GURU SPIRITUAL DAN PEDUKUNAN TERMASUK TENTARA IBLIS
Bagian 1 : Iblis dan
Balatentaranya
Abu
Ishaq al-Huwaini al-Atsari
Terjemah : Abu Umamah Arif
Hidayatullah
Editor
: Eko Haryanto
Abu Ziyad
2013 – 1434,
islamhouse.com
Di riwayatkan dari Jabir bin
Abdillah radhiyallahu 'anhuma, beliau berkata: "Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam pernah
bersabda:
"Sesungguhnya Iblis mempunyai
kerajaan di atas lautan, lalu mengutus bala tentaranya (dengan tujuan
menyesatkan manusia) keseluruh penjuru. Dan bala tentara yang bisa dekat dengan
sang raja adalah mereka yang bisa meraih prestasi paling hebat, yaitu yang
paling besar peranannya dalam menyesatkan manusia.
Pada suatu ketika datang salah
seorang tentaranya, lalu melapor pada panglimannya:
"Saya telah berhasil melakukan
ini dan itu".
Lalu di jawab: "Oh kamu belum
ada apa-apanya, tidak ada yang wah darimu!
Yang kedua datang, lalu segera
melapor: "Tidaklah saya tinggalkan dua pasangan suami istri melainkan
mereka berdua sudah saling berpisah (cerai)". Maka sang raja mengatakan:
"Suruh ia menghadapku". Tatkala sudah di hadapannya ia memujinya:
"Sebaik-baik tentara adalah kamu!.
Berkata al-A'masy: "Saya
mengira beliau mengatakan: "Lalu tentara itu di jadikan sebagai
panglima".
Hadits ini shahih, di riwayatkan
oleh Imam Muslim dan Ahmad.
RASULALLAH BERSAMA
IFRIT YANG MENGGANGGU SHOLATNYA
Dari Abu Hurairah radhiyallahu
'anhu, ia berkata: "Rasulallah Shalallahu
'alaihi wa sallam pernah bersabda:
"Sesungguhnya Ifrit dari
kalangan jin, Kemarin malam berusaha untuk memutus sholatku. Tapi Allah Shubhanahu wa ta’alla menolongku,
maka aku cekik lehernya kuat-kuat, aku ingin ikat dirinya di salah satu tiang,
dari tiang-tiang masjid, supaya kalian semua bisa melihatnya. Namun aku
teringat perkataan saudaraku Sulaiman, yang mengatakan:
قال الله تعالى : ﴿ قَالَ رَبِّ ٱغۡفِرۡ لِي وَهَبۡ لِي مُلۡكٗا لَّا يَنۢبَغِي لِأَحَد مِّنۢ بَعۡدِيٓۖ﴾ (سورة ص 35).
"Ia berkata: "Ya Tuhanku,
ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang
juapun sesudahku". (QS Shaad: 35).
Lalu Allah Shubhanahu wa ta’alla membiarkan
dirinya dalam keadaan hina".
Hadits ini shahih, di riwayatkan
oleh Imam Bukhari dan Muslim. Ada juga hadits yang semakna dengan ini, yang di
riwayatkan dari Abu Darda radhiyallahu 'anhu.
Bagian 2 : HUKUM
PERDUKUNAN, RAMALAN, dan MANTRA
(Serial Soal Jawab Aiqdah)
Oleh
Syaikh Hafizh al Hakami, penerjemah: Abu Fahmi Ahmad
177. Tanya:
Bagaimana hukum yang berlaku bagi
tukang tenung?
Jawab:
Tukang tenung (kuhhaan)
adalah thaghut atau wali syaithan yang senantiasa menggoda manusia
sebagaimana firman Allah berikut:
“...
Sesungguhnya syaithan itu membisikkan kepada kawan-kawannya ...” (Al An’aam: 121).
Syaithan turun seraya
membisikkan kepada mereka dengan mengajarkan satu kalimat dan bersamaan dengan
itu, syaithan telah mendustakan seratus kebohongan, sebagaimana telah
difirmankan Allah:
“Apakah
akan aku beritakan kepadamu, kepada siapa syaitan- syaitan itu turun? Mereka
turun kepada tiap-tiap pendusta lagi yang banyak dosa. Mereka menghadapkan
pendengaran (kepada syaitan) itu, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang
pendusta.”(Asy Syu’araa: 221-223).
Ketika mengomentari surat Al An’aam: 121 diatas, Ibnu Abbas radhiyallahu
‘anhuma berkata, “Sebenarnya ada dua macam bisikan, yaitu wahyu yang
berasal dari Allah dan wahyu yang berasal dari syaithan. Wahyu dari Allah turun
kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, sedangkan wahyu (bisikan) syaithan
turun kepada pengikutnya (wali-walinya).”
Melalui sabdanya, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam pun menjelaskan tentang bisikan yang datang dari syaithan
tersebut:
“Maka
mendengarkan syaithan pencuri berita dan yang lain begitu pula, sehingga
sebagian meneruskan kepada sebagian yang lain dan sampailah bisikan syaithan
itu kepada pengikut yang kemudian sampailah bisikan itu kepada tukang-tukang
sihir dan tenung. Mungkin syaithan pencuri berita itu tertimpa meteor (bintang)
pembakar sebelum sempat menyampaikannya. Mungkin disampaikannya sebelum
berhasil mencuri lalu dia berbohong dan dengan begitu, tersebarlah seratus
kebohongan.”
178.Tanya:
Bagaimana hukum orang yang
mempercayai ucapan dukun?
Jawab:
Allah subhanahu wata’ala
berfirman:
“Katakanlah: ‘tidak ada
seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali
Allah’ ...”(An Naml: 65).
“Dan
pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya
kecuali Dia sendiri ...”(Al An’aam: 59).
“Apakah
Dia mempunyai pengetahuan tentang yang ghaib, sehingga Dia mengetahui (apa yang
dikatakan)?”(An Najm: 35).
“Apakah
ada pada sisi mereka pengetahuan tentang yang gaib lalu mereka menuliskannya?”(Ath Thuur: 41).
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda:
“Barangsiapa
yang mendatangi tukang tenung (peramal) atau dukun sehingga dia membenarkan
(mempercayai) apa yang dikatakan, maka dia itu kafir terhadap wahyu yang
diturunkan kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.”(Muttafaq ‘alaih).
“Siapa
yang mendatangi tukang tenung (ramal), lalu dia menanyakan sesuatu kepadanya,
maka tidak diterima shalatnya selama empat puluh malam.”(HR. Muslim).
179.Tanya:
Bagaimana hukum mempercayai
ramalan bintang?
Jawab:
Allah subhanahu wata’ala
berfirman:
“Dan
Dialah yang menjadikan bintang-bintang bagimu, agar kamu menjadikannya petunjuk
dalam kegelapan di darat dan di laut ...”(Al An’aam: 97).
“Sesungguhnya
Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang, dan Kami jadikan
bintang-bintang itu alat-alat pelempar syaitan, dan Kami sediakan bagi mereka
siksa neraka yang menyala-nyala.”(Al Mulk: 5).
“... dan
bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya ...”(An Nahl: 12).
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda:
“Siapa
yang mempelajari sebagian ramalan bintang, maka dia sama dengan mempelajari
sebagian ilmu sihir. Bertambahnya (syirik) sesuai dengan sejauh mana larutnya
dalam ilmu tersebut.”
“Yang
aku takuti hanyalah membenarkan bintang-bintang, mendustakan taqdir, dan
munculnya imam-imam yang zhalim/aniaya.”
Kepada kaum yang menulis
sumber-sumber kebathilan dan merenungkan masalah bintang, Ibnu Abbas radhiyallahu
‘anhu mengatakan, “Aku tidak melihat bahwa perbuatan seperti itu ada
manfaatnya disisi Allah, kecuali hanyalah sia-sia belaka.”
Qatadah rahimahullah pun
berkata, “Allah menciptakan bintang-bintang itu untuk tiga keperluan, yaitu
hiasan bagi langit, pelempar syaithan, dan sebagai petunjuk bagi para pelaut
dan astronom, maka siapa yang menta’wilkan bintang dalam hal yang diluar tadi,
dia telah bernasib malang dan menyandarkan nasibnya serta membebani diri dengan
sesuatu yang tak ada dasar ilmu baginya.”
180.Tanya:
Bagaimana hukum meminta hujan kepada
bintang?
Jawab:
Allah subhanahu wata’ala
berfirman:
“Kamu
mengganti rezki (yang Allah berikan) dengan mendustakan Allah.”(Al Waaqi’ah: 82).
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam sendiri bersabda:
“Ada
empat perkara dikalangan ummatku yang termasuk sifat-sifat jahiliyyah yang
tidak mereka tinggalkan, yaitu menyombongkan kedudukan, mencela keturunan,
memohon hujan kepada guntur dan petir, dan meratapi (orang yang mati). Dalam
perkara ini, jika belum bertaubat sebelum matinya, maka besok pada hari kiamat
dia akan dibangkitkan dengan memakai pakaian dari aspal dan memakai baju yang
berupa kudis.”(HR. Muslim, dengan sanad Abi
Malik Al Asy’ari).
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam pun bersabda bahwa Allah subhanahu wata’ala berfirman:
“Hamba-hambaKu
bisa menjadi beriman terhadapKu dan bisa pula kafir terhadapKu. Maka adapun
orang yang berkata bahwa hujan yang turun pada kami ini sebagai anugerah Allah,
maka ia beriman kepadaKi dan kafir terhadap bintang-bintang. Dan adapun orang
yang berkata bahwa hujan yang turun kepada kami ini karena (kedudukan atau
adanya gugusan) bintang tertentu, maka ia telah kafir terhadapKu dan berfirman
kepada bintang-bintang.”
181.Tanya:
Apa hukumnya mempercayai suara
burung sebagai bentuk kesialan (tathayyur)?
Jawab:
Allah subhanahu wata’ala
berfirman:
“...
Ketahuilah, Sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan
tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (Al A’raaf: 131).
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda:
“Tak ada
penularan (penyakit), tak ada penentu alamat baik dan buruk, tak ada burung
hantu pembawa kesialan, dan tiada burung elang (pembawa kesialan).”(HR. Muslim).
“Percaya
pada suara burung (sebagai penentu kesialan) itu syirik, percaya pada suara
burung (sebagai penentu kesialan) itu syirik.”
Bagaimana penebus dosanya jika
seseorang telah terlanjur percaya kepada peristiwa dibalik suara burung? Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda:
“Katakan:
‘Ya Allah, tidak ada kebaikan kebaikan (yang datang dari) sisiMu dan tiada penentu
nasib sial kecuali yang ditetapkan dari sisiMu, dan tidak ada ilah yang haq
untuk diibadahi selain Engkau.’
Jika
seseorang dari kamu melihat sesuatu yang tidak ia sukai, maka bacalah: ‘Ya
Allah, tidak ada yang dapat mendatangkan kebaikan kecuali Engkau, dan tidak ada
yang dapat menolak keburukan kecuali Engkau, tiada daya dan kekuatan kecuali
dengan Engkau.”
182.Tanya:
Apa hukum mengobati pengaruh
ketajaman mata (al ‘ain) dengan bacaan-bacaan (ruqyah)?
Jawab:
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda:
“Pengaruh
ketajaman mata itu benar adanya.”
Dari Ummu Salamag radhiyallahu
‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah melihat, ada
seorang hamba sahaya perempuan yang mukanya terlihat bercak hitam, beliau
bersabda:
“Dia
terkena pengaruh ketajaman mata. Karena itu, mantrailah (ruqyahlah) dia.”(HR. Muslim).
Aisyah radhiyallahu ‘anha pun
mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan
memantrai (meruqyah) penyakit mata sebagaimana sabdanya berikut ini:
“Tidak
ada mantra (ruqyah) kecuali untuk penyakit mata atau demam.”(HR. Muslim).
Menurut hadits Muslim dari Anas
radhiyallahu ‘anhu, luka akibat gigitan serangga pun apat diobati
melalui mantra-mantra/ruqyah. Hadits-hadits tersebut dijamin keshahihannya.
Yang jelas, tak ada pengaruh khasiat kecuali atas izin Allah. Hal itu sesuai
dengan penafsiran para ulama salaf dalam menafsirkan ayat:
“Dan
Sesungguhnya orang-orang kafir itu benar-benar hampir menggelincirkan kamu
dengan pandangan mereka, tatkala mereka mendengar Al Quran dan mereka berkata:
‘Sesungguhnya ia (Muhammad) benar-benar orang yang gila’.” (Al Qalam: 51).
Bagian 3 : Fatwa MUI
soal Larangan Perdukunan dan Peramalan
JAKARTA (voa-islam.com) 23 April
2013
Pada tahun 2005, Majelis Ulama
Indonesia (MUI) sudah mengelurkan Fatwa Tentang Perdukunan (Kahanah) dan
Peramalan (‘Irafah). Fatwa MUI bernomor: 2/MUNAS VII/MUI/6/2005 itu di
keluarkan saat Musyawarah Nasional MUI VII, pada 26-29 Juli 2005 lalu.
Setelah menimbang, akhir-akhir
ini semakin banyak praktek perdukunan (kahanah) dan peramalan (‘irafah) di
masyarakat serta semakin marak tayangan media massa, baik cetak maupun
elektronik yang berhubungan dengan hal tersebut.
Hal tersebut telah meresahkan umat
dan dapat membawa masyarakat kepada perbuatan syirik (menyekutukan Allah), dosa
paling besar yang tidak diampuni Allah SWT.
Untuk menjaga kemurnian tauhid dan
menghindarkan masyarakat dari aktivitas yang dapat membawa kepada kemusyrikan,
MUI memandang perlu menetapkan fatwa tentang Perdukunan (kahanah) dan Peramalan
(‘iraafah) untuk dijadikan pedoman.
Mengingat Firman Allah Swt :
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni
segala dosa yang selain dari (syirik) itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya.
Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang
besar”. (QS. An Nisa’ [4] : 48)
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni
dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain
dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang
mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat
sejauh-jauhnya”. (QS. An Nisa’ [4] : 116)
“… Barangsiapa yang
mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka adalah ia seolah-seolah jatuh dari
langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh”.
(QS. Al Hajj [22] : 31)
Sedangkan mengacu Hadits Nabi
Saw antara lain: “Orang yang mendatangi tukang ramal (paranormal) kemudian ia
bertanya kepadanya tentang sesuatu, maka shalatnya tidak diterima selama 40
malam” (HR. Muslim & Ahmad dari sebagian istri Nabi [Hafshah])
“Orang yang mendatangi dukun atau
tukang ramal, kemudian membenarkan apa yang dikatakannya maka orang tersebut
telah kufur terhadap apa yang telah diturunkan kepada Muhammad Saw”. (HR. Ahmad
& al Hakim dari Abu Hurairah)
“Orang yang mendatangi (bersetubuh
dengan) istri yang sedang haid, atau (bersetubuh dengan) istri dari duburnya
atau mendatangi dukun kemudian membenarkan apa yang dikatakannya, maka
sesungguhnya orang tersebut telah lepas (kafir) dari apa yang telah diturunkan
kepada Muhammad Saw”. (HR. Ahmad, Tirmidzi, Abu Dawud & Ibnu Majah dari Abu
Hurairah)
Dari Abu Mas’ud, Rasulullah Saw
melarang pemanfaatan harga jual beli anjing, bayaran pelacuran (perzinahan) dan
upah dukun. (HR. Bukhari & Muslim dari Abu Mas’ud)
“Kunci perkara ghaib itu ada lima,
tidak ada seorang pun yang mengetahuinya melainkan
Allah Ta’ala; (1) Tidak ada seorang
pun yang mengetahui apa yang akan terjadi esok selain Allah Ta’ala, (2) tidak
ada seorang pun mengetahui apa yang ada di dalam kandungan selain Allah Ta’ala,
(3) tidak ada seorang pun yang mengetahui kapan terjadinya hari Kiamat selain
Allah Ta’ala, (4) tidak ada seorang pun yang mengetahui di bumi mana dia akan
mati selain Allah Ta’ala, dan (5) tidak seorang yang mengetahui kapan hujan
akan turun selain Allah Ta’ala”. (HR. Bukhari & Ahmad dari Ibnu Umar)
“Orang yang menggantungkan (memakai)
jimat maka dia telah melakukan perbuatan syirik”. (HR. Ahmad, Thabrani & Al
Hakim dari Uqbah bin Amir al-Juhany)
Adapun kaidah fiqihnya adalah, “Segala
jalan yang menuju kepada sesuatu yang haram, maka jalan (wasilah) itu juga
haram”. “Mencegah kemafsadatan lebih didahulukan daripada menarik
kemashlahatan”.
Fatwa MUI
Setelah memperhatikan Pendapat
Sidang Komisi C Bidang Fatwa pada Munas VII MUI 2005, MUI menetapkan
Fatwa tentang Pedukunan (Kahanah) dan Peramalan (‘Iraafah). Fatwa yang
ditetapkan di Jakarta, pada tanggal 28 Juli 2005, dan ditandatangani oleh
Pimpinan Sidang Komisi C Bidang Fatwa, dengan Ketua KH. Ma'ruf Amin dan
Sekretaris Drs. Hasanuddin, M.Ag, itu memutuskan:
Pertama, segala bentuk praktek
perdukunan (kahanah) dan peramalan (‘iraafah) hukumnya haram.
Kedua, mempublikasikan praktek
perdukunan (kahanah) dan peramalan (‘iraafah) dalam bentuk apapun hukumnya
haram.
Ketiga, memanfaatkan, menggunakan
dan/atau mempercayai segala praktek perdukunan (kahanah) dan peramalan
(‘iraafah) hukumnya haram. [desastian]
0 komentar:
Mari berdiskusi...
--------------------------------------------------------------------
Awali dengan bismillah sebelum memberi komentar...
--------------------------------------------------------------------