Pengaruh Shalat Dan Maksiat Terhadap Rezeki
· 17 February 2015,
Pembaca yang budiman, ketahuilah bahwa perbuatan dosa seseorang dapat menahan
rezeki Allah kepadanya dan ketakwaan dapat melancarkannya. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman dalam Al
Qur’an:
اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ
الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ
وَالْمُنْكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ (45)
“Bacalah
apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al-Qur’an) dan dirikanlah
shalat! Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan
mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah adalah lebih besar (keutamaannya dari
ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kalian kerjakan.”
(QS Al-‘Ankabuut: 45)
Tafsir Ringkas
“Bacalah
apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al-Qur’an),” Allah subhaanahu
wa ta’aala memerintahkan kepada kita untuk membaca wahyunya, yaitu
Al-Qur’an. Arti dari membacanya adalah mengikuti semua yang terkandung di
dalamnya, melaksanakan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, berjalan di atas
petunjuk-Nya, membenarkan seluruh pengabaran-Nya, merenungi makna-makna yang
terkandung di dalam Al-Qur’an dan membaca lafaz-lafaznya.
Maksud
dari penyebutan “bacalah” dalam ayat ini hanyalah penyebutan sebagian
makna untuk mewakili makna yang lain. Dengan demikian, kita mengetahui bahwa
arti perkataan “bacalah” adalah menjalankan agama seluruhnya. Sehingga
perintah berikutnya, yaitu “dan dirikanlah shalat!” hanyalah
penyebutan sebagian hal dari keumuman perintah untuk menjalankan seluruh agama.
Di
dalam ayat ini terdapat perintah khusus untuk mengerjakan shalat, karena
shalat memiliki banyak keutamaan, kemuliaan dan akibat-akibat yang
sangat indah, di antaranya (disebutkan pada ayat ini) “Sesungguhnya shalat
itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.”
Al-Fahsyaa’ (perbuatan-perbuatan keji) artinya seluruh dosa yang dianggap
besar dan sangat buruk dan jiwa terpancing untuk melakukannya. Al-Munkar
adalah setiap maksiat yang diingkari oleh akal dan fitrah manusia. Mengapa shalat
bisa mencegah dari perbuatan keji dan mungkar? Ini dikarenakan seorang hamba
jika mengerjakannya dengan menyempurnakan rukun-rukun dan syarat-syarat shalat
serta memperhatikan ke-khusyuu’-annya, maka hal tersebut dapat menerangi
dan membersihkan hatinya, menambah keimanannya, semakin kuat keinginannya untuk
berbuat baik dan semakin sedikit atau bahkan tidak ada keinginan untuk
melakukan keburukan.
Oleh
karena itu, dengan selalu mengerjakan dan menjaga shalat dengan sifat
yang telah disebutkan, shalat akan mencegah seseorang untuk melakukan
perbuatan yang keji dan mungkar. Dan ini termasuk tujuan dan hasil dari shalat.
Dzikir di dalam shalat mencakup dzikir di dalam hati,
lisan dan badan. Sesungguhnya Allah menciptakan manusia hanyalah untuk
beribadah kepadanya. Dan ibadah yang paling afdhal yang dilakukan oleh
manusia adalah shalat. Di dalam shalat terdapat ibadah dengan
menggunakan seluruh tubuh, yang tidak terdapat pada ibadah selainnya. Oleh
karena itu, Allah subhaanahu wa ta’aala mengatakan, “Dan Sesungguhnya
mengingat Allah adalah lebih besar”
“Dan
Allah mengetahui apa yang kalian kerjakan,” baik hal-hal yang baik maupun
yang buruk. Allah subhaanahu wa ta’aala akan membalas dengan balasan
yang sesuai.1
Penjabaran Ayat
وَأَقِمِ
الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ
“Dan dirikanlah shalat! Sesungguhnya shalat itu
mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.”
Allah subhaanahu
wa ta’aala memerintahkan hamba-Nya untuk mengerjakan shalat. Shalat
memiliki berbagai macam manfaat. Di antara manfaat shalat adalah
seseorang akan terhalangi untuk mengerjakan perbuatan keji dan mungkar.
Diriwayatkan
dari Abu Hurairah radhiallaahu ‘anhu bahwasanya dia berkata:
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ -صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-، فَقَالَ: إِنَّ فُلاَنًا يُصَلِّي بِاللَّيْلِ، فَإِذَا
أَصْبَحَ سَرَقَ. قَالَ: إِنَّهُ سَيَنْهَاهُ مَا تَقُولُ
“Seorang
laki-laki mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata,
‘Sesungguhnya si Fulan shalat di malam hari, tetapi di waktu pagi dia mencuri.’
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya shalatnya tersebut
akan menahan dirinya untuk melakukan seperti yang engkau katakan.’.”2
Ibnu
Mas’uud dan Ibnu ‘Abbas radhiallaahu ‘anhumaa berkata:
في الصلاة منتهى ومزدجر عن معاصي الله، فمن لم
تأمره صلاته بالمعروف، ولم تنهه عن المنكر، لم يزدد بصلاته من الله إلا بعدًا.
“Di
dalam shalat terdapat sesuatu yang dapat menahan dan mencegah seseorang
dari mengerjakan perbuatan maksiat kepada Allah. Barang siapa yang shalatnya
tidak menyuruhnya untuk melakukan perbuatan ma’ruuf (yang baik) dan tidak
melarangnya dari perbuatan mungkar, maka dia hanya membuat dirinya semakin jauh
dari Allah dengan shalat tersebut.
Al-Qatadah
dan Al-Hasan rahimahumallaah berkata:
من لم تنهه صلاته عن الفحشاء والمنكر فصلاته وبال
عليه
“Barang
siapa yang shalatnya tidak dapat menahannya dari melakukan perbuatan
fahsyaa’ dan mungkar, maka shalatnya tersebut menjadi perusak dirinya.”3
وَلَذِكْرُ
اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ
Dan sesungguhnya mengingat Allah adalah lebih besar. Dan Allah
mengetahui apa yang kalian kerjakan
Perkataan
Allah “dan sesungguhnya mengingat Allah adalah lebih besar” ditafsirkan dengan
berbagai macam tafsir berikut:4
1. Mengingat
Allah lebih besar pengaruhnya untuk menahan seseorang dari melakukan perbuatan
keji dan mungkar daripada shalat, karena shalat memang dapat mencegah seseorang
untuk melakukan kemungkaran di dalam shalat, tetapi ketika di luar shalat
pengaruhnya lebih kecil. Sedangkan ber-dzikir kepada Allah bisa menjadi
pelindung darinya dari melakukan perbuatan mungkar setiap saat.
Ber-dzikir kepada Allah termasuk amalan yang paling afdhal. Di dalam
riwayat Abud-Darda’ radhiallaahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda kepada para sahabatnya:
أَلاَ
أُنَبِّئُكُمْ بِخَيْرِ أَعْمَالِكُمْ وَأَرْضَاهَا عِنْدَ مَلِيكِكُمْ
وَأَرْفَعِهَا فِي دَرَجَاتِكُمْ وَخَيْرٍ لَكُمْ مِنْ إِعْطَاءِ الذَّهَبِ
وَالْوَرِقِ وَمِنْ أَنْ تَلْقَوْا عَدُوَّكُمْ فَتَضْرِبُوا أَعْنَاقَهُمْ
وَيَضْرِبُوا أَعْنَاقَكُمْ؟ قَالُوا:
وَمَا ذَاكَ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: ذِكْرُ اللَّهِ
“Maukah saya kabarkan kepada kalian amalan yang paling baik
dari amalan-amalan kalian, lebih di-ridha-i oleh Pemilik kalian, lebih
meningggikan kalian dari derajat-derajat kalian, lebih baik daripada memberikan
emas dan perak, serta lebih baik daripada kalian bertemu dengan musuh kalian, kalian
penggal kepala-kepala mereka kemudian mereka memenggal kepala kalian?” Mereka
pun berkata, “Apakah itu, ya Rasulullah!” Beliau berkata, “Dzikir kepada Allah.”
- “Dan Sesungguhnya mengingat
Allah adalah lebih besar” diterjemahkan dengan “Dan sesungguhnya Dzikir
Allah (di hadapan para malaikat kepada hamba-hambanya) lebih
besar (daripada dzikir hamba kepada Allah). Di antara dalil yang
menunjukkan hal tersebut adalah hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Allah subhaanahu wa ta’aala berkata:
مَنْ
ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ، ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي ، وَمَنْ ذَكَرَنِي فِي مَلَأٍ
مِنَ النَّاسِ ، ذَكَرْتُهُ فِي مَلَأٍ أَكْثَرَ مِنْهُمْ وَأَطْيَبَ.
“Barang
siapa yang mengingatku di dalam dirinya maka aku akan mengingatnya di dalam
diriku. Barang siapa yang mengingatku di sekelompok orang, maka Aku akan
mengingatnya di sekelompok (makhluk) yang lebih banyak dan lebih baik dari
itu.”5
‘Abdullah bin Rabi’ah rahimahullaah
berkata, “Ibnu ‘Abbas pernah berkata kepadaku, ‘Apakah engkau mengetahui
tafsir dari perkataan Allah ta’aalaa (وَلَذِكْرُ
اللَّهِ أَكْبَرُ )?’ Saya pun mengatakan, ‘Ya.’ Beliau berkata, ‘Apa tafsirnya?’
Saya menjawab, ‘Dia adalah bertasbih, bertahmid dan bertakbir di dalam shalat,
begitu pula membaca Al-Qur’an dan yang sejenisnya.’ Beliau berkata, ‘Engkau
telah mengatakan sesuatu perkataan yang mengherankan. Artinya tidak seperti
itu, tetapi yang benar adalah Allah mengingat kalian ketika Allah memerintahkan
dan melarang di saat kalian mengingatnya, lebih besar daripada ingat kalian
kepada-Nya.
- “Dan Sesungguhnya mengingat
Allah adalah lebih besar” diterjemahkan dengan “Dan sesungguhnya mengingat
Allah (dengan shalat) adalah lebih besar (daripada mengingatnya di selain
shalat). Hal ini sebagaimana terdapat pada ayat:
{فَاسَعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ}
“Bersegeralah
menuju dzikir (mengingat) Allah.” (QS Al-Jumu’ah: 9)
Arti dzikir dalam ayat ini adalah shalat Jumat. Begitu pula dengan ayat dalam
surat Al-‘Ankabuut ini, arti dzikir dalam ayat ini adalah shalat.
Shalat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar
Shalat bisa mencegah dari perbuatan keji dan mungkar sebagaimana
disebutkan di dalam ayat ini. Begitu pula seperti apa yang dialami oleh Nabi
Syu’aib ‘alaihissalaam. Kaum Nabi Su’aib ‘alaihissalaam mencela
Nabi Syu’aib dengan mengatakan:
قَالُوا
يَا شُعَيْبُ أَصَلَاتُكَ تَأْمُرُكَ أَنْ نَتْرُكَ مَا يَعْبُدُ آبَاؤُنَا أَوْ
أَنْ نَفْعَلَ فِي أَمْوَالِنَا مَا نَشَاءُ
“Mereka
berkata, ‘Ya Syu’aib apakah shalatmu yang memerintahkan kepadamu agar kami
meninggalkan apa-apa yang bapak-bapak kami ibadahi atau kami melakukan pada
harta-harta kami apapun yang kami inginkan.” (QS. Huud: 87).
Nabi
Syu’aib ‘alaihissalaam terkenal dengan kerajinannya dalam mengerjakan shalat,
sehingga kaumnya pun terheran-heran ketika mereka disuruh untuk meninggalkan kesyirikan dan meninggalkan perbuatan haram mereka
dalam mencari harta. Ini menunjukkan bahwa shalat berpengaruh terhadap
ketaatan seseorang kepada Allah dan dapat menahan dirinya untuk mencari harta
dari jalan yang diharamkan.
Shalat yang seperti apa yang dapat mencegah dari perbuatan keji dan
mungkar?
Abul-‘Aliyah
rahimahullaah mengatakan:
إن الصلاة فيها ثلاث خصال فكل صلاة لا يكون فيها
شيء من هذه الخلال فليست بصلاة: الإخلاص والخشية وذكر الله.
فالإخلاص يأمره بالمعروف، والخشية تنهاه عن
المنكر، وذكر القرآن يأمره وينهاه.
“Sesungguhnya
di dalam shalat terdapat tiga hal. Setiap shalat yang tidak
terdapat satu hal saja dari ketiga hal ini maka dia bukanlah shalat,
yaitu: keikhlasan, rasa takut dan mengingat Allah. Keikhlasan akan menyuruhnya
untuk berbuat kema’ruufan, ketakutannya kepada Allah akan melarangnya dari
perbuatan mungkar dan dzikir-nya dengan membaca Al-Qur’an akan menyuruh
dan melarangnya.”
Ibnu
‘Aun Al-Anshari rahimahullaah berkata:
إذا كنت في صلاة فأنت في معروف، وقد
حجزتك عن الفحشاء والمنكر.
“Apabila
engkau sedang shalat, maka engkau berada di dalam hal yang ma’ruf
(baik). Engkau telah menahan dirimu dari mengerjakan perbuatan keji dan
mungkar.”6
Syaikh
Abu Bakr Jabir Al-Jazairi hafidzhahullaah berkata, “Di dalam shalat
hal pertama yang dilakukan adalah mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah,
kemudian hal kedua adalah menjaga kebersihan hati dari memalingkan ibadah
kepada selain Rabb (Allah) ta’aalaa ketika mengerjakannya. Kemudian
mengerjakan shalat pada waktu-waktunya di masjid-masjid, rumah Allah,
dan bersama jamaah kaum muslimin, hamba-hamba Allah dan wali-walinya. Kemudian
memperhatikan rukun-rukunnya, di antaranya: membaca Al-Fatihah, ruku’
serta ber-thuma’ninah di dalamnya, bangkit dari ruku’ serta ber-thuma’ninah
di dalamnya, kemudian sujud di atas dahi dan hidung serta ber-thuma’ninah
di dalamnya dan rukun terakhirnya adalah khusyuu’, yaitu ketenangan,
kelembutan hati dan meneteskan air mata. Shalat yang seperti inilah yang
memunculkan cahaya energi yang dapat menghalangi seseorang dari menceburkan
dirinya ke dalam syahwat dan dosa, serta mendatangi perbuatan keji dan
mengerjakan perbuatan mungkar.”7
Pengaruh dosa pada rezeki seorang hamba
Dosa
yang dilakukan oleh seseorang dapat berpengaruh terhadap rezeki yang Allah
berikan kepadanya. Allah menahan rezeki orang-orang yang berbuat maksiat. Allah
subhaanahu wa ta’aala berfirman:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا
عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ
“Jikalau
penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan
kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi.” (QS Al-A’raf : 96)
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْكِتَابِ
آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَكَفَّرْنَا عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ وَلَأَدْخَلْنَاهُمْ
جَنَّاتِ النَّعِيمِ (65)
وَلَوْ أَنَّهُمْ أَقَامُوا
التَّوْرَاةَ وَالْإِنْجِيلَ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِمْ مِنْ رَبِّهِمْ لَأَكَلُوا
مِنْ فَوْقِهِمْ وَمِنْ تَحْتِ أَرْجُلِهِمْ (66)
“Dan
sekiranya ahli kitab beriman dan bertakwa, tentulah kami tutup (hapus)
kesalahan-kesalahan mereka dan tentulah kami masukkan mereka kedalam
surga-surga yang penuh kenikmatan. Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh
menjalankan (hukum) Taurat dan Injil dan (Al-Qur’an) yang diturunkan kepada
mereka dari Tuhan-nya, niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas dan dari
bawah kaki mereka.” (QS Al-Ma-idah: 65-66)
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ
مَخْرَجًا (2)
وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
(3)
“(2) Barangsiapa
bertakwa kepada Allah niscaya dia akan mengadakan baginya jalan keluar. (3) dan
memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (QS Ath-Thalaq:
2-3)
Ayat-ayat
di atas menunjukkan kaitan yang besar antara rezeki seseorang dengan
ketakwaannya kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Orang yang berbuat maksiat
kepada Allah bukanlah orang yang bertakwa kepada-Nya.
Menjaga shalat dapat melancarkan rezeki seseorang
Orang
yang meninggalkan shalat telah melakukan dosa yang sangat besar.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ
الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكَ الصَّلاَةِ
“Sesungguhnya
pembeda antara seseorang dengan kesyirikan atau kekafiran adalah meninggalkan
shalat.”8
Orang
yang meninggalkan shalat bukanlah orang yang bertakwa kepada Allah.
Allah subhaanahu wa ta’aala menyebutkan kaitan yang erat antara shalat
dan rezeki seseorang di dalam ayat berikut, Allah subhaanahu wa ta’aala berfirman:
وَلَا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَى
مَا مَتَّعْنَا بِهِ أَزْوَاجًا مِنْهُمْ زَهْرَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
لِنَفْتِنَهُمْ فِيهِ وَرِزْقُ رَبِّكَ خَيْرٌ وَأَبْقَى (131) وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا لَا
نَسْأَلُكَ رِزْقًا نَحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى (132)
“(131)
Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah kami berikan
kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk kami
cobai mereka dengannya. dan karunia Tuhan kamu adalah lebih baik dan lebih
kekal. (132) Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan
bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kami-lah
yang memberi rezeki kepadamu. dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang
bertakwa.” (QS Thaha: 131-132).
Ayat
tersebut dengan jelas menyebutkan bahwa orang yang mengerjakan shalat
kemudian memiliki kesabaran yang kuat ketika
mengerjakannya, maka dia akan diberikan rezeki oleh Allah tanpa bersusah payah
mencarinya. Dan ini adalah ganjaran bagi orang yang bertakwa kepada Allah subhanahu
wa ta’ala.
Di
dalam kisah Nabi Syu’aib ‘alaihissalaam, Allah subhaanahu wa ta’aala menyebutkan
perkataan Nabi Syu’aib setelah kaumnya memahami bahwa shalatlah yang
menahan diri beliau untuk melakukan perbuatan mungkar:
قَالَ
يَا قَوْمِ أَرَأَيْتُمْ إِنْ كُنْتُ عَلَى بَيِّنَةٍ مِنْ رَبِّي وَرَزَقَنِي
مِنْهُ رِزْقًا حَسَنًا
“Syu’aib
berkata: “Hai kaumku, bagaimana pikiranmu jika Aku mempunyai bukti yang nyata
dari Tuhanku dan dianugerahi-Nya Aku dari pada-Nya rezki yang baik (patutkah
Aku menyalahi perintah-Nya)?” (QS Huud: 88).
Nabi
Syu’aib ‘alaihissalam menjelaskan kepada mereka bahwa dengan shalat
dan penjelasan yang nyata dari Rabb-nya, maka Allah memberikan kepadanya
rezeki yang baik dan halal. Berbeda dengan apa yang mereka lakukan. Mereka
sibuk mencari harta-harta haram.
Akan
tetapi, sebagian orang tidak mempercayai adanya kaitan yang erat antara shalat
dengan rezeki seseorang. Ini tidak jauh berbeda dengan apa yang dikatakan oleh
kaum Nabi Syu’aib ‘alaihissalaam:
قَالُوا
يَا شُعَيْبُ مَا نَفْقَهُ كَثِيرًا مِمَّا تَقُولُ
“Wahai
Syu’aib! Kami tidak paham banyak hal dari apa yang kamu katakan.” (QS Huud:
91).
Hal
ini dikarenakan terikatnya hati-hati mereka dengan dunia lebih besar daripada
keterikatan mereka dengan shalat.
Bertaubat dari meninggalkan shalat
Orang-orang
yang belum bisa mengerjakan shalat lima waktu sudah sepantasnya
bertaubat kepada Allah dengan segera. Sesungguhnya Allah subhaanahu wa
ta’aala Maha Mengampuni hamba-hambanya yang bertaubat kepada-Nya.
Di
antara hal-hal yang dapat meleburkan dosa adalah mengerjakan shalat lima
waktu. Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallaahu ‘anhu bahwasnya dia
mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهَرًا
بِبَابِ أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ فِيهِ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسًا مَا تَقُولُ ذَلِكَ
يُبْقِي مِنْ دَرَنِهِ ؟ قَالُوا : لاَ يُبْقِي مِنْ
دَرَنِهِ شَيْئًا قَالَ فَذَلِكَ مِثْلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ يَمْحُو اللَّهُ
بِهَا الْخَطَايَا.
“Bagaimana
menurut kalian jika di depan pintu seorang di antara kalian terdapat sungai yang
setiap hari dia mandi di dalamnya. Apakah akan tersisa kotoran di tubuhnya?”
Para sahabat menjawab, “Tidak tersisa kotoran sedikit pun di tubuhnya.” Beliau
berkata, “Seperti itulah shalat lima waktu, Allah bisa menghapuskan dosa-dosa
dengannya.”
Allah subhaanahu
wa ta’aala menjanjikan rezeki yang berlimpah untuk orang-orang yang mau
bertaubat kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Allah subhaanahu wa ta’aala berfirman:
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ
إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا (10) يُرْسِلِ
السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا (11) وَيُمْدِدْكُمْ
بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا (12)
“(10) Maka
aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu! Sesungguhnya dia
adalah Maha Pengampun, (11). Niscaya dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan
lebat, (12) Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu
kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS
Nuuh: 10-12)
Kesimpulan
Dari
penjelasan di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
- Shalat dan Dzikir kepada Allah
dapat menahan seseorang dari mengerjakan pekerjaan keji dan mungkar.
- Shalat yang dapat mencegah dari
perbuatan keji dan mungkar adalah shalat yang terpenuhi di dalamnya:
rukun-rukun shalat, keikhlasan, kekusyu’an, ketakutan kepada Allah dan
dzikir kepada Allah.
- Perbuatan dosa seseorang dapat
menahan rezeki Allah kepadanya dan ketakwaan dapat melancarkannya.
- Shalat sangat berpengaruh
kepada ketakwaan seseorang dan dapat menjadi sebab dibukakannya pintu rezeki
yang halal dan baik.
- Shalat lima waktu dapat
menghapuskan dosa-dosa seseorang yang telah lalu.
***
Daftar Pustaka
- Aisarut-Tafaasiir li kalaam
‘Aliyil-Kabiir.
Jabir bin Musa Al-Jazairi. Al-Madinah: Maktabah Al-‘Uluum wal-hikam
- Al-‘Ibaadaatu Asbaabun Tahmii minal-Mashaa-ib wa
Tarfa’uhaa Bi-idznillah. Dr. Munirah Al-Muthlaq. Majallah Al-Buhuuts
Al-Islaamiyah vol. 94. http://www.alifta.net.
- Al-Jaami’ Li Ahkaamil-Qur’aan. Muhammad bin Ahmad
Al-Qurthubi. Kairo: Daar Al-Kutub Al-Mishriyah.
- Asbaabul-Barakah fir-Rizqi. Khuthbatul-Jum’ah li
Asy-Syaikh Abdul-‘Aziz Ali Asy-Syaikh. www.sahab.net.
- At-Tahriir wa At-Tanwiir. Muhammad
Ath-Thahir bin ‘Asyur. 1997. Tunisia: Dar Sahnuun.
- Ma’aalimut-tanziil. Abu Muhammad Al-Husain bin
Mas’uud Al-Baghawi. 1417 H/1997 M. Riyaadh:Daar Ath-Thaibah.
- Tafsiir Al-Qur’aan Al-‘Adzhiim. Isma’iil bin ‘Umar bin
Katsiir. 1420 H/1999 M. Riyaadh: Daar Ath-Thaibah.
- Taisiir Al-Kariim Ar-Rahmaan. Abdurrahman bin Nashir
As-Sa’di. Beirut: Muassasah Ar-Risaalah.
- Dan lain-lain. Sebagian besar
telah tercantum di footnotes.
Catatan
kaki
1
Tafsiir As-Sa’di hal. 632.
2
HR Ahmad no. 9778. Syaikh Syu’aib mengatakan, “Isnad-nya shahiih rijaal-nya
tsiqaat, rijaal Asy-Syaikhain.”
3
Lihat kedua atsar ini di dalam Tafsiir Ibni Katsiir VI/244.
4
Lihat Tafsiir Al-Qurthubi XIII/349, Tafsir Ibni Katsiir VI/283, At-Tahriir wa
At-Tanwiir XX/179-180, Tafsiir As-Sa’di dan Aisarut-Tafaasiir III/209.
5
HR Ahmad no. 8650. Syaikh Syu’aib mengatakan, “Shahiih.”
6
Lihat kedua atsar tersebut di dalam Tafsiir Ibni Katsiir VI/282.
7
Aisarut-Tafaasiir III/209.
—
Penulis: Ust.
Sa’id Yai Ardiansyah, Lc., MA.
Artikel
Muslim.Or.Id
0 komentar:
Mari berdiskusi...
--------------------------------------------------------------------
Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...
--------------------------------------------------------------------