Refleksi Kehidupan Salafusoleh 
Dalam Berinteraksi Dengan Ayat-ayat al-Quran
﴿ مُلح الآيات القرآنية في حياة سلفنا العملية ﴾
Sungguh generasi pendahulu kita dengan sadar telah menikmati sensasi ayat-ayat al-Quran dan sunah Nabi. Mereka mengamalkannya dalam praktek keseharian. Kehidupan di luar masjid tidak membuat mereka tidak menjalankannya. Mereka tidak memisahkan dan menjadikan aktivitas kehidupan amaliah (duniawi) sebagai satu sisi dan agama pada sisi yang lain, tetapi keduanya saling melengkapi. Interaksi mereka dengan ayat-ayat qurâni dan sunah nawabi nampak dalam aktivitas gerak dan diam mereka.

Abdullah Ibn Umar respek dengan firman Allah I,
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai.” (QS.Ali Imran:92)
Ketika mendapatkan sesuatu yang amat disukainya pada hartanya, serta-merta ia jadikan harta itu sebagai taqarub (pendekat) kepada Allah U.
Budak-budak Ibnu Umar menyadari hal itu. Hingga salah seorang di antara mereka ada yang sengaja berdiam diri di masjid. Ketika Ibnu Umar melihatnya dalam keadaan demikian, diapun memerdekakan budak itu. Atas sikapnya itu, sebagian orang ada yang berkata kepadanya,
“Budak-budak itu hanya menipumu!”

 
Ibnu Umar menjawab:
“Siapa yang menipu kami untuk Allah, kami akan membiarkan seolah kami tertipu untuknya.” .
Ibnu Umar memiliki budak perempuan yang begitu disayanginya. Tetapi diapun memerdekakan budak itu dan menikahkannya dengan Nâfi’, budak yang juga telah dimerdekakannya sebelumnya.
Ibnu Umar berkata:
“Sesungguhnya Allah I berfirman:
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai.” (QS.Ali Imran:92)
Pernah Ibnu Umar membeli unta jantan dan merasa takjub ketika menungganginya. Diapun berkata kepada ajudannya:
“Wahai Nâfi’, jadikan unta ini sebagai sedekah.”
Pada kesempatan yang lain, Ibnu Ja’far (seorang saudagar) ingin membeli Nafi’, budak lelaki Ibnu Umar sebesar 10.000 dirham atau lebih dari itu. Ibnu Umar berkata:
“Aku telah memerdekakannya, dia bebas untuk Allah.”
Pada waktu yang lain Ibnu Umar membeli seorang budak dengan harga 40.000 dirham kemudian dimerdekakannya. Setelah dimerdekakan budak itupun berkata:
“Wahai tuanku, engkau telah memerdekakanku, maka berilah aku sesuatu agar aku bisa hidup.”
Ibnu Umar pun memberinya 40.000 dirham.
Pada waktu yang lain Ibnu Umar membeli 5 orang budak. Manakala dia sedang shalat kelima budak itu turut shalat di belakangnya. Ibnu Umarpun bertanya kepada mereka:
“Untuk siapa kalian melakukan shalat ini?”
“Untuk Allah!” Jawab mereka.
Mendengar jawaban mereka Ibnu Umar berkata:
“Kalian merdeka untuk Dia yang kalian shalat kepada-Nya.” Ibnu Umarpun memerdekakan mereka semua.
[Al-bidayah wa an-Nihayah 6/9]
Ayat:
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai.” (QS.Ali Imran:92)
Jika dipraktekkan di era kita sekarang ini, maka tidak akan lagi ditemukan seorang miskin atau terlantar pun di tengah masyarakat muslim, walau hanya 10% saja dari mereka yang mempraktekkannya.

*****





Ali Ibn al-Husain respek dengan firman Allah I:
“(Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS.Ali Imran:134)
Abdurrazzak berkata,
“Budak perempuan Ali Ibn al-Husain menuangkan air kepada Ali untuk berwudhu, tetapi bejana yang dipegangnya terlepas dari tangannya sehingga mengenai wajah Ali. Diapun mendongak (menatap tajam) kepada budaknya itu. Maka berkatalah budak perempuan itu menyitir ayat dalam surat Ali Imran:
“Sesungguhnya Allah I berfirman:
“…dan orang-orang yang menahan amarahnya..”
“Aku telah menahan amarahku.” Jawab Ali.
“...dan memaafkan (kesalahan) orang...” lanjut budak perempuan itu.
“Semoga Allah mengampunimu.” Jawab Ali.
“...Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan...” Mengakhiri ayat 134 dari surat Ali Imran yang dibacanya.
“Kini engkau aku merdekakan semata karena Allah.” Ungkap Ali.
[Al-Mushannif Abdurrazzaq no.8317]

* * * * *
Umar Ibn Abdul Aziz respek dengan firman Allah I: 
“Sesungguhnya pelindungku ialahlah yang telah menurunkan Al kitab (Al-Quran) dan Dia melindungi orang-orang yang saleh.” (QS.al-A’râf: 196)
Dikatakan kepada Umar Ibn Abdul Aziz[1] ketika berada dalam pembaringan menjelang kematiannya:
“Mereka anak-anakmu  (yang berjumlah 12), tidakkah engkau berwasiat kepada mereka dengan sesuatu, sesungguhnya mereka itu fakir.”
Umar menjawab:
“Sesungguhnya wali (pengayom)ku adalah Allah yang telah menurunkan al-kitab (al-Quran) dan dia pula yang akan mengayomi orang-orang yang saleh. Demi Allah, aku tidak akan memberikan hak orang lain kepada mereka. Mereka ada di antara dua keadaan orang; orang yang saleh, maka Allah akan menjadi pengayomnya, atau bukan orang saleh, maka aku tidak akan membantu kefasikan (perbuatan dosanya) dengan memberinya harta. Aku sendiri tidak peduli pada posisi mana pengakhiran mereka. Aku tidak akan meninggalkan untuk mereka sesuatu yang dapat digunakan bermaksiat kepada Allah sehingga aku menjadi sekutunya setelah kematianku.”
Kemudian dia memanggil anak-anaknya untuk mengucapkan perpisahan seraya berpesan dengan apa yang telah menjadi prinsipnya itu, lalu berkata:
“Pergilah kalian semua, Allah akan menjaga kalian dan akan memperbaiki keadaan kalian setelah ini. ” Pesan Umar.
Orang-orang berkata (setelah kematian Umar):
“Kami mendapati di antara anak-anak Umar Ibn Abdul Aziz ada yang membawa 80 ekor kuda untuk digunakan berperang dijalan Allah. Sedangkan di antara putra Sulaiman Ibn Abdul Mâlik[2], meskipun banyak harta yang ditinggalkan untuk anak-anaknya (tapi pada akhirnya) datang dan meminta kepada anak-anak Umar Ibn Abdul Aziz. Yang demikian karena Umar mewakilkan anaknya kepada Allah U sedangkan Sulaiman dan penguasa lainnya menggantungkan anak-anak mereka pada apa yang diberikan, sehingga habis dan lenyaplah harta itu untuk memuaskan hawa nafsu anak-anak mereka.
[kitab: Al-Bidayah wa an-Nihaya 9/218.]
Dengan satu ayat Umar Ibn Abdul Aziz mengejawantahkan ayat tersebut dalam urusan hak anak-anaknya sehingga Allah jaga mereka dengan izin-Nya. Bahkan bukan hanya itu, Allah gabungkan untuk mereka kebaikan dunia dan akhirat.
Bukankah sudah seharusnya kaum muslimin menyadari betapa pentingnya mendidik anak keturunan yang sesuai dengan sudut pandang Islam.
* * * * *
Penyair pun memiliki bagian dalam memahami al-Quran dan sunah serta bagaimana mereka berinteraksi dengan nas-nas keduanya dalam kehidupan nyata mereka sehari-hari.
Farzadaq, seorang penyair respek dengan firman Allah I:
“Maka Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum (yang lebih tepat); dan kepada masing-masing mereka telah Kami berikan Hikmah dan ilmu.” (QS.al-Anbiya: 79)
Dikabarkan bahwa al-Walid[3] mengirim utusan kepada raja Romawi meminta dikirimi ahli-ahli bangunan, baik ahli marmer dan yang lainnya, untuk membantu membuatkan bangunan Masjid Umawi di Damaskus sesuai keinginannya. Maka raja Romawi pun mengirim banyak ahli bangunan sekitar 200 tukang seraya menulis surat kepadanya, yang isinya:
“Jika ayahmu tahu apa yang kamu lakukan dan membiarkan saja sungguh itu adalah cela bagimu. Jika dia tidak memahaminya sedang engkau memahaminya, sungguh itu adalah cela baginya.”
Ketika kiriman raja Romawi sampai kepada Walid, dia ingin membalas surat itu. Maka berkumpullah orang-orang untuk membahasnya. Di antara mereka ada Farzadaq, seorang penyair, dia berkata:
“Aku yang akan menjawabnya dari kitabullah, wahai Amirul mukminin."
“Apa itu?” Tanya Walid
“Allah I berfirman:
“Maka Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum (yang lebih tepat); dan kepada masing-masing mereka telah Kami berikan Hikmah dan ilmu.” (QS.al-Anbiya:79)
Sulaiman adalah putra Daud. Allah memberinya kefahaman apa yang tidak diberikan kepada ayahnya.” Jelas Farzadaq.
Jawaban Farzadaq membuat Walid salut. Maka Walidpun mengirim jawaban itu kepada Raja Romawi. Farzadak mengatakan hal itu dalam syairnya:
Aku pisahkan antara Nasrani di gereja-gereja mereka
Antara ahli ibadah, tukang sihir dan ternak
Mereka semua jika sembahyang wajahnya berbeda-beda
Ada yang sujud kepada Allah atau kepada patung
Bagaimana mungkin berkumpul pemukul lonceng ahli salib
Dengan para pembaca al-Quran yang tidak tidur
Aku pahami masalahannya seperti pemahaman Daud dan Sulaiman
Yang mengadili orang-orang pada kebun dan ternak
....
[al-Bidayah wa an-Nihayah 9/153]
* * * * *
Abdul Malik bin Marwan, yang telah banyak menaklukkan negeri-negeri  di berbagai penjuru dan menjadikannya daulah islamiah pada zamannya, ketika terbaring menyongsong kematiannya.


0 komentar:

Mari berdiskusi...

--------------------------------------------------------------------

Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...

--------------------------------------------------------------------