Hukum Aborsi Dalam
Islam
Oleh Dr. Ahmad Zain an
Najah, MA
وَلاَ تَقْتُلُواْ
النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللّهُ إِلاَّ بِالحَقِّ
“ Dan janganlah kamu membunuh jiwa
yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang
benar. “ ( Q.S. Al Israa’: 33 )
Pergaulan bebas antara laki-laki dan
perempuan di luar pernikahaan, terutama para pelajar dan mahasiswa hari ini
sudah sampai batas yang sangat mengkawatirkan. Ini akibat hilangnya nilai-nilai
agama dalam kehidupan masyarakat, ditambah dengan gencarnya mass media yang menawarkan
kehidupan glamor, bebas dan serba hedonis yang menyebabkan generasi muda
terseret dalam jurang kehancuran.
Pacaran sudah menjadi aktivitas yang
lumrah, bahkan sebagian orang tua mlinder dan merasa malu jika anaknya tidak
mempunyai pacar, karena menurut pandangan mereka orang yang tidak pacaran,
adalah orang yang tidak bisa bergaul dan masa depannya suram,serta susah
mencari jodoh. Tidak sedikit dari mereka yang akhirnya melakukan hubungan seks
di luar pernikahan dan hamil, kemudian berakhir dengan pengguran kandungan
dengan paksa.
Data statistis BKBN ( Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) menunjukkan bahwa sekitar 2.000.000
kasus aborsi terjadi setiap tahun di Indonesia. Untuk kasus aborsi di luar
negeri – khususnya di Amerika – data-datanya telah dikumpulkan oleh dua
badan utama, yaitu Federal Centers for Disease Control (CDC) dan Alan
Guttmacher Institute (AGI) yang menunjukkan hampir 2 juta jiwa terbunuh akibat
aborsi. Jumlah ini jauh lebih banyak dari jumlah nyawa manusia yang dibunuh dalam
perang manapun dalam sejarah negara itu. Begitu juga lebih banyak dari kematian
akibat kecelakaan, maupun akibat penyakit . ( Aborsi.com )
Dengan demikian, aborsi secara umum
merupakan perbuatan keji, tidak berperikemanusiaan dan bertentangan hukum dan
ajaran agama.
Walaupun demikian, hukum Aborsi
secara khusus perlu dikaji secara lebih mendalam, karena Aborsi bukanlah dalam
satu bentuk, tetapi mempunyai berbagai macam. Sementara itu Islam bukanlah
agama yang kaku, tetapi agama yang memandang kehidupan manusia ini dari
berbagai sudut, sehingga ditemukan di dalamnya solusi ats segala problematika
yang dihadapi oleh manusia.
Pengertian Aborsi dan Pembagiannya
Aborsi menurut pengertian medis
adalah mengeluarkan hasil konsepsi atau pembuahan, sebelum janin dapat
hidup di luar tubuh ibunya.
Sedang menurut bahasa Arab disebut
dengan al-Ijhadh yang berasal dari kata “ ajhadha - yajhidhu “
yang berarti wanita yang melahirkan anaknya secara paksa dalam keadaan belum
sempurna penciptaannya. Atau juga bisa berarti bayi yang lahir karena dipaksa
atau bayi yang lahir dengan sendirinya. Aborsi di dalam istilah fikih juga
sering disebut dengan “ isqhoth “ ( menggugurkan ) atau “ ilqaa’
( melempar ) atau “ tharhu “ ( membuang ) ( al Misbah al
Munir , hlm : 72 )
Aborsi tidak terbatas pada satu
bentuk, tetapi aborsi mempunyai banyak macam dan bentuk, sehingga
untuk menghukuminya tidak bisa disamakan dan dipukul rata. Diantara pembagiaan
Aborsi adalah sebagai berikut :
Dalam Kamus Bahasa Indonesia
disebutkan bahwa makna Aborsi adalah pengguguran.
Aborsi ini dibagi menjadi dua :
Pertama : Aborsi Kriminalitas adalah
aborsi yang dilakukan dengan sengaja karena suatu alasan dan bertentangan
dengan undang-undang yang berlaku.
Kedua : Aborsi Legal, yaitu Aborsi
yang dilaksanakan dengan sepengetahuan pihak yang berwenang.
Menurut medis Aborsi dibagi menjadi
dua juga :
1.
Aborsi
spontan ( Abortus Spontaneus ),
yaitu aborsi secara secara tidak sengaja dan berlangsung alami tanpa ada
kehendak dari pihak-pihak tertentu. Masyarakat mengenalnya dengan istilah
keguguran.
2.
Aborsi
buatan ( Aborsi Provocatus ), yaitu
aborsi yang dilakukan secara sengaja dengan tujuan tertentu. Aborsi Provocatus
ini dibagi menjadi dua :
a. Jika bertujuan untuk kepentingan
medis dan terapi serta pengobatan, maka disebut dengan Abortus Profocatus
Therapeuticum
b. Jika dilakukan karena alasan yang
bukan medis dan melanggar hukum yang berlak, maka disebut Abortus Profocatus
Criminalis
Yang dimaksud dengan Aborsi dalam
pembahasan ini adalah : menggugurkan secara paksa janin yang belum sempurna
penciptaannya atas permintaan atau kerelaan ibu yang mengandungnya .
Pandangan Islam Terhadap Nyawa,
Janin dan Pembunuhan
Sebelum menjelaskan secara mendetail
tentan hukum Aborsi, lebih dahulu perlu dijelaskan tentang pandangan umum
ajaran Islam tentang nyawa, janin dan pembunuhan, yaitu sebagai berikut :
Pertama: Manusia adalah
ciptaan Allah yang mulia, tidak boleh dihinakan baik dengan merubah ciptaan
tersebut, maupun mengranginya dengan cara
memotong sebagiananggota tubuhnya, maupun dengan cara memperjual belikannya,
maupun dengan cara menghilangkannya sama sekali yaitu dengan membunuhnya,
sebagaiman firman Allah swt : .
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ
“Dan sesungguhnya Kami telah
memuliakan umat manusia “ ( Qs. al-Isra’:70)
Kedua: Membunuh satu nyawa sama
artinya dengan membunuh semua orang.
Menyelamatkan satu nyawa sama artinya dengan menyelamatkan semua orang.
مِنْ أَجْلِ ذَلِكَ كَتَبْنَا عَلَى بَنِي
إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَن قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي
الأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا
أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا
“Barang siapa yang membunuh seorang
manusia, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang
siapa yang memelihara keselamatan nyawa seorang manusia, maka seolah-olah dia
telah memelihara keselamatan nyawa manusia semuanya.” (Qs. Al Maidah:32)
Ketiga: Dilarang membunuh anak ( termasuk di dalamnya janin yang masih dalam kandungan
) , hanya karena takut miskin. Sebagaimana firman Allah swt :
وَلاَ تَقْتُلُواْ أَوْلادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلاقٍ
نَّحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُم إنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْءًا كَبِيرًا
“Dan janganlah kamu membunuh
anak-anakmu karena takut melarat. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan
kepadamu juga. Sesungguhnya membunuh mereka adalah dosa yang besar.” (Qs al Isra’ : 31)
Keempat : Setiap janin yang
terbentuk adalah merupakan kehendak Allah swt, sebagaimana firman Allah swt
وَنُقِرُّ فِي الْأَرْحَامِ مَا نَشَاء إِلَى
أَجَلٍ مُّسَمًّى ثُمَّ نُخْرِجُكُمْ طِفْلًا
“Selanjutnya Kami dudukan janin itu
dalam rahim menurut kehendak Kami selama umur kandungan. Kemudian kami
keluarkan kamu dari rahim ibumu sebagai bayi.” (QS al Hajj : 5)
Kelima : Larangan membunuh jiwa
tanpa hak, sebagaimana firman Allah swt :
وَلاَ تَقْتُلُواْ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ
اللّهُ إِلاَّ بِالحَقِّ
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa
yang diharamkan Allah melainkan dengan alasan yang benar “ ( Qs al Isra’ : 33 )
Hukum Aborsi Dalam Islam.
Di dalam teks-teks al Qur’an dan
Hadist tidak didapati secara khusus hukum aborsi, tetapi yang ada adalah
larangan untuk membunuh jiwa orang tanpa hak, sebagaimana firman Allah swt :
وَمَن يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُّتَعَمِّدًا
فَجَزَآؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ
وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا
“ Dan barang siapa yang membunuh
seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya adalah neraka Jahanam, dan dia
kekal di dalamnya,dan Allah murka kepadanya dan melaknatnya serta menyediakan
baginya adzab yang besar( Qs An Nisa’ : 93 )
Begitu juga hadist yang diriwayatkan
oleh Ibnu Mas’ud bahwasanya Rosulullah saw bersabda :
إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ
أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا ثُمَّ يَكُونُ فِي ذَلِكَ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ
ثُمَّ يَكُونُ فِي ذَلِكَ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ يُرْسَلُ الْمَلَكُ
فَيَنْفُخُ فِيهِ الرُّوحَ وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ بِكَتْبِ رِزْقِهِ
وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيدٌ
“ Sesungguhnya seseorang dari
kamu dikumpulkan penciptaannya di dalam perut ibunya selama empat puluh hari.
Setelah genap empat puluh hari kedua, terbentuklah segumlah darah beku.
Ketika genap empat puluh hari ketiga , berubahlah menjadi segumpal daging.
Kemudian Allah mengutus malaikat untuk meniupkan roh, serta
memerintahkan untuk menulis empat perkara, yaitu penentuan rizki, waktu
kematian, amal, serta nasibnya, baik yang celaka, maupun yang bahagia. “ (
Bukhari dan Muslim )
Maka, untuk mempermudah pemahaman,
pembahasan ini bisa dibagi menjadi dua bagian sebagai berikut :
Menggugurkan Janin Sebelum Peniupan
Roh
Dalam hal ini, para ulama berselisih
tentang hukumnya dan terbagi menjadi tiga pendapat :
Pendapat Pertama :
Menggugurkan janin sebelum peniupan
roh hukumnya boleh. Bahkan sebagian dari ulama membolehkan menggugurkan janin
tersebut dengan obat. ( Hasyiat Al Qalyubi : 3/159 )
Pendapat ini dianut oleh para ulama
dari madzhab Hanafi, Syafi’I, dan Hambali. Tetapi kebolehan ini
disyaratkan adanya ijin dari kedua orang tuanya,( Syareh Fathul Qadir :
2/495 )
Mereka berdalil dengan hadist Ibnu
Mas’ud di atas yang menunjukkan bahwa sebelum empat bulan, roh belum ditiup ke
janin dan penciptaan belum sempurna, serta dianggap benda mati, sehingga boleh
digugurkan.
Pendapat kedua :
Menggugurkan janin sebelum peniupan
roh hukumnya makruh. Dan jika sampai pada waktu peniupan ruh, maka hukumnya
menjadi haram.
Dalilnya bahwa waktu peniupan ruh
tidak diketahui secara pasti, maka tidak boleh menggugurkan janin jika telah
mendekati waktu peniupan ruh , demi untuk kehati-hatian . Pendapat ini dianut
oleh sebagian ulama madzhab Hanafi dan Imam Romli salah seorang ulama dari
madzhab Syafi’I . ( Hasyiyah Ibnu Abidin : 6/591, Nihayatul
Muhtaj : 7/416 )
Pendapat ketiga :
Menggugurkan janin sebelum peniupan
roh hukumnya haram. Dalilnya bahwa air mani sudah tertanam dalam rahim
dan telah bercampur dengan ovum wanita sehingga siap menerima kehidupan, maka
merusak wujud ini adalah tindakan kejahatan . Pendapat ini dianut oleh Ahmad
Dardir , Imam Ghozali dan Ibnu Jauzi ( Syareh Kabir : 2/ 267, Ihya Ulumuddin
: 2/53, Inshof : 1/386)
Adapun status janin yang gugur
sebelum ditiup rohnya (empat bulan) , telah dianggap benda mati, maka tidak
perlu dimandikan, dikafani ataupun disholati. Sehingga bisa dikatakan bahwa
menggugurkan kandungan dalam fase ini tidak dikatagorikan pembunuhan, tapi
hanya dianggap merusak sesuatu yang bermanfaat.
Ketiga pendapat ulama di atas
tentunya dalam batas-batas tertentu, yaitu jika di dalamnya ada kemaslahatan,
atau dalam istilah medis adalah salah satu bentuk Abortus Profocatus
Therapeuticum, yaitu jika bertujuan untuk kepentingan medis dan terapi
serta pengobatan. Dan bukan dalam katagori Abortus Profocatus Criminalis, yaitu
yang dilakukan karena alasan yang bukan medis dan melanggar hukum yang berlaku,
sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.
Menggugurkan Janin Setelah Peniupan
Roh
Secara umum, para ulama telah
sepakat bahwa menggugurkan janin setelah peniupan roh hukumnya haram. Peniupan
roh terjadi ketika janin sudah berumur empat bulan dalam perut ibu, Ketentuan
ini berdasarkan hadist Ibnu Mas’ud di atas. Janin yang sudah ditiupkan roh
dalam dirinya, secara otomatis pada saat itu, dia telah menjadi seorang
manusia, sehingga haram untuk dibunuh. Hukum ini berlaku jika pengguguran tersebut
dilakukan tanpa ada sebab yang darurat.
Namun jika disana ada sebab-sebab
darurat, seperti jika sang janin nantinya akan membahayakan ibunya jika lahir
nanti, maka dalam hal ini, para ulama berbeda pendapat:
Pendapat Pertama :
Menyatakan bahwa menggugurkan janin
setelah peniupan roh hukumnya tetap haram, walaupun diperkirakan bahwa janin
tersebut akan membahayakan keselamatan ibu yang mengandungnya. Pendapat ini
dianut oleh Mayoritas Ulama.
Dalilnya adalah firman Allah swt :
وَلاَ تَقْتُلُواْ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ
اللّهُ إِلاَّ بِالحَقِّ
“ Dan janganlah kamu membunuh jiwa
yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang
benar. “ ( Q.S. Al Israa’: 33 )
Kelompok ini juga mengatakan bahwa
kematian ibu masih diragukan, sedang keberadaan janin merupakan sesuatu yang
pasti dan yakin, maka sesuai dengan kaidah fiqhiyah : “ Bahwa sesuatu yang
yakin tidak boleh dihilanngkan dengan sesuatu yang masih ragu.”, yaitu
tidak boleh membunuh janin yang sudah ditiup rohnya yang merupakan sesuatu yang
pasti , hanya karena kawatir dengan kematian ibunya yang merupakan sesuatu yang
masih diragukan. ( Hasyiyah Ibnu Abidin : 1/602 ).
Selain itu, mereka memberikan
permitsalan bahwa jika sebuah perahu akan tenggelam, sedangkan keselamatan
semua perahu tersebut bisa terjadi jika sebagian penumpangnya dilempar ke laut,
maka hal itu juga tidak dibolehkan.
Pendapat Kedua :
Dibolehkan menggugurkan janin
walaupun sudah ditiupkan roh kepadanya, jika hal itu merupakan satu-satunya
jalan untuk menyelamatkan ibu dari kematian. Karena menjaga kehidupan ibu lebih
diutamakan dari pada menjaga kehidupan janin, karena kehidupan ibu lebih dahulu
dan ada secara yakin, sedangkan kehidupan janin belum yakin dan keberadaannya
terakhir.( Mausu’ah Fiqhiyah : 2/57 )
Prediksi tentang keselamatan Ibu dan
janin bisa dikembalikan kepada ilmu kedokteran, walaupun hal itu tidak mutlak
benarnya. Wallahu A’lam.
Dari keterangan di atas, bisa
diambil kesimpulan bahwa para ulama sepakat bahwa Abortus Profocatus
Criminalis, yaitu aborsi kriminal yang menggugurkan kandungan setelah
ditiupkan roh ke dalam janin tanpa suatu alasan syar’I hukumnya adalah haram
dan termasuk katagori membunuh jiwa yang diharamkan Allah swt.
Adapun aborsi yang masih
diperselisihkan oleh para ulama adalah Abortus Profocatus Therapeuticum,
yaitu aborsi yang bertujuan untuk penyelamatan jiwa, khususnya janin yang
belum ditiupkan roh di dalamnya.
Jakarta, 23 Juli 2008
-------------------------------------------------------
Hukum Inseminasi Buatan (Bayi
Tabung)
Bayi Tabung merupakan salah satu
masalah kontemporer dan aktual yang masih banyak dipertanyakan status hukumnya,
sehingga perlu ada penjelasan secukupnya.
Bayi tabung ini mencuat ke permukaan
karena adanya keinginan dari banyak pasangan suami istri karena satu hal dan
yang lainnya yang tidak bisa mempunyai keturunan, sedang mereka sangat
merindukannya, dan bayi tabung ini adalah salah satu alternatif yang bisa
ditempuh untuk mewujdkan impian mereka tersebut.
Enseminasi buatan adalah: proses yang
dilakukan oleh para dokter untuk menggabungkan antara sperma dengan sel telur,
seperti dengan cara menaruh keduanya di dalam sebuah tabung, karena rahim yang
dimiliki seorang perempuan tidak bisa berfungsi sebagaimana biasanya. ( DR.
Husen Muhammad Al Malah, Al Fatwa, Nasyatuha wa Tathowuruha, Ushuluha wa
Tadhbiqatuha, Beirut, Al Maktabah Al Ahriyah, 2001, 2/ 868 )
Yang perlu diperhatikan terlebih dahulu
bagi yang ingin mempunyai anak lewat bayi tabung, bahwa cara ini tidak boleh
ditempuh kecuali dalam keadaan darurat, yaitu ketika salah satu atau kedua
suami istri telah divonis tidak bisa mempunyai keturunan secara normal. ( Ali
bin Nayif As Syahud, Al Fatwa Al Mu'ashirah fi al Hayah Az Zaujiyah : 10/ 301 )
Menurut sejumlah ahli, inseminasi
buatan atau bayi tabung secara garis besar dibagi menjadi dua menurut al-Majma'
al-Fiqhi al- Islami ( Rabitahoh a l'Alam al Islami ) , Daurah ke 7, tanggal
11-16 Rabi ul Akhir 1404, dan Daurah ke-8 di Mekkah, tanggal 28 Rabi' ul Awal –
7 Jumadal Ula 1405 / 19-27 Januari 1985
Pertama : Pembuahan di dalam rahim.
Bagian pertama ini dilakukan dengan dua cara :
Cara pertama : Sel sperma laki-laki
diambil, kemudian disuntikan pada tempat yang sesuai dalam rahim sang istri
sehingga sel sperma tersebut akan bertemu dengan sel telur istri kemudian
terjadi pembuahan yang akan menyebabkan kehamilan. Cara seperti ini dibolehkan
oleh Syari'ah, karena tidak terjadi pencampuran nasab dan ini seperti kehamilan
dari hubungan seks antara suami dan istri.
Cara kedua : Sperma seorang laki-laki
diambil, kemudian disuntikan pada rahim istri orang lain, atau wanita lain,
sehingga terjadi pembuahan dan kehamilan. Cara seperti ini hukum haram, karena
akan terjadi percampuran nasab. Kasus ini serupa dengan adanya seorang
laki-laki yang berzina dengan wanita lain yang menyebabkan wanita tersebut
hamil.
Kedua : Pembuahan di luar rahim. Bagian
kedua ini dilakukan dengan lima cara :
Cara pertama : Sel sperma suami dan sel
telur istrinya diambil dan dikumpulkan dalam sebuah tabung agar terjadi pembuahan.
Setelah dirasa cukup, maka hasil pembuahan tadi dipindahkan ke dalam rahim
istrinya yang memiliki sel telur tersebut Hasil pembuahan tadi akan berkembang
di dalam rahim istri tersebut, sebagaimana orang yang hamil kemudian melahirkan
ana yang dikandungnya. Bayi tabung dengan proses seperti di atas hukumnya
boleh, karena tidak ada percampuran nasab. ( Dar al Ifta' al Misriyah, Fatawa
Islamiyah : 9/ 3213-3228 )
Cara kedua : Sel sperma seorang
laki-laki dicampur dengan sel telur seorang wanita yang bukan istrinya ke dalam
satu tabung dengan tujuan terjadinya pembuahan. Setelah itu, hasil pembuahan
tadi dimasukkan ke dalam rahim istri laki-laki tadi. Bayi tabung dengan cara
seperti ini jelas diharamkan dalam Islam, karena akan menyebabkan tercampurnya
nasab.
Cara ketiga : Sel sperma seorang
laki-laki dicampur dengan sel telur seorang wanita yang bukan istrinya ke dalam
satu tabung dengan tujuan terjadinya pembuahan. Setelah itu, hasil pembuahan
tadi dimasukkan ke dalam rahim wanita yang sudah berkeluarga. Ini biasanya
dilakukan oleh pasangan suami istri yang tidak mempunyai anak, tetapi rahimnya
masih bia berfungsi. Bayi tabung dengan proses seperti ini jelas dilarang dalam
Islam.
Cara keempat : Sel sperma suami dan sel
telur istrinya diambil dan dikumpulkan dalam sebuah tabung agar terjadi
pembuahan. Setelah dirasa cukup, maka hasil pembuahan tadi dipindahkan ke dalam
rahim seorang wanita lain. Ini jelas hukumnya haram. Sebagian orang
menamakannya " Menyewa Rahim ".
Cara kelima : Sperma suami dan sel
telur istrinya yang pertama diambil dan dikumpulkan dalam sebuah tabung agar
terjadi pembuahan. Setelah dirasa cukup, maka hasil pembuahan tadi dipindahkan
ke dalam rahim istri kedua dari laki-laki pemilik sperma tersebut. Walaupun
istrinya pertama yang mempunyai sel telur telah rela dengan hal tersebut, tetap
saja bayi tabung dengan proses semacam ini haram, ( Majma' al Fiqh Al Islami,
Munadhomah al Mu'tamar al Islami, Mu'tamar ke-3 di Amman tanggal 8-13 Shofar
1407 – Majalah Majma' al Fiqh al Islami, edisi : 3 : 1/515-516 ) hal itu
dikarenakan tiga hal :
1-Karena bisa saja istri kedua yang
dititipi sel telur yang sudah dibuahi tersebut hamil dari hasil hubungan seks
dengan suaminya, sehingga bisa dimungkinkan bayi yang ada di dalam kandungannya
kembar, dan ketika keduanya lahir tidak bisa dibedakan antara keduanya,
tentunya ini akan menyebabkan percampuran nasab yang dilarang dalam Islam.
2-Seandainya tidak terjadi bayi kembar,
tetapi bisa saja sel telur dari istri pertama mati di dalam rahim istri yang
kedua, dan pada saat yang sama istri kedua tersebut hamil dari hubungan seks
dengan suaminya, sehingga ketika lahir, bayi tersebut tidak diketahui apakah
dari istri yang pertama atau istri kedua.
3-Anggap saja kita mengetahui bahwa sel
telur dari istri pertama yang sudah dibuahi tadi menjadi bayi dan lahir dari
rahim istri kedua, maka masih saja hal tersebut meninggalkan problem, yaitu
siapakah sebenarnya ibu dari bayi tersebut, yang mempunyai sel telur yang sudah
dibuahi ataukah yang melahirkannya ? Tentunya pertanyaan ini membutuhkan
jawaban. Dalam hal ini Allah swt berfirman : " Ibu-ibu mereka tidaklah
lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka " ( Qs Al Mujadilah : 2 )
Kalau kita mengikuti bunyi ayat di atas
secara lahir, maka kita akan mengatakan bahwa ibu dari anak yang lahir tersebut
adalah istri kedua dari laki-laki tersebut, walaupun pada hakekatnya sel
telurnya berasal dari istrinya yang pertama.
Dari ketiga alasan di atas, bisa
disimpulkan bahwa proses pembuatan bayi tabung yang sel telurnya berasal dari istri
pertama dan dikembangkan dalam rahim istri kedua, hukumnya tetap haram karena
akan menyebakan percampuran nasab sebagaimana yang dijelaskan di atas.
Perlu menjadi catatan di sini bahwa
bayi tabung telah berkembang pesat di Barat, tetapi bukan untuk mencari jalan
keluar bagi pasangan suami istri yang tidak bisa mempunyai anak secara normal,
tetapi mereka mengembangkannya untuk proyek-proyek maksiat yang diharamkan di
dalam Islam, bahkan mereka benar-benar telah menghidupkan kembali pernikahan
yang pernah dilakukan orang-orang jahiliyah Arab sebelum kedatangan Islam,
yaitu para suami menyuruh para istri untuk datang kepada orang-orang yang
mereka anggap cerdas dan pintar atau pemberani agar mereka mau menggauli para
istri tersebut dengan tujuan anak mereka ikut menjadi cerdas dan pemberani. Hal
sama telah dilakukan di Amerika dimana mereka mengumpulkan sperma orang-orang
pintar dalam bank sperma, kemudian dijual kepada siapa yang menginginkan
anaknya pintar dengan cara enseminasi buatan dan bayi tabung. ( DR. Muhammad
Ali Bar, At Talqih As Sina'i wa Athfal Al Anabib dalam Majalah al-Majma'
al-Fiqh al- Islami, edisi 2 : 1/ 269 )
Mudah-mudahan umat Islam dijauhkan dari
hal-hal yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan memilih cara enseminasi
buatan ini hanya dalam keadaan sangat darurat, itupun pada bagianyang
dibolehkan saja sebagaimana yang telah diterangkan di atas. Wallahu A'lam bish
showab.
0 komentar:
Mari berdiskusi...
--------------------------------------------------------------------
Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...
--------------------------------------------------------------------