Akidahkun Akidah Ahlus sunnah (17)
Pasal Keenam : AR-RIDDAH (MURTAD)

Secara bahasa, ar riddah artinya ar ruju` (kembali). Dan menurut syara`, riddah artinya kufur setelah Islam. Simak firman Allah berikut:
وَمَن يَرتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِيْنِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ  فَأُولئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنيَا وَالأخِرَةِ ، وَأُولئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ، هُمْ فِيْهَا خَالِدُوْن (البقرة: 217)
Barangsiapa murtad diantara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya (al Baqarah: 217)

JENIS-JENIS RIDDAH:
(1)     Murtad karena ucapan. Seperti mencaci Allah atau Rasul-Nya atau malaikat-malaikat Nya atau salah seorang dari Rasul Nya, atau mengaku mengetahui ilmu ghaib atau mengaku nabi atau membenarkan orang yang mengaku sebagai nabi, atau berdo`a kepada selain Allah atau memohon pertolongan kepada nya (selain Allah), atau melindungkan diri kepadanya;  dalam hal yang hanya Allah saja yang memiliki kekuasaan untuk itu.
(2)     Murtad karena perbuatan. Seperti sujud kepada patung, pohon, batu, kuburan dan memberikan sesembelihan untuknya. Termasuk juga membuang mushhaf (al Qur’an) di tempat-tempat kotor, melakukan sihir, mempelajari dan mengajarkannya, serta memutuskan hukum dengan selain apa yang Allah turunkan dan meyakini kebolehannya.
(3)     Murtad karena I`tiqadi (keyakinan). Seperti percaya adanya sekutu bagi Allah atau keyakionan bahwa zina, khamr dan riba itu halal, atau yakin bahwa shalat itu tidak wajib, atau menghalalkan yang Allah harampak atau sebaliknya atau yang kesepakatannya (ijmaknya) sudah pasti.
(4)     Murtad karena ragu tentang sesuatu yang disebut di atas. Seperti ragu akan haramnya syirik, zina, sihir, riba, khamr, atau ragu terhadap risalah Muhammad saw atau risalah nabi-nabi selainnya atau meragukan kebenaran beritanya, ragu tentang Islam, atau ragu tentang kebenaran janji dan ancaman Allah atau surga dan neraka Nya.

Konsekuensi Hukum setelah terjadinya Murtad
1.       Diminta bertaubat. Jika ia bertaubat setelah ditunggu sampai 3 hari, maka terbebas dari hukum bunuh,
2.       Jika tidak mau bertaubat maka ia wajib dibunuh, berdasarkan sabda Nabi saw: Barang siapa mengganti agamanya (murtad), maka bunuhlah dia (HR Bukhari dan Abu Dawud)
3.       Dilarang membelanjakan hartanya saat ia dalam masa diminta bertaubat, jika ia masuk Islam kembali maka harta itu miliknya, jika tidak maka harta itu menjadi fa’i (rampasan) bagi Baitul Mal sejak ia dibunuh atau mati karena riddah (murtad). Bahkan ada pendapat lain, mengatakan, begitu jelas-jelas ia murtad maka hartanya dibelanjakan untuk kemaslahatan umat Islam.
4.       Putusnya hak waris mewarisi antara dirinya dengan kerabatnya.
5.       Jika ia mati atau dibunuh dalam keadaan masih murtad maka ia tak perlu dimandikan, tak dishalatkan dan tidak dikuburkan di pemakaman kaum muslimin.
(Sumber: Muqarrar at Tauhid, Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al Fauzan, hal. 22-26; 30, dan 34-35, dan Majmu` at Tauhid).


Pasal Ketujuh : JAHILIYAH

Yang dimaksud dengan Jahiliyah adalah keadaan yang ada pada bangsa Arab sebelum Islam, yakni kebodohan tentang Allah, para Rasul-Nya dan syariat agama. Asal katanya dari “al-jahl” (kebodohan) yaitu kebodohan ilmu. Jahiliyah terbagi menjadi dua yaitu:
Pertama : Jahiliyah `Ammah (yang bersifat umum), yaiyu yang terjadi sebelum diutusnya Rasulullah Saw dan ia telah berakhir dengan diutusnya Rasulullah Saw.
Kedua : Jahiliyah Khashshah (yang bersifat khusus), yaitu yang terjadi pada sebagian negara, sebagian wilayah dan sebagian orang. Jenis ini hingga sekarang masih tetap ada dan selalu akan ada.

Hal ini ditegaskan oleh Rasulullah Saw:
أَ رْبَعٌ فِيْ أُ مَّـتِيْ مِنْ أَ مْـرِ الـجَاهِلِيَّةِ
“Ada empat (perkara) dalam umatku yang termasuk perkara jahiliyah”. HR Muslim


Nabi bersabda kerpada Abu Dzar
إِ نَّكَ ا مْـرُ ءٌ   فِيْكَ جَاهِلِيَّةٌ
: “Sesungguhnya engkau adalah seorang yang masih memiliki (sifat) jahiliyah”.
 HR Bukhari-Muslim.


Pasal Kedelapan:

Hukum Meninggalkan Shalat Dengan Sengaja


Para Imam dari kalangan Ahlussunnah wal Jama`ah termasuk Imam Syafi`i rahimahullah, banyak membicarakan masalah kedudukan shalat bagi seorang muslim, dan hukum bagi yang meninggal kannya secara sengaja.
Ibnu Qayyim rahimahullah berkata: “Kaum muslimin tidakm berselisih, bahwa muslim yang meninggalkan shalat secara sengaja, adalah dosa besar paling besar. Dosanya lebih besar daripada dosa membunuh, mencuri, berzina, dan minum khamr. Dan pasti mendatngkan murka Allah Swt, serta kehinaan di dunia dan akhirat. Namun para `ulama berselisih dalam hukuman di dunia, jika harus dibunuih, bagaimana cara membunuhnya, dan juga apakah hukum bunuh itu karena murtad atau sebagai hadd (hukuman dosa yang bukan murtad),
apakah ia kafir atau tidak..
Imam Syafii, Sufyan bin Sa`id ats Tsauri, Abu Amr al Auzai, Abdullah bin Al Mubarak, Ahmad bin Hanbal, Ishak bin Rahawaih rahimahumullah, berpendapat: harus dibunuh bagi orang yang meninggalkan shalat secara sengaja. Menurut mereka ia harus dibunuh sepertim dibunuhnya orang yang murtad. Dalil mereka antara lain QS Al Qalam: 35-43; Maryam: 56-60, at Taubah: 5-11, al Qiyamah: 31-32, , As Sajdah: 15, Al Mursalat: 46, 48-49, dan sejumlah dalil dari as sunnah, antara lain: “Yang membedakan sesdeorang dari syirik dan kufur adalah meninggalkan shalat” (Muslim).
Kelompok `ulama lain, seperti Ibnu Syihab az-Zuhri, Sa`id bin al Musayyab, Umar bin Abdul Aziz, Abu Hanifah, Daud bin Ali dan al Muzani rahimahullah, berpendapat, ia tidak dibunuh, tetapi ditahan sampai mati atau bertaubat. (Lihat Kitab Ash shalah, Ibnu Qayyim, hal 16-22), Al Mughni, 3/351, al Majmu` - Imam Nawawi, 3/13, ,Al Muhalla-Ibnu Hazm 2/242, Nailul Authar 1/369 dan Syarh as sunnah, 2/180). Mereka kemukakan dalil QS An Nisa’: 48, hadits riwayat Ubadah binShamit, shahih Bukhari 3/1267, Muslim (28) dalam al Iman.
Mari kita ikuti pendapat Imam Syafii berikut: Barangsiapa meninggalkan shalat wajib padahal ia muslim, maka ia harus ditanya, ‘mengapa tidak shalat’. Jika ia menjawab: ‘Lupa. Maka katakanlah padanya: “shalatlah engkau ketika ingat. Jika ia menjawab: ‘aku sakit, maka katakanlah: Shalatlah semampumu, dengan berdiri, duduk atau berbaring atau dengan isyarat. Jika ia menjawab: ‘aku bisa shalat, tetapi aku tidak shalat, dan aku mengakui wajibnya shalat ini.Maka katakan kepadanya, “Shalat itu kewajibanmu yang tak bisa diwakilkan kepada yang lain. Ia harus kamu kerjakan olehmu sendiri. Karena itu bertaubatlah.
Jika tidak, kami akan membunuhmu.
Menurut Dr. Muhammad bin Abdul Wahhab Al-`Aqil, berpendapat bahwa yang rajih dari kedua pendapat di atas, adalah yang mengatakan, bahwa orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja adalah kafir, yang harus dibunuh karena telah murtad. Sebab mereka yang berpendapat pertama telah membantah pendapat kedua. Imam Asy Syaukani rahimahullah misalnya, ia berkata: “Para Imam salaf dan khalaf, begitu juga Asy`ariyah, dan Mu`tazilah serta lainnya bersepakat bahwa hadits-hadits  yang menyebutkan bahwa orang yang mengucapkan Laa ilaaha illallah masuk surga, adalah terikat pada syariat, yaitu apabila ia tak mengerjakan kewajiban yang Allah fardlukan, ia berdosa besar, jika tak mau bertaubat, karena semata mengucapkan syahadat tidak ada jaminan masuk surga
(Nailul Authar, 1/376).
(Untuk lebih detailnya, silahkan Anda baca Kitab Manhaj aI-Imam asy Syafii fi Itsbatil `Aqidah, Dr. Muhammad bin Abdul Wahhab Al-`Aqil, Adlwa’us Salaf,  Cet. I, Th.1419 H, jilid I, hal.207-220).
إِنَّ بَيْنَ الرّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ والكُفْرِ تَرْكُ الصّلاَةِ (رواه مسلم).
العَهْدُ الَّذِي بَيْنَنَا وَبَيْـنَهُمْ الصَّلاَةُ  فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ (رواه الترمذي وأحمد)




0 komentar:

Mari berdiskusi...

--------------------------------------------------------------------

Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...

--------------------------------------------------------------------