HIDUP PERLU PERLINDUNGAN ALLAH SWT.
(TAFSIR AL ISTI’ADZAH), Bag. 1
أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيطانِ الرَّجِيْمِ

1.1  Genderang Pertarungan Abadi Telah Ditabuh
            Disekitar kita terdapat alam yang diperuntukkan bagi makhluk supranatural. Alam inilah yang di dalamnya dihuni oleh bangsa jin. Di antara bangsa jin terdapat makhluk yang paling angkuh dan durhaka. Istilah ini muncul karena keangkuhan makhluk yang satu ini dan juga karena kedurhakaannya kepada Allah, penciptanya.
            Dr. Umar Sulaiman Al-Asyqar menjabarkan tentang setan sebagai berikut:
            “Setan yang banyak dibicarakan Allah kepada kita dalam Al Quran itu dari alam jin. Pada mulanya setan itu menyembah Allah, diam di langit bersama malaikat dan masuk surga. Kemudian ia durhaka kepada Rabbnya ketika diperintahkan untuk sujud kepada Adam. Ia durhaka dengan sombong, merasa lebih tinggi dan hasut (iri). Maka Allah mengusir dari rahmat-Nya (surga)”[1]

Selanjutnya ia mengatakan:
            “Setan dalam bahasa Arab dijadikan istilah bagi segala yang angkuh lagi durhaka. Ia dijadikan istilah bagi makhluk ini karena keangkuhannya dan kedurhakaannya kepada Rabbnya”
           
            Istilah lain yang sepadan dengan setan menurut kesepakatan ahli ilmu adalah thaghut, karena sifatnya yang melampaui batas, durhaka kepada Rabbnya, dan menobatkan diri sebagai tuhan yang berhak disembah.
            Makhluk yang satu ini telah putus asa dari rahmat Allah. Karena itu Allah menamainya iblis. Setan adalah tokoh utama dan menduduki peringkat teratas dari sekian banyak nama lain dari istilah thaghut. Seperti dituturkan oleh Al-Imam Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah, bahwa kelompok utama thaghut itu ada lima dan yang paling utamanya adalah setan.
           
Syaikhul Islam dalam hal ini mengatakan bahwa kelompok utama thaghut ada lima:
1. Setan yang menyeru /mengajak kepada ibadah selain Allah.
2. Penguasa zalim yang merubah hukum-hukum Allah.
3. Orang yang berhukum dengan selain (hukum) yang diturunkan Allah.
4. Orang yang mengaku mengetahui perkara-perkara gaib selain Allah.
5. Orang yang disembah selain Allah dan ia ridla untuk disembah.[2]
           
Di antara salafush shalih yang menyebutkan bahwa thagut itu adalah setan adalah Umar Ibnu Khaththab Radliyallahu’anhu.[3] Selain itu terdapat sederet nama lain yang juga menamakan thaghut dengan setan, di antaranya adalah Mujahid, Abul ‘Aliyah, Qatadah, Adl-Dlahhak, As-Suddi, Ibnu Zaid, Hasan bin Ali, Abu Ishaq, Az-Zamakhsyari, Al-Baghawi, Ar-Razi, Ibnu Taimiyah, Asy-Syanqithi, Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di, dan lain-lain.
           
Tentang makhluk yang bernama setan ini, Dr. Umar Sulaiman Al-Asyqar menyebutnya dengan mahluk berakal, mengetahui, bergerak, dan sebagainya.  Setan bukanlah seperti yang dikatakan sebagian orang-orang, yang tidak memilki ilmu: ‘Ia adalah roh keburukan yang menjelma dalam insting hewani manusia, yang dapat merubahnya bila telah menguasai hatinya, dari sifat-sifat spiritual tertinggi.[4]
           
Sedangkan pendapat sebagian orang yang mengatakan bahwa iblis berasal dari malaikat, adalah sama sekali tidak benar. Walaupun mereka beranggapan hal tersebut berdasarkan surat Al-Baqarah ayat 34, yang artinya:     
           
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: ‘Sujudlah kamu kepada Adam’, maka sujudlah mereka, kecuali iblis. Ia enggan dan takabur, dan ia adalah termasuk orang-orang kafir”.
           
Mereka beralasan bahwa pengecualian di sana merupakan mutstatsna minhu. Alasan tersebut bukanlah dalil final, karena pengecualian tersebut terputus—istitsna’ munqathi’—mengingat adanya nash yang menunjukkan secara jelas bahwa iblis berasal dari jin. Sebagaimana firman-Nya:
           
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: ‘Sujudlah kamu kepada Adam’, maka sujudlah mereka kecuali iblis. Ia adalah dari jin, kemudian durhaka terhadap perintah Rabb-nya....”. (Al-Kahfi: 50)
           
           
Dengan demikian, telah ditetapkan untuk kita dengan nash yang sahih bahwa jin bukanlah malaikat dan bukan pula manusia. Nabi Shalallahu  ‘Alaihi Wassalam bersabda:
                       
“Bahwa malaikat diciptakan dari cahaya, jin dari api, dan Adam dari      tanah.”  (Sahih Muslim)

           
Sedangkan Al-Hasan Al-Bashri mengatakan bahwa iblis bukanlah dari malaikat sedikitpun.[5] Adapun pernyataan Ibnu Taimiyah bahwa setan itu dari malaikat merupakan ditinjau dari bentuknya. Tetapi ia bukan dari mereka (malaikat) ditinjau dari asal dan sifatnya.[6] Ibnu Taimiyah memperkuat lagi bahwa iblis itu dari jin berdasarkan firman-Nya: “...kecuali iblis. Ia itu dari jin....”, sebagimana halnya Adam asal manusia.[7]
           
Awal mula pertarungan dakwah Al-Haq dan dakwa Al-Bathil adalah ketika iblis menampik melaksanakan perintah Allah dan bersujud kepada Adam. Allah berfirman:
           
“Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) diwaktu Aku menyuruhmu? Iblis menjawab: ‘saya lebih baik daripadanya, Engkau ciptakan saya dari api sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah’.” (Al-A’raaf: 12)
           
           
Karena kesombongannya tersebut, maka Allah murka besar kepada iblis. Sebagaimana firman-Nya:
                        “Turunlah kamu dari surga itu; karena kamu tidak sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya, maka keluarlah, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina.” (Al-A’raaf : 13)
           
           
Pengetahuan iblis tentang Allah, keyakinannya akan wujud Allah, sifat-sifat-Nya, dan Rububiyah-Nya tidaklah membawa manfaat baginya. Sebab, sesungguhnya iblis itu kufur terhadap-Nya yang disertai dengan ilmu dan keyakinan (i’tiqad). Jelaslah bahwa iblis bukan makhluk yang kurang ilmu dan kurang keyakinannya terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Penyebab iblis terusir dari surga, tercampak dari rahmat Allah, berhak atasnya kutukan, dan termasuk makhluk yang hina  karena kesombongan dan sikap penentangnya  terhadap Allah Ta’ala.
           
Pantas kiranya jika ada seseorang yang bertanya kepada Imam Al-Hasan Al-Bashri tentang “apakah iblis itu tidur?”  Maka dijawabnya,  “jika ia tidur, tentu kalian bisa beristirahat dari gangguannya”.
           
Karena Allah mengusir iblis dari surga akibat penentangannya yang keras terhadap perintah-Nya, maka untuk menerima  kenyataan pahit itu ia mengajukan kepada Allah semacam “legalitas” dan permohonan penundaan waktu yang panjang untuk bisa melakukan balas dendam terhadap Adam dan anak cucunya, agar cukup waktu untuk menyusun makar dan tipu-dayanya dengan berbagai cara. Seperti terdapat dalam Al-Quran surat Al-A’raaf 14 - 16
           
“Iblis menjawab: ‘Beri tangguhlah saya sampai waktu mereka dibangkitkan’. Allah berfirman: ‘Sesungguhnya kamu termasuk mereka yang diberi tangguh’. Iblis menjawab: ‘Karena engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan-Mu yang lurus’.”

           
Seakan-akan iblis ingin mengatakan kepada Allah: apalah artinya hidup ini, jika nasib telah ditentukan­­­­--tersesat selama-lamanya­--sementara Adamlah yang membuat saya demikian. Oleh karena itu, jangan berharap Adam dan keturunannya bisa terbebas walaupun  sejenak dari balasanku sampai mereka tersesat bersamaku dan menjadi penghuni Jahanam bersamaku pula.
           
Langkah apa yang Iblis lakukan dalam upaya yang menghalang-halangi keturunan Adam? Pertama, ia dan sekutunya akan mendatangi  manusia dari segala penjuru: dari arrah depan, belakang, sisi kanan dan sisi kiri. Hal ini difirmankan oleh Allah berikut:
                       
“Kemudian saya (Iblis) akan mendatangi mereka dari muka dan dari     belakang mereka, dari kanan mereka dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak        akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur ( ta’at). (Al-A’raaf : 17)

1.2  Apa yang Dikehendaki Iblis dari Manusia?
           
Iblis mengharapkan manusia terpeleset dan tersesat pada perkara yang paling berat siksaannya di neraka. Oleh karena itu, iblis menghalangi manusia dari jalan Allah melalui tujuh tingkatan. Tingkatan-tingkatan itu   (dari yang tertinggi) yaitu:

1.    Bahwa setan  menghendaki agar manusia itu murtad dari keimanannya sehingga menjadi kafir.
2.    Jika tidak berhasil, maka setan mengajaknya untuk melakukan perkara bid’ah.
3.    Jika tidak berhasil juga, maka setan mengajaknya untuk melakukan dosa-dosa besar.
4.    Jika tidak berhasil lagi, maka setan mengajaknya untuk melakukan dosa-dosa kecil.
5.    Jika tetap juga tidak berhasil, maka setan mengajaknya melakukan perbuatan-perbuatan mubah.
6.    Jika tetap tak tergoda oleh perbuatan mubah, maka setan membujuknya untuk melakukan perbuatan yang mengarah kepada fadlail ( keutamaan-keutamaan yang berdasarkan pada nash-nash dlaif  atau maudlu’, bahkan munkar sekalipun).
7.    Jika masih konsisten dengan keimanannya, maka setan mengerahkan seluruh potensi dan sekutunya untuk terus berupaya menggelincirkan manusia mukmin tersebut.
           
Keterangan di atas disampaikan oleh Ibnu Muflih Al-Maqdisi Rahimahullah dalam “Mashoibul Insan min Makaidisy Syaithan”.[8] 
Bahkan Ibnul Qayyim Rahimahullah menguraikannya lebih luas lagi dalam tafsir surat An-Naas dan Al-Falaq.
           
Maka jelaslah bahwa setan adalah musuh hamba Allah yang paling utama, sebagaimana firmannya:
                        “Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuhmu, karena sesunggguhnya setan-setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.”  (Al-Faathir : 6 )
                        “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah langkah setan, maka sesungguhnya setan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan munkar.” (An-Nur ; 21)

           
Ibnul Jauzi Rahimahullah berkata, bahwa iblis masuk ke jiwa manusia melalui segala cara yang mungkin ia lakukan. Ia bisa menambah kekuatan atau menguranginya tergantung dari kesadaran, kelalaian, kejahilan, serta ilmu mereka. Hendaklah kalian ketahui bahwa hati itu bagaikan benteng yang kokoh, dikelilingi oleh pagar dinding yang terdapat banyak pintu dan terdapat bagian yang retak. Penghuninya adalah akal. Malaikat mondar-mandir menuju benteng. Di bagian lain, terdapat pula tempat-tempat  perlindungan yang dihuni oleh nafsu dan setan-setan bebas mendatangi tempat-tempat tersebut tanpa ada hambatan. Sementara penjaga berdiri di antara penghuni-penghuni benteng dan tempat hawa nafsu, setan terus saja mengelilingi benteng, menanti kelalaian penjaga. Lalu, setan menyeberangi benteng melaui sela-sela tembok yang retak. Mengingat gentingnya keadaan tersebut, maka penjaga benteng dituntut agar mengetahui  keadaan seluruh pintu benteng yang berada di bawah pengawasannya dan mengetahui keadaan seluruh dinding yang retak. Hendaklah ia tidak menghentikan pengawasan sekejappun, sebab musuh tidak pernah lengah.... Benteng tersebut diterangi oleh dzikir dan disinari oleh iman. Di sana terdapat cermin mengkilat, sehingga dapat terpantau setiap sesuatu yang melintasinya. Pertama-tama yang diperbuat setan adalah memperbanyak asap agar dinding benteng menjadi hitam dan cermin menjadi gelap. Hanya kesempurnaan berpikir yang bisa menghalau asap dan hanya cahaya dzikir yang dapat membuat cermin mengkilap kembali. Setan memiliki banyak peluang untuk menyerang. Sesekali berhasil masuk ke benteng, namun berhasil diusir sang penjaga. Terkadang berhasil masuk ke dalam benteng dan merusaknya. Terkadang mendudukinya, karena kelalaian penjaganya. Terkadang angin yang menghalau asap berhenti, sehingga menghitamkan dinding benteng dan cermin, lalu berjalanlah setan tanpa dapat diketahui penjaganya. Ketika itu pula, setan menyerang penjaga hingga terluka, bahkan tertawan dan diperbudak akibat kelalaiannya.[9]
           
Tekad setan untuk senantiasa memerangi manusia dimulai sejak kelahiran anak keturunan Adam, sehingga hamba-hamba Allah yang tercipta dengan hanif (cenderung kepada kebenaran) itu menjadi menyimpang dari din kebenaran.
           
Di dalam sebuah hadis qudsi yang diriwayatkan oleh Imam muslim dari ‘Iyadl bin Hammad, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
           
“Allah berfirman: ‘Sesungguhnya aku telah menciptakan hamba-hamba-Ku dalam keadaan hanif (hunafa’). Lalu datanglah setan, kemudian menyimpangkan mereka dari din mereka (Islam yang fithrah) dan mengharamkan kepada mereka apa-apa yang telah Aku halalkan bagi mereka’.”
           
           
Di sana terdapat pertarungan sengit antara manusia dan setan atas anak keturunan Adam, maka setan telah bersumpah akan selalu berusaha keras untuk menjauhkan anak keturunan manusia dari manhaj Allah dan memalingkan mereka dari ketaatan kepada-Nya.
            Oleh karena itu, perlu diketahui bahwa setiap manusia itu akan diuji dengan fitnah dan cobaan yang meliputi keluarganya, hartanya, anak-anaknya, dan dirinya sendiri. Kita dituntut untuk bermujahadah dan berdakwah menyerukan yang ma’ruf dan mencegah yang munkar untuk memadamkan fitnah tersebut. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
           
“Fitnah seseorang menyangkut keluarganya, hartanya, anaknya, dan dirinya, serta tetangganya. Sebagi kifaratnya adalah melalui shaum, sholat, sedekah, dan amar ma’ruf serta nahi ‘anil munkar.[10]
           
           
Fitrah yang hanif pada diri manusia itulah yang sebenarnya ingin diubah oleh setan, padahal Allah menghendaki tidak perlu ada perubahan terhadap fitrah tersebut. Allah berfirman:
           
“(Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Ar-Rum : 30)
           
           
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan bahwa makna tersebut adalah Allah menentukan fitrah kepada hamba-hamba-Nya di atas fitrah yang lurus yaitu millah Islam. Untuk itulah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam  bersabda:
           
“Tidaklah seseorang itu dilahirkan  kecuali ia dilahirkan di atas fitrah. Maka kedua orang tuanyalah yang membuatnya Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Sebagaimana seekor ternak melahirkan seekor ternak tanpa cacat, apakah kamu mengira padanya itu cacat (terpotong hidungnya dan telinganya)? Sehingga jadilah kamu membuatnya cacat.” Lalu Abu Hurairah rahimahullah. Membacakan ayat: “(Tetaplah atas) fitrah Allah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah ....”[11]
           
           
Rasulullah menghimpun dua perkara ini--merubah fitrah dengan meyahudikan atau menasranikan dan merubah ciptaan menjadi cacat. Kedua perkara ini telah diinformasikan iblis bahwa ia akan merubahnya, maka ia pun merubah fitrah Allah dengan kekafiran, yaitu merubah ciptaan Allah yang diciptakan di atas fitrah dan merubah bentuk dengan kecacatan. Maka ia pun merubah fitrah kepada syirik dan ciptaan kepada bentuk cacat (tidak utuh) ....[12]

1.3  Makar dan Strategi Setan dalam Menyesatkan Manusia
           
Sejak iblis memperoleh legalitas dan penangguhan waktu untuk melancarkan balas dendam kepada adam dan anak keturunannya, maka dengan lantang ia mendeklarasikan tekadnya secara lancang untuk menyesatkan makhluk yang dimuliakan Allah dan menolak untuk bersujud kepada Adam walaupun itu perintah Allah , sehingga menyebabkan iblis dikutuk dan diusir dari surga. Allah Ta’ala mengusirnya secara hina dan paksa, serta mempersiapkannya sebagai pengisi Jahanam--termasuk bagi orang yang mengikutinya. Firman Allah Ta’ala:
           
“Keluarlah kamu dari surga itu sebagai orang terhina lagi terusir. Sesungguhnya barangsiapa di antara mereka mengikuti kamu, benar-benar aku akan mengisi neraka Jahanam dengan kamu semua.” (Al-A’raaf: 18)
           
           
Sayyid Quthb mengatakan, bahwa Allah telah memberikan kepada iblis dan kabilahnya suatu kesempatan untuk menyesatkan, serta memberikan kepada Adam dan anak keturunannya kesempatan untuk menentukan pilihan sebagai wujud dari ujian Allah bagi mereka dan menjadikannya sebagai mahluk yang mempunyai karakter khusus lagi unik, bukan malaikat dan bukan pula setan, sebab ia memiliki peran yang lain di alam ini, yang bukan peran malaikat dan bukan pula peran setan.[13]
           
Untuk mewujudkan impian jahatnya, maka iblis telah memilih komitmen tipu daya dengan menggunakan legalitas dan penangguhan waktu yang telah Allah berikan padanya. Setan terkutuk itu telah bersumpah akan mendatangi manusia melalui titik kelemahannya dan dari tempat-tempat syahwat. Hanya perlindungsn diri dengan iman dan dzikirlah yang bisa membentengi manusia dari makarnya.
           
Pertarungan melawan setan adalah pertarungan besar yang tidak pernah padam. Pertarungan melawan hawa nafsu dengan mengikuti petunjuk. Melawan syahwat dengan menguasai iradat. Melawan kejahatan serta kerusakan di muka bumi dengan mengikuti syari’at Allah yang mendatangkan mashlahat bagi kehidupan bumi. Juga pertarungan melawan hati nurani dalam kehidupan nyata yang tak pernah padam. Setan yang terkutuk ada di balik semua itu.
           
Sayyid Quthb mengatakan, bahwa adapun thaghut-thaghut yang bercokol dimuka bumi untuk menundukkan manusia kepada hakimiyahnya dan syari’atnya, nilai-nilai dan norma-normanya, serta menundukkan hakimiyah Allah , syari’at-Nya, nilai-nilai dan norma-norma-Nya yang bersumber dari (ajaran) din-Nya ... itu tidak lain adalah setan-setan manusia yang dibisiki oleh setan-setan jin, dan pertarungan melawan keduanya adalah pertarungan melawan setan itu sendiri dan tidak jauh daripadanya.
           
Demikianlah pertarungan besar dan memakan waktu panjang lagi ganas yang terpusat pada pertarungan melawan setan atau dengan wali-walinya (sejawat, pendukung, dan pembelanya). Dan setiap muslim merasakan hal ini, yaitu ketika terlibat pertarungan dengan hawa nafsu dan syahwatnya, ketika terlibat pertarungan dengan wali-wali setan dan thaghut-thaghut bumi, pengikut dan pengekor mereka. Ya... musuh yang satu ini telah bertekad dan bersumpah untuk menetapi jalannya... dan karenanya, maka jihad akan tetap berlangsung hingga hari kiamat dalam segala bentuk dan tempatnya.[14]


[1] Alam Makhluk Supranatural, Penerbit Firdaus,1992:7.
[2] Majmu’atut Tauhid, Jilid I, hal. 15 dan lihat juga Al-Muwajahah Ash-Shira’ Ma’asy Syaithan wa Hizbihi, Hasan Ahmad Qathamisy, Dar Thayyibah Riyadl, 1995:15
[3] Jami’ul Bayan, Ath-Thabari, Juz 3, hal. 18; Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an, Al-Qurtubi, Juz 5, hal. 161; Ad-Durrul Mantsur, As-Suyuthi, Juz 1 hal. 584.
[4] Ensiklopedi Modern, hal. 357 dan lihat juga Alam Makhluk Supernatural, hal.8.
[5] Al-Bidayah wan Nihayah, I/79
[6] Majmu’ Fatawa, IV/346.
[7] Idem, IV/235, 346, dan lihat juga Alam Supernatural,Dr. Umar Sulaiman Al-Asyqar, hal.9-10.
[8] Mashoibul Insan min Makaidisy Syaithan hal. 69
[9]  Talbis Iblis, hal. 37 - 38.  (Dikutip secara ringkas).
[10]  Asy-Syaikhan dan Tirmidzi dari Khudzaifah dalam haditsnya yang panjang.
[11]  Muttafaq ‘Alaih. Fathul Bari. Juz 3, kitab Al Janaiz.
[12]  Ighatsatul Lahfan. Juz 1 hal. 106-107
[13]  Tafsir Fi Zhilal III/1267. Dar Al Kutub lith Thaba’ah wan Nasyr.
[14]  Tafsir Fi Zhilal, III/1274-1275.


0 komentar:

Mari berdiskusi...

--------------------------------------------------------------------

Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...

--------------------------------------------------------------------