Prof. D. Abdurrazaq bin Abdul Muhsin al-Badr


Sesungguhnya segala pujian itu hanya milik Allah Ta'ala, kita memuji, minta pertolongan dan ampunan kepadaNya, dan kita berlindung dari keburukan diri-diri kita dan dari kejelekan amalan-amalan kita. Barangsiapa yang diberi petunjuk olehNya maka dialah orang yang telah mendapat petunjuk dan barangsiapa disesatkan maka tidak ada petunjuk baginya. Aku bersaksi bahwa tidak ada Illah yang berhak untuk diibadahi dengan benar kecuali hanya Allah semata yang tidak ada sekutu bagiNya. Aku juga bersaksi bahwasannya Muhammad adalah seorang hamba dan rasulNya. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepadanya, beserta keluarga dan seluruh sahabatnya. Amma ba'du:
Buku ini membahas berbagai hal yang berkaitan dengan masalah istiqomah, dan pembahasan tentang istiqomah adalah pembahasan yang sangat penting dan memiliki kedudukan yang besar. Oleh karena itu setiap dari diri kita harus selalu memperhatikannya dan memberikan porsi yang besar dan kesungguhan serta penjagaan. Allah Ta'ala berfirman:
"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah", kemudian mereka tetap istiqamah[1388] Maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. mereka Itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai Balasan atas apa yang telah mereka kerjakan ". QS Al-Ahqaaf: 13- 14

Dalam surat Fushshilat Allah Ta'ala juga berfirman:
" Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka Malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu". kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari Tuhan yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang ". QS Fushshilat: 30-32.
Sifat istiqomah akan menjadikan seorang muslim meraih kebahagian baik ketika di dunia maupun di akhirat. Dengannya pula seorang hamba akan meraih kemenangan dalam  bergulat dengan fitnah yang banyak sekali, bahkan istiqomah mengakibatkan kesudahan yang baik dari segala urusanya.
Maka penasehat yang jujur, yang ingin menasehati dirinya untuk dapat memperoleh kebahagiaan yang di inginkanya maka hendaknya dia memperhatikan masalah keistiqomahanya dengan porsi perhatian yang besar baik dari sisi ilmu maupun pengamalannya, dan  setelah itu ia tetap teguh denganya sampai ajal menjemputnya. Dengan menyandarkan diri  kepada Allah Ta'ala serta selalu meminta pertolongan dariNya Tabaraka wa Ta'ala.

Dari kebanyakan pertanyaan yang muncul dari manusia kepada ahli ilmu (ulama.pent), para penuntut ilmu serta juru dakwah dan orang-orang yang sholeh adalah yang berkaitan dengan masalah istiqomah, tentang hakekatnya dan perkara-perkara yang bisa membantu untuk bisa tetap teguh dijalan Allah yang lurus, serta serba-serbi lainya yang berkaitan dengan masalah ini.
Maka berawal dari itu saya melihat bahwa akan  sangat bermanfaat sekali, baik untuk diri saya pribadi atau untuk para saudaraku untuk mengumpulkan beberapa kaidah penting yang mencakup keseluruhannya dalam masalah istiqomah ini. Yang nantinya bisa menjadi penerang bagi kita dan petunjuk setelah membaca dan memperhatikan serta mendengar perkataannya pada ulama tentang masalah istiqomah dan yang berkaitan dengannya. Maka disini saya akan  menyebutkan kaidah-kaidah yang agung dalam masalah istiqomah. Yang mana itu semua merupakan kaidah-kaidah yang sangat penting yang diperlukan oleh setiap orang muslim agar selalu menjaganya.
Dan hanya kepada Allah semata saya meminta pertolongan dan taufiqNya.

Kaidah Pertama
Istiqomah adalah anugerah Ilahiyyah dan hadiah Rabbaniyyah

Didalam ayat-ayat yang sangat banyak dari Kitabullah Subhanahu wa Ta'ala, Allah Azza wa jalla sering kali menyandarkan kepada dirinya Hidayah (petunjuk.pent) kepada jalanNya yang lurus. Bahwa setiap perkara semua ada ditanganNya Azza wa Jalla yang mana Allah memberi petunjuk kepada siapa yang di kehendakiNya dan menyesatkan siapa yang di kehendakiNya. Di tangan Allah lah hati-hati setiap hambaNya, siapa yang di kehendaki maka dia ditetapkan berada dijalanNya dan siapa yang di kehendaki maka dia di palingkan dari jalanNya.
Allah Ta'ala berfirman:
" Dan Sesungguhnya kalau Kami perintahkan kepada mereka: "Bunuhlah dirimu atau keluarlah kamu dari kampungmu", niscaya mereka tidak akan melakukannya kecuali sebagian kecil dari mereka. dan Sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka). Dan kalau demikian, pasti Kami berikan kepada mereka pahala yang besar dari sisi Kami, Dan pasti Kami tunjuki mereka kepada jalan yang lurus". QS an-Nisaa; 66-68.
Maka Hidayah (petunjuk) kepada jalanNya itu ada ditangan Allah Azza wa Jalla, Allah Ta'ala berfirman:
"Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepada (agama)-Nya niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat yang besar dari-Nya (surga) dan limpahan karunia-Nya. dan menunjuki mereka kepada jalan yang Lurus (untuk sampai) kepada-Nya". QS an-Nisaa: 175.
Dalam ayat yang lain Allah Ta'ala berfirman:
" Allah menyeru (manusia) ke darussalam (surga), dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang Lurus (Islam) ". QS Yunus: 25.
Allah Ta'ala juga berfirman:
"Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami adalah pekak, bisu dan berada dalam gelap gulita. Barangsiapa yang dikehendaki Allah (kesesatannya), niscaya disesatkan-Nya, dan Barangsiapa yang dikehendaki Allah (untuk diberi-Nya petunjuk), niscaya Dia menjadikan-Nya berada di atas jalan yang lurus". QS al-An'am: 39.
Allah Azza wa jalla juga berfirman:
" Sesungguhnya Kami telah menurunkan ayat-ayat yang menjelaskan. dan Allah memimpin siapa yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus ". QS an-Nuur: 46.
Allah Ta'ala berfirman:
"  Al Qur'aan itu tiada lain hanyalah peringatan bagi semesta alam.  (yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus.. dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam ". QS at-Takwir: 27-29.

Masih banyak ayat yang semakna dengan ini, maka dari itu bisa diambil kesimpulan bahwa Hidayah itu, semuanya ada di tangan Allah Azza wa jalla yang Allah Ta'ala berikan kepada siapa yang dikehendaki dari hambaNya.
Oleh karena ini saya jadikan hal tersebut sebagai kaidah pertama tentang istiqomah. Dan pondasinya tidak lain adalah menghadap kepada Allah Ta'ala dengan penuh kejujuran untuk bisa meraihnya karena semuanya ada ditanganNya dan Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah pemberi petunjuk kepada jalanNya yang lurus.
Ummu Salamah semoga Allah meridhoinya pernah berkata: "Saya pernah bertanya kepada Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam, Wahai Rasulallah! Apakah hati itu bisa terbolak balik? Beliau menjawab: "Iya, Tidak ada seorangpun dari anak cucu Adam kecuali hatinya itu berada diantara jari-jemarinya Allah, jika Allah menghendaki maka di tetapkan pada (jalanNya), jika Allah menghendaki maka di palingkan (dari jalanNya )". HR Ahmad no: 26576. at-Tirmidzi no: 3522 dan Beliau menghasankannya. Lihat ash-Shahihah al-Albani no: 2091.

Istiqomah itu ada di tangan Allah, siapa yang menginginkannya maka mintalah kepadaNya, dan bersungguh-sunguhlah di dalam memintanya. Dan telah tsabit (tetap) di dalam Shahih Muslim dari haditsnya Aisyah semoga Allah meridhoinya, bahwasannya dia pernah di tanya: "Dengan suatu (bacaan) apakah Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam itu memulai sholat malamnya? Maka Aisyah menjawab: "Jika Beliau bangun pada malam hari maka beliau memulai bacaan sholat malamnya dengan membaca:
  "Ya Allah, Tuhan Jibrail, Mikail dan Israfil, pencipta langit dan bumi. Wahai, Tuhan yang mengetahui perkara yang ghaib dan perkara yang nampak. Engkau yang menghukumi di antara hamba-hambamu atas apa yang mereka perselisihkan. Tunjukanlah aku kepada kebenaran apa yang menjadi perselihan dengan seizinMu. Sesungguhnya Engkau Maha yang memberi petunjuk kepada siapa yang Engkau kehendaki kepada jalan yang lurus". 
Dengan do'a inilah Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam membacanya pada setiap malam ketika Beliau memulai sholat malamnya: "Sesungguhnya Engkau Maha yang memberi petunjuk kepada siapa yang Engkau kehendaki kepada jalan yang lurus".
Manakala inilah yang di cari yaitu meminta hidayah kepada Allah Azza wa jalla yang merupakan hal  yang paling besar dan yang paling mulia untuk selalu dicari maka Allah Subhanahu wa Ta'ala mewajibkan kepada para hambaNya agar mereka meminta hidayah serta petunjuk kepada jalanNya yang lurus, yang mana hal tersebut rutin berulang-ulang dalam sehari semalam, semua itu ada di dalam surat al-Fatihah, Allah berfirman:
"Tunjukilah Kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat". QS al-Fatihah: 6-7.
Sebagian ulama mengatakan: "Hendaknya orang-orang awam memperhatikan do'a ini, ketika dia mengatakan: "Tunjukilah Kami jalan yang lurus". Maka kamu sekarang sedang menyeru kepada Allah Ta'ala dengan do'a yang Allah wajibkan atasmu sebanyak tujuh kali dalam sehari semalam sebanyak bilangan raka'at dalam sholat wajib".
Oleh karena itu hendaknya seorang muslim selalu menghadirkan dalam hatinya bahwa kalimat tersebut adalah suatu do'a. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah mengatakan: "Saya telah meneliti do'a apa yang paling bermanfaat, maka saya temukan bahwa do'a tersebut adalah meminta pertolongan diatas ridho Ilahi, kemudian saya melihat bahwa itu semua ada di dalam surat al-Fatihah dalam sebuah ayat yang berbunyi:
"Hanya Engkaulah yang Kami ibadahi, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan". QS al-Fatihah:5.[1]

Beliau melanjutkan:"Seorang hamba diperintahkan untuk selalu membiasakan meminta kepada Allah Azza wa jalla jalan hidayah kepada keistiqomahan".[2]
Maka pada intinya kamu selalu di tuntut mulai dari dirimu sendiri agar senantiasa terbiasa dengan do'a yang agung ini, berdo'a kepada Allah untuk mendapat hidayah agar selalu ditetapkan di dalam istiqomah. Yang  mana itu ada dalam surat al-Fatihah.
Adalah Imam Hasan al-Basri jika membaca firman Allah Ta'ala :
"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah", kemudian mereka tetap istiqamah.." QS al-Ahqaaf: 13.
Beliau lalu berdo'a: Ya Allah Engkaulah Rabb kami, berilah kami rizki untuk selalu di atas keistiqomahan".[3]

Kaidah Kedua
Istiqomah yang hakiki adalah berpegang diatas manhaj (metode atau cara) yang tegak dan berjalan di atas jalan yang lurus .

Kita bisa mengambil petunjuk untuk bisa memahami istiqomah yang hakiki dengan meneliti serta memahami penukilan-penukilan yang berbarakah dari perkataanya para sahabat dan  tabi'in serta orang-orang yang mengikuti cara mereka dengan baik di dalam menjelaskan makna istiqomah serta penjabarannya. Berikut nukilan dari perkataannya mereka:
Telah berkata Shodiqul Ummah (orang yang jujur dalam umat ini) Abu Bakar semoga Allah meridhoinya di dalam tafsir firman Allah Ta'ala:
"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah", kemudian mereka tetap istiqamah.." QS al-Ahqaaf: 13.
Beliau mengatakan: "Mereka adalah orang-orang yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun".[4]

Dan di riwayatkan dari Umar bin al-Khattab semoga Allah meridhoinya bahwasannya beliau jika membaca ayat ini di atas mimbar . Beliau mengatakan: "Mereka tidak mengaung seperti aungan srigala"  (diriwayatkan oleh Thabrani dalam tafsirnya [21/465])
Dan di riwayatkan dari Ibnu Abbas semoga Allah meridhoinya pada makna firman Allah Ta'ala :
"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah", kemudian mereka tetap istiqamah.." QS al-Ahqaaf: 13.
Beliau mengatakan: "Diatas kalimat  syahadah (persaksian) laa ilaha ilaa allah".
Demikian pula di riwayatkan semisal ini dari Anas, Mujahid, al-Aswad bin Hilal, Zaid bin Aslam as-Sudi, Ikrimah dan selain mereka.[5]

Demikian pula di riwayatkan dari Ibnu Abbas semoga Allah meridhoi keduanya ketika menafsirkan  makna ayat di atas, beliau mengatakan: "Mereka beristiqomah di atas faraid (kewajiban-kewajiban.pent) yang mereka kerjakan".[6]
Abu Aliyah mengatakan: "Kemudian mereka mengikhlaskan agama serta amalannya kepada Allah semata".[7]
Sedangkan di riwayatkan dari Qatadah ketika beliau menafsirkan firman Allah Ta'ala "kemudian mereka tetap istiqamah..". Beliau berkata: "Mereka istiqomah di atas ketaatan kepada Allah Ta'ala". Di riwayatkan oleh Abdurazzaq dalam Mushanifnya 2618.

Ibnu Rajab telah menyebutkan perkataan-perkataan salaf seperti di atas tadi di dalam kitabnya Jaami'ul ulum wal hikam[8]. Beliau juga menjelaskan yang berkaitan tentang istiqomah tersebut dengan mengatakan: "Istiqomah adalah menempuh jalan yang lurus, yaitu (jalan yang lurus tersebut adalah) agama yang tegak lurus tanpa ada kebengkokan sedikitpun baik ke kiri maupun ke  kanan, yang mencakup di dalamnya semua perbuatan taat baik yang dhohir (nampak) maupun yang bathin (tersembunyi), dan meninggalkan seluruh larangan. Sehingga menjadikan wasiat ini (untuk istiqomah) merupakan wasiat yang mencakup seluruh dari cabang agama semuanya".[9]
Makna-makna yang terkandung dari ucapan para ulama tersebut tidaklah saling jauh berbeda satu sama lainnya, namun yang ada adalah saling menafsirkan sebagian dengan sebagian yang lainnya, di karenakan istiqomah termasuk dari kumpulan kalimat yang mengandung makna agama secara keseluruhan. 
Ibnu Qoyim menegaskan: "Istiqomah adalah sebuah kalimat yang mencakup dan terambil dari semua cabang agama, yang mana agama tersebut tegak di hadapan Allah di atas kejujuran yang sejati dan mau memenuhi janji".[10]

Kaidah Ketiga
Asal dari istiqomah adalah istiqomahnya hati,

di riwayatkan oleh Imam Ahmad dari haditsnya Anas bin Malik semoga Allah meridhoinya dari Nabi shalallahu alaihi wa sallam bahwasannya beliau bersabda: "Tidaklah mungkin keimanannya seorang hamba (bisa istiqomah) sampai hatinya beristiqomah". HR Ahmad dalam musnadnya 13048. di hasankan oleh al-Albani dalam ash-Shahihah 2841.
Maka asal dari istiqomah adalah istiqomahnya hati, dan hati jika baik dan dapat beristiqomah maka badan pun dengan sendirinya akan mengikutinya.
Hal itu sebagaimana di tegaskan oleh Imam Ibnu Rajab, dalam hal ini beliau mengatakan: "Asal dari istiqomah adalah istiqomahnya hati di atas tauhid. Hal itu sebagaimana tafsiran Abu Bakar Shidiq dan selain beliau ketika menafsirkan firman Allah Ta'ala:
"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah", kemudian mereka tetap istiqamah.." QS al-Ahqaaf: 13.

Dengan mengatakan bahwasannya mereka tidak berpaling kepada yang lainnya. Maka kapan hati bisa istiqomah di atas ma'rifah (mengetahui) kepada Allah, takut kepadaNya, mengagungkanNya, mencintaiNya, rasa raja' (berharap) kepadaNya, berdo'a kepadaNya, bertawakal kepadaNya serta berpaling dari selain Allah. Maka anggota badan akan bisa beristiqomah di atas ketaatan kepadaNya. Sesungguhnya hati adalah rajanya anggota badan sedangkan anggota badan adalah pasukannya, maka jika rajanya berada di atas keistiqomahan maka pasukan serta yang di pimpinnya akan menjadi beristiqomah".[11]
Dalam shahihain (Bukhari dan Muslim) di riwayatkan dari Nu'man bin Basyir semoga Allah meridhoi keduanya, dia berkata saya pernah mendengar Nabi shalallahu alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya di dalam jasad ada segumpal daging, jika baik maka akan menjadi baik seluruh anggota badan, dan jika ia rusak maka rusak pula semua anggota  badannya, ketahuillah bahwa segumpal daging tersebut adalah hati". HR Bukhari no: 52, Muslim no: 1599.

 Ibnu Qoyyim berkata di dalam muqodimah kitabnya "Ighaatsatul Lahfan min mashaaid Syaithan".[12] Beliau mengatakan: "Ketika hati bagi anggota badan seperti rajanya yang berhak untuk mengatur  pasukan yang berada di bawah komandonya, menggunakan sesukanya, dan semuanya berada di bawah kekuasaannya, keistiqomah atau ketergelinciran berada di bawahnya, maka semua akan mengikuti apa yang menjadi keyakinannya dari keharaman seuatu perkara maupun kehalalannya. Nabi shalallah 'alaihi wa sallam bersabda: "Sesungguhnya di dalam jasad ada segumpal daging, jika baik maka akan menjadi baik seluruh anggota badan, dan jika ia rusak maka rusak pula semua anggota  badannya, ketahuillah bahwa segumpal daging tersebut adalah hati". Hati adalah raja, hati pula yang memutuskan dalam perkara yang ingin di perintahkan kepada anggota badan, yang berhadapan dengan apa yang di dapat dari hidayahnya, yang mana tidak akan tegak dan bisa istiqomah sedikitpun dari amalan-amalan yang muncul darinya kecuali yang sudah berada di dalam niatnya, dan hati itu adalah penanggung jawab atas itu semua".
Oleh karena itu Allah Ta'ala berfirman:
"(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna. kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih".  QS asy-Syua'araa: 88-89.
Dan termasuk do'a yang biasa Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam panjatkan adalah "Ya Allah sesungguhnya saya meminta kepadaMu hati yang sehat". HR Ahmad: 17114. Nasai no: 1304. Di shahihkan oleh al-Albani dalam ash-Shahihah: 2328.

Kaidah Keempat
Istiqomah yang di tuntut dari seorang hamba adalah berusaha untuk selalu berada pada sebuah keistiqomahan jika tidak mampu maka lebih mendekatinya

Dan Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam telah menjadikan satu dari dua perkara ini di dalam sabdanya, "Sesungguhnya agama itu adalah mudah, tidak ada seorang pun yang mempersulit di dalam agama kecuali dia akan terkalahkan, maka dekatkanlah kepada sunah dan beri kabar gembira". HR Bukhari no: 39, 6463.
Maka yang di tuntut dalam masalah istiqomah adalah sadad dan sadad maknanya yaitu bertepatan dengan sunah.
Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam pernah mengatakan kepada Ali semoga Allah meridhoinya ketika dia meminta kepada Nabi untuk mengajari do'a yang bisa ia panjatkan kepada Allah, Nabi mengajarinya dengan do'a: "Ya Allah berilah aku petunjuk dan cukupkanlah aku di atas sunah". Nabi juga bersabda, "Ingatlah dengan hidayah yang (dengan hidayah tersebut) engkau di atas jalan yang lurus, dan dengan sadad (ketepatan.pent) di atas sunah seperti tepatnya anak panah (yang mengenai sasarannya)". HR Muslim no: 2725.

Seorang hamba di tuntut agar berusaha dengan bersungguh-sungguh untuk sesuai dengan sunah, sesuai dengan petunjuk Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam, metode dan perjalanan hidupnya. dan selalu berusaha untuk bisa mencapai hal tersebut. Jika tidak memungkinkan bagi dirinya untuk bertepatan dengan sunah secara sempurna maka setidaknya bisa mendekatinya dan Allah Ta'ala telah berfirman:
"Maka tetaplah pada jalan yang Lurus menuju kepadanya dan mohonlah ampun kepadaNya".
QS Fushilat: 6.
Allah menyebutkan dalam ayat di atas agar meminta ampun kepadaNya yang sebelumnya di dahului perintah untuk beristiqomah, ini mengisyaratkan bahwa seorang hamba bagaimanapun usahanya serta kesungguhan untuk selalu bisa tetap di atas istiqomah tentu masih saja ada kekurangannya.
 Oleh karena itu al-Hafidz Ibnu Rajab mengatakan: "Dalam firman Allah Ta'ala:
"Maka tetaplah pada jalan yang Lurus menuju kepadanya dan mohonlah ampun kepadaNya".

 QS Fushilat: 6.mengisyaratkan kepada bahwasannya ada saja kekurangan yang di dapati dalam masalah istiqomah yang Allah perintahkan dalam ayat tersebut yang mana itu semua dapat tertutupi dengan istighfar (minta ampun) yang mencakup taubat kepada Allah Ta'ala, dan ini seperti yang disabdakan oleh Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam kepada Mu'ad bin Jabal semoga Allah meridhoinya, beliau bersadba: "Bertakwalah kepada Allah di manapun kamu berada, dan ikutlah perbuatan buruk dengan kebaikan niscaya ia akan menghapusnya".

Dalam hadits yang lain Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan bahwa manusia tidak akan mungkin sanggup untuk bisa beristiqomah sebenar-benar istiqomah hal ini sebagaimana dalam hadits yang di keluarkan oleh Imam Ahmad dan Ibnu Majah dari haditsnya Tsauban dari Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Istiqomahlah kalian dan jangan menghitung-hitung, beramallah kalian dan sebaik-baik amalan yang kalian lakukan adalah sholat. Tidak ada yang menjaga wudhu kecuali seorang mu'min". HR Ahmad 22378, Ibnu Majah 277, Di shahihkan oleh al-Albani dalam Irwaul gholil no:412.
Dalam shahih Bukhori dan Muslim di riwayatkan dari Abu Hurairah semoga Allah meridhoinya bahwasannya Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesuaikanlah (amalan) kalian selalu dengan sunah dan (jika tidak mungkin) maka dekatilah". HR Bukhari no:6463, Muslim no: 2816.
Maka sesuai dengan sunah adalah istiqomah yang benar dan hakiki, yaitu mengena dalam sunah pada semua perkataan, perbuatan, maksud serta keinginan-keinginannya seperti halnya orang yang melempar sesuatu ke lubang lalu masuk tepat di lubangnya.

Dan sungguh Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam pernah menyuruh Ali bin Abi Tholib semoga Allah meridhoinya supaya meminta kepada Allah Azza wa jalla amalan yang sesuai dengan sunah dan hidayah, Nabi mengatakan kepadanya, "Ingatlah dengan (amalanmu yang sesuai dengan sunah) seperti halnya panah yang tepat mengenai sasarannya. Dan ingatlah jalan hidayah seperti halnya engkau  menempuh sebuah jalan". Maka mendekatkan diri kepada sunah seperti lemparan yang setidaknya dekat dengan sasaran walaupun tidak masuk kepada lubangnya.

Namun dengan catatan hendaknya di bangun di atas niat yang benar dalam masalah ini, mengenai sasaran. Dan hendaknya mendekat dengan usaha yang tanpa mengenal lelah, karena seberapa usaha kita tetap saja kita tidak akan sanggup untuk bisa sesuai dengan sunah dalam segala sisi. Yang menunjukan hal ini adalah sebuah hadits yang di riwayatkan oleh al-Hakam bin Hazn al-Kulafi bahwasannya Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Wahai manusia! Sesungguhnya kalian tidak akan mampu  mengerjakan – atau tidak akan sanggup –  (mengerjakan) semua yang saya perintahkan, akan tetapi (berusahalah) untuk lebih mengenai (yang saya perintahkan) dan berilah kabar gembira".  HR Abu Dawud no: 1097, Ahmad 17856, Dan di hasankan oleh al-Albani dalam Irwa no: 616.
Adapun maknanya yaitu sedikit dalam mengenai sunah dan tetap dalam keistiqomahan ketika mengerjakan sunah tersebut. Karena sesungguhnya jikalau kalian selalu berusaha untuk sesuai dengan sunah dalam setiap amalan maka seolah-olah kalian telah melakukan setiap perintah tersebut".[13]

Kaidah Kelima
Istiqomah itu selalu terkait dengan perkataan, perbuatan, dan niat.

Istiqomah yang di tuntut dari seorang muslim adalah istiqomah dalam perkataan, perbuatan dan dalam setiap keinginan dan kemauananya. Dengan artian lain bahwa perkataannya seorang muslim, demikian pula amal perbuatan dan juga hatinya hendaknya seluruhnya di kerjakan di atas keistiqomahan.
Imam Ibnu Qoyim mengatakan dalam kitabnya Madaariju Saalikin 2/105 : "Istiqomah erat kaitannya dengan perkataan, perbuatan, keadaan dan juga maksud dan keinginannya".
Diriwayatkan dalam Musnadnya Imam Ahmad dari hadirtsnya Anas bin Malik semoga Allah meridhoinya bahwasannya Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Tidak akan bisa lurus (istiqomah.pent) imannya seorang hamba sampai hatinya lurus, dan tidak akan bisa lurus hatinya seorang hamba sampai lisannya lurus". Dan telah lewat tahrij haditsnya.

Al-Hafidhz Ibnu Rajab mengatakan: "Dan perhatian yang terbesar yang harus di perhatikan oleh seorang muslim dalam masalah istiqomah setelah hati dan amalan badannya adalah lisan, sesungguhnya lisan adalah penerjemah dan pengungkap apa yang ada dalam hatinya".[14] 
Yang perlu di beri perhatian di sini adalah bagaimana bahayanya hati dan lisan bagi seorang hamba di dalam masalah istiqomah bahkan bisa di katakana keduanya adalah seperti sayap bagi istiqomah.
Dalam masalah ini sebagian ulama mengatakan: "Seseorang itu berada dalam besar dan kecilnya apa yang ada dalam hati dan yang di keluarkan oleh lisannya".
Maka hati dan lisan keduanya adalah segumpal daging yang sangat kecil namun seluruh anggota badan seseorang itu mengikuti apa yang dalam kata hati dan ucapan lisan. Oleh karena itu jika hati seseorang itu bisa istiqomah (lurus.pent) demikian pula lisannya maka  anggota badan tentu akan mengikutinya dalam beristiqomah.

Adapun dalil pertama yang menunjukan istiqomahnya hati adalah haditsnya Nu'man bin Basyir semoga Allah meridhoinya yang telah lewat penjelasannya. Bahwa Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Ketahuilah sesungguhnya di dalam jasad manusia ada segumpal daging, jika dia baik maka baik pula seluruh anggota badannya namun jika segumpal daging tersebut rusak maka akan rusak pula seluruh anggota badannya, maka ketahuilah bahwa segumpal daging tersebut adalah hati".  
Adapun dalil yang menjelaskan istiqomahnya lisan adalah apa yang telah di riwayatkan oleh Tirmidzi dari haditsnya Abu Sa'id al-Khudri semoga Allah meridhoinya bahwasannya Nabi Shalallahu 'alihi wa sallam bersabda: "Jika anak cucu adam berada di pagi hari, sesungguhnya semua anggota badan mengingkari lisan seraya  mengatakan padanya: "Takutlah kepada Allah atas kami semua, sesungguhnya kami adalah bagian dirimu, jika kamu istiqomah (lurus.pent) maka kami pun akan istiqomah namun jika kamu bengkok (menyeleweng) maka kami pun akan terseret ikut (denganmu)". HR Tirmidzi no: 2407. Di Hasankan oleh al-Albani dalam Shahih at-Targhib no: 2871.
Maka jika hati seseorang sudah istiqomah maka amalan anggota badan pun akan ikut serta di dalamnya, begitu juga lisan jika ia istiqomah maka anggota badan pun ikut serta di dalam istiqomah. Karena lisan adalah penerjemah apa yang ada di dalam hati seseorang bahkan dia adalah pemimpin bagi amalan dhohir.
Jika hati telah memerintahkan kepada lisan untuk mengucapkan sesuatu maka lisan pun patuh mengucapkan apa yang menjadi kemauan hati, karena pada hakekatnya lisan adalah pengekor hati sedangkan amal perbuatan maka mereka mengikuti kemauan serta tunduk patuh kepada hati dan lisannya.
Oleh karenanya menjadi suatu kewajiban bagi setiap muslim untuk selalu memperhatikan hatinya dan selalu berusaha untuk memperbaikinya, dengan memohon kepada Allah Ta'ala supaya di luruskan hatinya dan di jauhkan dari  segala macam penyakit hati dari iri, dengki, hasad dan lainnya. Sehingga pada akhirnya akan melahirkan ucapan dan perkataan yang baik sambil di iringi dengan amalan-amalan sholeh.



[1] . Madariju Saalikin Ibnul Qoyim 1/78.
[2] .  Iqtidho'u Shirothol Mustaqiim 1/83.
[3] .  Atsar di riwayatkan oleh Imam ath-Thabari dalam tafsirnya 21/465.
[4] . ideem 21/464. cet Muasasah Risaalah.
[5] . Lihat tafsir ath-Thabari 21/364-365.
[6] .  Diriwayatkan ole hath-Thabari dalam tafsirnya 21/465.
[7] .  Di nukil oleh Mawardi dalam kitab an-Nukatu wa al-Uyun 5/275,
[8] .  Jaami'ul ulum wal hikam hal 383-384.
[9]. Ideem  hal 385.
[10] . Madaariju Saalikin 2/105.
[11] .  Jaami'ul ulum wal hikam  hal: 386.
[12] .  juz 1/5.
[13] . Jaami'ul ulum wal hikam 1/5110-511.
[14] . Jaami'ul ulum wal hikam hal: 386.


0 komentar:

Mari berdiskusi...

--------------------------------------------------------------------

Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...

--------------------------------------------------------------------