Oleh Ibnul Qayyim Rahimahullah.
Perhatikan Firman Allah dalam QS : 23: 1-7 :
قد أفلح المؤمنون – الذين هم في صلاتهم خاشعون – والذين هم عن اللغو معرضون – والذين هم في الزكاة فاعلون – والذين هم لفروجهم حافظون – إلا على أزواجهم أوما ملكت أيمانهم فإنهم غير ملومين .
“Sesungguhnya beruntunglah orang orang yang beriman, ( yaitu ) orang orang yang khusyu’ dalam shalatnya, dan orang orang yang menjauhkan diri dari ( perbuatan dan perkataan ) yang tiada berguna, dan orang orang yang menunaikan zakat, dan orang orang yang menjaga kemaluannya kecuali terhadap istri istri
mereka, atau budak budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barang siapa yang mencari yang dibalik itu, maka mereka itulah orang orang yang melampaui batas.” ( QS. Al Mu’minun, 1 – 7 ).
Dalam ayat ayat ini ada tiga hal yang diungkapkan:
1. bahwa orang yang tidak menjaga kemaluannya, tidak termasuk orang yang beruntung.
2. dia termasuk orang yang tercela.
3. dia termasuk orang yang melampaui batas.
Jadi, dia tidak akan mendapat keberuntungan, serta berhak mendapat predikat “melampaui batas”, dan jatuh pada tindakan yang membuatnya tercela.
Padahal beratnya beban dalam menahan syahwat itu, lebih ringan ketimbang menanggung sebagian akibat yang disebutkan tadi.
Selain itu pula, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyindir manusia yang selalu berkeluh kesah, tidak sabar dan tidak mampu mengendalikan diri saat mendapatkan kebahagiaan, demikian pula kesusahan. Bila mendapat kebahagiaan dia menjadi kikir, tak mau memberi, dan bila mendapat kesusahan, dia banyak mengeluh.
Begitulah sifat umum manusia, kecuali orang orang yang memang dikecualikan dari hamba hambaNya, yang diantaranya adalah mereka yang disebut di dalam firmanNya :
“Dan orang orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap istri istri mereka atau budak budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barang siapa yang mencari dibalik itu maka mereka itulah orang orang yang melampaui batas.” ( QS. Al Ma’arij, 29– 31 ).
Oleh karenanya, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam untuk memerintahkan orang orang mu’min agar menjaga pandangan dan kemaluan mereka, juga diberitahukan kepada mereka bahwa Allah
Subhanahu wa Ta’ala selalu menyaksikan amal perbuatan mereka.
“Dia mengetahui ( pandangan ) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.” ( QS. Ghafir, 19 ).
Dan karena ujung pangkal perbuatan zina yang keji ini dari pandangan mata, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala lebih mendahulukan perintah untuk memalingkan pandangan mata sebelum perintah untuk menjaga kemaluan, karena banyak musibah besar yang asal muasalnya adalah dari pandangan ; seperti kobaran api yang besar asalnya adalah percikan api yang kecil. Mulanya hanya pandangan,
kemudian hayalan, kemudian langkah nyata, kemudian terjadilah musibah yang merupakan kejahatan besar ( zina ).
Oleh karena itu, ada yang mengatakan bahwa barang siapa yang bisa menjaga empat hal, maka berarti dia telah menyelamatkan agamanya: Al Lahazhat ( pandangan pertama ), Al Khatharat (pikiran yang terlintas di benak ), Al Lafazhat (ungkapan yang diucapkan ), Al Khuthuwat (langkah nyata untuk sebuah perbuatan ).
Dan seyogyanya, seorang hamba Allah itu bersedia untuk menjaga dirinya dari empat hal di atas dengan ketat, sebab dari situlah musuh akan datang menyerangnya, merasuk kedalam dirinya dan merusak segalanya.
Bersambug (Ibnul Qayyim rahimahullah akan mejelaskan secara detail 4 perkara tersebut)…..
0 komentar:
Mari berdiskusi...
--------------------------------------------------------------------
Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...
--------------------------------------------------------------------