Hukum
Menggunakan Uang haram
Oleh Dr. Ahmad Zain an Najah, MA
Beberapa saat yang lalu penulis
diwawancari oleh salah satu radio dakwah di Solo seputar bantuan yang akan
diberikan oleh bintang film untuk korban bencana gunung Merapi. Masyarakat
Islam berselisih di dalam menanggapinya, sebagian ada yang mengatakan haram,
dan sebagian yang lain mengatakan halal, mana yang benar ?
Jauh-jauh sebelumnya, juga pernah
heboh berkenaan bantuan dari salah satu yayasan Amerika yang memberikan bantuan
kepada salah satu pesantren yang ada di Sumatra.
Untuk menjawab masalah tersebut
perlu dikumpulkan dalil-dalil yang ada. Setelah diteleti ternyata ada dua
kelompok dalil yang kelihatannya saling bertentangan. Sebagian dalil
menjelaskan ketidak bolehan menggunakan harta haram secara mutlak, dan sebagian
yang lain menjelaskan kebolehannya. Oleh karena itu para ulama berbeda pendapat
dalam menyikapi dalil-dalil tersebut. Sebagian dari mereka membaginya dalam dua
kaidah, sebagai berikut :
Kaidah Pertama :
Jika harta haram tersebut berasal
dari hasil pencurian, perampokan, penipuan, korupsi dan perbuatan
kriminal lainnya yang merugikan orang lain secara nyata, seperti menjadi
penadah barang-barang curian, dan membeli dari tempat penadah tersebut dengan
harga murah seperti yang terjadi pasar-pasar gelap, maka harta tersebut harus
dikembalikan kepada yang berhak, dan haram untuk diambil atau dimanfaatkan
dalam bentuk apapun.
Tetapi jika harta tersebut
tidak bisa dikembalikan kepada yang berhak, karena tidak diketahui
beritanya ataupun karena alasan lainnya, maka boleh diinfakkan untuk
kemaslahatan kaum muslimin dan tidak boleh dimakan. Harta semacam ini termasuk
dalam katagori “ hak manusia ”
Kaedah tersebut didasarkan pada
dalil-dalil sebagai berikut :
Pertama : Firman Allah swt :
يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا
أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ
تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَلا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ
رَحِيماً
“ Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan
janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu.” (Qs. an-Nisa’ : 29 )
Kedua : Hadist Abdullah bin Umar ra,
bahwasanya Rasulullah saw bersabda :
لَا تُقْبَلُ صَلَاةٌ بِغَيْرِ طُهُورٍ وَلَا
صَدَقَةٌ مِنْ غُلُولٍ
“ Tidak diterima shalat tanpa
bersuci, dan tidak diterima sedekah dari hasil penggelapan harta ghanimah.
“ ( HR Muslim, no : 329 )
Ketiga : Hadist Abu Hurairah ra,
bahwasanya ia berkata :
ثم ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ
أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ
حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ
فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ
“ Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam menceritakan tentang seroang laki-laki yang telah lama berjalan karena
jauhnya jarak yang ditempuhnya. Sehingga rambutnya kusut, masai dan berdebu.
Orang itu mengangkat tangannya ke langit seraya berdo'a: "Wahai Tuhanku,
wahai Tuhanku." Padahal, makanannya dari barang yang haram, minumannya
dari yang haram, pakaiannya dari yang haram dan diberi makan dengan makanan
yang haram, maka bagaimanakah Allah akan memperkenankan do'anya?." ( HR
Muslim, no : 1686 )
Keempat : Kisah Mughirah bin Syu’bah
:
وَكَانَ الْمُغِيرَةُ صَحِبَ قَوْمًا فِي
الْجَاهِلِيَّةِ فَقَتَلَهُمْ وَأَخَذَ أَمْوَالَهُمْ ثُمَّ جَاءَ فَأَسْلَمَ
فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَّا الْإِسْلَامَ
فَأَقْبَلُ وَأَمَّا الْمَالَ فَلَسْتُ مِنْهُ فِي شَيْءٍ
“Dahulu
Al Mughirah di masa jahiliyah pernah menemani suatu kaum, lalu dia membunuh dan
mengambil harta mereka. Kemudian dia datang dan masuk Islam. Maka Nabi saw
berkata saat itu: "Adapun keIslaman maka aku terima. Sedangkan mengenai harta,
aku tidak ada sangkut pautnya sedikitpun" (HR
Bukhari No : 2529)
Kaedah Kedua :
Jika harta haram tersebut berasal
dari hasil keuntungan lokalisasi pelacuran, perjudian, penjualan khomr,
gaji artis dari pengambilan foto atau film porno, hasil penjualan rokok,
keuntungan bank konvensional yang menggunakan transaksi riba, bantuan asing,
atau harta warisan dari orang yang mempunyai profesi di atas, serta
profesi-profesi lain yang pada dasarnya adalah perbuatan haram, tetapi
dilakukan secara suka rela antara kedua belah pihak atau lebih, selama hal itu
tidak mengikat atau tidak bersyarat serta tidak ada unsur membantu kebatilan
mereka, maka mayoritas ulama membolehkan untuk memanfaatkan uang tersebut untuk
kemaslahatan kaum muslimin, seperti membangun jembatan, memperbaiki jalan,
membeli mobil ambulan, membuat sumur, membuat tenda-tenda penampungan korban
bencana alam dan lain-lain . Harta semacam ini termasuk dalam katagori “
hak Allah.”
Kaedah ini didasarkan pada
dalil-dalil sebagai berikut :
Pertama : Firman Allah swt :
وَلاَ تَكْسِبُ كُلُّ نَفْسٍ إِلاَّ عَلَيْهَا
وَلاَ تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى
“ Dan tidaklah seorang membuat dosa
melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang
berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.” ( Qs Al An’am : 164 )
Ayat di atas menunjukkan bahwa siapa
saja yang bekerja pada sesuatu yang mengandung keharaman seperti di Bank
Konvensional atau Asuransi Jiwa, atau perjudian ( yang mana pekerjaan tersebut
adalah hasil kesepakatan antara mereka sendiri ), maka dosanya akan dia
tanggung sendiri, dan dosa ini tidak menular kepada orang lain.
Kedua : Diriwayatkan dari Anas bin
Malik, ra bahwasanya ia berkata :
أَنَّ يَهُودِيَّةً أَتَتْ النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِشَاةٍ مَسْمُومَةٍ فَأَكَلَ مِنْهَا
“ Bahwasanya seorang wanita Yahudi
datang memberikan hadiah kepada Nabi saw berupa seekor kambing yang telah
dilumuri racun, lalu beliau memakannya.” ( HR Bukhari
dan Muslim )
Sebagaimana kita ketahui bahwa
kebanyakan orang Yahudi memakan harta haram seperti riba dan lain-lainnya,
tetapi walaupun demikian Rasulullah saw menerima hadiah mereka. Bahkan hadiah
itu berupa makanan.
Ketiga : Diriwayatkan bahwa Umar bin
Khattab menerima jizyah ( upeti ) dari keuntungan penjualan khomr Ahli Kitab
( Abdur Razaq, al- Mushonaf, 8/198 )
Upeti yang diambil Umar dari harta
haram tersebut menjadi kas negara dan nantinya digunakan untuk kepentingan kaum
muslimin.
Keempat : Diriwayatkan bahwa Ibnu
Mas’ud pernah berkata : “Jika anda diajak makan oleh
orang yang hartanya berasal dari riba, maka makanlah. “
Kelima : Berkata Ibrahim an Nakh’i
: “ Terimalah hadiah dari orang yang hartanya dari riba, selama anda tidak
menyuruhnya atau membantunya “ ( Abdurrazaq, Mushonaf, 8/151 ) Hal
serupa juga disampaikan oleh Salman Al Farisi.
Artinya jika dengan menerima hadiah
tersebut tidak membantu kemungkarannya, maka boleh diterima, khususnya jika ada
manfaatnya untuk kaum muslimin, sekaligus sebagai sarana dakwah dan ta’lif
qulub ( meluluhkan hati mereka agar masuk Islam ) .
Keenam : Berkata Hasan Al Bashri : “
Sesungguh Allah telah menjelaskan kepada kalian bahwa Yahudi dan Nashara makan
dari harta riba, walupun begitu dihalalkan bagi kalian makanan mereka “
Kesimpulan :
Dari keterangan di atas, bisa kita
simpulkan bahwa dana-dana bantuan korban bencana atau bantuan-bantuan lain dari
pihak asing maupun dari artis manapun juga, selama itu menyangkut hak Allah dan
tidak ada terkait dengan hak manusia, serta tidak mengikat, maka
hukumnya boleh diterima dan dimanfaatkan untuk kemaslahatan kaum muslimin.
Kalau kita menolak bantuan tersebut
juga tidak apa-apa. Hanya saja, dikhawatirkan akan mereka gunakan untuk
memperkuat kebatilan mereka, atau membangun proyek – proyek kemaksiatan
lainnya, bahkan justru dimanfaatkan untuk memerangi kaum muslimin. Sehingga
secara tidak langsung, seakan-akan kita telah memperkuat dan membantu kebatilan
mereka dengan mengembalikan harta tersebut, padahal hal itu dilarang oleh Allah
swt, sebagaimana di dalam firman-Nya :
وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“ Dan jangan tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran. “ ( QS Al Maidah : 2 ).
Wallahu A’lam
Klaten, Jawa Tengah, 5 Shofar 1432
H/ 10 Januari 2011
Dr. Ahmad Zain An Najah, MA
0 komentar:
Mari berdiskusi...
--------------------------------------------------------------------
Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...
--------------------------------------------------------------------