Bag-4 : Khilafah Ummat Muhammad Saw
Kholifatul Ardli:
Di sepanjang sejarah manusia satu ummat menggantikan ummat yang lain. Namun penggantian tersebut berhenti sampai pada ummat Nabi Muhammad Saw. Maksudnya di sini bukan ummat Muhammad yang menerima seruan dan beriman kepadanya. Namun maksudnya adalah orang yang Muhammad diutus kepada mereka yaitu ummat dakwah sesuai dengan istilah yang terkenal. Dan inilah yang dipertegas oleh firman Allah:
“Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu Amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al An’am: 165)
Dan kita perhatikan ayat tersebut mempergunakan ungkapan “Ja’alakum Khola’ifal Ardli” artinya menjadikan kamu penguasa-penguasa bumi. Sedangkan dalam ayat-ayat sebelumnya dengan ungkapan (Khola’ifa Fil Ardli) artinya penguasa-penguasa di bumi. Hal itu terhentinya seluruh khilafah di bumi pada ummat tersebut sebagaimana telah kami jelaskan.
Dan Ath Thobari berkata dalam menafsirkan ayat tersebut:
“Allah swt berfirman kepada Nabi-Nya Muhammad Saw dan ummatnya. Dan Allah lah yang telah menjadikan kamu wahai manusia penguasa-penguasa bumi dengan membinasakan ummat-ummat sebelum kamu. Dan menjadikan kamu pengganti-pengganti mereka di bumi. Kalian gantikan kedudukan mereka di bumi dan kalian lestarikan dan makmurkan bumi itu setelah mereka.”[1]
Hal ini maksudnya bahwa ummat tersebut (ummat Muhammad) harus berbeda jalan kehidupan dan suluknya dengan ummat-ummat kafir sebelumnya yang telah dibinasakan oleh Allah karena dosa-dosa mereka sebagaimana indikasi shighoh ‘khola’if’ dalam penggunaan al qur’an yang telah kami jelaskan sebelumnya. Dan Maki bin Abi Thalib berkata tentang kata ‘khola’if’ dalam ayat tersebut dan katanya: “Ini diperuntukkan kepada ummat Muhammad Saw karena mereka adalah ummat yang terakhir. Ummat-ummat sebelum mereka telah pernah berkuasa di bumi. Dan ummat Muhammad Saw adalah ummat terakhir di bumi. Dan Muhammad saw adalah penutup para naib.[2]
Demikianlah makna khilafah dalam ayat-ayat tersebut, yaitu khilafah suatu ummat terhadap yang lain. Artinya menggantikan orang lain karena ghaibnya orang yang digantikan dengan kematiannya atau kebinasaannya.

Khulafa’ul ardli
Allah swt berfirman:
“Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah disamping Allah ada Tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati(Nya).” (QS. An Naml: 62)
Telah kita ketahui pada halaman sebelumnya bahwa khilafah di bumi secara zaman telah berhenti sampai pada ummat Muhammad Saw – ummat dakwah -, hal itu sebagaimana firman Allah;
“Dialah yang menjadikan kamu khulafa’ul ardli (penguasa-penguasa bumi), dan Dia meninggikan kamu atas (sebagian yang lain) beberapa derajat.
Kalau memang demikian maka khilafah tersebut terjadi pada ummat yang Nabi Muhammad saw diutus kepada mereka. Ma’na “al khilafah” dalam firman Allah swt; “Dialah yang menjadikan kamu khulafa’ul ardli” menunjukkan khilafah yang lain buka khilafah yang pertama, yaitu “suatu khilafah yang dijanjikan dan yang dinanti-nantikan”, yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan realitas kehidupan ummat sekarang yang penuh dengan kemusyrikan. Dan sepertinya syarat pertama dalam khilafah ini adalah tauhidullah SWT dan memanjatkan do’a hanya kepada-Nya tidak kepada selain-Nya. Dialah yang mengabulkan do’a orang yang dalam kesulitan apabila ia berdo’a kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu penguasa-penguasa bumi.
Dan tidak ketinggalan pula di sini kami sebutkan kesamaan dua ayat dari segi idhofah
(Huwal ladzi ja’alakuk khola’ifal ardhi) dan (Wa yaj’alukum khulafa’al ardhi).
Kedua ayat tersebut memberikan indikasi bahwa khilafah dalam ayat yang pertama adalah untuk ummat Nabi saw diutus kepada mereka, sedangkan khilafah yang kedua adalah untuk ummat yang menerima seruan dan dakwah Nabi saw. Makna khilafah yang tersurat dalam ayat tersebut telah dijelaskan dalam firman Allah Swt;
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan aku. dan Barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, Maka mereka Itulah orang-orang yang fasik. (QS. An Nur: 55)
Ibnu Katsir berkata dalam menafsirkan ayat tersebut: ini adalah janji Allah kepada Rasul-Nya Saw bahwa Dia akan menjadikan ummatnya khulafa’ul ardhi, yaitu pemimpin-pemimpin manusia dan para penguasa. Dan dengan adanya mereka itulah negara akan menjadi baik dan damai dan rakyat tunduk kepada mereka. Dan sungguh Allah akan merubah yang tadinya berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Dan hal ini telah diperbuat oleh Allah Swt dan segala puji hanya milik Allah swt.[3]
Dan demikianlah kita dapati bahwa khilafah dalam ayat tersebut adalah khilafah khusus yang dijanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih. Apabila telah memenuhi persyaratannya yang hanya beribadah kepada Allah SWT dan tidak menyekutukan-Nya.
Hal ini sama halnya dengan apa yang telah diserukan kepada mereka dalam ayat yang telah lalu tatkala mereka tidak mengetahui kemusyrikannya yang menghalangi terwujudnya khilafah tersebut;
“Dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah di samping Allah ada Tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati(Nya).” (QS. An Naml: 62)
Dan bahwa shighoh “kulafa’” di sini juga menunjukkan tentang pewarisan dien yang dengan keharusannya ummat Muhammad Saw mewarisi ummat-ummat shaleh sebelumnya, hal itu adalah yang dipertegas oleh firman Allah Swt (Sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa) yaitu dari ummat-ummat yang shaleh. Dan tidak diragukan lagi bahwa itu adalah suri tauladan orang-orang mukmin. Oleh karena itu, Allah mengisahkan kepada kita kisah-kisah mereka dan menyebutkan kabar-kabar mereka agar kita mengikuti jejak langkah mereka dalam beriltizam kepada syari’at-syari’at Allah dan ajaran-ajaran para Nabi.
Khilafah dengan makna seperti ini adalah “Khilafah Ikhtiyariyyah Kasbiyyah”, manusia mampu berusaha untuk mencapainya apabila meniti jalannya, melaksaakan tugas tanggung jawabnya dan memenuhi persyaratannya. Hal ini berbeda dengan makna khilafah yang bershighah ‘khala’if’.
Setelah itu kita harus mengetahui aspek-aspek khilafah tersebut sebagaimana nampak dalam al Qur’an tersebut yaitu; pengangkatan orang-orang mukmin sebagai khalifah sama halnya dengan pengangkatan orang-orang sebelum mereka sebagai khalifah.
Para ahli tafsir hampir sepakat bahwa yang dimaksud ‘orang-orang sebelum orang-orang mukmin’ adalah Bani Isra’il. Dari sinilah kita harus mengetahui perihal pengangkatan Bani Isra’il sebagai khalifah, dan sesuatu yang memperjelas makna ayat tersebut dan mengungkap maksud dari pengangkatan khalifah di dalamnya. Hal ini diperoleh dari nash-nash al Qur’an sendiri:
Allah swt memberikan informasi kepada kita di dalam al Qur’an bahwa Bani Isra’il dahulunya adalah orang-orang yang lemah dan ditindas oleh Fir’aun. Kemudian Allah hendak memberikan karunia kepada mereka dan menjadikan peimpin dan pewaris (kekuasaan) Fir’aun. Hal ini sebagaimana dalam firman Allah Swt:
“Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi (Mesir) itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi),
“Dan akan Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi dan akan Kami perlihatkan kepada Fir'aun dan Haman beserta tentaranya apa yang se- lalu mereka khawatirkan dari mereka itu.” (QS. Al Qashash: 5-6)
Itulah Bani Israil berdiri mengadukan Musa tentang penindasan Fir’aun kepada mereka sebelum dia (Musa) diutus kepada mereka dan setelah diutus.
“Kaum Musa berkata: "Kami telah ditindas (oleh Fir'aun) sebelum kamu datang kepada Kami dan sesudah kamu datang. Musa menjawab: "Mudah-mudahan Allah membinasakan musuhmu dan menjadikan kamu khalifah di bumi(Nya), Maka Allah akan melihat bagaimana perbuatanmu.” (QS. Al A’raf: 129)
Di sini kita perhatikan pengharapan Musa as, terhadap pengangkatan mereka sebagai khalifah di bumi setelah dibinasakannya musuh mereka. Hanya saja Musa as, mengetahui bahwa khalifah tersebut tidak mungkin terwujud hanya cukup dengan pengharapan namun harus memenuhi persyaratannya.
“Musa berkata kepada kaumnya: "Mohonlah pertolongan kepada Allah dan bersabarlah; Sesungguhnya bumi (ini) kepunyaan Allah; dipusakakan-Nya kepada siapa yang dihendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al A’raf: 128)
Jadi hsrus dengan memohon pertolongan kepada Allah dan kesabaran yang lama. Dan kesudahannya setelah itu seluruhnya untuk orang-orang yang bertakwa. Hal ini tidaklah khusus terhadap Bani Isra’il. Namun hal itu merupakan salah satu dari sunatullah di alam ini.
“Dan sungguh telah Kami tulis didalam Zabur sesudah (kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hambaKu yang saleh.” (QS. Al Anbiya’: 105)
Jadi mereka sebelumnya harus menjadi orang-orang yang bertakwa dan shaleh untu berhak memperoleh khilafah sesuai dengan sunatullah.
Itulah Allah swt merealisasikan janji-Nya dengan membinasakan Fir’aun dan bala tentaranya dan mengangkat Bani Israil sebagai khalifah setelah mereka melaksanakan perintah Musa as, untuk bersabar dan memohon pertolongan kepada Allah swt dan bertakwa, dimana Allah swt berfirman:
“Dan Kami pusakakan kepada kaum yang telah ditindas itu, negeri-negeri bahagian timur bumi dan bahagian baratnya[560] yang telah Kami beri berkah padanya. dan telah sempurnalah Perkataan Tuhanmu yang baik (sebagai janji) untuk Bani Israil disebabkan kesabaran mereka. dan Kami hancurkan apa yang telah dibuat Fir'aun dan kaumnya dan apa yang telah dibangun mereka.” (QS. Al A’raf: 137)
Dan tidak dirahgukan lagi bahwa Allah SWT telah merealisasikan janji-Nya terhadap orang-orang yang beriman dengan mengangkat orang-orang sebelum mereka sebagai khalifah. Dan sebagaimana sabda Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Muslim dari Tsauban, dia berkata: Rasulullah saw bersabda;
“Sesungguhnya Allah Swt memperlihatkan kepadaku peta bumi lantas aku timur dan baratnya. Sesungguhnya kekuasaan ummatku akan sampai meliputi apa yang diperlihatkan kepadaku. Dan aku diberi dua simpanan kekayaan merah dan putih.”
Pada mulanya informasi mengenai hal tersebut adalah sebelum Futuh Makkah. Kemudian hal tersebut terealisir seperti apa yang telah dia informasikan. Islam tersebar mulai dari Timur sampai Barat. Lebih banyak persebarannya dari pada di utara dan selatan. Dan kerajaan Parsi dan Rum berhasil ditaklukkan oleh kaum Muslimin, dan banyak negeri-negeri yang masuk ke dalam Islam sampai khilafah Islam terbentang mulai dari Indonesia bagian timurnya dan sebelah barat Prancis untuk bagian baratnya.
Peneguhan dien yang telah Allah ridhai untuk mereka: Allah telah meneguhkan bagi kaum Muslimin dien mereka, lantas menjadi sebuah dien yang kuat, mempercundangi orang-orang yang akan membinasakannya. Hal itu disebabkan kesempurnaannya sebagaimana firman Allah swt;
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Maidah: 3)
Sebagaimana Dia telah menjelaskan tujuan diutusnya Rasulullah Saw yaitu untuk memuliakan dan memantapkan dien Islam atas seluruh dien yang lain. Firman Allah swt;
“Dialah yang telah mengutus RasulNya (dengan membawa) petunjuk (Al-Quran) dan agama yang benar untuk dimenangkanNya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrikin tidak menyukai.” (QS. At Taubah: 33)
Di sini yang harus digarisbawahi bahwa ‘peneguhan dien’ yang Allah janjikan kepada orang-orang mukmin dalam ayat tersebut mencakup peneguhan di bumi. Karena tidak terbayangkan peneguhan di dalam dien tanpa peneguhan di bumi. Sedangkan peneguhan di bumi tanpa peneguhan di dalam dien memungkinkan dan bisa dibayangkan dengan berbagai bukti dari berbagai sejarah dan realitas yang ada. Sebagaimana yang telah diisyaratkan al Qur’an dalam berbagai ayat yang di antaranya dalam kisah kaum ‘Ada dan Tsamud. Dan hikmah peneguhan bagi orang-orang selain orang-orang mukmin di bumi tersebut, di satu sisi adalah ujian bagi orang-orang kafir, da di sisi lain adalah sebagai hukuman bagi orang-orang mukmin. Karena Allah swt di samping menguji dengan azab juga menguji dengan nikmat.
 “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). dan hanya kepada kamilah kamu dikembalikan.” (QS. Al Anbiya’: 35)
Da begitu juga apabila orang-orang mukmin tidak memenuhi persyaratan pengangkatannya sebagai khalifah maka harus dihukum. Dan apabila peneguhan terhadap dien itu persyaratannya adalah iman dan amal shaleh, maka untuk kelanjutan peneguhan tersebut harus persyaratan yang sama sebagaimana firman Allah swt;
“(Yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.” (QS. Al Hajj: 41)
Penukaran keadan mereka dari ketakutan menjadi aman sentosa.
Begitu juga Allah telah merealisasikan janji-Nya terhadap orang-orang mukmin. Dia tukar keadaan mereka yang tadinya takut menjadi aman sentosa setelah mereka diangkat menjadi khalifah di bumi dan diteguhkan dien mereka. Setiap peneliti sejarah dakwah mengetahui kadar ketakutan yang meliputi orang-orang mukmin pada fase Makkah. Sebagaimana terdapat dalam dua kitba shahih dari Khabbab bin al Art, dia berkata: kami mengadu kepada Rasulullah saw di saat beliau berteduh di ka’bah. Kami telah mengalami penindasan dari orang-orang musyrik (kaum kafir Makkah). Kepada beliau kami berkata: Apakah Engkau tidak berdoa untuk kami? Apakah Engkau tidak memohon pertolongan kepada Allah untuk kami? Dia berkata: lalu Rasulullah duduk dengan wajahnya merah. Kemudian berkata: “Demi Allah sesungguhnya di antara orang-orang sebelum kalian dahulu ada orang yang disiksa dengan disisir dengan sisir besi sehingga dagingnya terkelupas. Ada yang ditanam lantas kepalanya dibelah dua dengan gergaji. Tetapi siksaan-siksaan itu tidak menggoyahkan tekad untuk tetap mempertahankan diennya. Dan Allah pasti akan mengakhiri semua persoalan itu sehingga seorang berani berjalan dari Shan’a ke Hadrumaut tanpa ada rasa takut kepada siapa pun juga kecuali Allah ................
Tetapi kalian tampak terburu-buru (kurang sabar)[4]. Hal serupa adalah apa yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Abid bin Hatim, dia berkata: Taktkala aku berada si sisi Rasulullah saw, tiba-tiba datang seseorang mengadu kepada Rasulullah saw perihal kemiskinan, kemudian datang lagi orang lain mengadukan perihal perampokan, lantas beliau bersabda: Ya Adi, apakah engkau tahu tentang Hirah? Lalu saya jawab: aku belum tahu namun Engkau telah mengabarkan tentangnya. Beliau bersabda lagi: jika engkau berumur panjang, pasti engkau akan melihat seorang perempuan berani berjalan dari Hirah sampai bertawaf di ka’bah tanpa ada rasa takut kepada siapa pun juga selain Allah. Dia berkata: saya berkata dalam hati: lalu dimana para perampok yang bergentayangan di negeri-negeri? Dan jika kamu berumur panjang pasti kamu akan membuka simpanan kekayaan Kisra. Saya bertanya: Kisra bin Hurmuz? Ya Kisra bin Hurmuz jawab beliau. Dan jika engkau berumur panjang pasti engkau akan melihat seseorang yang digenggam tangannya penuh dengan emas atau perak, keluar mencari orang yang mau menerimanya. Namun dia tidak mendapati seorang pun yang mau menerimanya. Dan salah seorang di antara kalian pasti akan bertemu dengan Allah pada hari pertemuannya dimana tidak ada hijab antara keduaya dan tidak ada penerjemah yang menerjemahkan. (Bukhari VI: 450-451)
Adi berkata: “Saya telah melihat seorang perempuan berani berjalan dari Hirah sampa bertawaf di ka’bah tanpa ada rasa takut selain kepada Allah, dan saya adalah termasuk dari orang-orang yang membuka simpanan kekayaan Kisra bin Hurmuz, dan jika kalian berumur panjang, kalian pasti akan melihat apa yang disabdakan Rasulullah saw.”
Dan sudah tidak diragukan lagi bahwa berita mengenai keluarnya seseorang yang digenggam tangannya penuh dengan emas dan perak yang tidak seorang pun yang mau menerimanya telah terealisir pada zaman Umar bin Abdul Aziz.
Begitulah Allah memenuhi janji-Nya kepada orang-orang mukmin yang telah dilanda ketakutan pada awal tumbuhnya Islam. Kemudian ketakutan tersebut mulai lenyap sedikit demi sedikit setelah kaum muslimin hijrah ke Madinah, sampai menjadi satu kekuatan yang ditakuti dengan kemenangan yang selalu menyertainya, dan selalu diperhitungkan oleh musuh-musuhnya.



[1] Ath Thobari VIII: 114
[2] Al Bidayah Ila Bulughin Nihayah I: 44
[3] Tafsir Ibnu Katsir III: 314
[4] Lihat Fathul BariVII: 164-165


0 komentar:

Mari berdiskusi...

--------------------------------------------------------------------

Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...

--------------------------------------------------------------------