Kesesatan dan Makar Jahat Mereka
6.1 Siapa Al-Maghdlub dan Adl-Dlallun itu?
Pada ayat sebelumnya, Allah menerangkan jalan lurus yaitu jalan yang ditempuh para pendahulu kita dari kalangan para Nabi, Shiddiqun, Syuhada, dan shalihun; orang-orang yang telah diberi anugerah kenikmataan besar oleh Allah. Salafush shalih termasuk golongan ini. Sangat tinggi ketaatan mereka terhadap Allah dan Rasul-Nya, komitmen mereka pada As Sunnah, serta kebencian mereka terhadap bid’ah dan pelaku-pelakunya. Hingga kiamat pun mereka tidak akan goyah. Salafiyyun, para penerus jejak Salafush shalih, begitu pula, senantiasa berada di atas Al Jama’ah dan menetapi jalan As Sunnah, serta berlepas diri dari segala bentuk bid’ah.
Jalan yang ditempuh kalangan Al Maghdlub dan Adl Dlallun adalah menyelisihi jalan lurus dan menyimpang dari Manhaj Rabbani. Pantas jika Allah memurkai mereka dan menganggap mereka sangat sesat.
Ibnu Katsir rahimahullah berkata:
Al Maghdlub ‘alaihim adalah mereka yang rusak iradarnya sehingga sekalipun mereka mengetahui kebenaran (Al Haq), tetap saja mereka menyimpang dari itu. Adapun Adl Dlallun adalah mereka yang mencampakkan ilmu, lebih mementingkan kesesatan, tidak berhasrat mencari kebenaran. Kedua jalan inilah yang ditempuh oleh Yahudi dan Nasrani.
Sesungguhnya jalan yang ditempuh ahlul iman itu meliput ilmu dan amal. Artinya, perkataan dan tingkah laku perbuatan mereka senantiasa dilandasi ilmu. Ilmu yang dimaksud adalah ilmu tentang kebenaran dan mereka beramal dengan ilmu itu.
Sebaliknya, kaum Yahudi mencampakan amal. Mereka mengetahui kebenaran (ilmu), tetapi tidak mau mengamalkannya. Sedangkan kaum Nasrani beramal dengan tidak menggunakan ilmu yang benar. Oleh karena itu, kaum Yahudi disebut ghadlab, kaum Nasrani dikatakan adl dhalal. Sebab berilmu, tetapi tidak beramal layak dimurkai. Beramal tanpa ilmu yang benar pantas menjadi sesat.
Perhatikan firman Allah berikut ini:
“Orang yang dikutuk oleh Allah dan dimurkai sehingga dijadikan mereka kera dan babi”.
Begitulah Allah mengumpamakan Yahudi.
Adapun orang Nasrani disebut Allah sebagai berikut:
“Mereka yang telah sesat dahulu, dan menyesatkan orang banyak, dan tersesat dari jalan yang benar”. ( )
Diriwayatkan dari Hammad bin Salamah dari ‘Adi bin Hatim:
Aku bertanya kepada Rasulullah SAW tentang firman Allah, Ghairil Maghdlubi ‘alaihim. Rasul menjawab: Yahudi. Dan Wa ladl dlallun, dijawab Rasul: Nasrani itu sesat.
Begitu pula riwayat Sufyan bin ‘Uyainah dengan sanad dari ‘Adi bin Hatim ra. Juga riwayat Ibnu Mardawaih dari Abu Dzarr ra.
Yahudi dan nasrani yang disebut Allah sebagai Ahli Kitab, sebenarnya, jika kita teliti nash Al Quran, tidak lagi beragama dengan agama yang benar dan tidak beriman. Hal ini menunjukan kemukjizatan Al Quran Karim dengan menunjukkan sumbernya, yaitu bahwa Al Quran datang dari sisi yang Maha Mengetahui.
Allah juga menunjukkan hakikat kekafiran dan kemusyrikan yang ada dalam diri Ahli kitab secara jelas.
Firman Allah:
“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan Allah dan Rasul-Nya, dan tidak beragama dengan agama yang benar, (yaitu) yang diberi kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh, sedang mereka dalam keadaan tunduk”. (At Taubah:29)
Orang Yahudi berkata, “Uzair itu putra Allah.” Dan orang-orang Nasrani berkata, “Al masih itu putra Allah.” Itulah ucapan dari mulut mereka yang meniru perkataan orang kafir dulu. Allaj melaknat mereka.
Bagaimanakah mereka bisa berpaling? Kaum Yahudi menjadikan alim dan rahib mereka sebagai tuhan selain Allah. Nasrani pun demikian, menuhankan Al Masih, putra Maryam. Padahal mereka hanya diperintahkan menyembah Ilah yang Maha Esa. Tidak Ilah kecuali Dia. Maha Suci dia dari apa yang mereka persekutukan. Mereka hendak memadamkan cahaya (Din) Allah dengan mulut mereka, tetapi Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, sekalipun orang kafir itu tidak menyukai. Dialah yang telah mengutus Rasul-nya dengan petunjuk (Al Quran) dan agama yang benar untuk dimenangkan atas semua agama walaupun orang musyrik tidak senang.
Firman Allah:
“Wahai orang-orang beriman. Susungguhnya sebagian besar orang alim Yahudi dan rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil. Mereka menghalang-halangi manusia dari jalan Allah. Orang-orang menyimpan emas dan perak, lalu tidak menafkahkannya di jalan Allah, maka beri tahukanlah mereka bahwa mereka akan mendapatkan siksa yang pedih. Pada hari dipanaskan emas dan perak itu dalam neraka jahanam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung, dan punggung mereka. Kemudian dikatakan kepada mereka: Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri. Rasakanlah sekarang (akibat) dari yang kamu simpan itu”.
(At-Taubah: 34-35)
Ayat-ayat di atas menjelaskan bagaimana Allah hendak menentukan hukum final hubungan kita, kaum Muslim, dengan Ahli Kitab. Berbeda dengan ayat sebelumnya yang menerangkan hubungan kaum muslim dengan masyarakat musyrikin di jazirah Arab.
Sayyida Quhtb mengatakan:
Ayat-ayat itu hendak menentukan tabiat hubungan tersebut, maka ayat-ayat tadi juga menentukan bagaiman keadaan Ahli Kitab. Ayat-ayat itu menyatakan bahwa Ahli Kitab itu syirik, kufur, dan batil. Lalu ayat-ayat itu mengemukakan realitas yang menjadi dasar hukum ini, baik kepercayaan Ahli Kitab, kesucian, dan keserupaannya dengan kepercayaan orang-orang kafir dahulu, maupun perilaku dan tindakan mereka yang nyata.
Nash-nash di atas menetapkan bahwa:
1. Ahli Kitab tidak beriman depada Allah dan hari kiamat,
2. Ahli Kitab tidak mengharamkan apa-apa yang telah diharamkan Allah dan Rasul-Nya,
3. Ahli Kitab tidak beragama dengan agama yang benar,
4. Yahudi mengatakan Uzair putra Allah. Dengan ucapan itu mereka telah meniru ucapan orang kafir sebelumnya, baik kaum kafir berhalaisme Yunani, kaum berhalaisme Romawi, kaum berhalaisme India, maupun kaum kafir lainnya.
5. Ahli Kitab menjadikan orang-orang alim dan rahib-rahib mereeka sebagai Tuhan. Mereka menjadikan Al Masih sebagai Tuhan. Dengan demikian, mereka telah menyalahi apa yang telah diperintahkan kepada mereka agar mereka mentauhidkan Allah dan hanya taat kepada-Nya. Mereka menjadi orang-orang yang musyrik.
6. Ahli Kitab memerangi jalan Allah karena ingin memadamkan cahaya-Nya dengan mulut mereka. Dengan ini, mereka menjadi ‘orang-orang kafir’.
7. Kebanyakan orang alim dan rahib mereka memperoleh benda dengan jalan yang batil dan memalingkan manusia dari jalan Allah.
Berdasarkan karakter-karakter Ahli Kitab ini ditetapkan hukum-hukum final yang mengatur hubungan antara mereka dan kaum beriman yang menjalankan manhaj-Nya.1
Di Makkah, ketika itu, komunitas Yahudi ataupun Nasrani tidaklah banyak. Mereka juga tidak mempunyai bobot dalam masyarakat. Akan tetapi, sebagaimana dijelaskan dalam Al Quran, disana masih terdapat individu yang menerima ajakan baru menuju Islam dengan senang hati, pembenaran, dan penerimaan yang baik. Mereka masuk Islam dan bersaksi bahwa Islam, juga Rasul-Nya, benar dan membenarkan apa yang ada di kawan mereka. Mereka tentu saja orang Yahudi dan Nasrani, dan orang-orang yang masih terdapat sedikit sisa kitab-kitab yang diturunkan pada mereka. Keberadaan orang-orang seperti itu digambarkan dalam ayat berikut:
“Orang-orang yang telah kami datangkan kepada mereka Al Kitab sebelum Al Quran, mereka beriman pula dengan Al Quran itu. Jika dibacakan (Al Quran) kepada mereka, mereka berkata, ”Kami beriman kepadanya, sesungguhnya Al Quran itu adalah kebenaran dari Rabb kami. Sesungguhnya kami sebelumnya adalah orang-orang yang membenarkannya”.
Keterangan yang senada diperkuat pula oleh ayat-ayat 107-109 surat Al Isra’; ayat 10 Al Ahqaf; ayat 47 surat Al Ankabut; ayat 114 surat Al An’am.
“Dan orang-orang yang telah kami berikan kitab, mereka bergembira dengan kitab yang diturunkan kepadamu. Dan di antara golongan-golongan yang bersekutu (Yahudi dan Nasrani), ada yang mengingkari sebagiannya. Katakanlah: ‘sesungguhnya aku hanya diperintah untuk menyembah Allah dan tidak mempersekutukan dia dengan sesuatu pun. Hanya kepada-Nya aku seru manusia dan hanya kepada-Nya aku kembali”. (Ar-Ra’d: 36)
Sambutan serupa juga dilakukan oleh sebagian Ahli Kitab di Madinah. Al Quran menceritakan berbagai sikap mereka dalam surat-surat Madaniyah yang sebagian besar orang Nasrani itu. Hal itu disebabkan orang-orang Yahudi telah mengambil sikap lain, yang berbeda dengan sikap yang diambil oleh beberapa Yahudi di Makkah ketika mereka merasakan bahaya Islam di Madinah.
“Dan sesungguhnya di antara Ahli Kitab itu ada orang yang beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepadamu dan yang diturunkan kepada mereka, sedang mereka berendah diri kepada Allah dan mereka tidak menukar ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit. Mereka memperoleh pahala di sisi Rabb mereka. Sesungguhnya Allah amat cepat perhitungan-Nya”. (Ali Imran: 199)
Akan tetapi, sikap sebagian Ahli Kitab itu tidaklah mencerminkan sikap keseluruhan mereka di Jazirah, dan sikap-sikap orang-orang Yahudi secara khusus. Sebab, orang-orang Yahudi telah menyalakan api peperangan terhadap Islam sejak mereka merasakan bahaya Islam di Madinah. Dalam peperangan itu, mereka menggunakan berbagai cara yang dikisahkan Al Quran dalam banyak nash-nash-Nya.
Mereka menolak masuk Islam, dan mengingkari berita kedatangan Rasulullah SAW yang terdapat dalam Al Quran terhadap sisa-sisa dari kitab mereka yang benar berada dihadapan mereka.
0 komentar:
Mari berdiskusi...
--------------------------------------------------------------------
Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...
--------------------------------------------------------------------