Sistem Sekuler Lahirkan Pemimpin & Kebijakan Sekuler
Dr. Hamid Fahmi Zarkasyi:

TAWAMANGU – SOLO (VoA-Islam) -  Pembahasan tentang kemajiuan dan kemunduran peradaban Islam tidak bisa lepas dari diskusi tentang ilmu yang terkait dengan agama dan moralitas. Demikian pula upaya untuk membangun kembali peradaban Islam haruslah dengan mengembangkan ilmu pengetahuan berdasarkan agama.
“Karena realitanya kendala yang dihadapi umat Islam dalam pengembangan peradaban Islam dewasa ini yang paling mendasar – baik eksternal maupun internal – adalah tantangan ilmu pengetahuan. Namun karena besarnya tantangan dari ilmu yang makin luas di berbagai bidang, maka langkah strategis membangun kembali peradaban Islam adalah bekerja secara sinergis.”

Demikian dikatakan Direktur Utama INSISTS Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi  dalam orasi ilmiah pada Peringatan 10 Tahun Perjalanan Dakwah INSISTS: “Sinergi Membangun Peradaban Islam” di Tawamangu – Solo, Jawa Tengah, Sabtu (26/1) lalu.

Tantangan Umat Islam
Menurut Dr. Hamid, terdapat dua tantangan penting yang sedang dihadapi umat Islam dewasa ini, yaitu: tantangan eksternal dan internal. Yang pertama adalah tantangan yang datang dari peradaban asing, khususnya Barat.

Peradaban Barat modern dengan program globalisasi dan Westernisasi menyebarkan paham sekularisme, rasionalisme, empirisme, dualism, desakralisasi, pragmatism dan sophisme, nasionalisme, kapitalisme, humanisme liberal, sekularisme dan sebagainya.

Ditambah lagi dengan paham Barat postmodern yang membawa paham-paham baru seperti nihilism, relativisme, pluralisme dan persamaan gender (gender equality), dan dekonstruksionisme. Paham-paham ini semua dengan sengaja telah dan sedang dimasukkan kedalam pikiran dan kehidupan umat Islam dalam bentuk system, konsep, dan bahkan gerakan ekonomi, politik, pendidikan, budaya, ilmu pengetahuan dan sebagainya.
“Di dalam system dan konsep Barat itu ada hal-hal yang harus ditolak, dikritisi, dan dimodifikasi secara epistemologis (cabang filsafat yang berkaitan dengan asal, sifat, karakter dan jenis pengetahuan) dan mungkin juga ideologis. Faham-faham seperti sekularisme, liberalism, hedonism, relativisme dan sebagainya harus ditolak,” tegas Dr. Hamid.

Lebih lanjut Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi mengatakan, dalam system pendidikan dan pengajaran, misalnya, Barat dapat dikatakan cukup maju. Namun, karena aspek tujuannya berbeda dengan Islam, maka umat Islam di satu sisi perlu menolak beberapa aspek dalam system pendidikan Barat, dan disisi lain perlu dimodifikasi. Demikian pula system politik, ekonomi, budaya, ilmu pengetahuan dan sebagainya.

Tolak Kapitalisme dan Sosialisme
Menyitir Khurshid Ahmad (peneliti dari King Abdul Aziz University, Jeddah), model (ekonomi) kapitalis dan sosialis tidak bisa menjadi tipe ideal kita, meskipun kita akan memanfaatkan semua pengalaman manusia untuk diasimilasikan dan diinteragrasikan dengan framework Islam, agar dapat membantu mencapai tujuan kita sendiri tanpa mengotori nilai-nilai dan norma kita. Bahkan kita harus menolak model kapitalisme dan sosialisme.
Kedua model ini (kapitalisme dan sosialisme) begitu eksploitatif, tidak adil dan gagal memperlakukan manusia sebagai manusia dan sebagai khalifah Allah di muka bumi. Model tersebut juga gagal mengatasi tantangan ekonomi, social, politik, moran masa kini. Demikian Khurshid Ahmad.

Sejatinya, secara keseluruhan konsep-konsep atau faham-faham dalam pandangan hidup Barat sekuler-liberal banyak yang bertentangan dengan pandangan hidup Islam. Sebagai contoh, dalam masalah system pendidikan, Barat sekuler yang memisahkan ilmu pengetahuan secara dikotomis telah membawa problem besar bagi umat Islam.
Dikotomi ala Barat sekuler-liberal itu adalah ilmu dibedakan menjadi dua, yaitu: ilmu pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan umum yang tidak saling berhubungan sama sekali antara keduanya. Konsep ilmu tersebut ketika diterapkan di dunia Islam menghasilkan system pendidikan Islam yang dikotomis pula, yaitu lembaga pendidikan agama dan umum.

Di Indonesia terdapat pondok pesantren dan madrasah tradisional yang khusus belajar ilmu-ilmu agama; dan disisi lain terdapat SMP-SMA-SMK yang hanya mengajarkan ilmu-ilmu umum. Di tingkat perguruan tinggi, terdapat universitas yang hanya mengajarkan studi Islam, dan ada pula universitas sekuler yang hanya menawarkan studi ilmu pengetahuan umum.

Akibat dari system pendidikan yang dikotomik itu, maka lembaga pendidikan Islam menghasilkan dua tipe cendekiawan Muslim yang berbeda jenis ilmunya yang dalam beberapa aspek saling bertentangan. Ini bagaikan lingkaran setan. Tepat seperti yang dikatakan Syed M. Naquib al-Attas, bahwa pendidikan kita yang sekuler telah melahirkan pemimpin yang sekuler dan pemimpin sekuler itu akan melahirkan kebijakan yang sekuler pula.

Dipaparkan Dr. Hamid, tantangan eksternal dan internal itu adalah bagaimana umat islam dapat menolak, mengkritisi, mengasimilasi, atau memodifikasi sistim dan konsep-konsep asing yang multidisiplin ilmu itu. Sebab, hal ini bukanlah kerja yang bisa dilakukan sembarang orang. Bahkan kerja ini tidak bisa dilakukan oleh sekelompok cendekiawan yang hanya menguasai disiplin ilmu-ilmu pengetahuan syariah (ulum naqliyyah) atau cendekiawan yang hanya menguasai sains fisika dan kemanusiaan.
“Dalam banyak kasus, dosen yang menguasai ilmu ekonomi konvensional, misalnya, tidak mengerti syariah, dan sebaliknya dosen bidang syariah tidak menguasai ilmu ekonomi konvensional.”

Ringkasnya, ungkap Hamid, tantangan eksternal dan internal umat Islam ada dua, yaitu: pertama, ketidak berdayaan para cendekiawannya menghadapi faham, epistemology dan ideology asing secara kritis. Kedua, kelemahan tradisi pengkajian ilmu keislaman dalam memenuhi hajat umat di masa sekarang. Desastian




0 komentar:

Mari berdiskusi...

--------------------------------------------------------------------

Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...

--------------------------------------------------------------------