Tujuh Langkah
Yang Wajib Dilakukan Muslim
Agar Perintah
Allah Dapat Dilaksanakan
إذا أمر الله العبد بأمر وجب عليه؛ فيه سبع
مراتب:
الأولى: العلم به. الثانية: محبته. الثالثة: العزم على الفعل. الرابعة: العمل. الخامسة: كونه يقع المشروع
خالصًا لله صوابًا على السنة. السادسة: التحذير على من
فعل ما يحبطه. السابعة: الثبات عليه.
المرتبة الأولى : إذا عرف الإنسان أن الله أمر
بالتوحيد ونهى عن الشرك، وعرف أن الله أحل البيع وحرم الربا، وعرف أن الله حرم أكل
مال اليتيم وأحل لوليه أن يأكل بالمعروف إن كان فقيرًا؛ حينئذ يجب عليه أن يعلم
المأمور به ويسأل عنه إلى أن يعرفه، ويعلم المنهي عنه ويسأل عنه إلى أن يعرفه
ويحذر من الجهل ومن الوقوع فيه.
المرتبة الثانية: محبة ما أنزل الله والعمل به والحكم بكفر من كرهه لقوله تعالى: }ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَرِهُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأَحْبَطَ
أَعْمَالَهُمْ{؛ فأكثر الناس لم يحب الرسول؛ بل أبغضه وأبغض ما جاء
به أو بغضه ولو عرف أن الله أنزله.
المرتبة الثالثة: العزم على الفعل وكثير من الناس عرف وأحب ولكن لم يعزم خوفًا من تغير دنياه
أو نقصها.
المرتبة الرابعة: العمل بما جاء به الرسول وكثير من الناس إذا عزم وعمل وتبين له من يعْظُمُه
من شيوخ أو غيرهم ترك العمل.
المرتبة الخامسة: أن كثيرًا مما يعمل لا يقع خالصًا؛ فإن وقع خالصًا لم يقع صوابًا على السنة.
المرتبة السادسة: أن الصالحين يخافون من حبوط العمل؛ لقوله تعالى: }أن تحبط أعمالكم وأنتم لا تشعرون{، وهذا من الخوف من سوء الخاتمة؛ لقوله r: «إن منكم من يعمل بعمل
أهل الجنة ويختم له بعمل أهل النار وبضده».
وهذا أيضًا من أعظم ما يخاف منه الصالحون، وهو
قليل في زماننا، والله الموفق.
فتفكر في حال الذي تعرف من الناس في هذا الزمان
وغيره يدلك على شيء كثير تجهله، والله أعلم. انتهى من الدرر السنية.
7 Hal Penting Bagi Setiap Muslim
Ustadz Abu
Abdillah Syahrul Fatwa bin Lukman حفظه
الله
Sumber Majalah Al-Furqon No.155 Ed.8 Th.ke-14_ 1436 H / 2015 M
MUQODDIMAH
Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada
Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, keluarga, dan sahabatnya. Amma Ba’du:
Ketahuilah, ada tujuh perkara yang
wajib dilakukan oleh seorang muslim ketika menerima perintah-perintah Allah,
yaitu:
Pertama : Belajar dan mengilmuinya
Kedua : Mencintainya
Ketiga : Tekad kuat untuk
melaksanakannya
Keempat : Segera beramal
Kelima : Melaksanakan
dengan ikhlas
Keenam : Waspada dari perkara yang membatalkannya
Ketujuh : Tetap tegar dan
istiqamah dalam menjalankannya
Sekarang marilah kita resapi bersama
poin-poin penting di atas.
Pertama:
BELAJAR DAN MENGILMUINYA
Inilah yang pertama yang wajib kita lakukan terhadap
perintah Allah عزّوجلّ. Ketika Allah عزّوجلّ memerintahkan
sesuatu, hendaknya seorang muslim mempelajari dan mengilmuinya terlebih dahulu.
Oleh karenanya, Allah عزّوجلّ berfirman:
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ
"Maka ketahuilah (ilmuilah), bahwa sesungguhnya
tidak ada Ilah (yang berhak diibadahi) selain Allah dan mohonlah ampunan
bagi dosamu." (QS Muhammad [47]: 19)
Allah عزّوجلّ memulai dengan ilmu sebelum amal.
Jika seorang muslim tidak mempelajari apa yang Allah عزّوجلّ perintahkan
dan yang Allah عزّوجلّ larang, bagaimana mungkin dia bisa
mengerjakan apa yang diperintahkan Allah dan meninggalkannya? Dahulu dikatakan,
"Bagaimana akan bertaqwa orang yang tidak tahu
bagaimana cara bertaqwa?!"
Rasulullah صلى الله عليه وسلم
bersabda:
مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ
بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ
"Barang siapa menempuh
perjalanan dalam rangka mencari ilmu maka Allah akan memudahkan jalannya ke surga."
Perhatikan pula do'a yang selalu dibaca oleh Nabi صلى الله عليه وسلم setiap selesai
shalat Shubuh;
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا ، وَرِزْقًا طَيِّبًا ،
وَعَمَلًا مُتَقَبَّلًا
"Ya Allah, aku meminta kepada-Mu ilmu yang
bermanfaat, rezeki yang baik, dan amalan yang diterima."
Perhatikan hadits ini, dalam hadits ini Rasulullah صلى الله عليه وسلم memulai
permohonan ilmu yang bermanfaat sebelum meminta rezeki dan amalan yang
diterima, karena ilmu yang bermanfaat itulah pegangan seorang muslim dalam
membedakan rezeki yang baik dan buruk, membedakan mana amalan yang baik dan
tidak baik. Jika tidak punya ilmu, bagaimana bisa seorang muslim membedakan
antara yang haq dan yang batil?? Allah عزّوجلّ berfirman:
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لا يَعْلَمُونَ
"Katakanlah, 'Adakah sama orang-orang yang
mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?'" (QS az-Zumar [39]:
9)
Contoh konkretnya, jika Allah عزّوجلّ memerintahkan
kepada kita tauhid maka kita pelajari tauhid. Kebanyakan manusia mengetahui
tauhid bagus, syirik jelek; akan tetapi, mereka tidak mendalami dan
mempelajarinya!! Akibatnya, terkadang mereka melakukan amalan pembatal tauhid
dan terjatuh ke dalam perbuatan syirik!!
Contoh lainnya, jika Allah عزّوجلّ melarang kita
berbuat riba maka kita pelajari apa itu riba. Kita belajar dan bertanya kepada
ahlinya. Jangan takut bertanya karena khawatir jawabannya tidak sesuai dengan
selera kita!! Walhasil, ilmu yang bermanfaat adalah asas untuk segala aktivitas
seorang muslim. Belajar dan terus belajar.
Kedua:
MENCINTAINYA
Apa maksudnya? Maksudnya adalah mencintai apa yang telah
Allah عزّوجلّ turunkan
berupa perintah, dan tidak membencinya. Kita menanamkan dalam hati kecintaan
kepada Allah عزّوجلّ dan perintah-Nya, juga kecintaan
kepada Nabi صلى الله عليه وسلم dan perintahnya; bukan membencinya.
Allah صلى الله عليه وسلم berfirman:
ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَرِهُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأَحْبَطَ
أَعْمَالَهُمْ
"Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka
benci kepada apa yang diturunkan Allah (al-Qur’an) lalu Allah menghapuskan
(pahala-pahala) amal-amal mereka." (QS Muhammad [47]: 9)
Maka kita upayakan diri untuk mencintai shalat, puasa,
berbuat baik, sedekah, dan lainnya. Begitu pula hendaknya kita membenci
keharaman serta perbuatan keji dan kotor. Inilah hakikat dari keimanan.
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
مَنْ أَحَبَّ لِلَّهِ وَأَبْغَضَ لِلَّهِ وَأَعْطَى لِلَّهِ وَمَنَعَ
لِلَّهِ ، فَقَدِ اسْتَكْمَلَ الْإِيمَانَ
"Barang siapa mencintai karena
Allah, membenci karena Allah, memberi karena Allah, tidak memberi karena Allah
maka sungguh dia telah sempurna imannya."
Inilah sikap seorang muslim yang benar ketika berhadapan
dengan perintah Allah عزّوجلّ.
Ada sebagian orang yang hatinya tidak senang ketika
diajak untuk perkara kebaikan. Dia tidak bahagia dengan amalan ketaatan,
dadanya terasa sempit dengannya. Akan tetapi, jika diajak ke jalan kebatilan,
perkara yang haram, yang menyenangkan jiwa, maka hatinya akan bahagia dan penuh
semangat, jiwanya akan senantiasa mengikuti. Waspadailah, itu tandanya hati
telah menyimpang!! Camkan firman Allah عزّوجلّ berikut ini:
رَبَّنَا لا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا
مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
"(Mereka berdo'a), 'Ya Tuhan kami, janganlah Engkau
jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada
kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena
sesungguhnya Engkaulah Maha Pemberi (karunia).'" (QS Ali Imran [3]: 8)
Adakalanya seorang hamba butuh usaha untuk memaksa
dirinya agar hatinya penuh dengan kecintaan kepada Allah عزّوجلّ, agama-Nya,
syari'at-Nya, dan segala perintah-Nya. Sebab, bila hal itu terwujud maka
manusia akan selalu dalam kebaikan. Rasulullah صلى الله عليه وسلم berdo'a:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ حُبَّكَ وَحُبَّ مَنْ يُحِبُّكَ
وَالْعَمَلٍ يُقَرِّبُ إِلَى حُبِّكَ
"Ya Allah, aku meminta
kepada-Mu kecintaan-Mu, kecintaan orang-orang yang mencintai-Mu, dan kecintaan
terhadap amalan yang bisa mendekatkan kepada kecintaan-Mu."
Ketiga:
TEKAD KUAT UNTUK MELAKSANAKANNYA
Sebagian manusia ada yang sudah punya ilmu terhadap
perintah Allah عزّوجلّ, dia pun senang (dengan ilmu
tersebut), tetapi lemah dalam melaksanakan perintah tersebut. Padahal,
seharusnya dia tanamkan dalam dirinya keinginan kuat untuk melaksanakan
perintah tersebut dan istiqamah di atasnya. Di antara do'a yang dipanjatkan
Nabi صلى الله عليه وسلم adalah:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الثَّبَاتَ فِي الأَمْرِ ، وَالعَزِيـمَةَ
عَلَى الرُّشْدِ
"Ya Allah, aku memohon
kepada-Mu ketetapan dalam suatu perkara dan keinginan kuat untuk meraih
petunjuk."
Al-Imam Ibnul Qayyim رحمه الله berkata, "Dua kalimat dari
untaian do'a ini keduanya adalah pokok dari kebahagiaan, tidaklah seorang hamba
luput dari kebahagiaan kecuali karena melalaikan kedua kalimat ini atau
sebagiannya."
Sebagai contohnya, perintah shalat. Sebagian orang telah
mengetahui kewajiban shalat. Dia pun mengetahui balasan yang baik bagi orang
yang shalat dan ancaman bagi yang meninggalkannya. Akan tetapi, pengetahuannya
tentang shalat tidak mendorong dirinya untuk bersemangat dalam pelaksanaan
shalat. Hatinya lemah dan tidak punya tekad yang kuat dalam melaksanakan
shalat. Demikian juga contoh yang lainnya, sebagian orang senang mendengarkan nasihat,
ceramah keagamaan, tetapi sangat berat melaksanakan kandungan ceramah yang
disampaikan!! Allah عزّوجلّ berfirman:
وَلَوْ أَنَّهُمْ فَعَلُوا مَا يُوعَظُونَ بِهِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ
وَأَشَدَّ تَثْبِيتًا
"Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran
yang diberikan kepada mereka, tentu-lah hal yang demikian itu lebih baik bagi
mereka dan lebih menguatkan (iman mereka)." (QS an-Nisa’ [4]: 66)
Orang yang semacam itu biasanya malas dalam mengamalkan
perintah Allah عزّوجلّ karena faktor dunia. Dia takut
ditinggalkan pengikutnya, kedudukannya di mata masyarakat menurun, sehingga
amalan sunnah yang sudah jelas asalnya dari Nabi صلى الله عليه وسلم
ditinggalkannya karena takut dikucilkan manusia atau pengikutnya
meninggalkannya!! Allahul Musta'an.
Keempat:
SEGERA BERAMAL, TIDAK MENUNDA-NUNDA
Apabila Anda telah mengetahui suatu perintah Allah عزّوجلّ, Anda pun
senang dan bersemangat dengannya, maka segeralah kerjakan perintah tersebut,
jangan menunda-nundanya. Segeralah beramal dan lakukan secara kontinu. Allah صلى الله عليه وسلم berfirman:
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا
السَّمَاوَاتُ وَالأرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
"Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabb-mu
dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk
orang-orang yang bertaqwa." (QS Ali Imran [3]: 133)
Seorang muslim akan bersegera dalam mengamalkan perintah,
tidak menunda-nundanya. Jika telah tiba waktu untuk melaksanakannya maka segera
mengerjakannya. Contohnya shalat, jika telah masuk waktunya, segeralah shalat,
jangan menunda-nunda hanya karena urusan dunia!!
Rasulullah صلى الله عليه وسلم ditanya, "Amalan apakah yang
paling dicintai oleh Allah?" Beliau menjawab:
الصَّلَاةُ على وَقْتِهَا
Oleh karena itu, hendaknya setiap muslim mewaspadai
segala penghalang atau kesibukan yang bisa menghalangi dari mengerjakan amalan
shalih. Waspadalah dari segala perkara yang bisa menghalangi ketaatan kepada
Allah عزّوجلّ, karena tujuan
asal dari penciptaan manusia adalah beribadah dan taat kepada-Nya! Allah عزّوجلّ berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka beribadah kepada-Ku." (QS adz-Dzariyat [51]: 56)
Segeralah beramal ketika kebenaran dan perintah Allah عزّوجلّ telah jelas.
Janganlah Anda menjadi orang yang rugi hanya karena mempertahankan prestise
diri di mata masyarakat.
Renungkanlah kisah Hiraql (Heraklius), penguasa negeri
Rum (Romawi), tatkala mengetahui kebenaran kenabian Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم dan dia
membenarkannya, namun dia tidak masuk Islam karena para pengikutnya tidak
setuju dan tidak menaatinya; akhirnya, karena takut kehilangan pengikut dia
lebih memilih kekafiran daripada masuk Islam.
Al-Imam Ibnul Qayyim رحمه الله mengatakan, "Sesungguhnya
Hiraql sudah mengenal kebenaran dan sudah ada keinginan untuk masuk Islam akan
tetapi kaumnya tidak mengikutinya, Hiraql takut kepada mereka, maka dia memilih
kekafiran daripada Islam setelah jelas baginya petunjuk."
Kelima:
HARUS IKHLAS DAN MENCONTOH NABI
Seorang hamba ketika sudah mengetahui perintah Allah عزّوجلّ, mencintai dan
mengamalkan, maka harus ikhlas dan mencontoh Nabi صلى الله عليه وسلم dalam
amalannya. Karena, sebuah amalan tidak akan diterima Allah عزّوجلّ kecuali jika
didasari keikhlasan dan mencontoh Nabi صلى الله عليه وسلم. Sangat banyak dalil-dalil yang
menerangkan dua syarat ibadah ini, di antaranya ialah firman Allah عزّوجلّ:
لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلا
"Supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang
lebih baik amalnya." (QS al-Mulk [67]: 2)
Fudhail ibn Iyadh menafsirkan ayat di atas dengan
perkataannya, "Maksud ayat ini ialah yang paling ikhlas dan paling sesuai
dengan syari'at." Kemudian ditanyakan kepadanya, "Apakah maksud dari
'paling ikhlas' dan 'paling sesuai dengan syari'at'?" Beliau menjawab,
"Sesungguhnya amalan apabila ikhlas tetapi tidak sesuai dengan syari'at
maka tidak diterima, demikian pula apabila sesuai dengan syari'at tetapi tidak
ikhlas maka tidak diterima, hingga amalan tersebut ikhlas dan sesuai dengan
syari'at."
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
"Barang siapa mengamalkan suatu
amalan yang tidak termasuk urusan kami maka tertolak."
Berkata al-Hafizh Ibnu Rajab al-Hanbali رحمه الله, "Hadits
ini secara konteksnya menunjukkan bahwa setiap amalan yang tidak ada perintah
syar'i di dalamnya maka amalan tersebut tertolak. Sebaliknya, dapat dipahami
pula bahwa setiap amalan yang ada perintahnya maka amalan tersebut diterima.
Maksud 'perintah' di sini adalah agama dan syari'atnya."
Asy-Syaikh Muhammad ibn Shalih al-Utsaimin رحمه الله berkata, "Ketahuilah bahwa mutaba'ah tidak akan terwujud
kecuali apabila amalan itu sesuai dengan tuntunan syar'i pada enam perkara:
Pertama, Sebabnya. Hendaklah amalan itu sesuai pada
sebabnya. Apabila ada yang melakukan ibadah karena suatu sebab yang bukan dari
syari'at maka ibadahnya tertolak. Misalnya ada orang yang acap kali masuk rumah
dia shalat dua raka'at dan menjadikannya sebagai sunnah maka amalan tersebut
tertolak.
Kedua, Jenisnya. Misalnya ada orang yang berkurban dengan
kuda, maka ibadah kurbannya tertolak tidak diterima, karena kurban dengan jenis
kuda menyelisihi syari'at. Ibadah kurban hanya pada unta, sapi, dan kambing.
Ketiga, Kadar dan ukurannya. Misalnya seseorang berwudhu
dengan membasuh setiap anggota wudhu empat kali, maka yang keempat tertolak,
karena dia telah menambah kadar dan ukuran yang seharusnya (tiga kali).
Keempat, Tata caranya. Andaikan ada orang yang shalat dan
ia sujud dahulu sebelum rukuk maka shalatnya batil tidak diterima karena ia
tidak ikut tuntunan syari'at dalam tata cara ibadah.
Kelima, Waktunya. Andaikan ada yang shalat sebelum masuk
waktunya maka shalatnya tidak diterima karena ia beribadah pada waktu yang
tidak ditentukan oleh syari'at.
Keenam, Tempatnya. Andaikan seseorang melakukan ibadah
i'tikaf bukan di masjid, semisal i'tikaf di sekolahan atau di rumah, maka
i'tikafnya tidak sah karena tidak mencocoki syari'at dalam tempatnya."
Pahamilah kaidah emas ini, wahai para hamba yang beriman,
karena akan sangat bermanfaat dalam kehidupanmu dalam membedakan amalan yang
syar'i dan amalan yang tertolak. Wallahul Muwaffiq.
Keenam:
WASPADA DARI PERKARA
YANG MEMBATALKAN AMALAN
Para generasi salaf sangat takut kalau amalan mereka
gugur dan batal, karena Allah عزّوجلّ berfirman:
أَنْ تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنْتُمْ لا تَشْعُرُونَ
"Supaya tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan
kamu tidak menyadari." (QS al-Hujurat [49]: 2)
Jika Anda sudah mengilmui sebuah perintah, telah
mencintai, bersemangat dalam mengamalkannya, dan telah ikhlas dan mencontoh
Nabi صلى الله عليه وسلم dalam beramal,
maka waspadalah dari segala perkara yang bisa merusak amalan dan ibadah.
Lihatlah gambaran al-Qur'an tentang hal ini:
وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ
إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ
"Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah
mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan
mereka." (QS al-Mu’minun [23]: 60)
Aisyah رضي الله عنها pernah bertanya kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم tentang ayat
di atas, beliau menjawab, "Mereka adalah orang-orang yang berpuasa,
bersedekah, shalat, dan mereka merasa khawatir tidak diterima amalannya."
Di antara pembatal amalan yang paling besar adalah
kesyirikan. Perbuatan syirik bisa menghapus amalan dan membatalkannya. Allah عزّوجلّ berfirman:
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ
أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ . بَلِ
اللَّهَ فَاعْبُدْ وَكُنْ مِنَ الشَّاكِرِينَ
"Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan
kepada (nabi-nabi) yang sebelummu, 'Jika kamu mempersekutukan (Rabb), niscaya
akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.'
karena itu, maka hendaklah Allah saja kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk
orang-orang yang bersyukur." (QS az-Zumar [39]: 65-66)
Maka sudah menjadi kemestian bagi orang yang menghendaki
amalannya diterima di sisi Allah عزّوجلّ untuk mentauhidkan-Nya, karena
tauhid adalah hak Allah عزّوجلّ yang paling besar atas para
hamba-Nya.
Ketujuh:
TETAP TEGAR DAN ISTIQAMAH
DALAM MENJALANKANNYA
Bila kita telah mengetahui agungnya sebuah amalan, maka
tetaplah seperti itu, tegar di atas jalan kebenaran dan ketaatan, istiqamah di
atas agama hingga maut datang menjemput. Mintalah selalu kepada Allah عزّوجلّ agar kita
senantiasa dalam penjagaan Allah, senantiasa menjadi hamba yang taat. Allah عزّوجلّ berfirman:
يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي
الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ وَيُضِلُّ اللَّهُ الظَّالِمِينَ
وَيَفْعَلُ اللَّهُ مَا يَشَاءُ
"Allah meneguhkan (iman)
orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia
dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zhalim dan memperbuat
apa yang Dia kehendaki." (QS Ibrahim [14]: 27)
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا
يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلَّا ذِرَاعٌ ، فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ ،
فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا
"Sesungguhnya salah seorang
dari kalian beramal dengan amalan ahli Surga sehingga jarak antara dirinya
dengan Surga hanya tinggal satu hasta, tetapi catatan (takdir) mendahuluinya
lalu ia beramal dengan amalan ahli Neraka maka ia memasukinya."
Terakhir, berdo'alah agar kita tetap istiqamah, karena
Allah-lah yang membolak-balikkan hati seseorang. Allah عزّوجلّ berfirman:
رَبَّنَا لا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا
مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
"(Mereka berdo'a), 'Ya Tuhan
kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah
Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari
sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkaulah Maha Pemberi (karunia)" (QS Ali
Imran [3]: 8)
Rasulullah صلى الله عليه وسلم sering berdo'a:
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ، ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ
"Wahai Dzat yang
membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku di atas agama-Mu."
Allahu A'lam.[]
0 komentar:
Mari berdiskusi...
--------------------------------------------------------------------
Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...
--------------------------------------------------------------------