KEBAHAGIAAN, ANTARA YANG NISBI DAN HAKIKI
Oleh: Dr. Nashir bin Sulaiman al `Umar; Daar al Wathan - Riyadl Saudi Arabia, 1412 H
Penerjemah : Abu Fahmi Ahmad; Penerbit: Wala' Press Bekasi.

Bagian Pertama : KEBAHAGIAAN SEMU

(Kita langsung ke Materi Pembahasan, `afwan pendahuluan tak kami sertakan disisni).   

Manakala saya menghadapi perkara ini, saya akan berhenti untuk merenung cukup panjang. Sebab perkara ini adalah perkara yang rumit dan urgen dalam membatasi derap langkah hidup kita. Bahkan membatasi pemahaman kita yang keliru tentang kebahagiaan, antara lain pemahaman dalam hal :

Kebahagiaan harta
     Sebagian orang bertanya, apakah kebahagiaan itu bisa diraih dengan menimbun harta ? Atau dalam mengumpulkan kekayaan dan membangun villa – villa / gedung mewah ??
     Inikah yang namanya kebahagiaan ?
     Banyak orang yang berangan - angan tentang masalah ini, sehingga bahagia menurut mereka adalah memiliki simpanan ( kekayaan ) di bank- bank.
     Si Fulan bahagia karena dia memiliki kekayaan di bumi, berbidang- bidang tanah dan berbagai macam bangunan yang didirikan di atasnya. Atau Si Fulan bahagia karena ia memiliki ini dan itu dan lain sebagainya. Banyak orang mengucapkan angan- angan ini dengan lisannya, dan banyak pula dari mereka yang meyakini dengan hatinya. Akhirnya ia pun terjerumus dalam istilah yang keliru. Di sini saya katakana : Kebahagiaan itu bukanlah karena dalam mengumpulkan uang atau harta. Dengarlah apa yang dikatakan oleh seorang penyair :
“ Saya tidak sependapat bahwa bahagia itu dalam mengumpulkan harta. Namun takwa… itulah kebahagiaan. “
     Saudaraku yang budiman, saya berdiam sejenak bersama anda dalam perkara ini, - maksudnya tentang kebahagiaan harta – sebab ini merupakan perkara terpenting dalam angan- angan kebahagiaan.
     Ada ungkapan yang mengatakan : “ Bukan berarti orang yang memiliki harta itu bahagia “.
     Banyak orang- orang kaya dan milyuner dalam kenyataan hidupnya selalu gelisah dan penuh dengan kesengsaraan di dunia, sebelum - memasuki kesengsaraan- di akhirat. Lalu mengapa ini mesti terjai ?
     Karena mereka mengalami kelelahan dan keletihan dalam menghimpun hart, menjaganya dan membuahkannya lalu gelisah dan takut akan lenyapnya harta tersebut.
     Mereka takut terhadap hartanya, karena takut akan datangnya gejolak politik, atau datangnya pencuri dan perampok yang akan merampas hartanya itu.
     Jika demikian, hiduplah ia dalam kesengsaraan, ketakutn ,kegelisahan, kesedihan, dan kedukaan. Bahkan sampai- sampai ia tidak bisa tidur malam. Ini adalah sesuatu yang riil, yang dapat anda lihat dengan mata kepala anda sendiri. Bahkan hartanya dapat menjadi penyebab malapetaka dan kehancuran bagi dirinya.
     Banyak sudah orang- orang kaya terenggut ( nyawanya ) atau terbunuh dengan sebab perdagangannya.
     Bahkan berapa banyak orang yang kaya tak memperoleh kelezatan hidupnya dikarenakan hartanya yang melimpah. Kadang- kadang anda dapati ia tidak ( berani ) jalan sendirian, tidak bisa berjalan dan bepergian dengan bebas seperti yang ia inginkan. Itu semua gara- gara harta yang dimilkinya.
     Dan berapa banyak pula orang yang memiliki harta, lalu harta dan kekayaannya lenyap dikarenakan oleh satu sebab atau sebab lain, kemudian ia pun hidup dalam kesengsaraan dan kegundahan.
     Di sini kami berikan beberapa kisah sebagai perbandingan dan ibroh untuk kita semua.

KISAH KARUN
Kisah ini disebutkan dalam Al Quran, yaitu ketika Alloh berfirman :

Maka keluarkanlah Karun kepada  kaumnya dengan kemegahannya… Sesungguhnya ia benar –benar mempunyai keberuntungan yang besar ( Al Qashash : 79 )
Ia ( Karun ) keluar bersama kemegahan  ( limpahan hartanya ), sehingga ia dikatakan sebagai orang yang berada dalam keberuntungan yang besar. Sebenarnya semua itu merupakan hayalan dari kebahagiaan ( semu ) dan sebagai hasil kekufurannya atas nikmat- nikmat Alloh yang telah dilimpahkan kepadanya, Alloh berfirman :

Maka kami benamkanlah Karun beserta rumahnya kedalam bumi, maka tidak ada baginya satu golongan pun yang nenolongnya terhadap azab Alloh, dam tidaklah ia termasuk orang- orang ( yang dapat ) membela ( dirinya ) ( Al Qashash : 81 )
     Apakah ini yang disebut kebahagiaan ? Atau justru kehinaan ?
     Berkenaan dengan masalah ini, maka berkatalah Umayah bin Khalaf dan juga orang- orang yang semisal dengan nya - pada hari kiamat - :

Hartaku tidak sedikit pun memberi manfaat kepada diriku ( Al Haaqqah : 28 )
     Maka sejelek - jeleknya harta adalah yang tidak memberi manfaat sedikit pun kepada pemiliknya.

Cristine Onasis
     Ini kisah yang menarik, dengan mengikuti perjalanannya selama 15 tahun lebih, - harta yang dihimpunnya-  akhirnya musnah hanya dalan waktu beberapa bulan saja. Inilah kisah kehidupan Cristine Onasis.
     Dengan kisah ini Alloh SWT telah memberikan perumpamaan kepada kita tentang orang- orang kafir.
     Cristine Onasis adalah pemudi asal Yunani anak dari seorang milyuner tersohor “ Aristotele Onasis”. Dia tidak hanya memiliki uang milyaran dollar, namun juga memiliki pulau- pulau dan armada laut.
     Dia ditinggal mati ayahnya, yang sebelumnya ibu dan saudara lelakinya juga telah mendahuluinya. Maka tinggallah dia seorang diri yang berhak mewarisi seluruh harta kekayaan orang tuanya bersama istri ayahnya ( ibu tirinya ).
     Tahukah anda, wahai pembaca yang budiman, berapa banyak warisannya ? Dia mewarisi 5000 milyar reyal ( setara dengan 1250 milyar US Dollar , pent. ). Seorang pemudi yang mempunyai armada laut, pulau- pulau dan menguasainya secara sempurna, selain itu dia juga mempunyai maskapai penerbangan.
     Saudaraku yang budiman, seorang pemudi yang memiliki 5000 milyar reyal lebih, berikut dengan istana- istana peristirahatan dan kapal- kapal serta pesawat- pesawatnya, bukanlah termasuk orang yang paling berbahagia di dunia ini - seperti yang telah menjadi ukuran banyak orang - ?
     Berapa banyak manusia yang berangan- angan untuk menjadi orang seperti wanita ini. Seandainya anda bagi - bagikan hartanya kepada seratus orang, tentu mereka semua menjadi orang yang terkaya. Artinya setiap orang akan mendapat lima puluh milyar reyal. Lalu bagaimana keadaan anda sendiri jika dibandingkan dengan wanita kaya ini.
     Pertanyaan yang timbul kemudiaan adalah, apakah wanita seperti ini hidup bahagia ? tentunya anda semua telah mengetahui kisah- kisah perjalanan hidupnya yang mengherankan ini.
     Ibunya mati dalam keputusasaan setelah masa perceraiannya. Dan kakaknya hancur jatuh dari penerbangannya, yang merupakan hobi kesehariannya. 
     Sementara ayahnya pisah dengan istrinya yang baru, yang tidak lain adalah Jackline Kennedy seorang istri mantan presiden Amerika Serikat John Kennedy. Wanita ini dikawininya dengan mas kawin dua milyar dollar. Dia hanya ingin meraih popularitas, agar dikatakan : Hebat, ia mengawini isteri presiden Amerika Serikat.
     Namun, kenyataannya mereka hidup dalam kesengsaraan yang abadi. Karena, istrinya tidak perlu tidur bersamanya di atas kasur, dan ia pun tak perlu menguasai atas isterinya itu. Hanya keharusan baginya untuk memberikan uang belanja ( mas kawin ) sebesar dua milyar dollar kepada istrinya - sesuai dengan keinginannya. Kemudian mereka pun berpisah. Dan ketika Onasis mati, istrinya itupun berpisah pula dengan anak ( tiri ) wanitanya ( Cristine ).
     Ketika ayahnya masih hidup, Cristine Onasis telah bersuami seorang lelaki asal Amerika, karena mereka hidup bersama hanya menginginkan popularitas, mereka pun akhirnya bercerai.
     Dan setelah ayahnya meninggal, ia kemudian kawin lagi dengan seorang lelaki Yunani. Seperti yang telah lalu, mereka pun hanya untuk kepopularitasan, lalu bercerailah mereka.
     Jika anda perhatikan dan renungkan panjang- panjang tentang kisah ini, apakah anda akan mengatakan tentang kebahagiaan. Tahukah anda siapa lelaki yang dikawininya untuk ketiga kalinya ? ia mengawini komunis Rusia. Bayangkan, nilai kapitalis bertemu dengan nilai komu nis. Dan ketika orang bertanya, khususnya kalangan wartawan, kepadanya : Anda beridiologi kapitali, mengapa anda kawin dengan seorang komunis ?
     Ia mengatakan : Aku ingin mencari kebahagiaan. Ya, ia berkata “ Aku ingin mencari kebahagiaan .”
     Setelah dilangsungkan pernikahannya mereka pun pergi ke Rusia. Padahal di sana ada undang - undang yang mengatur bahwa seseorang tidak boleh mempunyai tempat tinggal lebih dari dua ruangan, dan tidak boleh memiliki pembantu. Ia pun tinggaldi sana - di kedua ruangannya -, lalu wartawan yang selalu menguntitnya ke tiap tempat bertanya, “Bagaimana ini bisa terjadi. “ Ia hanya berkata, “ Aku mencari kebahagiaan.”
     Mereka hidup bersama selama satu tahun, lalu bercerai. Setelah itu ia menetap di Perancis, sebagai wisatawan. Lagi- lagi wartaan pun bertanya kepadanya, “Apa benar anda wanita terkaya ? “ Ia menjawab, “ Ya, aku wanita terkaya, namun aku wanita paling sengsara di dunia ini.”
     Tak lama kemudian ia pun kawin lagi dengan pria Perancis. Dalam waktu singkat ia kawin dengan empat lelaki dari empat Negara, namun tak satu pun yang mendatangkan kebahagiaan yang diharapkannya.
     Ia kawin dengan lelaki kaya dari Perancis ( salah seorang industriawan ), dan dikaruniai seorang anak perempuan. Tak lama kemudian iapun bercerai lagi. Setelah itu ia hidup menghabiskan sisa hidupnya dengan penuh kegelisahan dan hayalan…
     Tak lama, setelah beberapa bulan, orang- orang menemuinya telah menjadi bangkai. Ia mati di apartemennya di Argentina. Mereka tidak tau apakah kematiannya itu alamiyah ataukah karena terbunuh. Lalu mayatnya diotopsi dan dikuburkan di pulau ayahnya.
     Lihatlah, apakah wanita memperoleh kebahagiaan dari kenyataannya itu ? Di dunia jelas tidak, di akhirat ? Maka anda akan berkata, - sebab kekafirannya - ia tak memperoleh sedikit pun manfaat dari hartanya itu.
     Dengan demikian jelas, semata- mata dengan uang ( harta ) tidaklah cukup untuk mendatangkan kebahagiaan, dan juga tidak menguranginya. Di antara kebahagiaan yang paling semu itu adalah kekayaan dan perdagangan.
     Saat ini, anda pun menyaksikan tentang orang- orang yang telah musnah dagangannya, kebanyakan dari mereka hidup dalam kecemasan dan kedukaan.

Bahagia dalam popularitas
Setelah kita ungkapkebahagiaan semu dalam masalah harta, lalu apakah kebahagiaan itu bisa juga diperoleh melalui popularitas, seperti dalam bidang olahraga atau seni misalnya ?
     Saya katakana : Tidak ! sebab popularitas itu merupakan kesengsaraan dan bukan kebahagiaan. Popularitas bukanlah termasuk kebahagiaan hakiki bila tidak terikat dengan ketakwaan kepada Alloh SWT. Lagipula orang- orang yang terikat takwa kepada Alloh tidaklah mencari popularitas. Dan popularitas jika tidak terikat oleh sebab pokoknya, ia akan cepat sirna. Bila telah sirna dari pemiliknya, hiduplah ia dalam kegundahan dan kegelisahan.
     Banyak orang berangan- angan, bahwa kebahagiaan itu bisa didapat oleh dua golongan manusia, olahragawan dan seniman ( mereka yang disebut- sebut sebagai bintang , di lapangan atau panggung. Maka aku katakana di sini :
Kalangan olah ragawan, sebagian dari mereka hidup dalam kesengsaraan, baik malam atau siangnya. Waktunya dihabiskan dari gelanggang ke gelanggang, dari turnamen ke turnamen, bahkan hampir- hampir tak ada waktu untuk tinggal di rumah bersma keluarganya, kecuali hanya sedikit saja.
     Untuk mempertahankan kemenangannya ( popularitasnya ), bahkan ia curahkan waktunya untuk latihan secara berkesinambungan. Tidak jarang pula ia korbankan studinya, bahkan putus sama sekali karena sibuk total berolah raga.
     Lebih dari itu, mereka gelisah ketika “ bernasib baik “ dan sedih ketika mengalami kekalahan. Caci maki pun datang bertubi- tubi dari segala penjuru.
     Ia takut kepada khalayak ketika mengalami penurunan peringkat dan stamina. Kemudian hal ini menjadikan mereka hidup gelisah terus- menerus.
     Apa yang terjadi setelah itu ? manusia pun segera melupakan setelah mereka “ turun panggung “ ( tak mampu lagi berprestasi, baik karena kualitas maupun usianya ), maka bertambahlah sakit ( hati ) dan kesedihannya.
     ( Dapat kita saksikan sendiri, betapa mantan- mantan juara dalam perbulutangkisan atau bidang olahraga lainnya yang dulunya - ketika mereka meraih gelar tersebut-  disanjung, dipuja dan diimpikan setiap orang, kini apa kabarnya mereka, silahkan anda ambil permisalan dari perpersonnya, peny.)
     Jika demikian, maka tak ada kebahagiaan ( hakiki ) pada diri olah ragawan, sekalipun banyak orang menduga mereka hidup dalam kebahagiaan.
Para seniman, sebenarnya kehidupan mereka adalah yang paling buruk dan jelek. Yang saya maksud dengan seniman disini adalah para seniman lagu dan artis ( bintang layar perak ).
Mereka hidup berantakan, hilang ingatan ( mabuk ), lemah, hilang rasa malu dan mati ( unsur) keutamaannya. Hal ini sudah menjadi rahasia umum, bahkan sebutan tersebut sudah menjadi hiasan koran- koran, baik yang terbit pagi maupun sore. Di sini saya sebutkan beberapa kasus ;
Anwar Wadji, suami seorang bintang film Yahudi, Laila Murod. Wanita ini menuturkan tentang suaminya :
“ Sesungguhnya suami saya adalah seorang actor yang berjiwa besar, di mana ia berkata : Aku bercita- cita ingin memiliki milyaran Junaih, sekalipun aku harus sakit dalam memperolehnya.
Lalu aku katakan kepadanya : Untuk apa harta sebanyak itu jika anda harus sakit ? Ia pun menjawab : Belanjakan sebagian harta itu untuk mengobati sakitku dan sisanya untuk bekal kebahagiaan hidupku”.
Maka ia pun benar- benar memiliki kekayaan lebih banyak dari milyaran Junaih. Lalu Alloh SWT mengujinya dengan penyakit kanker ganas, maka ia pun membelanjakan bermilyar- milyar pula untuk mengobatinya. Akhirnya ia tidak sempat memperoleh kebahagiaan, sampai- sampai ia sendiri tidak memakan hartanya itu kecuali hanya sedikit dari makanan yang diperbolehkan dokter, karena ia dilarang untuk memakan banyak jenis makanan lainnya. Lalu ia pun mati karena penyakit kankernya itu.
Niyazi Mustofa, ia seorang produser film, namun hidupnya dalam kesengsaraan dan kegelisahan. Ketika usia nya menginjak 70 tahunan, ia didapati meninggal di rumah kediamannya. Padahal malam sebelumnya ia berada di tengah pesta muda- mudi yang juga dihadiri oleh lebih dari 10 orang gadis- gadis. Paginya ia ditemukan telah meninggal, mati terbunuh.
Lihatlah gaya kehidupan model ini, panik, takut, mabuk- mabukan dan khianat lalu mati dalam keadaan seperti ini, naudzubillah - kita berlindung kepada Alloh dari kematian yang jelek di akhir hayat ( su’ul khotimah ).
Jadi jelaslah, bahwa kebahagiaan itu bukanlah kehidupan yang diwarnai oleh kepalsuan dan hayalan yang semu yang hanya bisa menyorotkan sinar mata kepada hal- hal yang semu. Bersamaan dengan itu mereka pun hidup terjerumus ke dalam kegelisahan dan kesengsaraan.
( Masih banyak lagi contoh- contoh yang bisa kita lihat di sekitar kita - di negeri tercinta, Indonesia-. Manakala mereka sudah tidak mampu lagi berakting -karena usia atau kualitas- dunia glamour pun meninggalkannya dan masyarakat melupakannya, peny.)

Bahagia karena ijazah (Termasuk Sertifikasi dan Penghargaan ilmiyah)
     
Kadangkala ada sebagian orang yang ingin menggapai kebahagiaan dengan memperoleh title kesarjanaan, apalagi setingkat doktor.
     Dengan tegas aku katakana : Dengan ijazak “ Doktor “sekalipun tidaklah mungkin kebahagiaan itu bisa diraih.
     Kita ikuti kisah berikut yang berkenaan dengan seorang dokter wanita seperti yang dipaparkan oleh majalah Al Yamamah.
     “… tersebutlah sang dokter wanita itu berteriak keras : Ambillah ( olehmu ) ijazah- ijazah ku lalu berikan aku seorang suami…”
     Jeritan dokter ini menggambarkan kehidupannya yang sebenarnya, yang sering orang menduga bahwa kehidupan seorang dokter itu penuh dengan kebahagiaan, bahkan sangat bahagia. Karena banyak orang mengangap, bahwa ilmu kedokteran ini memiliki kelas tertinggi dalam dunia keilmuan.
     Coba kita ikuti lagi apa yang dikatakannya lewat pengakuannya yang sempat digores melalui buku hariannya :
     “ Jam tujuh pagi setiap hari, merupakan waktu yang membuatku gelisah dan mencucurkan air mata. Mengapa ini harus terjadi ?
     Dengan berkendaraan diantar sopir aku menuju tempat praktekku ( yang terkungkung ) bahkan ( seolah bagaikan hidup ) di kuburanku . Ia mengistilahkan tempat prakteknya sebagai kuburannya, daan bahkan sebagai “ zanzanah “ baginya.
     Kemudian ketika ia mengungkapkan tentang tempat tinggal sebenarnya, ia berkata, “ sebenarnya menuju ” kantorku” dan tempat kediamanku yang membuatku bahagia.” Kata itu sebagai pengganti “ tempat tinggalnya “ nya yang sebenarnya.
     Ia pun melanjutkan ceritanya, “ Aku dapati seorang perempuan dengan anak- anaknya memandangiku, dan mereka melihat ke “ mantel putih” ku ( pakaian dokter ), seakan- akan (terlihat oleh mereka) sebagai “ selimut sutra “ model Parsi. Padahal menurutku tak ubahnya seperti pakaian tukang besi.”
     Lalu ia melanjutkan, “ Aku masuk ke tempat praktekku, lalu aku mengikatkan statescope seolah -olah seutas tali pengikat yang melilit di seputar leherku. Hingga sampai mencapai umur tiga puluhan tahun aku hanya mempersiapkan bagi penyempurnaan ikatan yang melilit di seputar leherku ini, dan menjadi alamat sial yang membuatku sedih dalam menyongsong masa depan.”
     Akhirnya ia berteriak dengan suara keras, “ Ambillah ijazahku dan pakaian- pakaian dinasku dan juga seluruh referensiku, serta harta dan kekayaan yang mendatangkan kebahagiaan palsu ini, lalu perengarkanlah padaku satu kalimat ( yang mengisyaratkan suara rengekan dan tangis seorang anak yang mungil  ) : Mama, mama, mama,…”
     ( Bukti kerinduannya akan kehadiran suami dan anak- anak dalam menemani kehidupan sehari-  hari nya, pent.)

Bahagia dalam hal jabatan (Formal dan informal, serta status)

Agar kebahagiaan dapat diraih sering orang melakukannya dengan berlomba dalam menduduki jabatan tinggi dan terhormat, seperti sebagai pemimpin, menteri, ataupun jabatan lainnya. Maka aku katakan pada anda : Tidak, sama sekali tidak akan bisa.
Tahukah anda mengapa tidak bisa ? Karena hal ini merupakan hayalan( semu ) di dunia, dan pemiliknya tidak akan mampu memperoleh hakikatnya lalu ia akan rugi dan menyesalinya kelak pada hari kiamat.
Para pemilik jabatan dan kekuasaan tidak bisa melepaskan kepalsuan ( kebahagian itu ), karena takut akan hilangnya jabatan atau kekuasaan tersebut. Akan anda dapati mereka itu gelisah dalam mempertahankan jabatannya itu. Sebab jika kedudukan / jabatannya hilang -padahal cepat atau lambat pasti akan hilang juga-  lalu ia akan menghabiskan sisa umurnya dalam kegelisahan dan kesengsaraan.
Jabatan / kedudukan telah menjadi salah satu sebab malapetaka bagi pemiliknya, oleh karenanya ia hidup di dalam ketakutan, kegundahan dan kegelisahan terus- menerus.
Untuk masalah ini cukup kami contohkan beberapa kisah terdahulu, Fir’aun dan Haman misalnya. Kedua orang ini telah memiliki kedudukannya yang tertinggi, yang ( nasibnya ) diabadikan dalam Al Quran. Adapun kisah masa kini bisa kita ambil beberapa contoh saja, seperti :

Syah Iran, orang inilah yang mempelopori untuk merayakan peringatan berlangsungnya 2500 tahun berdirinya Negara Parsi. Dan ia juga berkeinginan untuk melebarkan kekuasaannya di kawasan Yeluk, kemudian setelah itu baru Dunia Arab. Tujuannya agar bisa bertemu ( bersatu ) bersama Yahudi. Dia orang yang sangat kaya, kemudian mengalami hal sebaliknya, seperti Thawus, lalu bagaimana akhir hidupnya ?
Ia terusir dari negerinya dan tidak ada satu negara pun yang memberikan perlindungan kepadanya, bahkan Amerika sekalipun yang konon merupakan negara paling dekat ( hubungannya ) dengannya. Dalam keadaan itulah, akhirnya dia mati dalam keadaan terbuang dan terusir dari Mesir, setelah ia tersiksa oleh angan- angan kosongnya, dan oleh juga penyakit kankernya.
Adapun keluarganya, anak- anaknya, pengawalnya, berantakan saling pisah ke beberapa benua.

Ferdinand Marcos, orang ini adalah pemimpin yang melampaui batas ( thogut ). Apa yang terjadi terhadapnya?
Banyak terjadi hal- hal yang sensasional dalam perjalanan kepemimpinannya. Menurutku dialah orang yang pantas dijadikan ‘ibroh.
Tokoh inilah yang oleh Alloh dilimpahkan kesedihan, kegelisahan dan kesengsaraan di dunia sebelum di akhiratnya.
Tak disangk,a tiba- tiba ia menjalani pembuangan dan pengasingan yang dilakukan oleh sejawatnya sendiri. Ia tak kuasa kembali ke negeri yang telah membuatnya hidup mewah seprti yang dia inginkan itu. Hingga datang ajalnya, ia tidak berhasil memperoleh sedikit pun dari waktunya -di negerinya, Filipina- untuk menyembunyikan keburukan dirinya. Maha suci Alloh, Dia-lah Maalikul Mulki.

Bokassa, dialah orang yan mendudukkan dirinya sebagai kaisar dan kita tidak bosan bosannya untuk menyebut segala perbuatan dan penampilannya ketika ia berkuasa di kawasan Afrika Tengah.
Ketika ia sedang berkunjung ke Perancis, di negerinya terjadi revolusi yang membuat ia berkelana ( sembunyi ) di sana karena tidak bisa pulang, sampai- sampai bumi ini terasa sempit baginya.
Pada saat ia pulang ke negerinya dengan menggunakan nama samaran, pemerintah setempat mengetahui dan menangkapnya lalu ia di hukum di negerinya sendiri.
Kini saya tak tahu nasibnya, apakah ia telah dibunuh atau belum. Yang hanya kita ketahui bahwa ia ditimpa berbagai macam penyakit, yang paling ringan adalah penyakit gelisah dan dilanda kedukaan di negeri yang ia sendiri pernah mengangkat dirinya sebagai kaisar di situ.
Itu sebagian contoh dan tentunya masih banyak lagi contoh- contoh lain. Kita bisa membaca dari kasus- kasus yang telah lalu atau pun yang akan terjadi, yang berjalan menurut sunnatulloh dan tak bisa berubah. Ini semua adalah kebahagiaan semu yang sering digambarkan orang sebagai kebahagiaan hakiki.
Banyak manusia yang pada awalnya merasa bahagia, padahal kenyataannya mereka berada dalam kesedihan kegelisahan, kesengsaraan dan kehinaan.
Diantara contoh- contoh yang jelas adalah seperti yang dialami oleh bangsa Eropa, khususnya negeri Skandinavia yang merupaka negeri kaya baik untuk tingkat negara maupun GNP- nya. Namun demikian, negeri tersebut juga menunjukkan tingkat tertingginya dalam kekacauan dan kegoncangan.
Bisa saja kita bandingkan dengan negeri negeri -Islam yang kebanyakan miskin- , angka statistik menunjukkan disana paling sedikit terjadi kegoncangan dan kekacauan.
Demikian kita melihat dari celah- celah realita, menunjukkan bahwa kebahagiaan hakiki bukanlah dalam hal harta, popularitas, kesarjanaan, atau pun dalam hal jabatan dan kedudukan serta yang sejenisnya yang bersifat keduniaan.
Jika demikian, di manakah sebab- sebab kebahagiaan itu bersembunyi ? Dan apa saja sifat- sifatnya ?
Sebelum menjawab pertanyaan itu, kami utarakan dulu sebagian hal- hal yang menghalangi kebahagiaan itu secara singkat.
(Insya Allah bersambung ke Bagian Kedua)



0 komentar:

Mari berdiskusi...

--------------------------------------------------------------------

Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...

--------------------------------------------------------------------