimana firman Allah berikut
“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas[*]. dan mereka adalah orang-orang yang khusyu' kepada kami”. AL ANBIYA’:90
[*] Maksudnya: mengharap agar dikabulkan Allah doanya dan khawatir akan azabnya.

Lawan dari Harapan adalah keputus asaan dari rahmat dan karunia Allah, seperti firman Allah berikut:
Ibrahim berkata: "tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhan-nya, kecuali orang-orang yang sesat".  AL HIJR: 56     Dan ketika seorang hamba melakukan kemaksiatan, ia segera menyaksikan harapannya akan memperoleh taubat dan ampunan dari Allah, dirman Nya:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar”. AN NISA’: 48
{رَحْمَتِيْ سَبَقَتْ غَضَـبِي}ْ
Allah berfirman (hadits Qudsi): “Rahmat Ku telah mendahului amarah-Ku”.
HR Bukhari-Muslim.
{أَ عُوْذُ بِرِ ضَا كَ  مِنْ سَخَطِكَ وَ مُعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوْبَتِكَ}
Aku berlindung dengan ridlaMu dari amarahMu dan dengan ampunanMu dari siksa Mu  HR Muslim dari Aisyah ra

JENIS-JENIS IBADAH

1
Ibadah Lisan. Misalnya: bertauhid, bersyahadat, berdzikir, memohon apunan, berdo`a, memohon pertolongan (isti`anah), isti`adzah, dan mengucapkan kalimat-kalimat thayyibah lainnya.
2
Ibadah Fisik. Midalnya : shalat, shaum, zakat, haji, sujud, ruku` dan sejenisnya
3
Ibadah hati. Misalnya: mencintai Allah, takut dan berharap pada-Nya, tawakkal, inabah dan sejenisnya




0 komentar:

Mari berdiskusi...

--------------------------------------------------------------------

Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...

--------------------------------------------------------------------