205 TANYA JAWAB AQIDAH AHLUS SUNNAH.
BAGIAN-11: BAB XIII.
APAKAH AL QUR’AN ITU MAKHLUK?
081.
Tanya:
Bagaimanakah hukum mengatakan bahwa Al Qur’an itu mkhluk?

Jawab:
Al Qur’an itu kalamullah baik huruf maupun maknanya. Allah benar-benar berkata yang kemudian diturunkan kepada para nabiNya sebagai wahyu yang kemudian diimani dengan baik oleh setiap mu’min, sehingga Al qur’an dibaca dengan lisan yang fasih, dipelihara dalam hati, didengar oleh telinga, tak terlepas sedikitpun dari sifat kalam Ar Rahman tersebut. Seluruh pelepah kurma, tinta, pena, dan Lisan dan suara adalah makhluk. Ash Shuduur (dada-dada) itu makhluk, tetapi Al Mahfuzh fiihaa (yang dipelihara didalam dada) itu bukan makhluk. Pendengaran adalah makhluk, tetapi yang didengarkan itu bukanlah makhluk. Maha Benar Allah yang berfirman:

“Sesungguhnya Al-Quran ini adalah bacaan yang sangat mulia, pada kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh).”(Al Waaqi’ah: 77-78).

“Sesungguhnya Al Quran itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu. dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang zhalim.”(Al ‘Ankabuut: 49).

“Dan bacakanlah apa yang diwahyukan kepadamu, Yaitu kitab Tuhanmu (Al Quran). tidak ada (seorangpun) yang dapat merubah kalimat-kalimat-Nya ...”(Al Kahfi: 27).

“Dan jika seorang diantara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, Maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah ...”(At Taubah: 6).
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu pernah berkata:

“Lestarikanlah pengamatan (penglihatan) pada mushhaf.”
“Dengan demikian, anggapan bahwa Al Qur’an itu makhluk dapat menjerumuskan seorang hamba kedalam golongan kafir besar sehingga dia dikatakan sebagai murtad dari Islam. Al Qur’an adalah kalam Allah dan kalam itu sendiri merupakan sifat Allah. Karenanya, mengatakan Al Qur’an itu makhluk sama saja dengan mengatakan bahwa sifat Allah Kalam adalah makhluk juga.”

082.
Tanya:
Apakah sifat Kalam itu termasuk dzatiyyah ataukah fi’liyyah?

Jawab:
Sebenarnya sifat Kalam berhubungan dengan Dzat Allah, yaitu ilmuNya. Dengan ilmu itulah Allah mensifati diriNya sehingga Dia menurunkan Kalam (Al Qur’an) melalui ilmuNya, Dia paling mengetahui apa pun yang Dia turunkan. Sifat fi’liyyah dari Kalam muncul jika seluruh firman Allah itu dikaitkan dengan kehendak dan iradahNya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Jika Allah menghendaki (turunnya) wahyu tentang perintah maka Dia berbicara melalui wahyu.”

Karenanya, para Salafush Shalih rahimahumullah mengatakan bahwa sifat Kalam berada dalam Dzat sekaligus fi’il (perbuatan).

Sifat Kalam Allah subhanahu wata’ala azali dan abadi, pembicaraanNya senantiasa sesuai dengan kehendak dan iradahNya. Dia berkata jika Dia berkehendak, tak terbatasi oleh ruang dan waktu. Kalam itu diperdengarkan kepada setiap rasul yang Dia kehendaki dan sifatnya tidak berujung dan tidak berpangkal sebagaimana firmanNya berikut ini:

“Katakanlah: ‘Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)’.”(Al Kahfi: 109).
“Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Luqmaan: 27).
“Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al-Quran) sebagai kalimat yang benar dan adil. tidak ada yang dapat merobah robah kalimat-kalimat-Nya dan Dia lah yang Maha Mendenyar lagi Maha mengetahui.”(Al An’aam: 115).

083.
Tanya:
Bagaimana halnya dengan orang yang meragukan atau bimbang terhadap sifat Kalam itu?

Jawab:
Orang yang bimbang adalah orang yang tidak mengatakan bahwa Al Qur’an itu kalamullah, tidak juga mengatakan bahwa Al Qur’an itu makhluk. Imam Ahmad rahimahullah mengatakan bahwa mereka terbagi dua golongan, yaitu golongan Jahmiyyah yang perkataannya tergolong baik; dan golongan jahil yang perkataannya tergolong sangat kasar. Kepada mereka perlu ditunjukkan hujjah melalui bukti dan berbagai dalil. Mereka akan selamat jika bertaubat, jika tidak, mereka tergolong sesat.

084.
Tanya:
Bagaimana hukum seseorang yang mengatakan bahwa secara Lafzhi (lisan) Al Qur’an itu makhluk?

Jawab:
Ungkapan seperti itu tidak pantas keluar dari lisan seorang mu’min, baik dengan maksud membenarkan maupun dengan maksud menyangkal. Lafazh itu sendiri merupakan kesatuan yang menunjukkan talaffuzh (ucapan) yang merupakan perbuatan seorang hamba dan sesuatu yang diucapkannya (Al Qur’an). Jika begitu, ketika talaffuzh itu mengacu pada pemakhlukan Al Qur’an, pemahaman tersebut termasuk keyakinan Jahmiyyah. Dan jika talaffuzh itu berupa perbuatan seorang hamba walaupun dia menyangkal pemakhlukan Al Qur’an, hal itu termasuk bid’ah.
Sehubungan dengan itu, kalangan Salafush Shalih berkata bahwa siapa saja yang mengatakan bahwa secara lafzhi Al Qur’an itu makhluk, dia termasuk pengikut Jahmiyyah dan siapa saja yang bermaksud menyangkal, dia termasuk pelaku bid’ah.


0 komentar:

Mari berdiskusi...

--------------------------------------------------------------------

Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...

--------------------------------------------------------------------